PERBEDAAN INTERVENSI PENDEKATAN METODE BOBATH DENGAN INTERVENSI KONVENSIONAL TERHADAP KESEIMBANGAN BERDIRI STATIS PADA PASIEN STROKE.

(1)

LAPORAN PENELITIAN

PERBEDAAN INTERVENSI PENDEKATAN METODE BOBATH DENGAN INTERVENSI KONVENSIONAL TERHADAP KESEIMBANGAN BERDIRI

STATIS PADA PASIEN STROKE

dr. Wayan Sugiritama, M. Kes Dr. Ni Wayan Tianing, S.Si, M.Kes

Ari Wibawa,SST.Ft, M.Fis

I Made Niko Winaya,SST.Ft, SKM, M.Fis Ni Luh Nopi Andayani, SST.Ft, M.Fis Anak Ayu Nyoman Trisna Narta Dewi

Ni Komang Ayu Juni Antari Gede Parta Kinandana dr. Indira Vidiari Juhanna Made Hendra Satria Nugraha

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI PROGRAM STUDI FISIOTERAPI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA


(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan karunia Nya, sehingga saya sebagai peneliti dapat menyelesaikan penulisan proposal penelitian ini, dengan judul ” Perbedaan intervensi pendekatan metode bobath dengan intervensi konvensional terhadap keseimbangan berdiri statis pada pasien stroke”.

Proposal penelitian ini saya susun sebagai suatu kewajiban untuk memenuhi salah satu aktivitas Tri Dharma Perguruan tinggi. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam proposal penelitian ini. Hal ini dikarenakan masih terbatasnya kemampuan dan pengetahuan peneliti yang masih harus ditingkatkan. Namun, berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak akhirnya peneliti dapat menyelesaikan proposal penelitian ini tepat pada waktu yang telah ditentukan. Saya menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada semua pihak yang terkait didalam penyusunan proposal penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan penelitian ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang konstruktif dari semua pihak penulis sangat harapkan.

Denpasar, Agustus 2015 Penulis


(3)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………. i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.3.1 Tujuan Umum ... 7

1.3.2 Tujuan Khusus ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

1.4.1 Teoritis ... 7

1.4.2 Praktisi ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 8

1. Keseimbangan………..8

a. Fisiologi keseimbangan………..10

b. Keseimbangan pada posisi berdiri static………14

c. Komponen keseimbangan………..15

d. Faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan……….20

2. Stroke………..23

a. Pengertian stroke………23


(4)

1). Stroke iskemik………..24

2). Stroke hemoragik………..25

3). Klasifikasi stroke menurut defisit neurologisnya……….27

4). Klasifikasi stroke berdasarkan klinis……….28

c. Penyebab stroke………..33

d. Patofisiologi stroke……….36

e. Gejala dan akibat stroke……….37

f. Perubahan Tonus pada stroke ...44

g. Pola Gerakan Sinergis ...45

h. Reaksi Asosiasi (Associated Reaction)………..46

i. Gangguan Sensorik ………..47

j. Keseimbangan pada pasien stroke………48

3. Anatomi dan fisiologi SSP……….49

a. Otak………..49

1). Cerebrum (otak besar)……….51

2). Cerebelum (oak kecil)……….58

3). Brainstem (batang otak)………..59

b. Medula Spinalis………61

c. Vascularisasi otak……….66

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS ... 98

3.1 Kerangka Berpikir ... 98


(5)

3.3 Hipotesis ... 101

BAB IV METODE PENELITIAN... 102

4.1 Rancangan Penelitian ... 102

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 103

4.3 Populasi dan Sampel ... 103

4.3.1 Populasi ... 103

4.3.2 Sampel ... 103

4.3.3 Besar Sampel ... 105

4.3.4 Teknik Pengambilan Sampel... 106

4.4 Variabel ... 108

4.5 Definisi Operasional Variabel ... 108

4.6 Instrumen Penelitian ... 112

4.7 Prosedur Penelitian ... 113

4.7.1 Prosedur Perijinan ... 113

4.7.2 Prosedur Sampling ... 113

4.7.5 Prosedur Pengolahan Data ... 114

4.8 Teknik Analisis Data ... 115

4.9 Jadwal Penelitian ... 116

BAB V HASIL PENELITIAN ... 117

5.1 Deskripsi Data Penelitian ... 117

5.2 Score Nilai Keseimbangan Berdiri Statik Kelompok Perlakuan ... 129

5.3 Score Nilai Keseimbangan Berdiri Statik Kelompok Kontrol ... 130


(6)

5.5 Uji Komparatibilitas ... 133

5.6 Pengujian Hipotesis ... 134

BAB VI PEMBAHASAN ... 138

6.1 Pembahasan Hasil Deskriptif Penelitian ... 138

6.2 Aplikasi Pendekatan Metode Bobath Meningkatkan Kemampuan Berdiri Statis pada Pasien Stroke ... 139

6.3 Aplikasi Metode Konvensional Meningkatkan Kemampuan Berdiri Statis Pada Pasien Stroke ... 142

6.4 Perbedaan Pendekatan Metode Bobath Lebih Meningkatkan Kemampuan Berdiri Statis daripada Metode Konvensional pasien stroke ... 144

6.5 Kelemahan Penelitian ... 144

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 145

7.1 Simpulan ... 145

7.2 Saran ... 145

DAFTAR PUSTAKA ... 146 LAMPIRAN


(7)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Di era globalisasi dengan perkembangan teknologi di berbagai bidang termasuk informasi, manusia modern menemukan tidak adanya jarak antara belahan dunia satu dengan yang lainnya, sehingga belahan dunia yang satu dengan yang lain seakan tampak menyatu maka terbentuklah apa yang dinamakan global village. Hal ini tentu menumbuhkan berbagai hal positif meski tidak sedikit hal negaif yang tertransfer ke masing-masing belahan dunia. Ketika era globalisasi menyebabkan informasi semakin mudah diperoleh, negara berkembang dapat segera meniru kebiasaan negara barat yang dianggap cermin pola atau gaya hidup modern.

Gaya hidup manusia semakin mengarah kepada pragmatisme.Hal ini tentu akan membawa berbagai konsekuensi, dan konsekuensi yang paling rentan adalah masalah kesehatan. Dengan pola hidup yang instan, seperti makan instan di gerai junk food yang mengandung kadar lemak jenuh tinggi, kebiasaan merokok, dan minum kopi yang berlebihan, tidak pernah melakukan relaksasi atau olahraga karena harus mengejar karier,serta gaya hidup dugem yang selalu identik dengan narkoba, rokok, dan alkohol, maka segala penyakit akan datang menyerang. Gaya atau pola hidup seperti itulah


(8)

yang dapat pemicu timbulnya kolesterol, kelelahanyang amat sangat karna kurang istirahat, tingkat stres yang tinggi, dan hipertensi. Kondisi demikian merupakan salah satu pemicu timbulnya penyakit stroke.

“Stroke merupakan penyakit gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan saraf atau defisit neurologis akibat gangguan aliran darah(karna sumbatan atau perdarahan) pada salah satu bagian otak”.

“Stroke setiap tahunnya, sekitar 12 dari 100.000 orang di Amerika serikat mengalami stroke, sehingga penyakit ini tercatat sebagai pebunuh nomor tiga setelah penyakit jantung dan kanker. Di Amerika, tercatat ada sekitar 770.000 pasien stroke, baik yang terkena untuk pertama kalinya maupun yang terkena serangan susulan. Dari segi usia, 72 persen pasien stroke berumur di atas 65 tahun. Hal ini dikarenakan peluang seseorang terkena stroke setelah berusia 55 tahun berlipat ganda pada setiap dasawarsa pertambahan umurnya. Sementara di Indonesia menurut Yayasan Stroke Indonesia (YASTROKI) menyebutkan bahwa 63,52 per 100.000 penduduk

Indonesia berumur 65 tahun ditaksirkan terjangkit stroke”.

Seseorang terkena serangan stroke disebabkan oleh dua hal utama, yaitu penyumbatan arteri yang mengalirkan darah ke otak (disebut stroke iskemik/non perdarahan) dan karena adanya perdarahan di otak (disebut stroke perdarahan/hemoragik). Seseorang yang terserang stroke akan mengalami keadaan dimana kemampuan beraktivitas akan menurun

Adapun secara umum keadaan klinis orang yang mengalami stroke antara lain mengalami gangguan gerak dan fungsi, kesemutan / gangguan


(9)

sensibilitas dan kelemahan dari anggota gerak sesisi termasuk wajah, kesulitan berbicara dan memahami pembicaraan atau tiba- tiba menjadi bingung, nyeri kepala hebat dengan sebab yang tidak jelas dapat disertai mual dan muntah, perubahan mendadak tingkah laku atau status mental.Pada gejala berat sampai hilangnya kesadaran dan kematian,gangguan penglihatan pada satu atau kedua mata, kesulitan berjalan, sempoyongan atau kehilangan keseimbangan. Gangguan keseimbanagan pada stroke dikarenakan tidak adanya integrasi yang baik pada system sensorik (vestibular, visual, dan somatosensorik termasuk proprioceptor) dan musculoskeletal (otot, sendi, dan jaringan linak lain) yang diatur di dalam otak (control motorik, sensorik, basal ganglia, cerebellum, area asosiasi) sebagai respon terhadap perubahan kondisi internal dan eksternal.

