MODIFIKASI ADSORBEN DARI ABU VULKANIK GUNUNG KELUD DENGAN HNO3 DAN UJI ADSORPTIVITASNYA TERHADAP ION LOGAM Ni(II) DAN Zn(II) DALAM LIMBAH CAIR INDUSTRI ELEKTROPLATING.

(1)

i HALAMAN JUDUL

MODIFIKASI ADSORBEN DARI ABU VULKANIK GUNUNG KELUD DENGAN HNO3 DAN UJI ADSORPTIVITASNYA TERHADAP

ION LOGAM Ni(II) DAN Zn(II) DALAM LIMBAH CAIR INDUSTRI ELEKTROPLATING

TUGAS AKHIR SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh

Gelar Sarjana Sains

Oleh :

Nurul Islam Miyati NIM 13307144002

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

ii

MODIFIKASI ADSORBEN DARI ABU VULKANIK GUNUNG KELUD DENGAN HNO3 DAN UJI ADSORPTIVITASNYA TERHADAP

ION LOGAM Ni(II) DAN Zn(II) DALAM LIMBAH CAIR INDUSTRI ELEKTROPLATING

Oleh: Nurul Islam Miyati NIM 13307144002

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui karakter gugus fungsi, porositas, kadar air dan keasaman adsorben, daya adsorpsi dan efisiensi adsorpsi adsorben terhadap ion logam Ni(II) dan Zn(II) dalam limbah cair industri elektroplating, serta pH optimum adsorpsi.

Subjek penelitian ini adalah abu vulkanik gunung kelud. Objek penelitian ini adalah karakter adsorben hasil sintesis meliputi gugus fungsi, porositas, keasaman dan kadar air adsorben, serta efisiensi dan daya adsorpsi adsorben. Metode pembuatan adsorben adalah metode sol gel. Asam yang digunakan pada sintesis adsorben adalah asam nitrat 3M. Kondisi pH pada pengujian efisiensi dan daya adsorpsi yaitu 1, 2, 4, 6, dan 8, dengan jenis ion logam yang diadsorpsi yaitu ion logam Ni(II) dan Zn(II) dalam limbah cair industri elektroplating.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa efisiensi produksi adsorben sebanyak 63,73%. Karakter spektra FTIR adsorben hasil sintesis memiliki kemiripan dengan kiesel gel 60G. Karakter porositas menunjukkan adsorben hasil sintesis

memiliki luas permukaan 144,744 m2/g, volume total pori 0,771 cm3/g dan

jari-jari ukuran pori 106,54 Å. Nilai keasaman adsorben hasil sintesis adalah 5,6859 mmol/gram dan kadar air adalah 9%. Kondisi pH optimum dalam pengujian adsorpsi adalah pH 6 dengan daya adsorpsi terhadap ion logam Ni(II) dan Zn(II) secara berurutan adalah 1,44462 mg/g dan 0,01509 mg/g, sedangkan efisiensi adsorpsi secara berurutan adalah 57,98% dan 2,73%.


(3)

iii

MODIFICATION OF ADSORBENT FROM KELUD VOLCANIC ASH USING HNO3 FOR ADSORPTION OF NICKEL(II) AND ZINC(II)

METAL IONS IN THE ELECTROPLATING WASTE Author:

Nurul Islam Miyati NIM 13307144002

ABSTRACT

The goal of the research is to find out the functional group, the porosity, the acidity, the water content of synthesized adsorbent, the adsorption capacity, the efficiency of adsorption, and optimum pH of adsorption synthesized adsorbent on Ni(II) and Zn(II) metal ions from the electroplating wastewater.

The subject was Kelud volcanic ash. The object was the charateristic of synthesized adsorbent include the functional group in the chemical structure, the porosity, the acidity, and the water content. Furthermore, the object is to investigate the efficiency and the capacity of synthesized adsorbent in the removal of Ni(II) and Zn(II) metal ions from the electroplating wastewater. The method that used in the research was sol gel method. The acid that used for the synthesis of adsorbent was nitrate acid with 3M concentration. The effect of pH on Ni and Zn metal ions sorption were studied by varying the pH from 1, 2, 4, 6, and 8.

The result showed that the production efficiency of synthesized adsorbent was 63.73%. Based on the FTIR spectra data that showing a similar pattern to kiesel gel 60G produced by Merck. The characteristic of porosity showed that

synthesized adsorbent has the surface area was 144.744 m2/g, the pore volume

was 0.771 cm3/g and the radius size pore was 106.54 Å. The acidity of

synthesized adsorbent was 5.6859 mmol/gram. The water content was 9%. The optimum pH of adsorption of Ni(II) and Zn(II) was obtained at pH 6 with adsorption capacity of Ni(II) and Zn(II) ions were 1.44462 mg/g and 0.01509 mg/g respectively. The adsorption efficiency of Ni(II) and Zn(II) ions were 57.98% and 2.73% respectively.


(4)

iv


(5)

v


(6)

vi


(7)

vii MOTTO

“...Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum

mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri...” (QS. Ar-Ra‟du : 11)

“Bersemangatlah atas hal-hal yang bermanfaat bagimu. Minta tolonglah pada

Allah, jangan engkau lemah.” (HR. Muslim)

“Jika kamu tidak kuat menanggung lelahnya belajar, maka kamu akan menanggung perihnya kebodohan.” (Imam Syafi‟i)

“Bila kita bertemu dengan rintangan, Hadapi semua sebagai tantangan, Bila kita berjumpa dengan himpitan, Yakinlah Allah akan hadirkan kelapangan, Dan bila kita bersua dengan kesulitan, Niscaya Allah sudah siapkan kemudahan,

Pantang mengaku kalah meski harus berteman lelah, Pantang mengeluh meski harus berkawan peluh, Pantang mundur meski semangat mulai mengendur,

Pantang putus asa meski tubuh seakan tak kuasa, Pantanglah menyerah hingga akhir usia.”


(8)

viii

HALAMAN PERSEMBAHAN

Alhamdulillahi rabbil „alamin. Segala puji hanya bagi Allah yang Maha

Menghukumi segala sesuatunya, Maha Berkehendak atas segala yang Dia kehendaki, tiada cela atas ketetapanNya, Dialah Allah Yang Maha Berkuasa atas hamba-hambaNya.

Karya kecil ini penulis persembahkan teruntuk:

1. Ayah dan Ibu, yang tiada henti mendoakan, mendukung dan meridhoi

langkah ini.

2. Kakak terkasih, yang senantiasa membimbing dan mengingatkan agar selalu

melibatkan Allah dalam perjuangan ini, karena Dialah sebenar-benarnya Eksekutor, atas ikhtiar dan doa hamba-hambaNya.

3. Ummu Sulayman, sang murabbi, dan akhwat-akhwat halaqah tarbiyah (Mbak

Isti, Mbak Dede, Mbak Puji, Mbak Putu, Mbak Fitri, Mbak Ira, Mbak April, Mbak Lina, Mbak Munika, Hukma, dan Eni), jazakunnallahu khayr atas semangat dan nasihatnya.

4. Teman seperjuangan, calon bidadari Surga insyaaAllah (Asiah, Eka, Fifi,

Fitri) jazakunnallahu khayr sudah banyak membantu, menemani dan menghibur selama perjalanan pencapaian ini.

5. Teman-teman Kimia E 2013, terimakasih atas dukungan, saran dan

bantuannya.


(9)

ix

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya bagi Allah atas segala Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan Tugas Akhir Skripsi ini. Penyusunan laporan ini dapat diselesaikan berkat bantuan, bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak, maka dari itu pada kesempatan ini penyusun menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Hartono selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Bapak Drs. Jaslin Ikhsan, M.App.Sc., Ph.D selaku Ketua Jurdik

Pendidikan Kimia dan Ketua Prodi Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta.

3. Bapak Crys Fajar Partana, M.Si. selaku Dosen Penasehat Akademik.

4. Ibu Susila Kristianingrum, M.Si selaku Dosen Pembimbing Utama

Tugas Akhir Skripsi.

5. Ibu Dra. Regina Tutik Padmaningrum, M.Si selaku Penguji Utama

Sidang Tugas Akhir Skripsi.

6. Ibu Sulistyani, M.Si selaku Penguji Pendamping Sidang Tugas Akhir

Skripsi.

7. Seluruh pihak yang tidak dapat penyusun sebutkan satu persatu yang

telah membantu dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir Skripsi ini. Penyusun menyadari terdapat banyak kekurangan baik dalam pelaksanaan maupun penyusunan laporan ini. Oleh karena itu, penyusun mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam menyusun laporan ini. Laporan ini diharapkan bermanfaat dan dapat menjadi referensi bagi para mahasiswa.

Yogyakarta, 26 Mei 2017 Penyusun,

Nurul Islam Miyati NIM 13307144002


(10)

x DAFTAR ISI

HALAMAN

HALAMAN JUDUL ... i

ABSTRAK ... ii

SURAT PERNYATAAN ... iii

LEMBAR PERSETUJUAN ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

MOTTO ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 3

C. Pembatasan Masalah ... 4

D. Perumusan Masalah ... 4

E. Tujuan Penelitian ... 5

F. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 7

A. Deskripsi Teori ... 7


(11)

xi

2. Metode Sol Gel ... 8

3. Adsorben Silika Gel ... 8

4. Adsorpsi ... 10

5. Limbah Elektroplating ... 12

6. Logam Zink ... 13

7. Logam Nikel ... 13

8. Spektrofotometer FTIR ... 14

9. Spektrofotometer Serapan Atom ... 17

10. Gas Surface Analyzer ... 18

B. Penelitian Yang Relevan ... 22

C. Kerangka Berfikir ... 24

BAB III METODE PENELITIAN ... 26

A. Subjek dan Objek Penelitian ... 26

B. Teknik Pengambilan Sampel ... 26

C. Variabel Penelitian ... 26

D. Alat dan Bahan ... 27

E. Prosedur Penelitian ... 28

F. Teknik Analisis Data ... 31

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

A. Hasil Penelitian ... 33

B. Pembahasan ... 39

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 65


(12)

xii

B. Saran ... 65 DAFTAR PUSTAKA ... 67


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

HALAMAN

Tabel 1. Kandungan Abu Vulkanik gunung kelud... 7

Tabel 2. Klasifikasi Lunak-Keras Asam-Basa Lewis ... 12

Tabel 3. Sifat Kimia Logam Zn ... 13

Tabel 4. Sifat Kimia Logam Ni ... 14

Tabel 5. Korelasi Inframerah Gugus Fungsional Senyawa Organo-Silikon ... 15

Tabel 6. Kondisi Analisis Unsur Ni dan Zn ... 18

Tabel 7. Data Keasaman dan Kadar Air Adsorben Hasil Sintesis dan Kiesel Gel 60G ... 33

Tabel 8. Interpretasi Spektra Kiesel gel 60G dan Adsorben Hasil Sintesis (ADHNO3) ... 34

Tabel 9. Porositas Adsorben Hasil Sintesis ... 35

Tabel 10. Interpretasi Spektra Adsorben Hasil Sintesis (ADHNO3) Sebelum dan Sesudah Adsorpsi pada pH optimum... 36

Tabel 11. Data Efisiensi dan Daya Adsorpsi Ion Logam Ni(II) dalam Limbah Cair Industri Elektroplating oleh Adsorben Hasil Sintesis dan kiesel Gel 60 G ... 37

Tabel 12. Data Efisiensi dan Daya Adsorpsi Ion Logam Zn(II) dalam Limbah Cair Industri Elektroplating oleh Adasorben Hasil Sintesis dan kiesel Gel 60 G ... 38

Tabel 13. Interpretasi FTIR Abu Sebelum dan Sesudah dicuci dengan HCl 0,1 M ... 46


(14)

xiv

Tabel 15. Data konsentrasi (x) dan absorbansi (y) larutan standar Ni(II) ... 89 Tabel 16. Statistik penentuan persamaan garis regresi linear larutan standar

