Pembahasan HASIL DAN PEMBAHASAN

39 Gambar 9. Kurva Efisiensi Adsorpsi Ion Logam NiII dan ZnII oleh Adsorben Hasil Sintesis dengan HNO 3 ADHNO 3 pada berbagai pH

B. Pembahasan

1. Pembuatan adsorben dari abu vulkanik gunung kelud Pada penelitian ini, sebelum dilakukan sintesis adsorben, terlebih dahulu dilakukan preparasi pada abu vulkanik gunung kelud. Preparasi ini penting dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan substansi-substansi berupa pengotor yang dapat memberikan interferensi pada abu. Pada tahap preparasi, abu vulkanik gunung kelud dikalsinasi dengan menggunakan muffle furnace pada temperatur 700 o C selama 4 jam. Pemanasan abu pada temperatur 700 o C merupakan temperatur yang paling optimum untuk proses kalsinasi abu, karena pada temperatur ini akan menghasilkan abu dengan silika dalam bentuk amorf Aina, Nuryono, Tahir, 2007: 9. Selain itu, pada temperatur 700 o C akan menghasilkan abu yang bebas dari pengotor berupa karbon berwarna hitam Hadi, Arsa, Sudiarta, 2006: 33. 20 40 60 80 100 120 2 4 6 8 10 E fi si e n si Ad so rp si pH Ion logam Ni Ion logam Zn 40 Setelah dilakukan proses kalsinasi, selanjutnya abu dicuci dan direndam dalam larutan HCl 0,1 M. Proses ini dilakukan dengan tujuan untuk melarutkan kadar pengotor berupa oksida-oksida logam dan mineral selain silika yang terdapat dalam abu yang sudah dikalsinasi, sehingga ketika dilakukan proses penyaringan dan pencucian dengan akuades, oksida akan larut dalam filtrat dan abu bebas dari oksida-oksida selain silika Mujiyanti, Nuryono, Kunarti, 2010: 154. Abu yang sudah disaring dan dipisahkan dari filtratnya, selanjutnya dilakukan pemanasan pada temperatur 110 o C. Proses sintesis adsorben silika gel dari abu vulkanik gunung kelud, secara garis besar melalui beberapa tahap. Tahapan pertama adalah pembentukan natrium silikat dengan cara mereaksikan SiO 2 pada abu dengan NaOH Rosmawati, Tjahjanto, Prananto, 2013: 162. Pada penelitian ini, abu yang sudah dicuci dimasukkan ke dalam larutan NaOH 3M lalu dilakukan pemanasan dan pengadukan hingga mendidih. Natrium silikat yang terbentuk didiamkan selama 24 jam dan disaring untuk memisahkan filtrat dan endapan abu. Filtrat natrium silikat ini yang akan digunakan sebagai prekursor pembuatan adsorben silika gel. Proses pembentukan natrium silikat ditunjukkan dalam reaksi berikut: SiO 2 s + 2NaOHaq → Na 2 SiO 3 aq + H 2 Ol Mekanisme reaksi yang diperkirakan pada pembentukan natrium silikat tersebut ditampilkan pada Gambar 10. Pada SiO 2 , elektronegativitas atom O yang tinggi menyebabkan Si lebih elektropositif. Adanya gugus OH - dari NaOH akan menyerang Si sehingga terbentuk intermediet [SiO 2 OH] - yang tidak stabil. 41 O Si O OH O Si O O H O Si O O H Si O O O + H 2 O + 2Na + Si O O O 2Na + 2- 2- Gambar 10. Model Mekanisme Reaksi Pembentukan Natrium Silikat Alex, 2005 dalam Mujiyanti, Nuryono, Kunarti, 2010: 156 Kemudian akan terjadi dehidrogenasi, di mana ion H + dari senyawa intermediet akan dilepaskan dan akan berikatan dengan ion hidroksil dari NaOH yang lain membentuk H 2 O. Dua ion Na + akan menyeimbangkan muatan negatif yang terbentuk dan berinteraksi dengan ion SiO 3 2- sehingga terbentuk natrium silikat Na 2 SiO 3 . Natrium silikat yang terbentuk larut dalam akuades sehingga menjadi larutan natrium silikat Na 2 SiO 3 . Larutan natrium silikat ini akan digunakan sebagai prekursor dalam pembuatan adsorben silika gel Mujiyanti, Nuryono, Kunarti, 2010: 156. Tahapan kedua adalah pembentukan silika gel dengan metode sol gel. Metode sol gel merupakan proses pembentukan jaringan oksida dengan reaksi polikondensasi dari molekul prekursor dalam medium air Buhani dkk., 2012: 265. Pada metode sol gel, prekursor berupa natrium silikat ditambahkan dengan asam hingga terbentuk asam ortosilikat melalui reaksi hidrolisis asam Essien et al ., 2012: 977. Pada penelitian ini, larutan natrium silikat ditambahkan asam 42 nitrat 3 M tetes demi tetes hingga terbentuk gel berwarna putih. Penambahan asam dilakukan sampai larutan mencapai pH 7. Hal ini disebabkan di bawah pH 7, kelarutan silika dalam medium air semakin bertambah dan ukuran partikelnya semakin kecil Brinker Scherer, 1990: 105. Adapun reaksi kimia yang terjadi dalam proses ini adalah sebagai berikut: Na 2 SiO 3 aq + H 2 Ol + 2H + aq → SiOH 4 s + 2Na + aq Menurut Nuryono dan Narsito 2005: 25, reaksi pembentukan gel asam silikat dari prekursor natrium silikat bergantung pada pH atau konsentrasi proton dalam larutan dan tidak bergantung pada