Berat atau ringannya dan bahaya dari serangan stroke tersebut sangat bervariasi, tergantung pada lokasi dan luas daerah otak yang rusak.Bahaya stroke yang mengancam kehidupan dan tingginya angka kejadian setiap tahunnya,menjadi perhatian yang serius seluruh dunia termasuk indonesia. Oleh karena semakin meningkatnya jumlah orang yang terkena serangan stroke. Penanganan yang cepat, tepat, dan spesifik sangat diperlukan untuk penanganan pasien stroke. Ketepatan dan kecepatan penanganan stroke akan sangat menentukan seberapa besar kerusakan otak dapat di minimalisir.


(10)

Fisioterapi menurut KEPMENKES 1363 tahun 2001 “ Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukankepada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara danmemulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakanpenanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik elektroterapeutik danmekanik), pelatihan fungsi, dan komunikasi.” Fisioterapi mempunyai peranan penting dalam penangan stroke yaitu dalam pelatihan gerakan,peregangan dan lain sebagainya guna memelihara lingkup gerak sendi,kualitas otot, mencegah contractur, ADL serta salah satunya meningkatkan keseimbangan pasien stroke.

Keseimbangan pada pasien stroke merupakan komponen penting untuk dapat melakukan gerak dan fungsi. Tanpa adanya keseimbangan maka pasien stroke akan mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas, begitu juga pada orang tanpa stroke, tidak akan bisa beraktifitas tanpa adanya keseimbangan. Gangguan keseimbangan pada pasien stroke terjadi karena banyak faktor diantaranya karena kerja otot-otot tubuh yang tidak sinergis,

selain itu juga bisa karena adanya gangguan pada komponen keseimbangan tubuh misal pada siatem visual, vestibular dan somatosensorik. Keseimbangan timbul dari interaksi yang kompleks dari “sensory dan musculoskeletal system” yang terintegrasi dan dimodifikasi di CNS direspon untuk merubah kondisi lingkungan baik internal maupun eksternal.


(11)

Metode yang sering diberikan pada pasien stroke yaitu dengan metode konvensional. Pelayanan fisioterapi metode konvensional merupakan bentuk pelayanan fisioterapi yang telah umum diberikan pada pasien stroke. Observasi yang dilakukan oleh peneliti di beberapa rumah sakit dan tempat praktek fisioterapi swasta di Bali menujukkan beberapa bentuk intervensi yang diberikan, diantaranya : Pemberian sarana sumber fisis antara lain untuk mendapatkan efek thermal diberikan MWD,SWD, dan IRR, selain itu diberikan beberapa jenis stimulasi elektrik antara lain arus Galvanik dan Faradik dan diberikan beberapa jenis latihan antara lain passive exercise, free movement exercise dan beberapa diantaranya pemberian latihan penguatan dengan resistance exercise.

Beberapa bidang yang dilatih adalah berdiri, berjalan, mengambil dan menggunakan benda-benda. Adapun ragam latihan yang bisa digunakan oleh fisioterapi diataranya dengan metode Brunnstrom, metode Rood, metode johnstone, PNF, MRP, dan salah satunya dengan metode Bobath. Intervensi dengan metode bobath ini mempunyai tujuan yaitu optimalisasi fungsi dengan peningkatan kontol postural dan gerakan selektif melalui fasilitasi, sebagaimana yang dinyatakan oleh IBITA tahun 1995.

“The goal of treatment is to optimize functionby improving postural control and selective movement through facilitation.” (IBITA 1995)

Pelayanan fisioterapi selain dengan metode konvensional ada juga beberapa metode latihan yang memiliki perbedaan yang mendasar jika


(12)

dibandingkan dengan metode konvensional. Salah satunya adalah metode bobath digunakan dalam latihan untuk pasien stroke, karena konsep metode bobath merupakan suatu metode latihan yang mengacu pada problem solving

yaitu memberikan latihan atau aktifasi pada bagian yang mengalami gangguan, latihan atau aktifasi mengarah pada latihan fungsional. Dalam hal ini fisioterapis harus jeli melakukan pengamatan atau pemeriksaan pada pasien stroke, terhadap bagian mana dari pasien stroke yang hilang atau mengalami gangguan.

Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk mengangkat judul perbedaan evektivitas pendekatan metode bobath dengan intervensi konvensional terhadap keseimbangan berdiri statis pada pasien stroke non hemorage.

1.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada penelitian ini ,yaitu : “Apakah terdapat perbedaan evektivitas pendekatan metode bobath dengan intervensi konvensional terhadap keseimbangan berdiri statis pada pasien stroke non hemorage?

1.3. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum


(13)

Untuk mengetahui pemberian latihan dengan pendekatan metode bobath terhadap peningkatan keseimbangan pasien stroke pada posisi berdiri statik.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengidentifikasi yang dapat menyebabkan gangguan keseimbangan posisi berdiri statik pada pasien stroke.

b. Untuk mengidentifikasi latihan pendekatan bobath yang dapat meningkatkan keseimbangan pasien stroke pada posisi berdiri statik.

1.4. Manfaat Penelitian 1. Teoritis

Untuk menambah khasanah pengetahuan terhadap pemahaman latihan dengan pendekatan metode bobath pada pasien stroke yang efektif untuk meningkatkan keseimbangan pada posisi berdiri statik.

2. Praktis

Diharapkan fisioterapis dapat menerapkan secara tepat pemberian terapi latihan dengan pendekatan metode Bobath pada pasien stroke.


(14)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Keseimbangan ( balance )

Terminologi “balance” dan “equilibrium” sering digunakan secara arti yang sama. Balance dapat dimasukkan sebagai proses dimana “body’s equilibrium” dikontrol untuk tujuan tertentu (Kreighbaum & Barthels, 1985). Balance didifinisikan sebagai kemampuan untuk mengontrol tubuh dan “center of gravity” secara relative pada “based of support” yang digambarkan sebagai “family adjustment” yang diperlukan agar dapat menjaga postur dan gerakan. “Family adjustment” ini mempunyai 3 tujuan yaitu : untuk mensupport kepala dan tubuh untuk melawan gravitasi dan tenaga / kekuatan dari luar, untuk menjaga “center of the body massa”/CBM (pusat massa tubuh) sesuai dengan aligment dan balance diatas “base of support”, dan untuk menstabilkan bagian tubuh dimana anggota tubuh yang lain bergerak/berpindah (Ghez, 1991).Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan kesetimbangan tubuh ketika di tempatkan di berbagai posisi. Beberapa pengertian tentang keseimbangan : Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan pusat gravitasi pada bidang tumpu terutama ketika saat posisi tegak. (Pengertian keseimbangan menurut O’Sullivan). Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan tubuh dalam posisi


(15)

kesetimbangan maupun dalam keadan static atau dinamik, serta menggunakan aktivitas otot yang minimal. (Pengertian keseimbangan menurut Ann Thonson)

Keseimbangan juga bisa diartikan kemampuan relatife untuk mengontrol pusat massa tubuh (center of mass) atau pusat gravitasi (center of gravity) terhadap bidang tumpu (base of support). Keseimbangan melibatkan berbagai gerakan di setiap segmen tubuh dengan didukung oleh sistem muskuloskeletal dan bidang tumpu. Kemampuaan untuk menyeimbangkan massa tubuh dengan bidang tumpu akan membuat manusia mampu untuk beraktivitas secara efektif dan efesien.

Keseimbangan terdiri atas dua kelompok, yaitu keseimbangan statis dan keseimbangan dinamis. Keseimbangan statis adalah kemampuan tubuh untuk mejaga kesetimbangan pada posisi tetap. Keseimbangan dinamis adalah kemampuan untuk mempertahankan kesetimbangan ketika bergerak. Keseimbangan merupakan interaksi yang kompleks dari integrasi atau interaksi sisem sensorik (vestibular, visual, dan somatosensorik termasuk proprioceptor) dan musculoskeletal (otot, sendi, dan jaringan lunak lain) yang dimodifikasi atau diatur dalam otak (control motorik, sensorik, basal ganglia, cerebellum, area asosiasi) sebagai respon terhadap perubahan kondisi internal dan eksternal. Dipengaruhi juga oleh factor lain seperti, usia, motivasi, kognisi, lingkungan, kelelahan, pengaruh obat dan pengalaman terdahulu.