Ni(II) ... 90 Tabel 17. Data konsentrasi (x) dan absorbansi (y) larutan standar Zn(II) ... 92 Tabel 18. Statistik penentuan persamaan garis regresi linear larutan standar

Zn(II) ... 93 Tabel 19. Daftar r nilai koefisien korelasi ... 96 Tabel 20. Nilai F pada Taraf 5% dan 1% ... 97


(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

HALAMAN

Gambar 1. Skema Kerja Alat Spektrofotometer FTIR ... 16

Gambar 2. Proses Serapan Atom ... 17

Gambar 3. Contoh Data Grafik yang dihasilkan dari Analisa GSA ... 20

Gambar 4. Spektra FTIR Kiesel Gel 60G dan Adsorben Hasil Sintesis (ADHNO3)... 34

Gambar 5. Spektra FTIR Adsorben Hasil Sintesis (ADHNO3) Sebelum dan Sesudah Adsorpsi ... 35

Gambar 6. Kurva Standar Larutan Ni(II) ... 36

Gambar 7. Kurva Standar Larutan Zn(II) ... 37

Gambar 8. Kurva % Efisiensi Adsorpsi Ion Logam Ni(II) dan Zn(II) oleh Adsorben kiesel gel 60G pada berbagai pH ... 38

Gambar 9. Kurva % Efisiensi Adsorpsi Ion Logam Ni(II) dan Zn(II) oleh Adsorben Hasil Sintesis dengan HNO3 (ADHNO3) pada berbagai pH ... 39

Gambar 10. Model Mekanisme Reaksi Pembentukan Natrium Silikat ... 41

Gambar 11. Mekanisme Reaksi Pembentukan Monomer Asam Silikat ... 43

Gambar 12. Mekanisme Pembentukan Gel. ... 43

Gambar 13. Proses Pembentukan Alkogel (Brinker & Scherer, 1990: 102) ... 44

Gambar 14. Spektra FTIR Abu Vulkanik gunung kelud Sebelum dan Sesudah dicuci dengan HCl 0,1 M ... 45

Gambar 15. Reaksi Adsorben Hasil Sintesis dengan Basa NaOH ... 48


(16)

xvi

Gambar 17. Reaksi Pelepasan Air pada Silika Gel ... 51

Gambar 18. Pengikatan Ion Hidrogen oleh Gugus Fungsi pada Permukaan Adsorben ... 56

Gambar 19. Distribusi Spesies Ion Logam Ni(II) ... 57

Gambar 20. Distribusi Spesies Ion Logam Zn(II) ... 57

Gambar 21. Reaksi antara Gugus Silanol pada Permukaan Adsorben dan Ion Logam dalam Larutan dengan pH Asam ... 58

Gambar 22. Reaksi antara Gugus Siloksan pada Permukaan Adsorben dan Ion Logam dalam Larutan dengan pH Asam ... 58

Gambar 23. Pemutusan Proton pada Permukaan Silanol ... 59

Gambar 24. Reaksi antara Gugus Fungsi Silanol pada Permukaan Adsorben dengan Ion Logam pada pH 4-6 ... 60

Gambar 25. Reaksi antara Gugus Fungsi Siloksan pada Permukaan Adsorben dengan Ion Logam pada pH 4-6 ... 60

Gambar 26. Radius skematis ion yang terhidrasi dengan medan elektrostatis (a) tinggi (b) rendah ... 62

Gambar 28. Kurva Standar Larutan Ni(II) ... 89

Gambar 29. Kurva Standar Larutan Zn(II) ... 93

Gambar 30. Spektra FTIR Abu kelud ... 116

Gambar 31. Spektra FTIR Adsorben hasil sintesis ... 116

Gambar 32. Spektra FTIR Kiesel gel 60G ... 117

Gambar 33. Spektra FTIR adsorben hasil sintesis setelah adsorpsi pada pH 6 . 117 Gambar 34. Spektra FTIR kiesel gel 60G setelah adsorpsi pada pH 6 ... 118


(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

HALAMAN

Lampiran 1. Perhitungan Efisiensi Produktivitas Silika Gel Hasil Sintesis ... 73

Lampiran 2. Pembuatan Larutan Asam Nitrat dengan Konsentrasi 3 M ... 74

Lampiran 3. Standarisasi Larutan NaOH 0,1 M dan HCl 0,1 M ... 75

Lampiran 4. Penentuan Keasaman Adsorben ... 79

Lampiran 5. Data Perhitungan Keasaman Adsorben ... 81

Lampiran 6. Penentuan Kadar Air Adsorben ... 82

Lampiran 7. Data Perhitungan Kadar Air Adsorben ... 85

Lampiran 8. Pembuatan larutan induk Ni(II) 1000 ppm dan larutan standar Ni(II) berbagai konsentrasi ... 86

Lampiran 9. Pembuatan larutan induk Zn(II) 1000 ppm dan larutan standar Zn(II) berbagai konsentrasi ... 87

Lampiran 10. Kondisi analisis ion logam dengan Spektrofotometer Serapan Atom ... 88

Lampiran 11. Penentuan Persamaan Garis Regresi Linear larutan Standar Ni(II) dan Zn(II)... 89

Lampiran 12. Penentuan Daya Adsorpsi dan Efisiensi Adsorpsi Ion Logam Ni(II) dan Zn(II) dalam Limbah Cair Industri Elektroplating oleh Adsorben Hasil Sintesis ... 98

Lampiran 13. Data Perhitungan Efisiensi Adsorpsi Ion Logam Ni(II) dalam Limbah Cair Industri Elektroplating ... 104


(18)

xviii

Lampiran 14. Data Perhitungan Efisiensi Adsorpsi Ion Logam Zn(II) dalam

Limbah Cair Industri Elektroplating ... 105

Lampiran 15. Data hasil AAS Ion Logam Ni(II) dan Zn(II)... 106

Lampiran 16. Diagram Kerja ... 108


(19)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Limbah industri elektroplating merupakan limbah yang dihasilkan dari proses pelapisan padatan dengan logam menggunakan arus listrik melalui larutan elektrolit. Limbah cair elektroplating mengandung logam-logam berat, seperti Ni(II) dan Zn(II) (Marwati, Padmaningrum & Marfuatun, 2007: 1). Kadar Ni(II) dalam limbah elektroplating relatif cukup besar dibanding dengan logam-logam berat lainnya, yaitu 25,955 ppm, sedangkan kadar Zn(II) sebesar 20,982 ppm (Padmaningrum & Marwati, 2008: 87). Pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.KEP-51/MENLH/10/1995 tentang baku mutu limbah cair bagi kegiatan industri disebutkan bahwa batas maksimum pencemaran logam Ni(II) 1,0 mg/L dan logam Zn(II) 1,0 mg/L. Berdasarkan keputusan tersebut, diketahui kadar Ni(II) dan Zn(II) dalam limbah cair elektroplating berada di atas batas maksimum yang diperbolehkan.

Beberapa metode yang dapat digunakan untuk menangani limbah ion logam berbahaya secara umum termasuk ion logam Ni(II) dan Zn(II) adalah metode pengendapan, evaporasi, elektrokimia, dan adsorpsi (Lelifajri, 2010: 126). Metode adsorpsi merupakan salah satu metode yang paling sering dilakukan untuk mengurangi jumlah logam beracun dalam air limbah (Priadi dkk., 2014: 11). Adsorpsi merupakan proses fisika-kimiawi di mana adsorbat, dalam hal ini zat pencemar, terakumulasi di permukaan padatan yang disebut


(20)

2

Adsorben adalah zat padat yang dapat menyerap komponen tertentu dari suatu fase fluida. Adsorben memiliki struktur yang sangat berpori dengan luas permukaan yang besar (Rahmayanti & MZ, 2013: 2). Berbagai jenis adsorben karbon aktif telah berhasil dikembangkan dan terbukti mampu mengadsorpsi ion logam berat, hanya saja tergolong mahal dan sulit untuk diproduksi (Nurdila, Asri, & Suharyadi, 2015: 23).

Pemanfaatan adsorben silika gel yang relatif lebih murah dibanding karbon aktif memiliki beberapa keunggulan, seperti stabil dalam kondisi asam, non swelling, porositas tinggi, luas permukaan yang besar, dan tahan terhadap

temperatur tinggi (Buhani dkk., 2010: 83). Silika gel merupakan padatan organik

yang memiliki gugus aktif silanol (Si-OH) dan siloksan (Si-O-Si) pada permukaannya. Adanya kedua gugus aktif ini, silika gel dapat digunakan untuk adsorpsi (Kristianingrum, Siswani, & Fillaeli, 2011: 282).

Silika gel dapat dibuat dari bahan alam yang mengandung unsur silika, seperti abu vulkanik hasil erupsi Kelud Februari 2014 silam. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bambang (2014), abu vulkanik yang dihasilkan dari letusan gunung Kelud tersebut, mengandung unsur silika sebesar 70,6%.

Penelitian mengenai pemanfaatan abu vulkanik hasil erupsi Kelud pada Februari 2014 dalam pembuatan adsorben silika gel telah dilakukan oleh Melantika (2014). Pada penelitian ini telah berhasil dilakukan sintesis silika gel dengan asam nitrat pada variasi konsentrasi asam 1, 2 dan 3 M menggunakan metode sol gel dengan natrium silikat sebagai prekursornya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variasi konsentrasi asam yang digunakan dalam sintesis


(21)

3

silika gel berpengaruh pada jumlah silika gel yang dihasilkan dan efisiensi adsorpsi terhadap ion logam. Semakin tinggi konsentrasi asam, maka semakin banyak jumlah silika gel yang dihasilkan dan semakin meningkat harga efisiensi adsorpsi terhadap ion logam.

Jumlah ion logam yang diserap oleh adsorben dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti pH medium, konsentrasi substrat, kekuatan ion, dan pembentukan kompleks ion (Ikhsan, Johnson, & Wells, 1999: 403). Menurut penelitian Buhani (2009: 309), efektivitas adsorben untuk berikatan dengan logam sangat ditentukan oleh interaksi kimia pembentukan kompleks antara ligan pada permukaan adsorben dan ion logam. Interaksi kimia yang terjadi dipengaruhi oleh kondisi asam-basa pada interaksi ion logam dan ligan yang terdapat pada permukaan adsorben (Buhani dkk., 2009: 302)

Pada penelitian ini, dipelajari pengaruh pH interaksi ion logam Ni(II) dan Zn(II) dalam limbah cair industri elektroplating pada adsorben silika gel yang diperoleh dari sintesis silika gel dari abu Kelud melalui metode sol gel menggunakan asam nitrat 3 M.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan dapat diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Metode yang digunakan untuk sintesis adsorben silika gel bervariasi.

2. Jenis asam yang digunakan untuk sintesis adsorben silika gel mempengaruhi

hasil sintesis.


(22)

4

4. Jenis ion logam yang diadsorpsi oleh adsorben silika gel bervariasi.

5. pH lingkungan mempengaruhi daya adsorpsi adsorben hasil sintesis terhadap

ion logam.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka dalam penelitian ini diberikan beberapa pembatasan masalah sebagai berikut:

1. Metode yang digunakan dalam sintesis adsorben silika gel adalah metode sol

gel.

2. Jenis asam yang digunakan dalam sintesis adsorben silika gel adalah asam

nitrat.

3. Konsentrasi asam nitrat dalam sintesis adsorben silika gel adalah 3 M.

4. Jenis ion logam yang diadsorpsi adalah logam Ni(II) dan Zn(II) dalam

cuplikan limbah cair industri elektroplating.

5. pH lingkungan dalam adsorpsi adsorben hasil sintesis terhadap ion logam

adalah 1, 2, 4, 6 dan 8. D. Perumusan Masalah

Berdasarkan hasil identifikasi masalah dan pembatasan masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana karakter gugus fungsi, porositas, keasaman dan kadar air adsorben

hasil sintesis dari abu vulkanik gunung kelud?