jenis asam. Penambahan asam pada larutan prekursor menyebabkan terjadinya reaksi hidrolisis, di mana terjadi protonasi gugus siloksi Si – O - menjadi gugus silanol Si – OH. Pada penambahan asam secara berlebih semua gugus silikat terprotonasi sempurna sehingga terbentuk monomer asam silikat bebas Nuryono Narsito, 2005: 25. Adapun mekanisme reaksi pembentukan asam silikat dapat dilihat pada Gambar 11. Monomer-monomer asam silikat yang terbentuk akan mengalami polimerisasi kondensasi membentuk dimer, trimer, dan seterusnya sampai akhirnya membentuk polimer asam silikat Prastiyanto, Azmiyawati, Darmawan, 2008: 5. Pembentukan polimer asam silikat terjadi karena reaksi antar gugus silanol satu dengan gugus silanol yang lain membentuk ikatan siloksan Si –O–Si. Polimerasi asam silikat terus berlangsung membentuk bola- bola polimer yang disebut partikel silika primer. Partikel ini pada kondisi tertentu akan mengalami kondensasi membentuk fasa padatan gel yang disebut alkogel 43 yang bertekstur lunak dan tidak kaku Prastiyanto, Azmiyawati, Darmawan, 2008: 6. Mekanisme pembentukan gel dapat dilihat pada Gambar 12. Si O O O Na Na Si OH O O Na Na H Si OH O O Na Na + 2H - 2Na Si OH HO OH + O H H Si O HO OH OH H H - H Si OH HO OH OH Si OH O O Na Na H H Gambar 11. Mekanisme Reaksi Pembentukan Monomer Asam Silikat Prastiyanto, Azmiyawati, Darmawan, 2008: 6 Si OH HO OH OH + H Si OH HO OH OH 2 Si OH HO OH OH + H 2 O - Si OH HO OH O Si H OH OH OH H - Si OH HO OH O Si OH OH OH Gambar 12. Mekanisme Pembentukan Gel Prastiyanto, Azmiyawati, Darmawan, 2008: 6. 44 Alkogel memiliki ukuran partikel lebih besar dari pada silika primer. Proses pembentukan gel dapat dilihat pada Gambar 13. Gambar 13. Proses Pembentukan Alkogel Brinker Scherer, 1990: 102 Alkogel yang terbentuk kemudian didiamkan selama 24 jam untuk melalui tahap pematangan. Pada tahap pematangan, kekuatan serta ukuran partikel dan pori menjadi semakin besar dan homogen He et al., 2009: 1621. Pada tahap ini alkogel mengalami sineresis. Proses sineresis adalah proses pengerasan gel yang terjadi secara spontan tanpa proses penguapan. Proses sineresis terjadi karena pembentukan dan pertumbuhan permukaan gel yang disertai dengan pelepasan molekul H 2 O dari pori-pori silika gel Scherer, 1989 dalam Saputra dkk, 2014: 38. Proses sineresis ini menghasilkan hidrogel. Hidrogel yang terbentuk disaring, dicuci dan dipanaskan pada temperatur 120 o C hingga membentuk xerogel dengan 45 berat yang konstan. Xerogel merupakan silika gel yang dihasilkan melalui penghilangan air dari pori-pori melalui proses penguapan Kalapathy, Proctor, Shultz, 2002: 285. Xerogel memiliki tekstur yang kaku dan berwarna putih. Xerogel yang terbentuk kemudian digerus dan diayak menggunakan ayakan 100 mesh. Hal ini dilakukan untuk menyamakan ukuran xerogel dan luas permukaannya. Xerogel yang sudah diayak lalu ditimbang, dan dihitung efisiensi produksinya. Berdasarkan perhitungan, diperoleh efisiensi produksi adsorben silika gel dengan asam nitrat 3M adalah 63,73. 2. Karakter Spektra FTIR abu vulkanik gunung kelud sebelum dan sesudah dicuci dengan HCl Berdasarkan penelitian Kristianingrum 2016, perbandingan spektra FTIR antara abu vulkanik gunung Kelud sebelum dan sesudah dicuci dengan HCl dapat dilihat pada Gambar 14. Gambar 14. Spektra FTIR Abu Vulkanik gunung kelud Sebelum dan Sesudah dicuci dengan HCl 0,1 M Hasil interpretasi spektra FTIR dari abu vulkanik gunung kelud dan adsorben hasil sintesis dapat dilihat pada Tabel 13. Mon Mar 30 09:22:54 2015 GM 44 46 48 50 52 54 56 58 60 62 T ra n sm it ta n ce 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 Wavenumbers cm-1 : Abu Kelud sebelum : Abu Kelud sesudah 46 Tabel 13. Interpretasi FTIR Abu Sebelum dan Sesudah dicuci dengan HCl 0,1 M No Bilangan Gelombang cm -1 Jenis Vibrasi Abu Kelud sebelum dicuci Abu Kelud sesudah dicuci 1 2 3 4 3460,83 1639,19 1071,45 462,44 3430,96 1635,64 1057,66 461,37 Regangan OH SiOH Bengkokan OH SiOH Regangan Asimetri Si O SiOSi Bengkokan Si OSi Sumber Kristianingrum, dkk. 2016 Berdasarkan analisis spektrofotometer FTIR yang dilakukan oleh Kristianingrum 2016 menunjukkan bahwa pada abu vulkanik sebelum dan sesudah dicuci terdapat serapan pada pita gelombang 3460,83 cm -1 dan 3430,96 cm -1 . Pada bilangan gelombang sekitar 3400 cm -1 menunjukkan vibrasi regangan gugus –OH dari gugus silanol atau molekul air yang terserap pada permukaan silika Rida Harb, 2014: 39. Hal ini diperkuat oleh adanya serapan pada bilangan gelombang 1639,19 