(16)

a. Fisiologi keseimbangan

Keseimbangan merupakan komponen dasar aktivitas yang ditentukan oleh tonus postual (mobility, stability).Keseimbangan timbul dari interaksi yang kompleks dari “sensory dan musculoskeletal system” yang terintegrasi dan dimodifikasi di CNS (central nerves system) atau system saraf pusat direspon untuk merubah kondisi lingkungan baik internal maupun eksternal. Sistem sensori utama terkait dengan keseimbangan meliputi sistem visual, vestibular dan proprioseptif (Suhartono, 2005). Gangguan visual salah satunya adalah atropi dan hialinisasi pada muskulus siliaris yang dapat meningkatkan amplitudo akomodasi. Hal ini dapat meningkatkan ambang batas visual sehingga dapat mematahkan impuls afferen yang kemudian dapat menurunkan visual, dan pada akhirnya akan mempengaruhi keseimbangan. Selain itu juga terjadi perubahan lapang pandang, penurunan tajam penglihatan, sensitivitas penglihatan kontras akibat berkurangnya persepsi kontur dan jarak. Reseptor visual ini memberikan informasi tentang orientasi mata dan posisi tubuh atau kepala terhadap kondisi lingkungan di sekitarnya. Gangguan keseimbangan akan tampak lebih jelas lagi jika impuls afferen untuk visual ditiadakan, misalnya pada saat mata tertutup, maka kelihatan ayuanan tubuh (sway) menjadi berlebihan (Suhartono,2005). Gangguan fungsi vestibular, faktor predisposisi dari munculnya gangguan fungsi vestibular meliputi infeksi pendengaran, bedah telinga (ear surgery), aminoglyosides, quinidine, dan furosemid (Hazzard, 1994). Pada sistem vestibular terjadi degenerasi sel-sel


(17)

rambut dalam macula sebesar 40% dan sel syaraf. Organ vestibular memberikan informasi ke CNS tentang posisi dan gerakan kepala serta pandangan mata melalui reseptor makula dan krista ampularis yang terdapat di telinga dalam (Suhartono, 2005). Gangguan proprioseptif, susunan proprioseptif ini memberikan informasi ke CNS tentang posisi tubuh terhadap kondisi di sekitarnya (eksternal) dan posisi antara segmen badan badan itu sendiri (internal) melalui reseptor-reseptor yang ada dalam sendi, tendon, otot, ligamentum dan kulit seluruh tubuh terutama yang ada pada kolumna vertebralis dan tungkai. Informasi itu dapat berupa tekanan, posisi sendi, tegangan, panjang, dan kontraksi otot (Suhartono, 2005). Hal ini dapat meningkatkan ambang batas rangsang muscle spindle, sehingga dapat mematahkan umpan balik afferen dan secara berurutan dapat mengubah kewaspadaan tentang posisi tubuh keadaan ini dapat menimbulkan gangguan keseimbangan (Suhartono, 2005). CNS dibutuhkan dalam memelihara respon postural. Central Nerves System (CNS) melalui jaras-jarasnya menerima informasi sensoris perifer dari sistem visual, vestibular, dan proprioseptif di gyrus post central lobus parietal kontralateral. Selanjutnya infomasi ini diproses dan diintegrasikan pada semua tingkat sistem syaraf. Akhirnya dalam waktu latensi ± 150 mdet akan terbentuk suatu respon postural yang benar secara otomatis dan akan diekspresikan secara mekanis melalui efektor dalam suatu rangkaian pola gerakan tertentu. Tetapi pada aktivitas dengan pola baru yang belum pernah disimpan dalam otak, maka reaksi keseimbangan tubuh


(18)

perlu dipelajari dan dilatih sampai reaksi tersebut dapat dilakukan dengan tanpa perlu berfikir lagi. Proses kontrol postural pada CNS dimulai dari: Persepsi sensoris ? Perencanaan motorik ? Pelaksanaan motorik ke perifer (Suhartono, 2005). Sistem efector merupakan system musculoskeletal yang mana tugas utama dari sistem efektor adalah mempertahankan pusat gravitasi tubuh / Center Of Gravitation (COG). Dimana tugasnya meliputi duduk, berdiri, atau berjalan. Dalam posisi berdiri respon motor (effector) mempertahankan atau menyokong sikap dan keseimbangan, yang disebut muscle synergies (Guccione,2000). Gerakan dilakukan oleh suatu kelompok sendi dan otot dari kedua sisi tubuh, maka komponen efektor yang normal harus ada supaya dapat melakukan gerakan keseimbangan postural yang normal. Komponen efektor yang dibutuhkan adalah LGS (Lingkup Gerak Sendi), kekuatan dan ketahanan (endurance) dari kelompok otot kaki, pergelangan kaki, lutut, pinggul, punggung, leher, dan mata. Gangguan pada komponen efektor akan mempengaruhi kemampuan dalam mengontrol postur sehingga akan terjadi gangguan keseimbangan postural (Suhartono, 2005). Kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan dan kesetabilan postur oleh aktivitas motorik tidak dapat dipisahkan dari faktor lingkungan dan regulasi yang berperan dalam pembentukan keseimbangan. Tujuan dari tubuh mempertahankan keseimbangan adalah untuk menyanggah tubuh melawan gravitasi dan faktor eksternal lain, untuk mempertahankan pusat massa tubuh agar seimbang dengan bidang tumpu, serta menstabilisasi bagian


(19)

tubuh ketika bagian tubuh lain bergerak. Fisiologi terbentuknya keseimbangan postural, berawal dari adanya input atau stimulus atau informasi baik dari luar (eksteroseptif) adau pun informasi dari dalam (propioseptif) yang di terima oleh reseptor yaitu system sensorik yang meliputi visual, vestibular dan propioseptif. Kemudian stimulus masuk ke medulla spinalis melalui serabut aferen ke bagian posterior horn cell (PHC), selanjutnya stimulus akan diteruskan ke thalamus melalui traktus asenden (traktus yang mengantarkan informasi aferen) dalam hal ini traktus yang berkaitan atau yang berfungsi sebagai pengantar informasi aferen yang terkait dengan keseimbangan postural yaitu Kolumna dorsalis, berfungsi dalam membawa sensasi raba, proprioseptif, dan berperan dalam diskriminasi lokasi dan Traktus spinoserebellaris ventralis berperan dalam menentukan posisi dan perpindahan, traktus spinoserebellaris dorsalis berperan dalam menentukan posisi dan perpindahan. Ketika informasi sampai di thalamus maka thalamus akan menolah atau mengintegrasikan informasi tersebut untuk memberikan perintah atau memberikan respon terhadap informasi yang di terima ke efektor melalui traktus desenden yang mana traktus desenden yang berhubungan dengan keseimbangan postural yaitu Traktus kortikospinalis yang merupakan lintasan yang berkaitan dengan gerakan-gerakan terlatih, berbatas jelas, volunter, terutama pada bagian distal anggota gerak dan Traktus vestibulospinalis, akan mempermudah otot-otot ekstensor, menghambat aktivitas otot-otot fleksor, dan berkaitan dengan aktivitas postural yang


(20)

berhubungan dengan keseimbangan. Kemudian respon diteruskan ke bagian medulla spinalis anterior yaitu di anterior horn cell (AHC), lalu ke serabut eferen dan kemudian ke efektor (terbentuk keseimbangan postural). Kualitas keseimbangan tergantung pada integritas susunan saraf pusat dan susunan saraf tepi serta musculoskeletal. Pada darasnya keseimbangan adalah mempertahankan pusat gravitasi di bidang tumpu. Pergeseran pusat gravitasi dapat disebabkan oleh tubuh sendiri dan karena faktor eksternal.

b. Keseimbangan pada posisi berdiri statik

Eksistensi aktivitas postural yang mendahului gerakan dikembangkan oleh Balenkii dengan Coleganya (1967) yang mendemonstrasikan bahwa subjek diminta untuk mengangkat satu lengan secepat mungkin dan dilihat dengan menggunakan EMG pada otot tertentu (deltoid anterior) dan gerakan lengan disiapkan oleh aktivitas otot biceps femoris dari sisi ipsilateral kaki dan otot-otot collateral sacrolumbal. Meskipun kita jarang berdiri tegak dengan kondisi betul-betul diam, ketika melakun gerakan tubuh yang kecil maka adaptasi “based of support” akan timbul untuk memperbaiki balance yang disebut “sway”. Dengan kata lain walaupun kita berdiri diam dan kemudian melakukan gerakan kecil maka akan timbul proses yang aktif dari otot yang merubah aktivitasnya.