2. Berapa daya adsorpsi dan efisiensi adsorpsi paling optimum adsorben hasil

sintesis terhadap ion logam Ni(II) dan Zn(II) dalam cuplikan limbah cair industri elektroplating?


(23)

5

3. Berapa pH optimum dalam uji daya adsorpsi adsorben hasil sintesis terhadap

ion logam Ni(II) dan Zn(II) dalam limbah cair industri elektroplating? E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah

1. Mengetahui karakter gugus fungsi, porositas, keasaman dan kadar air

adsorben hasil sintesis dari abu vulkanik gunung kelud.

2. Mengetahui daya adsorpsi dan efisiensi adsorpsi paling optimum adsorben

hasil sintesis terhadap ion logam Ni(II) dan Zn(II) dalam cuplikan limbah cair industri elektroplating.

3. Mengetahui pH optimum dalam uji daya adsorpsi adsorben hasil sintesis

terhadap ion logam Ni(II) dan Zn(II) dalam limbah cair industri elektroplating.

F. Manfaat Penelitian

1. Bagi perkembangan ilmu pengetahuan

Dapat dijadikan sebagai bahan pustaka dalam pengembangan metode sintesis adsorben silika gel dari bahan baku murah dan mudah diperoleh sebagai upaya penanganan limbah.

2. Bagi praktisi

Dapat dijadikan sebagai solusi untuk meminimalisir dampak buruk dari kandungan logam berat berbahaya di dalam limbah cair elektroplating.


(24)

6

Dapat menambah pengetahuan dan wawasan, serta dijadikan sebagai sarana untuk mengaplikasikan ilmu baik teori maupun praktik selama perkuliahan.


(25)

7 BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori

1. Deskripsi Abu Vulkanik gunung Kelud

Abu vulkanik merupakan bahan material vulkanik jatuhan yang disemburkan ke udara pada saat terjadi letusan (Sinaga, Sembiring, & Lubis, 2015: 1160). Letusan tersebut terdiri dari batuan berukuran besar sampai berukuran halus. Batuan yang berukuran besar akan jatuh disekitar kawah, dan yang berukuran halus dapat jatuh pada jarak mencapai ratusan km dari kawah. Hal tersebut terjadi karena adanya hembusan angin (Khalis, Dewi, & Wisnumurti, 2016: 3).

Letusan Kelud yang terjadi pada 14 Februari 2014 berdampak sangat luas. Sebaran abu vulkanik gunung kelud mencapai radius 200-300 km (Suntoro

dkk., 2014: 69). Berdasarkan hasil analisis XRF (X-Ray Fluorescence), diketahui

bahwa kandungan abu Kelud terdiri dari unsur-unsur seperti ditunjukkan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan Abu Vulkanik gunung kelud (Kasatriyanto, 2014)

Unsur Kadar (%)

Silika 70,60

Alumunium 9,00

Besi 5,70

Kalsium 5,00

Kalium 0,70


(26)

8 2. Metode Sol Gel

Metode sol gel merupakan proses pembentukan jaringan oksida dengan reaksi polikondensasi yang dari molekul prekursor dalam medium air. Proses ini meliputi transisi sistem dari fasa larutan sol menjadi fasa padat gel (Brinker &

Scherer, 1990 dalam Buhani dkk., 2012: 265). Melalui proses sol gel dapat

dilakukan pengontrolan untuk memperoleh hasil berupa bahan oksida anorganik dengan sifat tertentu yang meliputi kekerasan, dan porositas sesuai yang dikehendaki. Proses ini dapat dilakukan pada temperatur rendah (Brinker & Scherer, 1990 dalam Nuryono & Narsito, 2005: 265).

Reaksi kimia yang terjadi dalam proses sol gel terdiri dari reaksi hidrolisis dan kondensasi. Reaksi hidrolisis terjadi pada Na-silikat yang ditambahkan asam menghasilkan asam silikat yang mengandung gugus silanol ( ) dengan reaksi berikut:

NaSiO3(aq) + 2H+(aq) + H2O(l) → Si(OH)4(aq) + 2Na+(aq)

Silanol yang terbentuk ( ) selanjutnya akan bereaksi dengan gugus

silanol dari monomer asam silikat lain membentuk siloksan ( )

dengan reaksi sebagai berikut:

Reaksi ini disebut dengan reaksi kondensasi. Reaksi kondensasi terjadi sebelum reaksi hidrolisis selesai (Brinker & Scherer, 1990: 108).

3. Adsorben Silika Gel

Silika gel merupakan silika amorf yang terdiri dari globula-globula SiO4


(27)

9

kerangka tiga dimensi yang lebih besar (sekitar 1-25 . Rumus kimia silika

gel secara umum adalah SiO2.xH2O (Sriyanti dkk., 2005: 2). Silika gel memiliki

beberapa keunggulan, seperti stabil dalam kondisi asam, non swelling, porositas

tinggi, luas permukaan yang besar, dan tahan terhadap temperatur tinggi (Buhani

dkk., 2010: 83). Keunggulan dari silika gel ini menyebabkan silika gel banyak

digunakan sebagai adsorben.

Silika gel memiliki gugus silanol ( dan siloksan (

) yang merupakan gugus aktif pada permukaannya. Adanya kedua gugus ini

menyebabkan silika gel dapat digunakan untuk keperluan adsorpsi (Kristianingrum, Siswani, & Fillaeli, 2011: 282). Silika gel dapat digunakan untuk menyerap ion-ion logam. Atom O sebagai situs aktif pada permukaan silika gel, berfungsi sebagai donor pasangan elektron, yang akan berinteraksi dengan logam berat. Atom O mempunyai ukuran relatif kecil dan polarisabilitas rendah atau bersifat basa keras (Atkins, 1990 dalam Mujiyanti, Nuryono, & Kunarti, 2010: 151).

Sintesis silika gel dapat dilakukan dengan pencampuran antara natrium

silikat dan asam. Natrium silikat dibuat dengan cara ekstraksi SiO2 dengan

menggunakan NaOH (Rosmawati, Tjahjanto, & Prananto, 2013: 162). Adapun reaksinya adalah sebagai berikut:

SiO2(s) + 2NaOH(aq) → Na2SiO3(aq) + H2O(l)

Pada SiO2, elektronegativitas atom O yang tinggi menyebabkan Si lebih

elektropositif dan terbentuk intermediet[SiO2OH]- yang tidak stabil. Lalu akan


(28)

10

hidrogen membentuk air. Dua ion Na+ akan menyeimbangkan muatan negatif

yang terbentuk dan berinteraksi dengan ion SiO32- sehingga terbentuk natrium

silikat (Na2SiO3) (Mujiyanti, Nuryono, & Kunarti, 2010: 156).

Natrium silikat yang terbentuk ditambah dengan asam maka akan terbentuk asam silikat. Penambahan asam pada prekursor natrium silikat

menyebabkan terjadinya protonasi gugus siloksi (SiO-) menjadi silanol (SiOH).

Gugus silanol yang terbentuk kemudian diserang lanjut oleh gugus siloksi (SiO-)

dengan bantuan katalis asam membentuk ikatan siloksan ( ).

Reaksi ini akan menghasilkan alkogel yang akan mengalami sineresis apabila

didiamkan (aging) dan menjadi hidrogel. Hidrogel dicuci dan dipanaskan hingga

membentuk xerogel (Mujiyanti, Nuryono, & Kunarti, 2010: 157). 4. Adsorpsi

Molekul-molekul pada permukaan zat padat atau zat cair, mempunyai gaya tarik ke arah dalam, karena tidak ada gaya-gaya lain yang mengimbangi. Adanya gaya-gaya ini menyebabkan zat padat dan zat cair mempunyai gaya adsorpsi (Sukardjo, 1997). Adsorpsi merupakan suatu fenomena fisik dimana molekul-molekul fluida menyentuh dan melekat pada permukaan padatan. Padatan yang berpori menyerap dan melepaskan suatu fluida disebut adsorben. Molekul yang terserap disebut adsorbat (Jufrianto, Martin, & Nasruddin, 2014: 3). Jenis adsorpsi ada dua macam yaitu

a. Adsorpsi Fisik atau Fisisorpsi

Dalam fisisorpsi, terdapat antaraksi van der Walls antara adsorben dengan adsorbat (Atkins, 1999: 437). Gaya van der waals merupakan gaya


(29)

11

terlemah dengan energi sekitar 0,4 sampai 40 kJ/mol. Gaya ini biasanya tertutupi oleh gaya kovalen yang lebih kuat di dalam molekul yang energinya sekitar 400 kJ/mol. Tidak seperti ikatan kovalen, yang bekerja pada jarak antar inti yang dekat dan dihubungkan dengan tumpang tindih atau pengalihan elektron dan mengakibatkan energi yang lebih tinggi, ikatan van der waals dapat bekerja pada jarak yang tidak dapat menyebabkan pertumpangtindihan atau pengalihan elektron, sehingga energinya lebih kecil (Companion, 1991).

b. Adsorpsi Kimia atau Kemisorpsi

Dalam kemisorpsi, partikel melekat pada permukaan dengan membentuk ikatan kovalen (Atkins, 1999: 438). Gaya kovalen lebih kuat dibanding dengan gaya van der waals. Ikatan kovalen bekerja pada jarak antarinti yang dekat dan dihubungkan dengan tumpang tindih atau pengalihan elektron dan mengakibatkan energi yang lebih tinggi (Companion, 1991). Adsorpsi dikategorikan sebagai proses kimiawi jika energinya lebih dari 20,92 kJ/mol, dan jika kurang dari itu dikategorikan sebagai adsorpsi fisik (Adamson, 1990 dalam Fahmiati, Nuryono, & Narsito, 2006: 55).

Dalam proses adsorpsi dapat digunakan prinsip asam-basa keras dan lunak yang diusulkan oleh Pearson. Asam-basa keras merupakan asam-basa yang tidak mempunyai elektron valensi atau yang elektron valensinya sukar terpolarisasi. Sedangkan asam-basa lunak merupakan asam-basa yang elektron-elektron valensinya mudah terpolarisasi atau dilepaskan. Pearson meramalkan reaksi berbagai macam spesies, yaitu asam-asam keras memilih bersenyawa dengan basa-basa keras, dan asam-asam lunak memilih bersenyawa dengan


(30)

12

basa-basa lunak (Sugiyarto dkk., 2013: 112-115). Klasifikasi asam-basa

beberapa senyawa dan ion menurut prinsip HSAB dari Pearson dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Klasifikasi Lunak-Keras Asam-Basa Lewis (Sugiyarto dkk., 2013: 113)

Kelas Asam Basa

Keras H+, Li+, Na+, K+ H2O, NH3, N2H4

Be2+, Mg2+, Ca2+, Sr2+ F-, Cl-, OH-, ROH, R

2O

Ti4+, Cr3+, Cr6+, Mn2+, Mn7+, Fe3+, Co3+, BF3, BCl3, Al3+,

AlCl3, CO2, Si4+, Cl5+, Cl7+,

I5+, I7+

HX (Molekul ikatan

hidrogen)

NO3-, ClO4-, CH3COO-, O2-, CO3-, SO42-, PO4

3-Daerah batas

Fe2+, Co2+, Ni2+, Cu2+, Zn2+, Sn2+, Pb2+, C6H5+, NO+,

Sb3+, Bi3+, SO2

C6H5NH2, N3-, N2, NO2-, Br

-, SO3

2-Lunak Cu+, Ag+, Au+, CH3Hg+,

Hg22+, Hg2+, Cd2+, Pd2+,

Pt2+, Br2, Br+, I2, I+, O, Cl,

Br, I, N, atom-atom logam

H-, C2H4, C6H6, CO, SCN-,

CN-, I-, S2-, S 2O3

2-5. Limbah Elektroplating

Elektroplating merupakan salah satu proses pelapisan bahan padat dengan lapisan logam menggunakan arus listrik searah melalui suatu larutan elektrolit. Pada proses elektroplating, larutan elektrolit yang digunakan diganti setiap dua minggu untuk mempertahankan mutu dan kehalusan permukaan serta penampilan. Hal ini menyebabkan limbah yang dihasilkan semakin banyak (Marwati, Padmaningrum & Marfuatun, 2007: 1).