cm -1 dan 1635,64 cm -1 pada spektra FTIR abu vulkanik gunung kelud sebelum dan sesudah dicuci yang menunjukkan vibrasi bengkokan dari gugus –OH. Pada bilangan gelombang 1071,45 cm -1 dan 1057,66 cm -1 secara berurutan dari spektra FTIR abu vulkanik gunung kelud sebelum dan sesudah dicuci, menunjukkan vibrasi regangan asimetri gugus Si –O dari ikatan . Hal ini diperkuat dengan adanya serapan pada bilangan gelombang 462,44 cm -1 dan 461,37 cm -1 pada spektra FTIR abu vulkanik gunung kelud sebelum dan sesudah dicuci yang menunjukkan vibrasi bengkokan dari gugus . Pada spektra FTIR abu vulkanik gunung kelud sebelum dicuci, terdapat puncak pada bilangan gelombang sekitar 2900 cm -1 , namun puncak tersebut tidak 47 ditemukan pada spektra FTIR abu vulkanik gunung kelud sesudah dicuci. Puncak pada bilangan gelombang tersebut dimungkinkan adalah zat pengotor yang hilang setelah abu vulkanik gunung kelud dicuci dengan HCl 0,1 M. Fungsi pencucian dengan larutan HCl 0,1 M adalah untuk melarutkan pengotor berupa logam-logam oksida selain SiO 2 yang terdapat pada abu vulkanik. 3. Karakter spektra FTIR adsorben hasil sintesis Analisis karakter FTIR adsorben hasil sintesis dan kiesel gel 60G buatan E-Merck dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pergeseran daerah hasil serapan gugus silanol dan gugus siloksan . Berdasarkan analisis spektrofotometer FTIR diperoleh bahwa pada kiesel gel 60G buatan E-Merck dan adsorben hasil sintesis, masing-masing secara berurutan terdapat serapan pada pita gelombang 3434,18 cm -1 dan 3462,82 cm -1 . Pada bilangan gelombang sekitar 3400 cm -1 menunjukkan vibrasi regangan gugus –OH dari gugus silanol atau molekul air yang terserap pada permukaan silika Rida Harb, 2014: 39. Hal ini diperkuat oleh adanya serapan pada bilangan gelombang 1640,13 cm -1 dan 1637,09 cm -1 pada spektra FTIR kiesel gel 60G buatan E-Merck dan adsorben hasil sintesis yang menunjukkan vibrasi bengkokan dari gugus –OH. Vibrasi bengkokan tersebut berasal dari molekul air yang terjebak dalam matrik silika yang ditunjukkan pada intensitas puncak bilangan gelombang sekitar 1635 cm -1 Rida Harb, 2014: 39. Pada bilangan gelombang 1076,41 cm -1 dan 1097,17 cm -1 secara berurutan dari spektra FTIR kiesel gel 60G buatan E-Merck dan adsorben hasil 48 sintesis, menunjukkan vibrasi regangan asimetri gugus Si – O dari ikatan . Hal ini diperkuat dengan adanya serapan pada bilangan gelombang 460,97 cm -1 dan 471,16 cm -1 pada spektra FTIR kiesel gel 60G buatan E-Merck dan adsorben hasil sintesis yang menunjukkan vibrasi bengkokan dari gugus . Pada spektra FTIR adsorben hasil sintesis dan kiesel gel 60G buatan E- Merck secara berurutan terdapat serapan pada bilangan gelombang 2360,31 cm -1 dan 2361,20 cm -1 . Menurut Sastrohamidjojo 1992, serapan pada bilangan gelombang tersebut merupakan serapan dari vibrasi rentangan Si – H. 4. Keasaman adsorben hasil sintesis Penentuan keasaman adsorben hasil sintesis dilakukan untuk mengetahui kemampuan adsorben dalam mendonorkan proton saat proses adsorpsi. Penentuan keasaman dilakukan dengan metode titrasi volumetri. Adsorben hasil sintesis direndam dalam NaOH yang sudah distandarisasi dan diketahui konsentrasinya selama 24 jam agar terjadi interaksi sempurna antara gugus Si-OH dari adsorben hasil sintesis dengan gugus OH dari NaOH. Perkiraan reaksi yang terjadi selama perendaman dapat dilihat pada Gambar 15. Si OH + OH Si O + H 2 O aq aq aq l Gambar 15. Reaksi Adsorben Hasil Sintesis dengan Basa NaOH Azizah, 2015: 69 Selanjutnya campuran larutan NaOH dan adsorben hasil sintesis disaring dan dilakukan titrasi pada filtratnya menggunakan HCl yang sudah distandarisasi 49 dan diketahui konsentrasinya. Keasaman adsorben hasil sintesis diperoleh dari selisih antara konsentrasi mmol NaOH awal dengan konsentrasi mmol NaOH yang sudah bereaksi dengan adsorben. Tingkat keasaman adsorben hasil sintesis dan Kiesel gel 60G dapat dilihat pada Tabel 7. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4. Berdasarkan Tabel 7 tersebut diketahui nilai keasaman adsorben hasil sintesis adalah 5,6859 mmolgram. Nilai keasaman ini sedikit lebih besar dibanding nilai keasaman adsorben kiesel gel 60G buatan E-Merck yaitu 5,6578 mmolgram. Nilai keasaman pada adsorben menunjukkan jumlah gugus silanol pada permukaan adsorben. Kekuatan asam ini dapat digunakan sebagai ukuran reaktivitas kimianya Nuryono Narsito, 2005: 28. Semakin tinggi nilai keasaman maka semakin banyak gugus silanol yang terdapat pada permukaan adsorben sehingga semakin besar kemampuan adsorben dalam mendonorkan proton. Oleh karena itu, adsorben yang memiliki nilai keasaman yang lebih tinggi akan mengikat lebih banyak ion logam dalam proses adsorpsi. 