Pada posisi berdiri seimbang, susunan saraf pusat berfungsi untuk menjaga pusat massa tubuh (center of body massa) dalam keadaan stabil


(21)

dengan batas bidang tumpu tidak berubah kecuali membentuk batas bidang tumpu lain. Selain itu masukan (input) visual berfungsi sebagai kontrol keseimbangan, pemberi informasi, serta memprediksi datangnya gangguan. Masukan (input) dari kulit di telapak kaki juga merupakan hal yang penting untuk mengatur keseimbangan saat berdiri. Postur adalah posisi atau sikap tubuh.

Tubuh dapat membentuk banyak postur yang memungkinkan tubuh dalam posisi yang nyaman selama mungkin. Pada saat berdiri tegak, hanya terdapat gerakan kecil yang muncul dari tubuh, yang biasa disebut dengan ayunan tubuh. Luas dan arah ayunan diukur dari permukaan tumpuan dengan menghitung gerakan yang menekan di bawah telapak kaki, yang disebut pusat tekanan (center of pressure) . Jumlah ayunan tubuh ketika berdiri tegak di pengaruhi oleh factor posisi kaki dan lebar dari bidang tumpu. Posisi tubuh ketika berdiri dapat dilihat kesimetrisannya dengan kaki selebar sendi pinggul, lengan di sisi tubuh, dan mata menatap ke depan.

c. Komponen pengontrol keseimbangan 1) Sistem informasi sensori

Sistem informasi sensoris meliputi visual, vestibular, dan somatosensoris.

a). Visual

Visual memegang peranan penting dalam system sensoris. “Visual system” juga dikategorikan sebagai bagian propriosepsi sebab


(22)

sitem visual juga menyediakan informasi tentang orientasi dan gerakan tubuh Cratty & Martin (1996) menyatakan bahwa keseimbangan akan terus berkembang sesuai umur, mata akan

membantu agar tetap focus pada titik utama untuk

mempertahankan keseimbangan, dan sebagai monitor tubuh selama melakukan gerak static atau dinamik. Penglihatan juga merupakan sumber utama informasi tentang lingkungan dan tempat kita berada, penglihatan memegang peranan penting untuk mengidentifikasi dan mengatur jarak gerak sesuai lingkungan tempat kita berada. Penglihatan muncul ketika mata menerima sinar yang berasdal dari obyek sesuai dengan jarak pandang. Dengan informasi visual, maka tubuh dapat menyesuaikan atau bereaksi tehadap perubahan bidang pada lingkungan aktivitas sehingga memberikan kerja otot yang sinergis untuk mempertahankan keseimbangan tubuh. Pada dasarnya informasi visual meliputi acuity (membedakan bentuk ), contrast sensitivity (membedakan pola dan bayangan), peripheral vision (melihat samping), dan depth perception (membedakan jarak).

b). Sistem vestibular

Merupakan informasi gerak dan posisi kepala ke susunan saraf pusat yang menyangkut respon sikap, memelihara keputusan


(23)

tentang perbedaan gambaran visual dan gerak yang sebenarnya. Komponen vestibular adalah system sensoris yang berfungsi dalam keseimbangan, control kepala dan gerak bola mata. Reseptor sensoris vestibular berada di dalam telinga, yang meliputi kanalis semisirkularis, utrikulus, serta sakulus. Reseptor tersebut disebut dengan system labyrinthine. Sistim labyrinthine mendeteksi perubahan posisi kepala dan percepatan perubahan sudut. Melalui reflex vestibule-occular, mereka mengontrol gerak mata, terutama ketika melihat obyek yang bergerak. Pesan diteruskan melalui saraf kranialis VIII ke nucleus vestibular yang berlokasi di batang otak. Ada beberapa stimulus tidak menuju nucleus vestibular tetapi ke serebelum, formation retikularis, thalamus dan korteks serebri. Nukleus vestibular menerima masukan (input) dari reseptor labyrinth, reticular informasi, dan serebelum. Keluaran (autput) dari nucleus vestibular menuju ke motor neuron melalui medulla sepinalis, terutama ke motor neuron yang menginervasi otot – otot proximal, kumparan otot –otot punggung (otot-otot postural). Sistem vestibular bereaksi sangat cepat sehingga membantu mempertahankan keseimbangan tubuh dengan mengontrol otot-otot postural.


(24)

c). Somatosensoris

Sistem somatosensoris terdiri dari taktil atau proproseptif serta persepsi-kognitif. Propriosepsi terdiri dari otot, sendi dan reseptor cutaneous yang menyediakan informasi-informasi dari alat tubuh seperti kekuatan otot, posisi di ”space” dan informasi dari lingkungan, seperti kondisi permukaan lantai. Propriosepsi menyediakan informasi gerakan dari tubuh yang berhubungan dengan “based support” dan gerakan orientasi gerakan segmental yang berhubungan antar segmen. Informasi propriosepsi disalurkan ke otak melalui kolumna dorsalis medulla spinalis. Sebagian besar masukan (input) proprioseptif menuju serebelum, tetapi ada pula yang menuju ke korteks serebri melalui lemnikus medialis dan thalamus. Kesadaran akan posisi berbagai bagian tubuh dalam ruang bergantung pada impuls yang datang dari alat indra dalam dan sekitar sendi. Alat indra tersebut adalah ujung-ujung saraf yang beradaptasi lambat di sinovia dan ligament. Impuls dari alat indra ini dari reseptor raba di kulit dan jaringan lain, serta otot diproses di korteks menjadi kesadaran akan posisi tubuh dalam ruang.

2) Respon otot-otot postural yang sinergis

Respon otot-otot postural yang sinergis mengarah pada waktu dan jara dari aktivitas kelompok otot yang diperlukan untuk mempertahankan


(25)

keseimbangan dan control postur. Beberapa kelompok otot baik pada ekstermitas atas maupun bawah berfungsi mempertahankan postur saat berdiri tegak serta mengatur keseimbangan tbuh dalam berbagai gerakan. Keseimbangan pada tubuh dalam berbagai posisi hanya akan dimungkinkan jika respon dari otot-otot postural bekerja secara sinergi sebagai reaksi dari perubahan posisi, titik tumpu, gaya gravitasi, dan aligment tubuh. Kerja otot yang sinergi berarti bahwa adanya respon yang tepat antara kecepatan dan kekuatan suatu otot terhadap otot yang lainnya dalam melakukan fungsi gerak tertetu,

3) Kekuatan otot

Kekuatan otot umumnya diperlukan dalam melakukan aktivitas. Semua gerakan yang dihasilkan merupakan hasil dari adanya peningkatan tegangan otot sebagai respon motorik. Kekuatan otot dapat digambarkan sebagai kemampuan otot menahan beban baik berupa beban eksternal maupun beban internal. Kekuaan otot sangat berhubungan dengan system neuromuskuler yaitu seberapa besar kemampuan system saraf mengaktifasi otot untuk melakukan kontraksi. Shingga makin banyak serabut otot yang teraktifasi, maka semakin besar pula kekuatan yang dihasilkan oleh otot. Kekuatan otot dari kaki, lutut serta pinggul harus adekuat untuk mempertahankan keseimbangan tubuh saat adanya gaya dari luar. Kekuatan otot berhubungan langsung dengan kemampuan otot


(26)

untuk melawan gaya gravitasi serta beban eksternal lainnya yang secara terus menerus mempengaruhi posisi tubuh.

4) Adaptive system

Kemampuan adaptasi akan memodifikasi input sensoris dan keluaran motorik ketika terjadi prubahan tempat sesuai dengan karakteristik lingkungan.

5) Lingkup gerak sendi / ROM

Kemampuan sendi untuk membantu gerak tubuh dan mengarahkan gerakan terutama saat gerakan yang memerlukan keseimbangan yang tinggi.

d. Faktor – faktor yang mempengaruhi keseimbangan

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keseimbangan tubuh diantaranya :

1). Center of gravity (pusat gravitasi)

Pusat gravitasi terdapat pada semua obyek, pada benda, pusat gravitasi terletak tepat di tengah benda tersebut. Pusat gravitasi adalah titik utama pada tubuh yang akan mendistribusikan massa tubuh secara merata. Bila tubuh selalu ditopang oleh titik ini, tubuh dalam keadaan seimbang. Pada manusia, pusat gravitasi berpindah sesuai dengan arah atau perubahan berat. Pusat gravitasi manusia ketiak berdiri tegak adalah tepat di atas pinggang diantara depan dan belakang vertebra


(27)

sacrum ke dua. Derajat stabilisasi tubuh dipengaruhi oleh empat factor yaitu : ketinggian dari titik pusat gravitasi dengan bidang tumpu, ukuran bidang tumpu, lokasi garis gravitasi dengan bidang tumpu, dan berat badan.

2). Line of gravity ( garis gravitasi)

Garis gravitasi merupakan garis inajiner yang berada vertical melalui pusat gravitasi dengan pusat bumi. Hubungan antara garis gravitasi, pusat gravitasi dengan bidang tumpu adalah menentukan derajat stabilisasi tubuh.