Limbah dari proses elektroplating merupakan limbah logam berat yang termasuk dalam B3 (Bahan Beracun Berbahaya) (Nurhasni, Salimin, & Nurifitriyani, 2013: 41). Beberapa logam yang terdapat pada limbah cair


(31)

13

elektroplating antara lain Ag+, Hg22+, Pb2+, Hg2+, Bi3+, Cu2+, Co2+, Al3+, Cr3+,

Fe2+, Mn2+, Ni2+ dan Zn2+ (Padmaningrum & Marwati, 2008). Keberadaan ion-ion

logam tersebut menyebabkan tingkat toksisitas limbah cair elektroplating tinggi. Karakteristik dan tingkat toksisitas dari air limbah elektroplating bervariasi tergantung dari kondisi operasi dan proses pelapisan (Nurhasni dkk., 2013).

6. Logam Zink

Zink adalah logam yang memiliki warna biru keputihan dan berkilau.

Tekstur logam zink rapuh, namun pada temperatur 100 oC sampai 150 oC

teksturnya lunak. Logam zink merupakan penghantar panas dan listrik yang baik. Pada umunya, zink digunakan untuk paduan dengan logam yang lain. Sebagian besar zink digunakan dalam industri otomotif, elektronik dan perangkat keras (Lide, 2002). Adapun sifat kimia logam Zn dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Sifat Kimia Logam Zn (Cotton dan Wilkinson, 1972)

Konfigurasi kulit terluar 3d10 4s2

Energi potensial 1 9,39 eV

2 17,89 eV

3 40,0 eV

Titik leleh 419 oC

Titik didih 907 oC

Eo untuk M2+ + 2e-→ M -0,762 V

Jari-jari 0,69 Å

Massa atom relatif 65,38 gram/mol

7. Logam Nikel

Nikel adalah logam yang memiliki warna putih keperakan dan mengkilap. Teksturnya keras, mudah dibentuk, bersifat ferromagnetik, dan menghantarkan panas dan listrik yang baik. Nikel masuk ke dalam kelompok


(32)

14

logam besi-kobalt. Secara umum, logam nikel digunakan untuk membuat stainless steel dan paduan logam yang tahan terhadap korosi (Lide, 2002). Adapun sifat kimia logam Ni dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Sifat Kimia Logam Ni (Cotton dan Wilkinson, 1972)

Konfigurasi kulit terluar 3d8 4s2

Energi potensial 1 7,63 eV

2 18,15 eV

3 35,16 eV

Titik leleh 1452 oC

Titik didih 2913 oC

Eo untuk M2+ + 2e-→ M -0,24 V

Jari-jari 1,24 Å

Massa atom relatif 58,6934 gram/mol

8. Spektrofotometer FTIR

Spektrofotometer FTIR adalah instrumen yang didasarkan pada vibrasi atom dalam molekul (Stuart, 2004: 2). Prinsip dasar metode spektrofotometri FTIR adalah molekul dalam sampel yang dianalisis akan menyerap radiasi inframerah, dan mengalami eksitasi ke tingkatan energi yang lebih tinggi. Penyerapan radiasi inframerah merupakan proses kuantisasi. Hanya frekuensi atau energi tertentu dari radiasi inframerah yang diserap oleh molekul. Penyerapan radiasi inframerah sesuai dengan perubahan energi yang memiliki orde dari 2 hingga 10 kkal/mol (Sastrohamidjojo, 1992: 4).

Radiasi dalam kisaran energi ini sesuai dengan kisaran frekuensi vibrasi rentangan dan vibrasi bengkokan dari ikatan kovalen dalam kebanyakan molekul. Dalam proses penyerapan maka energi yang diserap akan menaikkan amplitudo gerakan vibrasi ikatan dalam molekul. Akan tetapi, tidak semua


(33)

15

ikatan dalam molekul dapat menyerap energi inframerah, meskipun frekuensi radiasi tetap sesuai dengan gerakan ikatan. Hanya ikatan yang mempunyai momen dipol dapat menyerap radiasi inframerah (Sastrohamidjojo, 1992: 6).

Kegunaan dari spektrum inframerah adalah memberikan keterangan tentang struktur molekul. Untuk memperoleh informasi struktur dari spektra inframerah, maka harus diketahui frekuensi atau panjang gelombang dimana gugus fungsional menyerap (Sastrohamidjojo, 1992: 6). Korelasi inframerah yang memuat informasi berbagai gugus fungsional senyawa organo-silikon ditunjukkan dalam Tabel 5.

Tabel 5. Korelasi Inframerah Gugus Fungsional Senyawa Organo-Silikon Gugus

Fungsional

Frekuensi (cm-1) Panjang gelombang (µm)

Keterangan

Si H 2230-2150

890-860 4,48-4,65 11,24-11,63 Vibrasi rentangan Vibrasi bengkokan

Si OH 3390-3200

870-820 2,95-3,13 11,49-12,20 Vibrasi rentangan OH Vibrasi bengkokan OH

Si O 1110-1000 9,01-10,00 Vibrasi rentangan

Si – O (lebar) Si – O – Si

(linier) 1080 1025 9,26 9,76 Vibrasi rentangan Si – O (lebar) Si O Si

(trimer siklis)

1020 9,80 Vibrasi rentangan

Si - O Si O Si

(tetramer siklis)

1082 9,42 Vibrasi rentangan

Si – O - (Sumber: Sastrohamidjojo, 1992)


(34)

16

Gambar 1. Skema Kerja Alat Spektrofotometer FTIR (Stuart, 2004: 19) Sinar yang datang dari sumber sinar akan diteruskan, kemudian dipecah oleh pemecah sinar menjadi dua bagian sinar yang saling tegak lurus. Sinar ini kemudian dipantulkan oleh dua cermin yaitu cermin diam dan cermin bergerak. Sinar hasil pantulan kedua cermin akan dipantulkan kembali menuju pemecah sinar untuk saling berinteraksi. Dari pemecah sinar, sebagian sinar akan diarahkan menuju cuplikan dan sebagian menuju sumber. Gerakan cermin yang maju mundur akan menyebabkan sinar yang sampai pada detektor akan berfluktuasi. Sinar akan saling menguatkan ketika kedua cermin memiliki jarak yang sama terhadap detektor, dan akan saling melemahkan jika kedua cermin memiliki jarak yang berbeda. Fluktuasi sinar yang sampai pada detektor akan menghasilkan sinyal yang disebut interferogram. Interferogram diuvah menjadi spektra FTIR dengan bantuan komputer (Stuart, 2004: 19).


(35)

17 9. Spektrofotometer Serapan Atom

Spektrofotometer serapan atom adalah alat yang digunakan untuk mendeteksi logam dan ultra logam dalam berbagai variasi sampel, seperti biologi, lingkungan, makanan, dan geologi dengan tingkat akurasi dan ketelitian yang baik (Settle, 1997: 373). Prinsip metode spektrofotometri serapan atom adalah absorbansi cahaya oleh atom. Pengukuran pada spektrofotometer didasarkan pada jumlah radiasi yang diserap oleh atom-atom bebas dalam

keadaan dasar (ground state). Atom-atom menyerap cahaya pada panjang

gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Cahaya pada panjang gelombang tertentu mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom. Transisi elektronik suatu unsur bersifat spesifik, dengan absorbansi energi, berarti memperoleh lebih banyak energi, suatu atom pada keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya ke tingkat eksitasi (Khopkar, 2010: 288).

Gambar 2. Proses Serapan Atom (Anonim, 1996: 5)

Alat spektrofotometer serapan atom terdiri atas tiga komponen yaitu unit atomisasi, sumber radiasi dan sistem pengukur fotometrik. Atomisasi dapat dilakukan dengan nyala maupun tungku. Sampel yang dianalisis disedot melalui kapiler kemudian dikeluarkan sebagai kabut halus ke dalam nyala api, maka akan terjadi proses penguapan pelarut, proses penguapan padatan, dan proses


(36)

18

atomisasi uap sehingga terbentuk atom-atom bebas. Apabila cahaya dengan panjang gelombang tertentu dilewatkan pada atom-atom bebas tersebut, maka sebagian cahaya akan diserap dan intensitas penyerapan akan berbanding lurus dengan banyaknya atom bebas logam yang berada dalam sel (Khopkar, 2010: 291). Kondisi analisis unsur Ni dan Zn dengan SSA dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Kondisi Analisis Unsur Ni dan Zn (Khopkar, 2010: 292-293) Unsur Panjang

gelombang (nm)

Tipe Nyala

Sensitivitas (µg/mL)

Daerah kerja (µg/mL)

Batas deteksi (µg/mL)

Ni 232,0

Udara-Asetilen

0,05 3-12 0,008

Zn 213,9

Udara-Asetilen

0,009 0,4-1,6 0,001

10.Gas Surface Analyzer

Gas Surface Analyzer merupakan suatu alat yang digunakan untuk pengukuran fisik terhadap suatu material, meliputi luas permukaan, volume pori-pori, jari-jari pori-pori, dan distribusi pori. Pengukuran tersebut bertujuan untuk karakterisasi suatu bahan material. Prinsip kerja alat ini menggunakan mekanisme adsorpsi gas pada permukaan suatu bahan padatan pada berbagai tekanan dan temperatur yang konstan. Gas yang biasa digunakan adalah helium untuk mikropori, nitrogen untuk mesopori dan argon untuk makropori (Sudarlin, 2016).

Sebelum dilakukan analisis, sampel dipreparasi terlebih dahulu untuk menghilangkan gas atau uap atau senyawa volatil yang mungkin telah teradsorpsi atau terperangkap dalam pori-pori atau permukaan padatan. Hal ini


(37)

19

penting dilakukan untuk memperoleh hasil ukuran distribusi pori pada permukaan secara tepat (Zielinski & Kettle, 2013: 4). Proses preparasi dilakukan pada alat degasser.

Pada alat degasser, bahan uji dipanaskan dalam sampel sel yang

dihubungkan dengan port degas menggunakan mantel pemanas. Proses ini dapat

dilakukan dengan dua cara, yaitu kondisi flow atau kondisi vakum. Pada kondisi

flow, gas dari port degas dialirkan ke dalam sampel sel sehingga mendesak

zat-zat pengotor yang ada. Sedangkan pada kondisi vakum, dilakukan dengan cara mengurangi tekanan sehingga bahan-bahan pengotor yang ada dapat terlepas (Sudarlin, 2016).

Proses degassing dilakukan selama 2 sampai 4 jam dengan temperatur

pemanasan berkisar 40–300 oC. Temperatur pemanasan bergantung pada

karakteristik padatan yang akan dianalisis. Temperatur yang terlalu tinggi dapat menyebabkan melelehnya padatan atau kerusakan pada padatan, sehingga tidak dapat dianalisis. Pada temperatur yang terlalu rendah, dimungkinkan masih banyak zat pengotor yang tersisa pada pori atau permukaan padatan (Sudarlin, 2016). Untuk menentukan temperatur pada proses degassing dapat dilakukan

dengan analisis TGA (Thermogravimetric Analysis) pada padatan yang akan

dianalisis.

Setelah proses degassing selesai, padatan dilakukan analisis Gas Surface

Analyzer. Proses analisis dengan GSA dilakukan pada kondisi isotherm, yaitu pada variasi tekanan dan temperatur konstan. Variasi tekanan relatif terhadap tekanan standar, yaitu (P/Po) yang besarnya berkisar 0,05 sampai 0,995 atm.