5. Kadar air adsorben hasil sintesis Penentuan kadar air pada adsorben hasil sintesis dilakukan untuk menentukan nilai x pada rumus kimia adsorben hasil sintesis secara umum SiO 2 .xH 2 O. Kadar air total dalam hal ini didefinisikan sebagai banyaknya air yang dilepaskan oleh silika gel kering akibat pemanasan pada 600 o C selama 2 jam Nuryono Narsito, 2005: 28. Pada penelitian ini, adsorben hasil sintesis dan adsorben kiesel gel 60G buatan E-Merck sebagai pembanding dilakukan 50 pemanasan dengan oven pada temperatur 100 o C selama 4 jam. Setelah itu, dilakukan pendinginan dan penimbangan. Adsorben kemudian dipanaskan dalam muffle furnace pada temperatur 600 o C selama 2 jam. Proses ini dilakukan secara berulang hingga diperoleh berat konstan. Kadar air adsorben hasil sintesis dan adsorben kiesel gel 60G buatan E-Merck diperoleh dari selisih antara berat awal adsorben sebelum dilakukan pemanasan dengan berat akhir setelah pemanasan. Pada pemanasan silika gel dari temperatur 120 sampai 700 o C terjadi penurunan berat silika sebanyak dua kali, yaitu pada temperatur 120 sampai 580 o C dan 580 sampai 700 o C. Hal tersebut dapat dijelaskan melalui teori yang menyebutkan bahwa dalam silika gel terdapat tiga lapisan molekul air. Struktur lapisan molekul air dapat dilihat pada Gambar 16. Penurunan berat silika gel pada temperatur 120 – 580 o C terjadi akibat proses pemutusan ikatan hidrogen pada lapisan pertama antara molekul air dan gugus silanol. Penurunan pada temperatur 580 – 700 o C terjadi akibat kondensasi gugus silanol. Dua reaksi pelepasan air pada pemanasan silika gel dapat dilihat pada Gambar 17. Si O H O H H O H H O H H Gambar 16. Lapisan Molekul Air dalam Silika Gel Scott, 1993 dalam Nuryono Narsito, 2005: 28 51 Si O H H O H Si OH + H 2 O Si OH + Si OH Si O Si + H 2 O Gambar 17. Reaksi Pelepasan Air pada Silika Gel Nuryono Narsito, 2005: 28 Kadar air adsorben hasil sintesis dapat dilihat pada Tabel 7. Berdasarkan Tabel 7 tersebut diketahui bahwa kadar air adsorben hasil sintesis adalah 9,00. Persen kadar air ini lebih besar daripada adsorben kiesel gel 60G buatan E-Merck yaitu 5,00. Menurut Nuryono dan Narsito 2005: 28, besarnya persen kadar air berbanding lurus dengan jumlah gugus silanol yang ada pada permukaan adsorben silika gel dan molekul air yang terikat. Dengan demikian, semakin besar persen kadar air suatu adsorben, maka semakin banyak jumlah gugus silanolnya sehingga semakin besar kemampuan adsorben dalam mendonorkan proton. Dengan mengasumsikan kandungan yang terdapat pada adsorben hanya H 2 O dan SiO 2 , maka rumus molekul adsorben SiO 2 .xH 2 O dapat ditentukan. Rumus molekul adsorben hasil sintesis adalah SiO 2 .0,329H 2 O dan rumus molekul adsorben kiesel gel 60G buatan E-Merck adalah SiO 2 .0,175H 2 O. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6. 6. Porositas adsorben hasil sintesis Analisis porositas dengan menggunakan Gas Surface Analyzer dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui luas permukaan, ukuran pori, dan volume pori dari adsorben hasil sintesis dengan asam nitrat. Analisis menggunakan alat Gas Surface Analyzer GSA, terdiri dari dua tahapan, yaitu tahap preparasi dengan alat degasser dan analisis. Tahap preparasi dilakukan dengan tujuan untuk 52 menghilangkan gas atau uap atau senyawa volatil yang mungkin telah teradsorpsi atau terperangkap dalam pori-pori atau permukaan padatan. Pada tahapan ini, adsorben hasil sintesis dipanaskan dalam sampel sel yang dihubungkan dengan port degas menggunakan mantel pemanas. Proses ini dilakukan selama 3 jam dengan temperatur pemanasan 300 o C. Temperatur ini merupakan temperatur yang paling tinggi dalam proses degassing. Pemilihan temperatur pemanasan didasarkan pada karakteristik material adsorben hasil sintesis. Untuk mengetahui karakteristik material adsorben hasil sintesis dapat dilakukan dengan analisis TGA Thermogravimetric Analysis. Namun, pada penelitian ini, peneliti menentukan temperatur berdasarkan sifat kimia titik leleh silika gel yang tercantum dalam MSDS yaitu 1.600 o C Weintraub, 2001: 12. Hal ini disebabkan oleh karakter spektra FTIR adsorben hasil sintesis yang memiliki kemiripan dengan silika gel, sehingga dapat diasumsikan bahwa dengan temperatur degassing 300 o C tidak akan menyebabkan melelehnya