7
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Di era globalisasi dengan perkembangan teknologi di berbagai bidang termasuk informasi, manusia modern menemukan tidak adanya jarak antara
belahan dunia satu dengan yang lainnya, sehingga belahan dunia yang satu dengan yang lain seakan tampak menyatu maka terbentuklah apa yang
dinamakan
global village
. Hal ini tentu menumbuhkan berbagai hal positif meski tidak sedikit hal negaif yang tertransfer ke masing-masing belahan
dunia. Ketika era globalisasi menyebabkan informasi semakin mudah diperoleh, negara berkembang dapat segera meniru kebiasaan negara barat
yang dianggap cermin pola atau gaya hidup modern. Gaya hidup manusia semakin mengarah kepada pragmatisme.Hal ini
tentu akan membawa berbagai konsekuensi, dan konsekuensi yang paling rentan adalah masalah kesehatan. Dengan pola hidup yang instan, seperti
makan instan di gerai
junk food
yang mengandung kadar lemak jenuh tinggi, kebiasaan merokok, dan minum kopi yang berlebihan, tidak pernah
melakukan relaksasi atau olahraga karena harus mengejar karier,serta gaya hidup dugem yang selalu identik dengan narkoba, rokok, dan alkohol, maka
segala penyakit akan datang menyerang. Gaya atau pola hidup seperti itulah
8
yang dapat pemicu timbulnya kolesterol, kelelahanyang amat sangat karna kurang istirahat, tingkat stres yang tinggi, dan hipertensi. Kondisi demikian
merupakan salah satu pemicu timbulnya penyakit stroke. “Stroke merupakan penyakit gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan
saraf atau defisit neurologis akibat gangguan aliran darahkarna sumbatan atau perdarahan pada salah satu bagian otak”.
“Stroke setiap tahunnya, sekitar 12 dari 100.000 orang di Amerika serikat mengalami stroke, sehingga penyakit ini tercatat sebagai pebunuh nomor tiga setelah
penyakit jantung dan kanker. Di Amerika, tercatat ada sekitar 770.000 pasien stroke, baik yang terkena untuk pertama kalinya maupun yang terkena serangan susulan.
Dari segi usia, 72 persen pasien stroke berumur di atas 65 tahun. Hal ini dikarenakan peluang seseorang terkena stroke setelah berusia 55 tahun berlipat ganda pada setiap
dasawarsa pertambahan umurnya. Sementara di Indonesia menurut Yayasan Stroke Indonesia YASTROKI menyebutkan bahwa 63,52 per 100.000 penduduk
Indonesia berumur 65 tahun ditaksirkan terjangkit stroke”.
Seseorang terkena serangan stroke disebabkan oleh dua hal utama, yaitu penyumbatan arteri yang mengalirkan darah ke otak disebut stroke
iskemiknon perdarahan dan karena adanya perdarahan di otak disebut stroke perdarahanhemoragik. Seseorang yang terserang stroke akan
mengalami keadaan dimana kemampuan beraktivitas akan menurun Adapun secara umum keadaan klinis orang yang mengalami stroke
antara lain mengalami gangguan gerak dan fungsi, kesemutan gangguan
9
sensibilitas dan kelemahan dari anggota gerak sesisi termasuk wajah, kesulitan berbicara dan memahami pembicaraan atau tiba- tiba menjadi
bingung, nyeri kepala hebat dengan sebab yang tidak jelas dapat disertai mual dan muntah, perubahan mendadak tingkah laku atau status mental.Pada gejala
berat sampai hilangnya kesadaran dan kematian,gangguan penglihatan pada satu atau kedua mata, kesulitan berjalan, sempoyongan atau kehilangan
keseimbangan. Gangguan keseimbanagan pada stroke dikarenakan tidak adanya integrasi yang baik pada system sensorik vestibular, visual, dan
somatosensorik termasuk proprioceptor dan musculoskeletal otot, sendi, dan jaringan linak lain yang diatur di dalam otak control motorik, sensorik, basal
ganglia, cerebellum, area asosiasi sebagai respon terhadap perubahan kondisi internal dan eksternal.
Berat atau ringannya dan bahaya dari serangan stroke tersebut sangat bervariasi, tergantung pada lokasi dan luas daerah otak yang rusak.Bahaya
stroke yang mengancam kehidupan dan tingginya angka kejadian setiap tahunnya,menjadi perhatian yang serius seluruh dunia termasuk indonesia.