(38)

20

Bahan uji yang akan dianalisis diletakkan pada sampel sel yang dihubungkan

dengan port gas dari alat analyzer GSA. Nitrogen cair dengan temperatur 77,035

K dimasukkan ke dalam thermostat hingga merendam sampel sel. Gas nitrogen

dialirkan oleh port gas ke dalam tabung sampel sesuai dengan tekanan yang sudah diatur sebelumnya. Semakin tinggi tekanan maka semakin banyak gas nitrogen yang diadsorpsi oleh bahan padatan. Hubungan volume gas yang

diadsorpsi dan tekanan tersebut akan diplot secara otomatis pada software

komputer dalam bentuk grafik hubungan V (volume gas yang diadsorpsi/ desorpsi) dengan P/Po (tekanan relatif) (Sudarlin, 2016) seperti pada Gambar 3.

Gambar 3. Contoh Data Grafik yang dihasilkan dari Analisa GSA (Sudarlin, 2016)

Pada Gambar 3 terdapat dua kurva yang sejajar. Kurva dengan garis merah menunjukkan volume gas yang diadsorpsi pada variasi P/Po dan kurva


(39)

21

dengan garis biru menunjukkan banyaknya gas yang didesorpsi pada variasi P/Po.

Data berupa grafik pada Gambar 3 tersebut selanjutnya akan diolah secara otomatis dengan aplikasi dari instrument GSA untuk menghitung luas permukaan, ukuran pori dan volume pori. Secara umum, teknik yang digunakan dalam aplikasi GSA untuk mengukur luas permukaan dan porositas suatu

material adalah teknik Brunauer, Emmet and Teller (BET) (Brunauer, et al.,

1938 dalam Santamarina et al., 2002: 234).

Untuk menghitung luas permukaan dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut:

s =

N adalah bilangan avogadro, M adalah berat molekul dari gas yang teradsorp,

Acs adalah cross-sectional area gas (untuk nitrogen 16,2 (Å)) dan Wm adalah

berat gas nitrogen yang membentuk lapisan monolayer pada permukaan zat

padat.

Harga Wm dapat diperoleh dengan cara membuat grafik antara P/Po dengan 1/{W(P/Po-1)}. Berdasarkan grafik tersebut akan diperoleh persamaan garis regresi y = b + ax yang merupakan persamaan BET. Adapun persamaan BET adalah sebagai berikut:

=

...(2)


(40)

22

: Intersep

: Slope

W : berat gas total yang terserap pada tekanan relatif P/Po (g

gas/g adsorben)

Wm : berat gas nitrogen yang membentuk lapisan monolayer pada

permukaan zat padat (g gas/g adsorben)

P : tekanan adsorbat dalam keadaan setimbang

Po : tekanan uap jenuh adsorbat pada keadaan setimbang

P/Po : tekanan relatif dan C adalah tetapan BET

Harga Wm diperoleh dari:

Wm =

B. Penelitian Yang Relevan

Yuri Melantika Azizah (2015) dalam penelitiannya yang berjudul “Sintesis

Silika Gel dari Abu Vulkanik gunung kelud dengan Asam Nitrat (HNO3) dan Uji

Adsorptivitasnya terhadap Ion Logam Kromium(VI) dan Timbal(II).” Telah berhasil melakukan sintesis silika gel dari abu vulkanik gunung kelud melalui ekstrasi basa dengan larutan NaOH 3 M hingga mendidih, dan menghasilkan natrium silikat. Larutan natrium silikat yang dihasilkan di tambahkan asam nitrat dengan variasi konsentrasi 1, 2, dan 3 M hingga terbentuk hidrogel. Gel yang

terbentuk dikeringkan dalam oven pada temperatur 110 oC selama 2 jam untuk

menghilangkan kandungan air. Hasil karakterisasi silika gel menunjukkan bahwa silika gel hasil sintesis memiliki gugus fungsional yang hampir sama dengan silika gel kiesel 60G (E-Merck). Silika dengan penambahan asam nitrat 3 M


(41)

23

mempunyai daya adsorpsi serta efisiensi adsorpsi maksimal terhadap ion logam Cr(II) dan Pb(II) dalam limbah simulasi.

Buhani, Narsito, Nuryono dan Eko Sri Kunarti (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “ Influence of pH Toward Interaction of Metal Ions Cd(II) and Cu(II) by Mercapto-Silica Hybrid Adsorbent in Aquaeos Solution” telah mempelajari pengaruh pH larutan terhadap interaksi adsorben dan logam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara adsorben dan logam yang paling optimum di peroleh pada pH larutan 5,5.

Kesamaan antara penelitian-penelitian tersebut di atas dengan penelitian ini adalah konsentrasi asam nitrat yang digunakan pada sintesis adsorben dari abu vulkanik gunung kelud yaitu 3 M. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Melantika Y dan Kristianingrum S bahwa pada sintesis silika gel dengan penambahan asam nitrat 3M memperoleh efisiensi produksi yang lebih optimum, daya adsorpsi dan efisiensi adsorpsi terhadap ion logam Cr(VI) dan Pb(II) yang lebih optimum. Selain itu, kesamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Buhani, Narsito, Nuryono dan Eko Sri Kunarti (2009) adalah dalam penelitian ini kami mempelajari pengaruh variasi pH medium terhadap adsorpsi ion logam.

Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah ion logam yang digunakan dalam uji adsorpsi adsorben hasil sintesis yaitu Ni(II) dan Zn(II). Ion logam bukan berasal dari limbah simulasi yang dibuat oleh peneliti, namun berasal dari limbah nyata yaitu limbah cair industri elektroplating yang


(42)

24 C. Kerangka Berfikir

Silika gel merupakan salah satu jenis adsorben yang memiliki gugus

silanol ( dan siloksan ( ) yang merupakan gugus aktif

pada permukaannya. Adanya kedua gugus ini menyebabkan silika gel dapat digunakan untuk keperluan adsorpsi (Kristianingrum, Siswani, dan Fillaeli, 2011). Silika gel dapat dibuat dari bahan alam yang mengandung unsur silika di

dalamnya. Berdasarkan hasil analisis XRF (X-Ray Fluorescence), diketahui

bahwa kandungan silika (SiO2) dalam abu vulkanik gunung kelud hasil erupsi

pada tanggal 14 Februari 2014 sebesar 70,6% (Kasatriyanto, 2014).

Sintesis adsorben silika gel dapat dilakukan dengan pencampuran antara

natrium silikat dan asam. Natrium silikat dibuat dengan cara meleburkan SiO2

pada abu vulkanik gunung kelud yang sudah dicuci dengan menggunakan NaOH (Rosmawati, Tjahjanto, dan Prananto, 2013). Natrium silikat yang terbentuk ditambah dengan asam nitrat 3 M tetes demi tetes hingga terbentuk asam silikat berupa gel berwarna putih. Penambahan asam pada prekursor natrium silikat

menyebabkan terjadinya protonasi gugus siloksi (SiO-) menjadi silanol (SiOH).

Gugus silanol yang terbentuk kemudian diserang lanjut oleh gugus siloksi (SiO-)

dengan bantuan katalis asam membentuk ikatan siloksan ( ).

Reaksi ini akan menghasilkan alkogel yang akan mengalami sinerisis apabila

didiamkan (aging) dan menjadi hidrogel. Hidrogel dicuci dengan akuades hingga

netral dan dipanaskan menggunakan oven pada temperatur 120 oC hingga

membentuk xerogel (Mujiyanti, Nuryono, dan Kunarti, 2010). Adsorben yang diperoleh dianalisis menggunakan spektrofotometer FTIR untuk mengetahui


(43)

25

karakter gugus fungsi silanol dan siloksan, serta analisis menggunakan Gas

sorption analyzer (GSA) untuk mengetahui karakter porositas adsorben yang meliputi luas permukaan, ukuran pori-pori dan distrbusi volume pori.

Adsorpsi adsorben terhadap suatu logam dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya ada kondisi pH larutan. Buhani, Narsito, Nuryono dan Eko Sri

Kunarti (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “ Influence of pH Toward

Interaction of Metal Ions Cd(II) and Cu(II) by Mercapto-Silica Hybrid Adsorbent in Aquaeos Solution” telah mempelajari pengaruh pH larutan terhadap interaksi adsorben dan logam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara adsorben dan logam mencapai optimum pada pH larutan 5,5.

Pada penelitian ini, adsorpsi adsorben terhadap ion logam Ni(II) dan Zn(II) dilakukan dalam cuplikan limbah cair elektroplating pada berbagai pH yaitu 1, 2, 4, 6 dan 8. Konsentrasi ion logam Ni(II) dan Zn(II) sebelum dan sesudah adsorpsi dianalisis dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom.


(44)

26 BAB III

METODE PENELITIAN A. Subjek dan Objek Penelitian

1. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah abu vulkanik hasil erupsi gunung Kelud periode Februari 2014 yang diambil di daerah Minomartani, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta.

2. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah karakter adsorben hasil sintesis yang meliputi spektra FTIR, porositas (luas permukaan, ukuran pori dan volume pori adsorben), keasaman, kadar air adsorben, efisiensi adsorpsi dan daya adsorpsi adsorben terhadap ion logam Ni dan Zn dalam limbah cair industri elektroplating.

B. Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel abu vulkanik gunung kelud dilakukan dengan purpossive sampling di daerah Minomartani, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta. C. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas

Variabel bebas pada penelitian ini adalah pH larutan pada pengujian efisiensi dan daya adsorpsi ion logam dalam limbah cair industri elektroplating yaitu 1, 2, 4, 6, dan 8, serta jenis ion logam yang diadsorpsi yaitu ion logam Ni(II) dan Zn(II).


(45)

27

Variabel terikat pada penelitian ini adalah karakter adsorben hasil sintesis yang meliputi spektra FTIR, keasaman, kadar air, porositas (luas permukaan, ukuran pori dan volume pori adsorben), efisiensi adsorpsi dan daya adsorpsi adsorben terhadap ion logam Ni dan Zn dalam limbah cair industri elektroplating.

3. Variabel kontrol

Variabel kontrol pada penelitian ini adalah konsentrasi asam nitrat yang ditambahkan pada proses sintesis adsorben yaitu 3M.

D. Alat dan Bahan 1. Alat yang digunakan

a. Seperangkat alat Spektrofotometer Serapan Atom

b. Seperangkat Alat Spektrofotometer FTIR

c. Seperangkat alat Gas Sorption Analyzer Nova Quantachrome

d. Ayakan 200 mesh

e. Timbangan analitik

f. Muffle Furnace

g. Oven

h. Penyaring Buchner

i. Pompa vakum

j. Magnetik stirer

k. Cawan porselen

l. Lumpang porselen


(46)

28

n. Alat-alat plastik pendukung

o. Kertas saring Whatman No.42

p. Kertas pH Universal

q. Desikator

r. Shaker

s. Sentrifuge

2. Bahan yang digunakan

a. Abu vulkanik gunung kelud (di daerah Yogyakarta)

b. Limbah cair elektroplating

c. Larutan HNO3 3 M

d. Larutan NaOH 0,1, 1, dan 3 M

e. Akuabides

f. Larutan HCl 0,1 M

g. Kristal H2C2O4.2H2O

h. Kristal Na2B4O7.10H2O

i. Kristal kiesel gel 60G buatan E Merck

j. Larutan standar Ni(II)

k. Larutan standar Zn(II)

E. Prosedur Penelitian


(47)

29

Sebanyak 500 gram abu vulkanik gunung Kelud di ayak menggunakan ayakan lolos 200 mesh. Sebanyak 200 gram abu vulkanik hasil ayakan

ditempatkan pada krus porselin kemudian dikalsinasi dengan menggunakan muffle

furnace pada temperatur 700 0C selama 4 jam. Abu halus sebanyak 25 gram dicuci dengan 150 mL larutan HCl 0,1 M melalui pengadukan selama 1 jam dan didiamkan selama 24 jam, kemudin abu yang telah dicuci tersebut disaring menggunakan kertas saring Whatman no.42 dan dibilas dengan akuabides hingga netral. Selanjutnya abu hasil pencucian dikeringkan dalam oven pada temperatur

110oC selama 2 jam. Abu halus diambil 0,1 gram untuk dikarakterisasi

menggunakan spektrofotometer FTIR untuk mengetahui gugus fungsional silika.