padatan adsorben atau kerusakan pada padatan adsorben. Setelah dilakukan preparasi dengan alat degasser, selanjutnya dilakukan analisis dengan menggunakan gas nitrogen. Proses analisis didasarkan pada volume gas yang diadsorpsi dan didesorpsi oleh adsorben pada variasi tekanan yang konstan. Berdasarkan analisis tersebut, diperoleh data berupa grafik hubungan antara volume gas yang diadsorpsi atau desorpsi v dengan tekanan relatif PPo. Berdasarkan hasil analisis GSA, diperoleh data luas permukaan adsorben adalah 144,744 m 2 g, volume total pori 0,771 cm 3 g dan jari-jari ukuran pori 106,54 Å. 53 Berdasarkan hasil analisis GSA tersebut, adsorben hasil sintesis ini termasuk dalam kategori mesopori. Suatu material padatan dikatakan mikropori apabila jari-jari ukuran porinya kurang dari 2 nm, mesopori antara 2 hingga 50 nm, dan makropori lebih dari 50 nm Rouquerolt et al., 1994: 1745. 7. Adsorpsi ion logam NiII dan ZnII Pada penelitian ini, dilakukan uji daya adsorpsi dan efisiensi adsorpsi dari adsorben hasil sintesis terhadap ion logam NiII dan ZnII dalam cuplikan limbah cair industri elektroplating pada variasi pH 1, 2, 4, 6, dan 8. Hal ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh pH medium terhadap adsorpsi oleh adsorben. Kemampuan adsorpsi dari adsorben diketahui melalui perubahan konsentrasi ion logam dari konsentrasi awal limbah sebelum adsorpsi dan konsentrasi akhir limbah setelah adsorpsi. Adanya perubahan konsentrasi ion logam menunjukkan bahwa adsorben hasil sintesis dapat mengadsorpsi ion logam tersebut. Berdasarkan data penelitian pada Tabel 11 dan Tabel 12, serta grafik pada Gambar 8 dan Gambar 9, menunjukkan bahwa pH medium adsorpsi mempengaruhi daya adsorpsi dan efisiensi adsorpsi ion logam NiII dan ZnII oleh adsorben hasil sintesis dan kiesel gel 60G buatan E-Merck. Pada adsorpsi ion logam NiII oleh adsorben hasil sintesis dan kiesel gel 60G buatan E-Merck, efisiensi adsorpsi dan daya adsorpsi cenderung meningkat dari pH 1 hingga pH 8. Apabila dilakukan perbandingan efisiensi adsorpsi dan daya adsorpsi antara 54 adsorben hasil sintesis dengan kiesel gel, adsorben hasil sintesis memiliki efisiensi adsorpsi dan daya adsorpsi lebih besar dari pada kiesel gel 60G buatan E-Merck. Pada adsorpsi ion logam ZnII oleh adsorben hasil sintesis dan kiesel gel 60 G buatan E-Merck, efisiensi adsorpsi dan daya adsorpsi juga cenderung meningkat dari pH 1 hingga pH 8. Akan tetapi, pada adsorben hasil sintesis, efisiensi adsorpsi dan daya adsorpsi mengalami penurunan pada pH 4 dan mengalami peningkatan kembali pada pH 6. Sama halnya dengan adsorpsi ion logam NiII, adsorben hasil sintesis memiliki efisiensi adsorpsi dan daya adsorpsi lebih besar dari pada kiesel gel 60G buatan E-Merck. Hal ini menunjukkan bahwa adsorben hasil sintesis memiliki kemampuan adsorpsi yang lebih baik daripada kiesel gel 60G buatan E-Merck. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan adanya adsorpsi ion logam oleh adsorben hasil sintesis. Kemampuan adsorpsi disebabkan oleh adanya gugus aktif silanol dan siloksan pada permukaan adsorben. Adanya kedua gugus tersebut diketahui dari interpretasi spektra FTIR dan mmolgram keasaman adsorben. Semakin besar mmolgram keasaman maka semakin banyak jumlah gugus silanol sehingga kemampuan mendonorkan proton semakin besar. Nilai keasaman adsorben hasil sintesis ADHNO 3 lebih besar dibanding keasaman adsorben kiesel gel 60G buatan E-Merck, sehingga kemampuan adsorpsi oleh adsorben hasil sintesis ADHNO 3 terhadap ion logam NiII dan ZnII lebih besar dibanding adsorben kiesel gel 60G buatan E-Merck. Hal ini sesuai dengan data penelitian pada Tabel 11 dan Tabel 12. 55 Interaksi antara ion logam NiII dan ZnII dengan permukaan adsorben dipengaruhi oleh pH medium. Derajat keasaman dapat mempengaruhi proses adsorpsi ion logam dalam larutan, karena keberadaan ion H + dalam larutan akan berkompetisi dengan kation logam untuk berikatan dengan situs aktif pada permukaan adsorben. Selain itu pH juga akan mempengaruhi spesies ion yang ada dalam larutan sehingga akan mempengaruhi terjadinya interaksi ion logam dengan situs aktif adsorben Lestari, 2003 dalam Darmayanti, Rahman, Supriadi, 2012: 162. Pada pH 1, daya adsorpsi adsorben hasil sintesis dan kiesel gel 60G buatan E-Merck terhadap ion logam NiII secara berurutan adalah 1,2534 dan 1,2449 mggram, sedangkan efisiensi adsorpsinya secara berurutan adalah 50,3090 dan 49,9670 . Daya adsorpsi adsorben hasil sintesis dan kiesel gel 60G buatan E- Merck