Oleh karena semakin meningkatnya jumlah orang yang terkena serangan stroke. Penanganan yang cepat, tepat, dan spesifik sangat diperlukan untuk
penanganan pasien stroke. Ketepatan dan kecepatan penanganan stroke akan sangat menentukan seberapa besar kerusakan otak dapat di minimalisir.
10
Fisioterapi menurut KEPMENKES 1363 tahun 2001 “ Fisioterapi
adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukankepada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara danmemulihkan gerak dan
fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakanpenanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan fisik elektroterapeutik
danmekanik, pelatihan fungsi, dan komunikasi.” Fisioterapi mempunyai peranan
penting dalam
penangan stroke
yaitu dalam
pelatihan gerakan,peregangan dan lain sebagainya guna memelihara lingkup gerak
sendi,kualitas otot, mencegah contractur, ADL serta salah satunya meningkatkan keseimbangan pasien stroke.
Keseimbangan pada pasien stroke merupakan komponen penting untuk dapat melakukan gerak dan fungsi. Tanpa adanya keseimbangan maka
pasien stroke akan mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas, begitu juga pada orang tanpa stroke, tidak akan bisa beraktifitas tanpa adanya
keseimbangan. Gangguan keseimbangan pada pasien stroke terjadi karena banyak faktor diantaranya karena kerja otot-otot tubuh yang tidak sinergis
, selain itu juga bisa karena adanya gangguan pada komponen keseimbangan
tubuh misal pada siatem visual, vestibular dan somatosensorik. Keseimbangan timbul dari interaksi yang kompleks dari “sensory dan musculoskeletal
system” yang terintegrasi dan dimodifikasi di CNS direspon untuk merubah kondisi lingkungan baik internal maupun eksternal.
11
Metode yang sering diberikan pada pasien stroke yaitu dengan metode konvensional. Pelayanan fisioterapi metode konvensional merupakan bentuk
pelayanan fisioterapi yang telah umum diberikan pada pasien stroke. Observasi yang dilakukan oleh peneliti di beberapa rumah sakit dan tempat
praktek fisioterapi swasta di Bali menujukkan beberapa bentuk intervensi yang diberikan, diantaranya : Pemberian sarana sumber fisis antara lain untuk
mendapatkan efek thermal diberikan MWD,SWD, dan IRR, selain itu diberikan beberapa jenis stimulasi elektrik antara lain arus Galvanik dan
Faradik dan diberikan beberapa jenis latihan antara lain passive exercise, free movement exercise dan beberapa diantaranya pemberian latihan penguatan
dengan resistance exercise. Beberapa bidang yang dilatih adalah berdiri, berjalan, mengambil dan
menggunakan benda-benda. Adapun ragam latihan yang bisa digunakan oleh fisioterapi diataranya dengan metode Brunnstrom, metode Rood, metode
johnstone, PNF, MRP, dan salah satunya dengan metode Bobath. Intervensi dengan metode bobath ini mempunyai tujuan yaitu optimalisasi fungsi dengan
peningkatan kontol postural dan gerakan selektif melalui fasilitasi, sebagaimana yang dinyatakan oleh IBITA tahun 1995.
“The goal of treatment is to optimize functionby improving postural control and selective movement through facilitation.” IBITA 1995
Pelayanan fisioterapi selain dengan metode konvensional ada juga beberapa metode latihan yang memiliki perbedaan yang mendasar jika
12
dibandingkan dengan metode konvensional. Salah satunya adalah metode bobath digunakan dalam latihan untuk pasien stroke, karena konsep metode
bobath merupakan suatu metode latihan yang mengacu pada
problem solving
yaitu memberikan latihan atau aktifasi pada bagian yang mengalami gangguan, latihan atau aktifasi mengarah pada latihan fungsional. Dalam hal
ini fisioterapis harus jeli melakukan pengamatan atau pemeriksaan pada pasien stroke, terhadap bagian mana dari pasien stroke yang hilang atau
mengalami gangguan. Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk mengangkat
judul “
perbedaan evektivitas pendekatan metode bobath dengan intervensi konvensional terhadap keseimbangan berdiri statis pada pasien stroke non
hemorage
”
.
1.2. Rumusan Masalah