3). Base of support (bidang tumpu)

Bidang tumpu merupakan bagian dari tubuh yang berhubungan dengan permukaan tumpuan. Ketika garis gravitasi tepat berada di bidang tumpu, tubuh dalam keadaan seimbang. Stabilisasi yang baik terbentuk dari luasnya area bidang tumpu. Semakin besar bidang tumpu, semakin tinggi stabilitas. Begitu juga semakin dekat bidang tumpu dengan pusat gravitasi, maka stabitas tubuh makin tinggi.

4). Graund reaction force (GRF)

Selain faktor yang telah disebutkan diatas, faktor yang lain yang mempengaruhi keseimbangan yaitu Graund reaction force (GRF). GRF adalah suatu kekuatan reaksi dari bidang tumpu (lantai atau


(28)

tanah) yang sama besarnya dan berlawanan arah dengan kekuatan tekanan tubuh pada permukaan tumpuan melalui kaki.

“The ground reaction force is equal in magnitude and opposite in

direction to the force that the body exerts on the supporting surface

through the foot”

Gambar 2.1 ground reaction force (GRF)

“The ground reaction force is not the only force acting on joints during gait. The weight and inertia of a moving segment has

an effect on the segments distal and proximal to it. Moving the upper leg influences movement in the lower leg. These joint reaction forces can be important. However, joint reaction forces are relatively small in the lower extremity, at least during stance phase. Therefore, clinicians can use the GRFV's position by itself


(29)

to understand the forces that human muscles must control during gait's stance phase”.

GRF Bukanlah satu-satunya kekuatan pada aksi persendian selama berjalan. beban dan inersia dari suatu perpindahan segmen mempunyai satu efek terhadap segmen distal serta proximal . Menggerakan kaki bagian atas mempengaruhi pergerakan kaki bagian bawah. Kekuatan reaksi sendi mungkin penting. Bagaimanapun, kekuatan reaksi sendi pada ekstrimitas bawah relatif kecil , sedikitnya selama stance phase. Oleh karena itu, clinicians bisa menggunakan GRF dengan sendirinya untuk memahami kekuatan dimana otot manusia harus mengendalikan selama tahap stance phase.

2.2.Stroke

a. Pengertian stroke

Menurut Iskandar Junaidi (2006) stroke merupakan penyakit ganggaun fungsional otak berupa kelumpuhan saraf atau defisit neurologik akibat gangguan aliran darah pada salah satu bagian otak. Dan pengertian stroke menurut Lionel Ginsberg(2007), Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan gejala hilangnya fungsi sistem saraf pusat fokal ( atau global ) yang berkembang cepat ( dalam detik atau menit ). Lain halnya menurut Virzara Auryn(2007), Stroke adalah kerusakan jaringan otak yang


(30)

disebabkan karena berkurangnya atau terhentinya suplai darah otak secara tiba-tiba,sehingga jaringan otak akan mati dan tidak dapat berfungsi lagi.

Sehingga menurut penulis stroke merupakan kumpulan gejala akibat terjadinya defisit neurologis karena gangguan aliran darah otak yang mempengaruhi kemampuan gerak dan fungsi.

b. Jenis Stroke

Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik

1). Stroke Iskemik

Kebanyakan stroke yang terjadi merupakan stroke iskemik. Penyebab stroke iskemik adalah penyumbatan aliran darah.Penyumbatan dapat terjadi karena penumpukan timbunan lemak yang mengandung kolesterol (sisebut plak) dalam pembuluh darah besar (arteri karotis) atau pembuluh darah sedang (arteri serebri) atau pembuluh darah kecil. Penyumbatan pada pembuluh darah kecil tidak memberikan dampak stroke yang parah. Biasanya disebut infarction lacunar.

Plak menyebabkan dinding dalam arteri menebal dan kasar sehingga aliran darah tidak lancar , mirip aliran darah yang terhalang oleh batu. Berbeda dengan air, darah yang kental akan tertahan dan menggumpal (thrombosis), sehingga aliran darah menjadi semakin lambat. Akibatnya,


(31)

otak akan mengalami kekurangan pasokan oksigen. Jika kelambatan pasokan oksigen ini berlarut, sel-sel jaringan otak akan mati. Tidak heran ketika bangun tidur, korban stroke akan merasa sebelah badannya kesemutan. Hal itu terus berlanjut pada hari yang sama, sehingga ia akan menjadi lemas dan lumpuh. Mungkin juga kelumpuhan itu sudah terjadi di saat ia masih tertidur, sehingga waktu bangun ia sudah tidak bisa apa-apa lagi.

Ditinjau dari lokasi terbentuknya gumpalan, stroke iskemik dibedakan lagi menjadi stroke embolik yaitu terjadi pada arteri di luar otak dan stroke trombotik yaitu bila terjadi pada arteri otak. Stroke embolik seringkali terjadi di jantung dan kemudian terbawa oleh aliran darah hingga kepembuluh di otak. Meskipun beruuran kecil, gumpalan tersebut dapat menyumbat pembuluh darah di otak. Pada stroke trombotik, gumpalan baru terbentuk dalam pembuluh darah di otak dan setelah sekian waktu gumpalan tersebut akan membesar hingga menyumbat aliran darah.

2). Stroke Hemoragik

Sekitar 20 persen kasus stroke lainnya terjadi karena salah satu ruang-ruang pada sel-sel otak serta merusak jaringan otak di sekitarnya

(intracerebral hemorrhage). Ada pula pendarahan yang terjadi dalam ruangan sekitar otak (subarachnoid hemorrhage). Dampaknya paling


(32)

mencelakakan, karena cairan yang mengelilingi otak (cerebrospinal)

akan mengalir mengelilingi otak dan menyebabkan pembuluh darah di sekitarnya menjadi kejang sehingga menyumbat pasokan darah ke otak. Karena itulah, subarachnoid hemorrhage dapat meninggalkan dampak kelumpuhan yang sangat luas, bahkan risiko kematian sekitar 50 persen.

Salah satu penyebab stroke hemoragik adalah penyumbatan pada dinding pembuluh darah yang rapuh (aneurisme), mudah menggelembung, dan rawan pecah, yang umumnya terjadi pada usia lanjut atau karena factor keturunan (genetik). Tetapi, yang paling umum, kerapuhan terjadi karena mengerasya dinding pembulih darah akibat tertimbun plak atau dikenal sebagai arteiosklerosis. Keadaan ini akan lebih diperburuk bila terdapat gejala hipertensi dan stress. Pembuluh darah yang sudah rengas dengan sendirinya akan mudah retak atau pecah akibat tekanan darah yang naik secara tiba-tiba, misalnya saat seseorang sedang melakukannn latihan olah raga berat atau mengalami perubahan emosi yang berat. Stroke yang terjadi pada usia muda biasanya adalah tipe hemoragik ini. Penyebab lain stroke hemoragik adalh akibat kekusutan pembuluh darah (ateriovenous malformation) atau adanya pembuluh kapiler yang kurang berfungsi, yaitu tidak letur lagi dan mudah pecah.


(33)

Gambar 2.2 stroke iskemik (biru), stroke hemorage (pink)

3). Klasifikasi stroke menurut defisit neurologisnya :

a)Transien ischemic attack (TIA)

Merupakan gangguan pada pembuluh darah otakyang menyebabkan timbulnya deficit neurologis akut yang berlangsung kurang dari 24 jam. Pada serangan stroke ini tidak meninggalkan gejala sisa, sehingga orang tersebut terlihat seperti tidak pernah mengalami stroke.

b)Reversible ischemic neurologic deficit (RIND)

Sama seperti kondisi pada TIA, hanya berlangsung lebih lama, timbul gejala neurologis dan gejala itu akan hilang antara 1 hari sampai 21 hari. RIND tidak meninggalkan gejala sisa.


(34)

Pada kelompok ini timbul kelainan defisit neurologis. Gejala ini berlangsung secara bertahap dari yang ringan menjadi berat. Stroke ini merupakan jenis stroke yang terberat dan sulit ditentukan prignisanya, hal ini disebabkan karena kondisi pasien yang cenderung labil, berubah-ubah, dan mengarh pada kondisi yang lebih buruk.

d)Completed stroke

Pada stroke ini, kelainan neurologis sudah menetap dan tidak bertambah berat.