terhadap ion logam ZnII secara berurutan adalah 0,0103 dan 0,0045 mggram, sedangkan efisiensi adsorpsinya secara berurutan adalah 1,8685 dan 0,8311 . Pada pH 2, daya adsorpsi adsorben hasil sintesis dan kiesel gel 60G buatan E-Merck terhadap ion logam NiII secara berurutan adalah 1,2980 dan 1,2449 mggram, sedangkan efisiensi adsorpsinya secara berurutan adalah 52,0999 dan 51,7688 . Daya adsorpsi adsorben hasil sintesis dan kiesel gel 60G buatan E-Merck terhadap ion logam ZnII secara berurutan adalah 0,0114 dan 0,0062 mggram, sedangkan efisiensi adsorpsinya secara berurutan adalah 2,7031 dan 1,1389 . Pada kondisi pH asam pH 3 di bawah Point of Zero Charge PZC silika, gugus fungsi silanol pada permukaan silika bermuatan positif Kosmulski, 56 1998. Hal ini disebabkan gugus fungsi silanol yang terdapat pada permukaan adsorben terprotonasi, sehingga terjadi pengikatan ion hidrogen H + Buhani et al., 2009: 308. Reaksi pengikatan ion hidrogen oleh gugus silanol dapat dilihat pada Gambar 18. Gugus fungsi siloksan pada permukaan silika tidak mengalami perubahan muatan. Hal ini disebabkan oleh ikatan pada gugus siloksan merupakan ikatan kovalen, sehingga adanya perubahan kondisi pH dalam larutan tidak akan berpengaruh pada spesies gugusnya. Si Si OH OH + H + Si Si OH 2 + OH 2 + Gambar 18. Pengikatan Ion Hidrogen oleh Gugus Fungsi pada Permukaan Adsorben Sementara itu, spesi ion logam Ni terdapat dalam bentuk Ni 2+ . Hal ini disebabkan pada pH kurang dari 7,5 spesi ion logam Ni dalam larutan berada pada bentuk Ni 2+ Plyasunova et al., 1998: 48 dan spesi ion logam Zn, pada pH kurang dari 7 terdapat dalam bentuk Zn 2+ Krezel dan Maret, 2016: 7. Distribusi spesies ion logam Ni dan Zn dalam larutan dengan variasi pH dapat dilihat pada Gambar 19 dan Gambar 20. Oleh karena pada kondisi asam permukaan adsorben pada gugus silanol bermuatan positif, dan ion logam yang terdapat pada larutan juga bermuatan positif, maka akan terjadi tolakan antara permukaan adsorben dengan ion logam, sehingga adsorpsinya rendah Buhani dkk., 2009. Adsorpsi yang rendah ini terjadi pada gugus siloksan, di mana terjadi ikatan kovalen koordinasi dari atom O dengan ion logam. Reaksi antara permukaan adsorben pada gugus fungsi silanol 57 dan ion logam dalam larutan dengan pH asam dapat dilihat pada Gambar 21. Reaksi antara permukaan adsorben pada gugus fungsi siloksan dan ion logam dalam larutan dengan pH asam dapat dilihat pada Gambar 22. Gambar 19. Distribusi Spesies Ion Logam NiII Baes Mesmer, 1976 dalam Plyasunova et al., 1998: 48 Gambar 20. Distribusi Spesies Ion Logam ZnII Krezel Maret, 2016: 5 : [ZnH 2 O x ] 2+ : [ZnOHH 2 O x-1 ] + : [ZnOH 2 H 2 O x-2 ] : [ZnOH 3 H 2 O x-3 ] - : [ZnOH 4 ] 2- 58 Si Si OH 2 + OH 2 + + Zn 2+ Gambar 21. Reaksi antara Gugus Silanol pada Permukaan Adsorben dan Ion Logam dalam Larutan dengan pH Asam Si O Si + Ni 2+ Si O Si Ni Si O Si Si O Si + Zn 2+ Si O Si Zn Si O Si Gambar 22. Reaksi antara Gugus Siloksan pada Permukaan Adsorben dan Ion Logam dalam Larutan dengan pH Asam Pada pH 4, daya adsorpsi adsorben hasil sintesis dan kiesel gel 60G buatan E-Merck terhadap ion logam NiII secara berurutan adalah 1,3246 dan 1,3189 mggram, sedangkan efisiensi adsorpsinya secara berurutan adalah 53,1667 dan 52,9383 . Daya adsorpsi adsorben hasil sintesis dan kiesel gel 60G buatan E- Merck terhadap ion logam ZnII secara berurutan adalah 0,0110 dan 0,0105 mggram, sedangkan efisiensi adsorpsinya secara berurutan adalah 2,0079 dan 1,9066 . Pada pH 6, daya adsorpsi adsorben hasil sintesis dan kiesel gel 60G buatan E-Merck terhadap ion logam NiII secara berurutan adalah 1,4446 dan 1,4128 mggram, sedangkan efisiensi adsorpsinya secara berurutan adalah 57,9810 dan 56,7075 . Daya adsorpsi adsorben hasil sintesis dan kiesel gel 60G buatan E-Merck terhadap ion logam ZnII secara berurutan adalah 0,0150 dan 0,01453 mggram, sedangkan efisiensi adsorpsinya secara berurutan adalah 2,7322 dan 2,6308 . Si Si OH 2 + OH 2 + + Ni 2+ 59 Berdasarkan data hasil penelitian tersebut, pada pH 4 - 6 adsorpsi ion logam relatif meningkat. Hal ini disebabkan oleh adanya pemutusan proton yang terjadi pada permukaan silanol sehingga permukaan silika bermuatan negatif Sulastri, Kristianingrum, Arianingrum, 2004: 64. Hal ini memungkinkan gugus aktif pada permukaan adsorben berperan sebagai donor pasangan elektron, yang dapat berinteraksi dengan ion logam melalui pembentukan ikatan kovalen koordinasi menghasilkan senyawa kompleks Buhani dkk., 2012: 268. Reaksi pemutusan