2. Pembuatan Natrium Silikat

Sebanyak 6 gram abu vulkanik hasil preparasi, dimasukkan ke dalam 200 mL larutan NaOH 3M pada teflon sambil diaduk dan dipanaskan hingga mendidih, kemudian didiamkan selama 24 jam. Larutan natrium silikat yang terbentuk disaring dengan kertas saring Whatman no.42 untuk memisahkan filtrat dengan endapan.

3. Sintesis Adsorben

Sintesis adsorben dilakukan dengan menggunakan metode sol gel. Sebanyak 20 mL larutan natrium silikat ditempatkan pada wadah plastik,

kemudian ditambahkan larutan HNO3 3M tetes demi tetes hingga terbentuk gel.

Apabila sudah terbentuk gel, penambahan larutan HNO3 3M dilanjutkan hingga

mencapai pH 7 dan didiamkan selama 24 jam. Kemudian gel yang terbentuk disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman no.42 dan dicuci dengan


(48)

30

akuabides hingga pH netral. Gel tersebut dikeringkan dalam oven pada temperatur

120 oC selama 2 jam. Adsorben selanjutnya digerus dengan menggunakan mortar

dan diayak menggunakan ayakan 200 mesh. Adsorben selanjutnya dianalisis dengan spektrofotometer FTIR dan membandingkannya dengan spektra FTIR pada kiesel gel 60G buatan E Merck

4. Penentuan Keasaman Adsorben

Pada penelitian ini, penentuan keasaman adsorben dilakukan dengan metode volumetri. Sebanyak 0,1 gram adsorben direndam dalam 15 mL larutan NaOH 0,1 M (yang telah distandarisasi) selama 24 jam. Adsorben disaring dan dipisahkan dari campurannya dengan cara didekantir. Larutan NaOH sisa dititrasi dengan larutan standar HCl 0,1 M (yang telah distandarisasi) menggunakan indikator fenolftalein.

5. Penentuan Kadar Air

Sebanyak 0,1 gram adsorben dipanaskan dalam oven pada temperatur

110oC selama 4 jam, kemudian didinginkan dan ditimbang, sehingga diperoleh

berat adsorben awal. Selanjutnya adsorben dipanaskan dalam muffle furnace pada

temperatur 600 oC selama 2 jam, kemudian didinginkan dan ditimbang. Proses ini

diulang hingga diperoleh berat yang konstan.

6. Adsorpsi Adsorben pada Ion Logam Ni(II) dan Zn(II)

Sebelum dilakukan variasi pH, terlebih dahulu diukur pH awal limbah cair industri elektroplating dengan menggunakan pH meter. Selanjutnya limbah cair elektroplating ditambahkan larutan NaOH 1 M hingga diperoleh larutan dengan pH yang dikehendaki. Sebanyak 0,1 gram adsorben diinteraksikan dengan 20 mL


(49)

31

limbah elektroplating pada pH yang bervariasi yaitu 1, 2, 4, 6, dan 8. Campuran

tersebut diaduk dengan alat shaker selama 90 menit. Selanjutnya campuran

dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan disentrifuge dengan kecepatan 2000 rpm selama 30 menit. Kemudian endapan dan filtrat dipisahkan, dan filtrat yang diperoleh dianalisis konsentrasi ion Ni(II) dan Zn(II) dengan menggunakan AAS.

Endapan dibilas dengan akuades, kemudian dikeringkan pada temperatur 60 oC

selama 6 jam untuk dianalisis menggunakan spektrofotometer inframerah. F. Teknik Analisis Data

1. Menghitung Keasaman Adsorben

Keasaman (mmol/gram) =

=

Jumlah mmol NaOH sisa setara dengan jumlah mmol HCl yang digunakan untuk titrasi.

2. Menentukan Kadar Air Adsorben

Kadar air =

x 100% Keterangan:

Massa awal = berat adsorben sebelum pemanasan Massa akhir = berat adsorben setelah pemanasan

Dengan mengasumsikan kandungan yang terdapat pada adsorben hanya

H2O dan SiO2, maka rumus molekul adsorben (SiO2.xH2O) dapat ditentukan

dengan rumus:

% SiO2 = 100% - % H2O

x =


(50)

32

3. Menghitung Daya Adsorpsi dan Efisiensi Adsorpsi Adsorben terhadap Ion

Logam Ni(II) dan Zn(II)

D =

Ep =

x 100%

Keterangan:

Co = konsentrasi ion logam Ni(II) dan ion logam Zn(II) mula-mula (ppm)

Ci = konsentrasi ion logam Ni(II) dan ion logam Zn(II) setelah adsorpsi

(ppm)

Ep = efisiensi adsorpsi (%)

4. Menentukan konsentrasi ion logam Ni(II) dan Zn(II)

Penentuan konsentrasi ion logam Ni(II) dan Zn(II) didasarkan pada

persamaan garis linear yang diperoleh pada kurva larutan standar ion logam Ni(II)

dan Zn(II)

y = a + bx Keterangan:

y = absorbansi (A)

a = konstanta

b = slope


(51)

33 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Produk yang dihasilkan dari penelitian ini adalah adsorben yang disintesis dari abu vulkanik gunung kelud berupa padatan dengan tekstur yang halus dan berwarna putih. Sebanyak 20 mL natrium silikat yang diperoleh dari sintesis per 6 gram abu Kelud dalam 200 mL NaOH direaksikan dengan asam nitrat 3 M, diperoleh adsorben dengan efisiensi produksi sebesar 63,73%. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1.

1. Hasil Karakterisasi Adsorben Hasil Sintesis

Adsorben hasil sintesis dikarakterisasi dan dibandingkan dengan kiesel gel 60G buatan E-Merck. Adapun yang dibandingkan adalah karakter yang meliputi spektra FTIR, keasaman dan kadar air. Berdasarkan data uji kadar air, diperoleh rumus adsorben hasil sintesis dan kiesel gel 60G, dan dari data keasaman akan diperoleh hubungan daya adsorpsi dan efisiensi adsorpsi dengan gugus fungsi silanol pada permukaan adsorben. Data keasaman dan kadar air adsorben hasil sintesis ditunjukkan pada Tabel 7.

Tabel 7. Data Keasaman dan Kadar Air Adsorben Hasil Sintesis dan Kiesel Gel 60G

No Nama Keasaman

(mmol/gram) *)

Kadar air

total *) Rumus kimia

1. ADHNO3 5,6859 9,00 % SiO2.0,329H2O

2. Kiesel gel 60G 5,6578 5,00 % SiO2.0,175H2O

*) Rerata dari dua kali pengulangan (duplo)

Perhitungan selengkapnya untuk keasaman dan kadar air dapat dilihat pada Lampiran 4 dan 6.


(52)

34

Karakterisasi dengan spektrofotometer FTIR dilakukan untuk mengetahui

keberadaan gugus fungsi silanol (Si–OH) dan siloksan (Si–O–Si) pada permukaan

adsorben hasil sintesis. Keberadaan kedua gugus tersebut diketahui dengan cara menginterpretasi spektra hasil analisis FTIR dan membandingkannya dengan spektra FTIR kiesel gel 60G. Perbandingan spektra FTIR antara kiesel gel 60G dan adsorben hasil sintesis dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Spektra FTIR Kiesel Gel 60G dan Adsorben Hasil Sintesis (ADHNO3)

Hasil interpretasi spektra FTIR dari abu vulkanik gunung kelud dan adsorben hasil sintesis dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8.Interpretasi Spektra Kiesel gel 60G dan Adsorben Hasil Sintesis

(ADHNO3)

No

Bilangan Gelombang (cm-1)

Jenis Vibrasi Silika Gel 60

Kiesel

Adsorben

ADHNO3

1 3462,86 3434,18 Vibrasi regangan –OH pada Si–OH

2 2361,20 2360,31 Regangan Si–H

3 1637,09 1640,13 Vibrasi bengkokan –OH dari Si–OH

4 1097,17 1076,41 Regangan asimetri Si–O dari Si–O–Si

5 800,85 - Rentangan Si–C

6 471,16 460,97 Vibrasi bengkokan Si–O dari Si–O–Si

80 85 90 95 100 105 110 300 1300 2300 3300 % Tan sm itan ce Wavenumber (1/cm) Silika Kiesel Gel 60 ADHNO3


(53)

35

Selain karakterisasi dengan spektrofotometer FTIR, adsorben hasil sintesis

juga dikarakterisasi dengan alat Gas Sorpstion Analyzer (GSA) untuk mengetahui

porositasnya. Karakter porositas adsorben hasil sintesis dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Porositas Adsorben Hasil Sintesis

Luas permukaan (m2/g) Volume total pori (cm3/g) Jari-jari pori (Å)

144,744 0,771 106,54

Karakterisasi dengan spektrofotometer FTIR dilakukan juga untuk mengetahui pergeseran panjang gelombang yang terjadi antara adsorben hasil sintesis sebelum adsorpsi dan sesudah adsorpsi. Perbandingan spektra FTIR adsorben hasil sintesis sebelum adsorpsi dan sesudah adsorpsi dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Spektra FTIR Adsorben Hasil Sintesis (ADHNO3) Sebelum dan

Sesudah Adsorpsi

Hasil interpretasi spektra FTIR dari abu vulkanik gunung kelud dan adsorben hasil sintesis dapat dilihat pada Tabel 10.

80 85 90 95 100 105 110

400 1400

2400 3400

%

Tr

an

sm

itan

ce

Wavenumber (1/cm)


(54)

36

Tabel 10. Interpretasi Spektra Adsorben Hasil Sintesis (ADHNO3) Sebelum dan

Sesudah Adsorpsi pada pH optimum

No

Bilangan Gelombang (cm-1)

Jenis Vibrasi Adsorben sebelum adsorpsi Adsorben sesudah adsorpsi

1 3434,18 3432,39 Vibrasi regangan –OH pada Si–O–Si

2 2360,31 2362,62 Regangan Si – H

3 1640,13 1639,02 Vibrasi bengkokan –OH dari Si–OH

4 1076,41 1080,81 Regangan asimetri Si–O dari Si–O–Si

5 460,97 460,74 Vibrasi bengkokan Si–O dari Si–O– Si

2. Hasil Daya Adsorpsi dan Efisiensi Adsorpsi Adsorben Hasil Sintesis

Pada perhitungan efisiensi adsorpsi ion logam Ni(II) dan Zn(II) dalam limbah cair industri elektroplating oleh adsorben, diperlukan adanya kurva standar untuk menentukan konsentrasi ion logam dari hasil analisis spektrofotometri serapan atom. Kurva standar larutan Ni(II) dan Zn(II) ditunjukkan pada Gambar 6 dan Gambar 7.

Gambar 6. Kurva Standar Larutan Ni(II) y = 0,0386x - 0,0005

R² = 0,9993

-0,05 0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25

0 1 2 3 4 5 6

A b sor b an si Konsentrasi (ppm)


(55)

37

Gambar 7. Kurva Standar Larutan Zn(II)

Perhitungan efisiensi adsorpsi ion logam Ni(II) dan Zn(II) dalam limbah

cair industri elektroplating oleh adsorben hasil sintesis (ADHNO3) dan kiesel gel

60G, dilakukan dengan mengukur konsentrasi ion logam dalam limbah sebelum adsorpsi dan sesudah adsorpsi menggunakan spektrofotometri serapan atom. Selisih konsentrasi ion logam dalam limbah antara sebelum dan sesudah adsorpsi menunjukkan jumlah ion logam yang diserap oleh adsorben. Data efisiensi adsorpsi dan daya adsorpsi ion logam Ni(II) dapat dilihat pada Tabel 11. Data efisiensi adsorpsi dan daya adsorpsi ion logam Zn(II) dapat dilihat pada Tabel 12. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 9.