4). Klasifikasi stroke berdasarkan klinis

a).Lacunar Syndromes (LACS)

Terjadi penyumbatan tunggal pada lubang arteri sehingga menyebabkan area terbatas akibat infar yang di sebut dengan lacune. Istilah lacune adalah salah satu yang patologis dan akan tetapi terdapat beberapa kasus di literatur yang memiliki korelasi patologi dengan klinikoradiologikal. Mayoritas lacune terjadi di area seperti nucleus lentiform dan gejala klinisnya tidak diketahui. Terkadang terjadi kemunduran kognitif pada pasien . Lacunar yang lain juga dapat mengenai kapsula interna dan pons dimana akan mempengaruhi traktus asendens dan desendens yang menyebabkan


(35)

defisit klinis yang luas. Bila diketahui lebih awal tentang dasar pola neurovaskular, lesi tersebut dapat dikurangi sehingga mempunyai tingkat kognitif dan fungsi visual yang lebih tinggi. Jadi LACS memiliki defisit maksimal dari gangguan pembuluh darah tunggal, tanpa gangguan visual, tidak ada gangguan pada level fungsi kortikal yang lebih tinggi serta tidak ada tada gangguan pada batang otak.

Kategori LACS :

(1) Pure Motor Stroke (PMS)

PMS kemungkinan merupakan kategori yang paling klasik dan yang paling banyak di temui dari semua LACS. Mereka mendefinisikan sindrom ini sebagai paralisis komplit atau inkomplit pada wajah, lengan, dan tungkai pada satu sisi tanpa disertai oleh tanda-tanda sensoris, kerusakan visual, dysphasia, ataxia cerebelar, dan nystagmus. Pasien dengan tanda dan gejala seperti kriteria disebut diatas dapat diartikan bahwa stroke terjadi karena lesi pada area jalur motorik tertutup bersamaan dimana area korteks motorik secara luas mengenai wajah, lengan, tungkai dari homunculus yang hampir meliputi jalur saraf yang mempersarafi kognitif dan fungsi visual. Kasus PMS dilaporkan


(36)

dengan lakuna di sisi lain sepanjang traktus piramidalis, termasuk korona radiata, cerebral peduncle, medullary pyramid.

(2) Pure Sensory Stroke (PSS)

PSS mempunyai frekuensi yang lebih kecil. Kemungkinan terdapat gangguan sensori terus menerus tapi dengan tanda yang tidak terlihat. PSS biasanya mengenai thalamus, dimana lesi yang menyebabkan PSS lebih kecil dengan gejala yang kecil tetapi infark di area lebih dalam.

(3) Homolateral ataxia and crural paresis (HACP), Dysarthria

clumsyhand syndrome (DCHS) dan Ataxic Hemiparesis (AH)

Kasus dengan HACP di jabarkan dengan adanya kelemahan pada ekstremitas bawah, terutama ada pergelangan kaki dan ibu jari, tanda Babinski positif, dismetria pada lengan dan tungkai satu sisi. Pada DCHS defisitnya berupa dysarthria, kekakuan pada satu tangan, dua dari tiga kasus tanda-tandanya mengarah pada gangguan piramidal berupa disfungsi dari tungkai sisi yang sama dengan pola jalan ataksik.


(37)

SMS terjadi pada bagian kapsula interna, terdapat defisit sensoris yang menyebabkan lesi pada ekstremitas bagian posterior dari kapsula interna, di duga terjadi gangguan pada jalur talamocortikal. Infark pada SMS nerupakan yang terbesar diantara semua kategori LACS. SMS menyebabkan lesi pada bagian posterior dari kapsula interna, korona radiata, genu dari kapsul, bagian anterior kapsul, serta talamus.

b).Posterior Circulation Syndromes (POCS)

Menyebabkan kelumpuhan bagian saraf kranial ipsilateral (tunggal maupun majemuk) dengan defisit sensorik maupun motorik kontralateral. Terjadi pula defisit motorik-sensorik bilateral. Gangguan gerak bola mata (horizontal atau vertikal), gangguan cerebelar tanpa defisit traktus bagian ipsilateral, terjadi hemianopia atau kebutaan kortikal. POCS merupakan gangguan fungsi pada tingkatan kortikal yang lebih tinggi atau sepanjang yang dapat di kategorikan sebagai POCS.


(38)

Meliputi hemipleghia, hemianopia kontralateral pada lesi serebral, gangguan fungsi serebral pada tingkat yang lebih tinggi (dysphasia,visuospasial) atau fungsi luhur.

d). Partial Circulation Syndromes (PACS)

Semua yang termasuk defisit motorik dan sensorik dengan

hemianopia, gangguan fungsi cerebral, atau gangguan fungsi

serebral dengan hemianopia, murni dari gangguan motorik atau sensorik yang lebih sempit dari LACS (monofaresis), disfungsi cerebral mrni, bila terjadi gangguan lebih dari satu tipe, kemungkinan terjadi kerusakan di bagian otak sisi yang sama. Problematik penderita paska stroke sangat kompleks dan individual, namun ada problem dasar yang sama meskipun dalam derajat yang berbeda. Problematik tersebut timbul akibat hilangnya atau terganggunya kontrol (inhibisi) terhadap mekanisme refleks postural normal serta beberapa refleks primitif yang lain. Mekanisme refleks yang normal terdiri dari reaksi-reaksi tegak (rightingreactions) dan reaksi keseimbangan (equilibrium reactions).Reaksi tegak (righting reactions) ini memungkinkan terjadinya pengaturan posisi kepala terhadap tubuh dan ruang, posisi normal ekstremitas terhadap tubuh dan memungkinkan terjadinya gerakan rotasi tubuh pada sumbunya dalam aktivitas sehari-hari, misalnya; berguling, berdiri, berjalan dan


(39)

sebagainya. Sedangkan reaksi keseimbangan (equilibrium reactions)

berfungsi untuk mempertahankan atau mendapatkan kembali keseimbangan tubuh. Reaksi ini sangat kompleks dan dapat berupa kontraksi otot (tanpa adanya gerakan) atau berupa gerakan-gerakan reflektoris.

c. Penyebab Stroke

Banyak kondisi – kondisi yang dapat menyebabkan stroke, tetapi awalnya adalah dari pengerasan arteri atau yang disebut juga arteriosklerosis.” Jangan berpikir bahwa penyumbatan pembuluh darah itu terjadi sebagai proses penuaan yang wajar,” kata Virgil Brown,M.D, pimpinan American Heart Association dan professor ilmu kedokteran pada Emory University diAtlanta, karena arteriosklerosis merupakan akibat dari gaya hidup modern yang penuh stress, pola makan tinggi lemak, dan kurang berolah raga.Ketiganya seenarnya tergolong dalam faktor risiko yang dapat dikendalikan. Tentu saja ada pula faktor-faktor yang lain yang tidak dapat dikendalikan.

Faktor risiko tak dapat terkendalikan, yang termasuk dalam kelompok factor usia ini adalah usia, jenis kelamin, garis keturunan, dan lain-lain

Faktor Usia, semakin bertambah tua usia, semakin tinggi risikonya. Setelah berusia 55 tahun, risikonya berlipat ganda setiap kurun waktu sepulh


(40)

tahun. Dua per tiga dari serangan stroke terjadi pada orang yang berusia diatas 65 taun. Tetapi, itu tidak berate bahwa stroke hanya terjadi pada orang lanjut usia karena stroke dapat menyerang semua kelompok umur.

Faktor jenis kelamin, pria lebih beresiko terkena stroke dari pada wanita, tetapi penelitian menyimpulkan bahwa justru lebih banyak wanita yang meninggal karena stroke. Risiko stroke pria 1,25 lebih tinggi dari pada wanita, tetapi serangan stroke pada pria terjadi di usia muda sehingga tingkat kelangsungan hidup uga lebih tinggi. Dengan perkataan lain walau lebih jarang terkena stroke, pada umumnya wanita terserang pada usia lebih tua, sehingga kemungkinan meninggal lebih besar.

Faktor keturunan-sejarah stroke dalam keluarga, nampaknya stroke terkait dengan keturunan.Faktor genetic yang sangat berperan antara lain adalah tekanan darah tinggi, penyakit jantung, diabetes, dan cacat pada bentuk pembuluh darah. Gaya hidup dan pola suatu keluarga juga dapat mendukung risiko stroke. Cacat pada bentuk penbuluh darah (cadasil)

mungkin merupakan factor genetic yang paling berpengaruh di bandingkan faktor stroke yang lainnya.

Faktor risiko terkendali, ada faktor-faktor risiko yang sebenarnya dapat dikendalikan dengan bantuan obat-obatan atau perubahan gaya hidup.Faktor tersebut diantaranya :

Hipertensi, tekanan darah tinggi merupakan factor risiko yang utama yang menyebabkan pengerasan dan penyumbatan arteri.Penderita hipertensi


(41)

memiliki factor risiko stroke empat hingga enam kali lipat dibandingkan orang yang tanpa hipertensi dan sekitar 40 hingga 90 persen pasien stroke ternyatamenderita hipertensi sebelum terkena stroke.Secara medis, tkanan darah diatas 140/90 tergolong dalam penyakit hipertensi. Oleh karena dampak hipertensi pada keseluruhan risiko stroke menurun miring dengan pertambahan umur, pada orang lanjut usia, factor-faktor lain di luar hipertensi berperan lebih besar terhadap risiko stroke.Pada orang yang tidak menderita hipertensi, risiko stroke meningkat trus hingga usia 90, menyamai risiko stroke pada orang yang menderita hipertensi.