proton pada gugus silanol dapat dilihat pada Gambar 23. Si Si OH OH Si Si + OH - O - O - + H 2 O Gambar 23. Pemutusan Proton pada Permukaan Silanol Oleh karena pada kondisi pH 4 – 6 permukaan adsorben bermuatan negatif, dan ion logam yang terdapat pada larutan bermuatan positif, yaitu dalam bentuk spesi ion logam Ni 2+ dan Zn 2+ , maka akan terjadi tarik-menarik antara permukaan adsorben dengan ion logam, sehingga efisiensi adsorpsinya meningkat. Reaksi antara gugus fungsi silanol dengan ion logam NiII dan ZnII dapat dilihat pada Gambar 24. Reaksi antara gugus fungsi siloksan dengan ion logam NiII dan ZnII dapat dilihat pada Gambar 25. Pada pH 8, daya adsorpsi adsorben hasil sintesis dan kiesel gel 60G buatan E-Merck terhadap ion logam NiII secara berurutan adalah 2,4537 dan 2,4532 mggram, sedangkan efisiensi adsorpsinya secara berurutan adalah 98,4845 dan 98,4640 . Daya adsorpsi adsorben hasil sintesis dan kiesel gel 60G buatan E- Merck terhadap ion logam ZnII secara berurutan adalah 0,4330 dan 0,4165 60 mggram, sedangkan efisiensi adsorpsinya secara berurutan adalah 78,4139 dan 75,4191 . Si Si O - O - + Ni 2+ Si Si O O Ni Si Si O - O - + Zn 2+ Si Si O O Zn Gambar 24. Reaksi antara Gugus Fungsi Silanol pada Permukaan Adsorben dengan Ion Logam pada pH 4-6 Si O Si + Ni 2+ Si O Si Ni Si O Si Si O Si + Zn 2+ Si O Si Zn Si O Si Gambar 25. Reaksi antara Gugus Fungsi Siloksan pada Permukaan Adsorben dengan Ion Logam pada pH 4-6 Pada pH 8, daya adsorpsi dan efisiensi adsorpsi ion logam NiII dan ZnII meningkat. Hal ini disebabkan oleh mengendapnya ion logam dalam limbah cair elektroplating membentuk endapan hidroksida logam sebelum dilakukan proses adsorpsi. Ion logam Zn dalam larutan mulai mengendap apabila pH larutan mencapai 6,5 – 7. Pengendapan menjadi sempurna apabila pH larutan mencapai 8 – 9, dimana konsentrasi ion logam Zn berkurang sampai dibawah 10 -5 molliter. Sedangkan ion logam Ni dalam larutan mulai mengendap apabila pH larutan mencapai 7, dan pengendapan menjadi sempurna apabila pH larutan 61 mencapai pH 8 Svehla, 1985: 85. Berdasarkan penelitian ini, diperoleh adsorpsi ion logam NiII dan ZnII paling optimum terjadi pada pH 6. Dalam proses adsorpsi, reaksi antara adsorben dengan adsorbat dapat digambarkan dengan menggunakan prinsip HSAB Hard Soft Acid Base yang diusulkan oleh Pearson. Menurut prinsip HSAB, spesies ion yang termasuk dalam golongan asam keras akan bereaksi dengan golongan basa keras, dan asam lunak akan bereaksi dengan basa lunak. Berdasarkan Tabel 2 mengenai klasifikasi lunak-keras asam-basa lewis, logam NiII dan ZnII merupakan logam golongan asam madya, sedangkan atom O pada SiO - merupakan golongan basa keras Sugiyarto dkk., 2013: 113. Berdasarkan hasil penelitian, adsorpsi adsorben hasil sintesis ADHNO 3 terhadap ion logam NiII memiliki efisiensi adsorpsi dan daya adsorpsi lebih besar daripada ion logam ZnII. Menurut prinsip HSAB, seharusnya efisiensi adsorpsi dan daya adsorpsi ion logam NiII dan ZnII adalah sama, karena kedua ion logam tersebut berada dalam satu golongan asam madya. Namun, pada penelitian ini, efisiensi adsorpsi dan daya adsorpsi ion logam NiII dan ZnII berbeda. Hal ini disebabkan oleh adanya kompetisi antara ion logam NiII dan ZnII dalam berikatan dengan gugus aktif adsorben. Jumlah ion logam NiII yang lebih besar daripada ion logam ZnII, konsentrasi NiII dalam limbah adalah 12,4577 ppm dan ZnII adalah 2,7615 ppm, menyebabkan ion logam NiII dapat mendesak keberadaan ion logam ZnII, sehingga kemungkinan ion logam ZnII untuk berikatan dengan adsorben kecil. Menurut Xiao dan Thomas 2004: 4574, pada skala konsentrasi yang kecil, jumlah konsentrasi logam yang 62 diadsorpsi meningkat apabila jumlah konsentrasi logam dalam larutan meningkat. Atau dengan kata lain, apabila konsentrasi ion logam dalam larutan tinggi, maka jumlah logam yang diadsorpsi lebih tinggi. Selain itu, perbedaan daya adsorpsi dan efisiensi adsorpsi ion logam NiII dan ZnII disebabkan oleh radius hidrasi dari masing-masing ion logam. Dalam limbah cair elektroplating, selain ion logam juga terdapat molekul air. Adanya molekul air akan mengelilingi ion logam NiII dan ZnII membentuk lapisan hidrat. Ketebalan lapisan hidrasi atau jari-jari hidrasi pada setiap logam berbeda, bergantung pada jari-jari ion logam. Semakin besar jari-jari ion, maka semakin kecil gaya elektrostatiknya, sehingga semakin lemah kemampuan ion tersebut untuk menarik molekul-molekul air ke arahnya dan jari-jari hidrasinya semakin kecil