Tabel 11. Data Efisiensi dan Daya Adsorpsi Ion Logam Ni(II) dalam Limbah Cair Industri Elektroplating oleh Adsorben Hasil Sintesis dan kiesel Gel 60 G pH

% Efisiensi adsorpsi oleh

ADHNO3

Daya adsorpsi oleh ADHNO3

(mg/gram)

% Efisiensi adsorpsi oleh Kiesel gel 60G

Daya adsorpsi oleh Kiesel gel 60G (mg/gram)

1 50,3090 1,25347 49,9670 1,24495

2 52,0999 1,29809 51,7688 1,28984

4 53,1667 1,32467 52,9383 1,31898

6 57,9810 1,44462 56,7075 1,41289

8 98,4845 2,45378 98,4640 2,45327

y = 0,4674x + 0,0589 R² = 0,9839

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8

0 0,5 1 1,5 2

A b sor b an si Konsentrasi (ppm)


(56)

38

Tabel 12. Data Efisiensi dan Daya Adsorpsi Ion Logam Zn(II) dalam Limbah Cair Industri Elektroplating oleh Adasorben Hasil Sintesis dan kiesel Gel 60 G

pH % Efisiensi adsorpsi oleh ADHNO3 Daya adsorpsi oleh ADHNO3 (mg/gram) % Efisiensi adsorpsi oleh Kiesel gel 60G Daya adsorpsi oleh Kiesel gel 60G (mg/gram)

1 1,8685 0,01032 0,8311 0,00459

2 2,0731 0,01145 1,1389 0,00629

4 2,0079 0,01109 1,9066 0,01053

6 2,7322 0,01509 2,6308 0,01453

8 78,4139 0,43308 75,4191 0,41654

Data pada Tabel 11 dan Tabel 12 mengenai efisiensi adsorpsi terhadap ion logam Ni(II) dan Zn(II) selanjutnya diinterpretasikan dalam bentuk grafik untuk mengetahui hubungan antara % efisiensi adsorpsi dengan perubahan pH. Grafik hubungan antara % efisiensi adsorpsi dengan pH ditunjukkan pada Gambar 8 dan Gambar 9.

Gambar 8. Kurva % Efisiensi Adsorpsi Ion Logam Ni(II) dan Zn(II) oleh Adsorben kiesel gel 60G pada berbagai pH

0 20 40 60 80 100 120

0 2 4 6 8 10

% E fi si e n si Ad so rp si pH

Ion logam Ni Ion logam Zn


(57)

39

Gambar 9. Kurva % Efisiensi Adsorpsi Ion Logam Ni(II) dan Zn(II) oleh

Adsorben Hasil Sintesis dengan HNO3 (ADHNO3) pada berbagai pH

B. Pembahasan

1. Pembuatan adsorben dari abu vulkanik gunung kelud

Pada penelitian ini, sebelum dilakukan sintesis adsorben, terlebih dahulu dilakukan preparasi pada abu vulkanik gunung kelud. Preparasi ini penting dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan substansi-substansi berupa pengotor yang dapat memberikan interferensi pada abu. Pada tahap preparasi, abu

vulkanik gunung kelud dikalsinasi dengan menggunakan muffle furnace pada

temperatur 700 oC selama 4 jam. Pemanasan abu pada temperatur 700 oC

merupakan temperatur yang paling optimum untuk proses kalsinasi abu, karena pada temperatur ini akan menghasilkan abu dengan silika dalam bentuk amorf

(Aina, Nuryono, & Tahir, 2007: 9). Selain itu, pada temperatur 700 oC akan

menghasilkan abu yang bebas dari pengotor berupa karbon berwarna hitam (Hadi, Arsa, & Sudiarta, 2006: 33).

0 20 40 60 80 100 120

0 2 4 6 8 10

%

E

fi

si

e

n

si

Ad

so

rp

si

pH

Ion logam Ni Ion logam Zn


(58)

40

Setelah dilakukan proses kalsinasi, selanjutnya abu dicuci dan direndam dalam larutan HCl 0,1 M. Proses ini dilakukan dengan tujuan untuk melarutkan kadar pengotor berupa oksida-oksida logam dan mineral selain silika yang terdapat dalam abu yang sudah dikalsinasi, sehingga ketika dilakukan proses penyaringan dan pencucian dengan akuades, oksida akan larut dalam filtrat dan abu bebas dari oksida-oksida selain silika (Mujiyanti, Nuryono, & Kunarti, 2010: 154). Abu yang sudah disaring dan dipisahkan dari filtratnya, selanjutnya

dilakukan pemanasan pada temperatur 110 oC.

Proses sintesis adsorben silika gel dari abu vulkanik gunung kelud, secara garis besar melalui beberapa tahap. Tahapan pertama adalah pembentukan

natrium silikat dengan cara mereaksikan SiO2 pada abu dengan NaOH

(Rosmawati, Tjahjanto, & Prananto, 2013: 162). Pada penelitian ini, abu yang sudah dicuci dimasukkan ke dalam larutan NaOH 3M lalu dilakukan pemanasan dan pengadukan hingga mendidih. Natrium silikat yang terbentuk didiamkan selama 24 jam dan disaring untuk memisahkan filtrat dan endapan abu. Filtrat natrium silikat ini yang akan digunakan sebagai prekursor pembuatan adsorben silika gel. Proses pembentukan natrium silikat ditunjukkan dalam reaksi berikut:

SiO2(s) + 2NaOH(aq) → Na2SiO3(aq) + H2O(l)

Mekanisme reaksi yang diperkirakan pada pembentukan natrium silikat tersebut ditampilkan pada Gambar 10.

Pada SiO2, elektronegativitas atom O yang tinggi menyebabkan Si lebih

elektropositif. Adanya gugus OH- dari NaOH akan menyerang Si sehingga


(59)

41

O Si O

OH

O Si O

O H

O Si O

O H

Si O

O O

+ H2O

+ 2Na+

Si O

O O

2Na+

2-Gambar 10. Model Mekanisme Reaksi Pembentukan Natrium Silikat (Alex, 2005 dalam Mujiyanti, Nuryono, & Kunarti, 2010: 156)

Kemudian akan terjadi dehidrogenasi, di mana ion H+ dari senyawa intermediet

akan dilepaskan dan akan berikatan dengan ion hidroksil dari NaOH yang lain

membentuk H2O. Dua ion Na+ akan menyeimbangkan muatan negatif yang

terbentuk dan berinteraksi dengan ion SiO32- sehingga terbentuk natrium silikat

(Na2SiO3). Natrium silikat yang terbentuk larut dalam akuades sehingga menjadi

larutan natrium silikat Na2SiO3. Larutan natrium silikat ini akan digunakan

sebagai prekursor dalam pembuatan adsorben silika gel (Mujiyanti, Nuryono, & Kunarti, 2010: 156).

Tahapan kedua adalah pembentukan silika gel dengan metode sol gel. Metode sol gel merupakan proses pembentukan jaringan oksida dengan reaksi polikondensasi dari molekul prekursor dalam medium air (Buhani dkk., 2012: 265). Pada metode sol gel, prekursor berupa natrium silikat ditambahkan dengan

asam hingga terbentuk asam ortosilikat melalui reaksi hidrolisis asam (Essien et


(60)

42

nitrat 3 M tetes demi tetes hingga terbentuk gel berwarna putih. Penambahan asam dilakukan sampai larutan mencapai pH 7. Hal ini disebabkan di bawah pH 7, kelarutan silika dalam medium air semakin bertambah dan ukuran partikelnya semakin kecil (Brinker & Scherer, 1990: 105). Adapun reaksi kimia yang terjadi dalam proses ini adalah sebagai berikut:

Na2SiO3(aq) + H2O(l) + 2H+(aq) → Si(OH)4 (s) + 2Na+ (aq)

Menurut Nuryono dan Narsito (2005: 25), reaksi pembentukan gel asam silikat dari prekursor natrium silikat bergantung pada pH atau konsentrasi proton dalam larutan dan tidak bergantung pada jenis asam. Penambahan asam pada larutan prekursor menyebabkan terjadinya reaksi hidrolisis, di mana terjadi

protonasi gugus siloksi (Si – O-) menjadi gugus silanol (Si – OH). Pada

penambahan asam secara berlebih semua gugus silikat terprotonasi sempurna sehingga terbentuk monomer asam silikat bebas (Nuryono & Narsito, 2005: 25). Adapun mekanisme reaksi pembentukan asam silikat dapat dilihat pada Gambar 11.

Monomer-monomer asam silikat yang terbentuk akan mengalami polimerisasi kondensasi membentuk dimer, trimer, dan seterusnya sampai akhirnya membentuk polimer asam silikat (Prastiyanto, Azmiyawati, & Darmawan, 2008: 5). Pembentukan polimer asam silikat terjadi karena reaksi antar gugus silanol satu dengan gugus silanol yang lain membentuk ikatan

siloksan (Si–O–Si). Polimerasi asam silikat terus berlangsung membentuk

bola-bola polimer yang disebut partikel silika primer. Partikel ini pada kondisi tertentu akan mengalami kondensasi membentuk fasa padatan gel yang disebut alkogel


(61)

43

yang bertekstur lunak dan tidak kaku (Prastiyanto, Azmiyawati, & Darmawan, 2008: 6). Mekanisme pembentukan gel dapat dilihat pada Gambar 12.

Si O O O Na Na Si OH O O Na Na H Si OH O O Na Na + 2H - 2Na Si OH HO OH

+ O H H Si O HO OH OH H H - H Si OH HO OH OH Si OH O O Na Na H H

Gambar 11. Mekanisme Reaksi Pembentukan Monomer Asam Silikat (Prastiyanto, Azmiyawati, & Darmawan, 2008: 6)

Si

OH HO

OH

OH + H Si

OH HO

OH

OH2 Si

OH HO

OH OH

+

H2O -Si OH HO OH O Si H OH OH OH H -Si OH HO OH O Si OH OH OH Gambar 12. Mekanisme Pembentukan Gel (Prastiyanto, Azmiyawati, &


(62)

44

Alkogel memiliki ukuran partikel lebih besar dari pada silika primer. Proses pembentukan gel dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Proses Pembentukan Alkogel (Brinker & Scherer, 1990: 102) Alkogel yang terbentuk kemudian didiamkan selama 24 jam untuk melalui tahap pematangan. Pada tahap pematangan, kekuatan serta ukuran partikel dan

pori menjadi semakin besar dan homogen (He et al., 2009: 1621). Pada tahap ini

alkogel mengalami sineresis. Proses sineresis adalah proses pengerasan gel yang terjadi secara spontan tanpa proses penguapan. Proses sineresis terjadi karena pembentukan dan pertumbuhan permukaan gel yang disertai dengan pelepasan

molekul H2O dari pori-pori silika gel (Scherer, 1989 dalam Saputra dkk, 2014:

38). Proses sineresis ini menghasilkan hidrogel. Hidrogel yang terbentuk disaring,


(63)

45

berat yang konstan. Xerogel merupakan silika gel yang dihasilkan melalui penghilangan air dari pori-pori melalui proses penguapan (Kalapathy, Proctor, & Shultz, 2002: 285). Xerogel memiliki tekstur yang kaku dan berwarna putih.

Xerogel yang terbentuk kemudian digerus dan diayak menggunakan ayakan 100 mesh. Hal ini dilakukan untuk menyamakan ukuran xerogel dan luas permukaannya. Xerogel yang sudah diayak lalu ditimbang, dan dihitung efisiensi produksinya. Berdasarkan perhitungan, diperoleh efisiensi produksi adsorben silika gel dengan asam nitrat 3M adalah 63,73%.