Setelah hipertensi, faktor risiko brikutnya adalah penyakit jantung, terutama penyakit yang disebut atrial fibrillation, yakni penyakit jatung dengan dnyut jantung yang tidak teratur di bilik kiri atas. Denyut jantung di atrium kiri mencapai empa kali cepat dibandingkan di bagian-bagian lain jantung.Ini menyebabkan aliran darah menjadi tidak teratur dan secara insidentil terjadi pembentukan gumpalan darah. Gumpalan darah ini lah yang kemudian dapat mencapai otak dan penyebabkan stroke.

Faktor risiko yang selanjutnya yaitu diabetes, penderita diabetes memiliki risiko tiga kali lipat terkena stroke dan mencapai tingkat tertinggi pada usia 50-60 tahun. Setelah itu, risiko itu akan menurun. Namun, ada factor penyebab lain yang dapat memperbesar risiko stroke karena sekitar 40 persen penderita diabetes pada umumnya juga mengidap hipertensi.


(42)

Selain diabetes kadar koesterol darah juga merupakan faktor risiko stroke, penelitian menunjukan bahwa makanan kaya lemak jenuh dan kolesterol seperti daging, telur, dan produk susu dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam tubuh dan berpengaruh pada risiko aterosklerosis dan penebalan pembuluh darah. Kadar kolesterol di bawah 200 mg/dl dianggap aman, sedangkan di atas 240 mg/dl sudah berbahaya dan menempatkan seseorang pada risiko terkena penyakit jantung dan stroke. Selain dari itu merokok juga merupakan faktor risiko stroke yang sebenarnya paling mudah diubah, dan pola mengkonsumsi alkohol yang berlebihan dapat meningkatkan tekanan darah sehingga memperbesar factor risiko stroke, dan masih banyak lagi faktor risiko stroke lainnya.

d. Patofisiologi Stroke

Dalam keadaan fisiologis, otak yang beratnya 1200-1400 gram (2% dari berat badan), tiap menit memerlukan oksigen 600 cc dan glukosa 100 mg yang hanya dapat dibawa melalui 1000 cc darah. Ini berati bahwa 20% dari curah jantung harus beredar ke otak setiap menitnya, karena otak tidak memiliki cadangan glukosa dan oksigen. Dari sejumlah darah yang diperlukan otak tersebut, 80% dibawa oleh arteri basilaris. Aliran darah otak dipengaruhi oleh factor-faktor yaitu tekanan darah sistemik, diameter penbuluh darah, kualitas darah, autoregulasi, factor biokimiawi dan susunan saraf otonom. Aliran darah otak bersifat dinamis, artinya dalam keadaan istirahat nilainya stabil, pada saat melakukan kegiatan fisik maupun psikis,


(43)

aliran darah regional pada daerah yang bersangkutan akan meningkat sesuai dengan aktivitasnya. Pengurangan alirah darah yang disebabkan oleh sumbatan akan menyebabkan iskemik disuatu daerah otak. Bila aliran darah otak turun pada batas kritis yaitu 28 ml/100 gr oatak /menit maka akan terjadi penekanan aktivitas neuronal tanpa perubahan dari struktur sel.

Stroke terjadi akibat adanya gangguan pada pembuluh darah otak, baik itu karena tersumbat ataupun karena pecahnya pembuluh darah di otak. Tersumbatnya pembuluh darah dikarenakan adanya penebalan pada dinding pembuluh darah yang kemudian mengeras (aterosklerosis) sehingga pembuluh darah menjadi sempit serta bisa juga pembuluh darah otak pecah, dan akibatnya aliran darah ke otak tersumbat atau terganggu. Tersumbatnya aliran darah otak mengakibatkan berkurangnya suplai darah di otak sehingga suplai nutrisi dan oksigen otak menurun, neuron dan kapiler halus mati (nekrosis). Kematian sel-sel otak dapat terjadi pada bagian saraf pusat sehingga dapat menimbulkan kelainan pada tubuh sesuai dengan fungsi bagian susunan saraf pusat yang mengalami kematian selnya.

e. Gejala dan Akibat dari Stroke

Serangan stroke terjadi secara tiba-tiba. Namun, sebenarnya gejala-gejalanya sudah muncul jauh sebelum serangan itu terjadi. Karena mirip dengan gejala penyakit biasa, orang sering menyepelekannya sebagai masalah yang tidak serius. Gejala- gejala serangan stroke pada seseorang dapat dikenali antara lain seperti tiba- tiba lemah (lumpuh) pada sisi tubuh


(44)

(sisi kanan atau kiri), rasa baal dan kesemutan pada satu sisi tubuh, pandangan gelap, tiba-tiba tidak dapat atau tidak lancer berbicara, pelo, mulut jadi mengot (miring ke kanan atau ke kiri), tiba –tiba perasaan mau jatuh saat akan berjalan, kadang-kadang disertai pusing terasa berputar, mual-mual dan muntah, sakit kepala, sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat, tidak mampu mengenali bagian dari tubuh, pergrakan yang tidak biasa, hilangnya pengedalian terhadap kandung kemih, ketidak seimbangan dan terjatuh, dan kesadaran tiba-tiba menurun (pingsan). Gejala-gejala tersebut bisa muncul tiba-tiba saat sedang santai atau ketika beraktivitas atau ketika bangun tidur.Gejala –gejala stroke dapat munculnya bervariasi tergantung pada bagian otak yang terserang serta seberapa luas kerusakannya.

Akibat stroke ditentukan oleh bagian otak mana yang cedera,tetapi perubahan-prubahan yang terjadi setelah stroke, baik yang mempengaruhi bagian kanan atau kiri otak, pada umumnya yaitu :

1) Lumpuh, kelumpuhan sebelah bagian (hemiplegia) adalah cacat yang paling umum akibat stroke. Bila stroke menyerang bagian kiri otak, maka terjadi hemiplegia kanan. Kelumpuhan terjadi dari wajah bagian kanan hingga kaki sebelah kanan termasuk tenggorokan dan lidah. Bila dampaknya ringan, biasanya bagian yang terkena dirasakan tidak bertenaga (hemiparesis kanan). Begitu sebaliknya jika yang terserang stroke pada bagian kanan


(45)

otak. Bagaimanapun, pasien stroke hemiplegia atau hemiparesis akan mengalmi kesulitan melakukan kegiatan sehari-harinya seperti berjalan, berpakaian, makan, termasuk dalam mengendalikan untuk BAB dan BAK. Bila kerusakan terjadi pada bagian bawah otak(serebelum), kemampuan seseorang untuk mengkoordinasikan gerajkan tubuhnya akan berkurang. Tentunya hal ini akan berpengaruh pada kesulitan melakukan aktivitas yang berhubungan kegiatan sehari-hari, misalnya bangun dari tempat tidur atau duduk, berjalan atau meraih gelas. Ada juga pasien stroke yang mengalami kesulitan untuk makan dan menelan, disebut disfagia karna bagian otak yang mengendalikan otot-otot yang terkait telah rusak dan tidak berfungsi.

2) Perubahan mental, Stroke tidak selalu membuat mental penderita menjadi merosot dan beberapa perubahan biasanya bersifat sementara. Setelah serangan stroke memang dapat terjadi gangguan pada daya piker, kesadarn, konsentrasi, kemampuan belajar, dan fungsi intelektual lainnya. Semua hal tersebut denga sendirinya akan mempengaruhi penderita. Marah, sedih, dan tidak berdaya seringkali menurunkan semangat hidupnya sehingga muncul dampak emosional yang berbahaya. Ini juga terutama disebabkan penderita kehilangan


(46)

kemampua-kemampuan tertentu yang sebelumnya fasih dilakukan, misalnya : kehilangan kemampuan untuk mengenali orang atau benda (agnosia), tidak mampu mengenali bagian tubuhnya sendiri (anosonia), koordinasi gerakan yang jelek (ataksia), tidak mampu melakukan suatu gerakan atau menyusun kalimat yang diinginkan (apraksia), bahkan kehilangan untuk melaksanakan langkah- langkah pemikiran dalam urutan yang benar. Atau kesulitan untuk mengikuti serangkaiam instruksi. Kasus apraksia inin disebabkan terputusnya hubungan antara pikiran dan tindakan. Pasiaen stroke juga kehilangan kemampuan untuk mengukur jarak atau ruang yang ingin dijangkaunya (distosi spasial).