Marcus, 1994: 115. Skematis radius ion yang terhidrasi dengan medan elektrostatis dapat dilihat pada Gambar 26. Gambar 26. Skema Radius Ion yang Terhidrasi dengan Medan Elektrostatis a Tinggi b Rendah Marcus, 1994: 115 Jari-jari ion logam NiII 1,24 Å lebih besar daripada jari-jari ion logam ZnII 0,69 Å. Hal ini menyebabkan jari-jari hidrasi dari ion logam Ni kecil. Spesies ion logam dengan jari-jari hidrasi yang kecil akan lebih mudah untuk a b 63 berdifusi ke struktur adsorben, sehingga adsorpsinya meningkat Xiao Thomas, 2004: 4571. Berdasarkan hal tersebut, dapat dijelaskan bahwa kecilnya daya adsorpsi ion logam Zn disebabkan oleh jari-jari ionnya yang lebih kecil dibanding dengan ion logam NiII, gaya elektrostatik ion logam Zn menjadi relatif besar sehingga kemampuan ion Zn 2+ menarik molekul air di lingkungannya lebih besar. Dengan besarnya kemampuan ion Zn 2+ dalam menarik molekul air, maka jari-jari hidrasinya menjadi lebih besar, sehingga mobilitas pergerakan ion Zn 2+ lebih sulit ke permukaan adsorben. 8. Spektra FTIR Sebelum dan Sesudah Adsorpsi Berdasarkan perbandingan spektra FTIR antara adsorben hasil sintesis sebelum dan sesudah adsorpsi pada pH 6, menunjukkan bahwa terdapat pergeseran bilangan gelombang dan perubahan intensitas. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan lingkungan elektronik gugus silanol dan siloksan karena adanya ion OH - dari medium elektrolit yang ditambahkan untuk mengatur kondisi pH larutan dan ion logam yang terdapat dalam limbah cair industri elektroplating. Pada spektra FTIR adsorben hasil sintesis sebelum adsorpsi, terdapat pita yang melebar pada bilangan gelombang 3434,18 cm -1 yang menunjukkan adanya vibrasi regangan gugus OH - dari gugus fungsi silanol Si – OH. Bilangan gelombang ini mengalami pergeseran setelah dilakukan adsorpsi menjadi 3432,39 cm -1 . Keberadaan gugus OH - pada adsorben hasil sintesis sebelum adsorpsi diperkuat oleh adanya vibrasi bengkokan OH - pada bilangan gelombang 1640,13 64 cm -1 , yang mengalami pergeseran bilangan gelombang setelah dilakukan adsorpsi menjadi 1639,02 cm -1 . Pita serapan yang menunjukkan vibrasi regangan asimetri Si – O dari gugus Si – O – Si pada bilangan gelombang 1076,41 cm -1 pada adsorben hasil sintesis sebelum adsorpsi mengalami pergeseran bilangan gelombang setelah dilakukan adsorpsi menjadi 1080,81 cm -1 . Keberadaan Si – O dari gugus Si – O – Si diperkuat oleh adanya vibrasi bengkokan Si – O pada bilangan gelombang 460,97 cm -1 yang mengalami pergeseran setelah dilakukan adsorpsi menjadi 460,74 cm -1 . Selain adanya gugus silanol dan siloksan, hasil analisis spektra FTIR adsorben sebelum dan sesudah adsorpsi juga menunjukkan adanya gugus Si – H. Pada adsorben sebelum adsorpsi, keberadaan gugus Si – H ditunjukkan dengan adanya pita serapan vibrasi regangan pada bilangan gelombang 2360,31 cm -1 , dan mengalami pergeseran setelah dilakukan adsorpsi menjadi 2362,62 cm -1 . Secara umum pola spektra FTIR dari adsorben hasil sintesis memiliki kesamaan dengan pola spektra FTIR kiesel gel 60G buatan E-Merck sebelum dan sesudah adsorpsi ion logam NiII dan ZnII. Adanya kesamaan ini menunjukkan bahwa adsorben hasil sintesis memiliki kesamaan gugus fungsional dengan kiesel gel 60G buatan E-Merck. Hal tersebut menunjukkan bahwa adsorben hasil sintesis memiliki potensi untuk dijadikan sebagai adsorben ion logam NiII dan ZnII. 65

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Adsorben hasil sintesis dari abu vulkanik gunung kelud memiliki karakter gugus fungsi yang mirip dengan kiesel gel 60 G buatan E-Merck. Karakter porositas adsorben memiliki luas permukaan adsorben sebesar 144,744 m 2 g, volume total pori 0,771 cm 3 g dan jari-jari ukuran pori 106,54 Å. Kadar air dan keasaman adsorben secara berurutan adalah 9,00 dan 5,6859 mmolgram. 2. Daya adsorpsi dan efisiensi adsorben hasil sintesis terhadap ion logam NiII yang paling optimum secara berurutan adalah 1,44462 mgg dan 57,98. Daya adsorpsi dan efisiensi adsorpsi adsorben hasil sintesis terhadap ion logam ZnII yang paling optimum secara berurutan adalah 0,01509 mgg dan 2,73. 3. pH optimum dalam uji daya adsorpsi adsorben hasil sintesis terhadap ion logam NiII dan ZnII dalam limbah cair industri elektroplating adalah 6.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka penulis memberikan saran sebagai berikut: 1. Perlu adanya pengkajian dan pengembangan lebih lanjut terkait modifikasi gugus aktif pada permukaan adsorben dari bahan dasar abu vulkanik dengan