2. Karakter Spektra FTIR abu vulkanik gunung kelud sebelum dan sesudah

dicuci dengan HCl

Berdasarkan penelitian Kristianingrum (2016), perbandingan spektra FTIR antara abu vulkanik gunung Kelud sebelum dan sesudah dicuci dengan HCl dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. Spektra FTIR Abu Vulkanik gunung kelud Sebelum dan Sesudah dicuci dengan HCl 0,1 M

Hasil interpretasi spektra FTIR dari abu vulkanik gunung kelud dan adsorben hasil sintesis dapat dilihat pada Tabel 13.

Mon Mar 30 09:22:54 2015 (GM

44 46 48 50 52 54 56 58 60 62 % T ra n sm it ta n ce 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 Wavenumbers (cm-1)

: Abu Kelud sebelum : Abu Kelud sesudah


(64)

46

Tabel 13. Interpretasi FTIR Abu Sebelum dan Sesudah dicuci dengan HCl 0,1 M

No

Bilangan Gelombang (cm-1)

Jenis Vibrasi Abu Kelud sebelum dicuci *) Abu Kelud sesudah dicuci *) 1 2 3 4 3460,83 1639,19 1071,45 462,44 3430,96 1635,64 1057,66 461,37

Regangan OH (SiOH) Bengkokan OH (SiOH)

Regangan Asimetri SiO (SiOSi) Bengkokan SiOSi

*) Sumber Kristianingrum, dkk. 2016

Berdasarkan analisis spektrofotometer FTIR yang dilakukan oleh Kristianingrum (2016) menunjukkan bahwa pada abu vulkanik sebelum dan

sesudah dicuci terdapat serapan pada pita gelombang 3460,83 cm-1 dan 3430,96

cm-1. Pada bilangan gelombang sekitar 3400 cm-1 menunjukkan vibrasi regangan

gugus –OH dari gugus silanol atau molekul air yang terserap pada permukaan

silika (Rida & Harb, 2014: 39). Hal ini diperkuat oleh adanya serapan pada

bilangan gelombang 1639,19 cm-1 dan 1635,64 cm-1 pada spektra FTIR abu

vulkanik gunung kelud sebelum dan sesudah dicuci yang menunjukkan vibrasi

bengkokan dari gugus –OH.

Pada bilangan gelombang 1071,45 cm-1 dan 1057,66 cm-1 secara

berurutan dari spektra FTIR abu vulkanik gunung kelud sebelum dan sesudah

dicuci, menunjukkan vibrasi regangan asimetri gugus Si–O dari ikatan

. Hal ini diperkuat dengan adanya serapan pada bilangan gelombang

462,44 cm-1 dan 461,37 cm-1 pada spektra FTIR abu vulkanik gunung kelud

sebelum dan sesudah dicuci yang menunjukkan vibrasi bengkokan dari gugus .

Pada spektra FTIR abu vulkanik gunung kelud sebelum dicuci, terdapat


(65)

47

ditemukan pada spektra FTIR abu vulkanik gunung kelud sesudah dicuci. Puncak pada bilangan gelombang tersebut dimungkinkan adalah zat pengotor yang hilang setelah abu vulkanik gunung kelud dicuci dengan HCl 0,1 M. Fungsi pencucian dengan larutan HCl 0,1 M adalah untuk melarutkan pengotor berupa logam-logam

oksida selain SiO2 yang terdapat pada abu vulkanik.

3. Karakter spektra FTIR adsorben hasil sintesis

Analisis karakter FTIR adsorben hasil sintesis dan kiesel gel 60G buatan E-Merck dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pergeseran daerah hasil

serapan gugus silanol ( dan gugus siloksan ( ).

Berdasarkan analisis spektrofotometer FTIR diperoleh bahwa pada kiesel gel 60G buatan E-Merck dan adsorben hasil sintesis, masing-masing secara berurutan

terdapat serapan pada pita gelombang 3434,18 cm-1 dan 3462,82 cm-1. Pada

bilangan gelombang sekitar 3400 cm-1 menunjukkan vibrasi regangan gugus –OH

dari gugus silanol atau molekul air yang terserap pada permukaan silika (Rida & Harb, 2014: 39). Hal ini diperkuat oleh adanya serapan pada bilangan gelombang

1640,13 cm-1 dan 1637,09 cm-1 pada spektra FTIR kiesel gel 60G buatan E-Merck

dan adsorben hasil sintesis yang menunjukkan vibrasi bengkokan dari gugus –OH.

Vibrasi bengkokan tersebut berasal dari molekul air yang terjebak dalam matrik silika yang ditunjukkan pada intensitas puncak bilangan gelombang sekitar 1635 cm-1 (Rida & Harb, 2014: 39).

Pada bilangan gelombang 1076,41 cm-1 dan 1097,17 cm-1 secara


(66)

48

sintesis, menunjukkan vibrasi regangan asimetri gugus Si – O dari ikatan

. Hal ini diperkuat dengan adanya serapan pada bilangan gelombang

460,97 cm-1 dan 471,16 cm-1 pada spektra FTIR kiesel gel 60G buatan E-Merck

dan adsorben hasil sintesis yang menunjukkan vibrasi bengkokan dari gugus .

Pada spektra FTIR adsorben hasil sintesis dan kiesel gel 60G buatan

E-Merck secara berurutan terdapat serapan pada bilangan gelombang 2360,31 cm-1

dan 2361,20 cm-1. Menurut Sastrohamidjojo (1992), serapan pada bilangan

gelombang tersebut merupakan serapan dari vibrasi rentangan Si – H.

4. Keasaman adsorben hasil sintesis

Penentuan keasaman adsorben hasil sintesis dilakukan untuk mengetahui kemampuan adsorben dalam mendonorkan proton saat proses adsorpsi. Penentuan keasaman dilakukan dengan metode titrasi volumetri. Adsorben hasil sintesis direndam dalam NaOH yang sudah distandarisasi dan diketahui konsentrasinya selama 24 jam agar terjadi interaksi sempurna antara gugus Si-OH dari adsorben hasil sintesis dengan gugus OH dari NaOH. Perkiraan reaksi yang terjadi selama perendaman dapat dilihat pada Gambar 15.

Si

OH

(aq)

+ OH

(aq)

Si

O

(aq)

+ H

2

O

(l)

Gambar 15. Reaksi Adsorben Hasil Sintesis dengan Basa NaOH (Azizah, 2015: 69)

Selanjutnya campuran larutan NaOH dan adsorben hasil sintesis disaring dan dilakukan titrasi pada filtratnya menggunakan HCl yang sudah distandarisasi


(67)

49

dan diketahui konsentrasinya. Keasaman adsorben hasil sintesis diperoleh dari selisih antara konsentrasi mmol NaOH awal dengan konsentrasi mmol NaOH yang sudah bereaksi dengan adsorben. Tingkat keasaman adsorben hasil sintesis dan Kiesel gel 60G dapat dilihat pada Tabel 7. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4.

Berdasarkan Tabel 7 tersebut diketahui nilai keasaman adsorben hasil sintesis adalah 5,6859 mmol/gram. Nilai keasaman ini sedikit lebih besar dibanding nilai keasaman adsorben kiesel gel 60G buatan E-Merck yaitu 5,6578 mmol/gram. Nilai keasaman pada adsorben menunjukkan jumlah gugus silanol pada permukaan adsorben. Kekuatan asam ini dapat digunakan sebagai ukuran reaktivitas kimianya (Nuryono & Narsito, 2005: 28). Semakin tinggi nilai keasaman maka semakin banyak gugus silanol yang terdapat pada permukaan adsorben sehingga semakin besar kemampuan adsorben dalam mendonorkan proton. Oleh karena itu, adsorben yang memiliki nilai keasaman yang lebih tinggi akan mengikat lebih banyak ion logam dalam proses adsorpsi.

5. Kadar air adsorben hasil sintesis

Penentuan kadar air pada adsorben hasil sintesis dilakukan untuk menentukan nilai x pada rumus kimia adsorben hasil sintesis secara umum

SiO2.xH2O. Kadar air total dalam hal ini didefinisikan sebagai banyaknya air yang

dilepaskan oleh silika gel kering akibat pemanasan pada 600 oC selama 2 jam

(Nuryono & Narsito, 2005: 28). Pada penelitian ini, adsorben hasil sintesis dan adsorben kiesel gel 60G buatan E-Merck sebagai pembanding dilakukan


(68)

50

pemanasan dengan oven pada temperatur 100 oC selama 4 jam. Setelah itu,

dilakukan pendinginan dan penimbangan. Adsorben kemudian dipanaskan dalam muffle furnace pada temperatur 600 oC selama 2 jam. Proses ini dilakukan secara berulang hingga diperoleh berat konstan. Kadar air adsorben hasil sintesis dan adsorben kiesel gel 60G buatan E-Merck diperoleh dari selisih antara berat awal adsorben sebelum dilakukan pemanasan dengan berat akhir setelah pemanasan.

Pada pemanasan silika gel dari temperatur 120 sampai 700 oC terjadi

penurunan berat silika sebanyak dua kali, yaitu pada temperatur 120 sampai 580

oC dan 580 sampai 700 oC. Hal tersebut dapat dijelaskan melalui teori yang

menyebutkan bahwa dalam silika gel terdapat tiga lapisan molekul air. Struktur lapisan molekul air dapat dilihat pada Gambar 16.

Penurunan berat silika gel pada temperatur 120 – 580 oC terjadi akibat proses pemutusan ikatan hidrogen pada lapisan pertama antara molekul air dan

gugus silanol. Penurunan pada temperatur 580 – 700 oC terjadi akibat kondensasi

gugus silanol. Dua reaksi pelepasan air pada pemanasan silika gel dapat dilihat pada Gambar 17.

Si O

H O

H H O H

H O H

H

Gambar 16. Lapisan Molekul Air dalam Silika Gel (Scott, 1993 dalam Nuryono & Narsito, 2005: 28)


(69)

51

Si O

H

H O

H

Si OH + H2O

Si OH + Si OH Si O Si + H2O

Gambar 17. Reaksi Pelepasan Air pada Silika Gel (Nuryono & Narsito, 2005: 28) Kadar air adsorben hasil sintesis dapat dilihat pada Tabel 7. Berdasarkan Tabel 7 tersebut diketahui bahwa kadar air adsorben hasil sintesis adalah 9,00%. Persen kadar air ini lebih besar daripada adsorben kiesel gel 60G buatan E-Merck yaitu 5,00%. Menurut Nuryono dan Narsito (2005: 28), besarnya persen kadar air berbanding lurus dengan jumlah gugus silanol yang ada pada permukaan adsorben silika gel dan molekul air yang terikat. Dengan demikian, semakin besar persen kadar air suatu adsorben, maka semakin banyak jumlah gugus silanolnya sehingga semakin besar kemampuan adsorben dalam mendonorkan proton. Dengan

mengasumsikan kandungan yang terdapat pada adsorben hanya H2O dan SiO2,

maka rumus molekul adsorben (SiO2.xH2O) dapat ditentukan. Rumus molekul

adsorben hasil sintesis adalah SiO2.0,329H2O dan rumus molekul adsorben kiesel

gel 60G buatan E-Merck adalah SiO2.0,175H2O. Perhitungan selengkapnya dapat

dilihat pada Lampiran 6.

6. Porositas adsorben hasil sintesis

Analisis porositas dengan menggunakan Gas Surface Analyzer dilakukan

dengan tujuan untuk mengetahui luas permukaan, ukuran pori, dan volume pori

dari adsorben hasil sintesis dengan asam nitrat. Analisis menggunakan alat Gas

Surface Analyzer (GSA), terdiri dari dua tahapan, yaitu tahap preparasi dengan


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)