3) Gangguan komunikasi, paling tidak seperempat pasien stroke yang mengalami gangguan komunikasi, yang berhubungan dengan mendengar, berbicara, membaca, menulis dan bahkan bahasa isyarat dengan gerakan tanmgan. Keadaan ini tentu saja membingungakan orang yang merawatnya. Disartia yaitu lemahnya otot-otot muka, lidah, dan tenggorokan yang membuat kesulitan berbicara, walaupun penderita memahami bahasa verbal maupun tulisan. Cedera di salah satu pusat pengendalian bahasa di otak memang sangat berdampak bagi komunikasi verbal. Gangguan bahasa itu biasanya diakibatkan oleh


(47)

kerusakan pada cuping temporal dan parietal otak sebelah kiri. Afasia yaitu bila yang tekena adalah pusat pengendalian bahasa yang dominan, yang disebut daerah broca, cacat yang timbul dapat berupa afasia ekspresif, yakni kesulitan untuk menyampaikan pikiran melalui kata-kata ataupun tulisan. Seringkali kata-kata yang trpikir dapat terucapkan tetapi susunan gramatiknya membingungkan. Bila yang terkena pusat pengendalian bahasa di bagian belakang otak, yang disebut wernicke, cacat yang timbul adalah afasia resesif. Pasien jenis ini mengalani kesulitan untuk mengerti bahasa lisan maupun tulisan . Apa yang diucapkan sering tidak mempunyai arti. Yang paling para, afasioa global, disebabkan oleh kerusakan di beberapa bagian yang terkait dengan funsi bahasa. Pasien afasia global kehilangan hampir seluruh kemampuan bahasanya. Mereka tidak mengerti bahasanya bahkan tidak dapat menggunakan untuk menyampaikan pikiran. Yang agak ringan, afasia anomik , terjadi bila kerusakan pada otak hanya sedikit. Pengaruhnya sering tidak terlalu kentara meski penderita lupa akan nama-nam orang atau benda-benda dari jenis tertentu. Terjadi gangguan bicara bila yang terkena hemisferium dominan,umumnya hemisferium kiri yang dapat terjadi tanpa adanya hemiparesis.


(48)

4) Gangguan emosional, Oleh karena umumnya pasien stroke tidak mampu mandiri lagi, sebagian besar mengalami kesulitan mengendalikan emosi. Penderita mudah merasa takut, gelisah, marah, dan sedih atas kekurangan fisik dan mental mereka. Perasaan seperti ini tentunya merupakan tanggapan yang wajar sebagai trauma psikologis akibat stroke meskipun gangguan emosional dan perubahan kepribadian tersebut bisa juga disebabkan pengaruh kerusak otak secara fisik. Penderitaan yang sangat mum pada pasien stroke adalah depresi. Tand-tanda klinis, antara lain : sulit tidur, kehilangan nafu makan atau ingin makan terus, lesu, menarik diri dari pergaulan, mudah teringgung, cepat letih, membenci diri dendiri, dan berpikir untuk bunuh diri. Depresi seperi ini dapat menghalangi penyenbuhanatau rehabilitasi, bahkan dapat mengarah kepada kematian akibat bunuh diri. Depresi pasca stroke selayaknya ditangani seperti depresi lain, yaitu dengan obat antidpresan dan konseling psikologis.

5) Kehilangan indra rasa, Pasien stroke kehilangan indra merasakan (sensorik), yaitu rangsang sentuh atau rajak. Cacat sensorik dapat mengganggu kemampuan pasien mengenal benda yang sedang dipegangnya. Dalam kasus yang ekstrim, pasiaen bahkan tidak mampu mengenali anggota tubuhnya sendiri. Ada pasien sroke


(49)

yang merasa nyeri, mati rasa, atau perasaan geli-geli, atau seperti ditusuk-tusuk, pada anggota tubuh yang lumpuh atau yang lemah. Kondisi ini disebut parasthesia. Gejala nyeri yang berkepanjangan disebabkan adanya kerusakan pada sisten saraf. Kasus ini disebut dengan nyeri neuropatik.

Pasien yang menberita kelemahan atau kelumpuhan pada lengan biasanya merasakan nyeri pada bahu kearah luar. Seringkali rasa nyeri ini disebabkan adanya sendi yang tidak dapat bergerak lagi karena kurang digerakkan atau karena otot dan sendi di sekitarnya terkunci dalam posisi tertentu.

Kehilangan kendali pada kandung kemih merupakan gejala yang biasanya muncul setelah stroke, dan sering kali menurunkan kemampuan saraf sensorik dan motorik. Pasien stroke mungkin kehilangan untuk merasakan kebutuhan kencing atau buang air besar. Kehilangan pengendalian kandung kemih secara permanen setelah stroke tidaklah lazim. Tetapi, meski bersifat sementara sekalipun, secara emosiona ketidak mampuan itu sulit dihadapi oleh pasien stroke.


(50)

Perubahan tonus pada stroke terjadi sebagai manifestasi klinis dari hilangnya kontrol supra spinal yakni berupa hipotonus (flaccid) dan hipertonus (spastik). Pada perubahan tonus flaccid (hipotonus) dapat terjadi secara permanen atau sementara, dalam keadaan ini tidak terdapat tahanan pada gerakan pasif, ekstremitas dirasakan berat, lemas, tonus menurun sampai hilang, sehingga dengan demikian penderita tidak mampu mempertahankan posisinya.

Pada perubahan tonus spastik (hipertonus) dapat timbul secara bertahap dan derajatnya berbeda ringan sampai berat. Disini terdapat tahanan terhadap gerakan pasif dan besarnya tahanan sebanding dengan kecepatan gerakan pasif yang diberikan, semakin cepat gerakan pasif yang akan terjadi akan semakin besar pula tahanannya. Spastisitas ini mengakibatkan terjadinya pola tertentu yang merupakan ciri khas hemiplegia, yaitu:

1) Kepala lateral fleksi ke sisi sakit dan rotasi ke sisi sehat. 2) Trunk lateral fleksi dan rotasi ke sisi sakit

3) Lengan; scapula retraksi dan depressi, bahu; adduksi dan internal rotasi, siku; fleksi dan pronasi (kadang-kadang supinasi), pergelangan tangan; fleksi dan deviasi ke ulnar, jari-jari; fleksi dan adduksi.


(51)

Gerakan sinergis berada dalam reaksi asosiasi atau pola spasitisitas dan hal ini dapat dilihat pada bayi, mereka bergerak dalam posisi massal tetapi jika di test tidak terdapat spasitisitas. Demikian pula halnya dengan beberapa penderita hemiplegia, kemungkinannya tonusnya tidak tinggi, tetapi pada waktu dia bersama meluruskan siku maka yang terjadi adalah gerakan seluruh lengannya, yaitu; abduksi-internal rotasi bahu, pronasi lengan bawah, ekstensi pergelangan tangan dan fleksi jari-jari

Sinergis Lengan: 1) Sinegis Fleksor

1.1 Terjadi pada waktu penderita mengangkat lengan, meraih benda-benda atau pada waktu mempertahankan lengan dalam posisi elevasi atau fleksi. Sinergis fleksor dapat digambarkan sebagai berikut: skapula elevasi dan retraksi, bahu abduksi dan rotasi internal / eksternal, siku fleksi, lengan bawah supinasi ( pronasi karena spastisitas), pergelangan tangan fleksi, jari-jari dan ibu jari fleksi, adduksi.

2) Sinergis Ekstensor

1.2 Skapula protraksi-depressi, bahu internal rotasi-adduksi, siku ekstensi dengan pronasi lengan bawah, pergelangan tangan sedikit ekstensi (fleksi), jari-jari dan ibu jari fleksi-adduksi.


(52)

Reaksi asosiasi adalah aktivitas refleks abnormal pada sisi sakit yang polanya sama dengan pola spastisitas di lengan atau tungkai. Reaksi asosiasi ini timbul pada saat menguap, bersin atau batuk pada 80% penderita hemiplegia. Istilah reaksi asosiasi sering rancu dengan gerakan asosiasi (associated movement). Terutama untuk menyebut gerakan yang terjadi pada reaksi asosiasi. Pada hakikatnya perbedaannya adalah bahwa reaksi asosiasi adalah reaksi abnormal sedangkan gerakan asosiasi adalah gerakan normal.

1.3 Efek-Efek reaksi asosiasi adalah:

1) Lengan pada posisi fleksi abnormal yang secara kosmetik jelek, sehingga mengundang perhatian orang lain.

2) Aktivitas fungsional terganggu oleh karena lengan dan tungkai terfiksir pada posisi tertentu.

3) Lengan selalu terfiksir dalam posisi fleksi sehingga mudah kontraktur.

4) Menghalang timbulnya reaksi keseimbangan

5) Menghambat terjadinya gerakan oleh adanya spastisitas. i. Gangguan Sensorik

1.4 Pada gerakan yang normal dibutuhkan fungsi motorik dan sensorik yang baik. Semua gerakan yang terjadi sesungguhnya merupakan respon dari rangsang sensorik dari luar melalui eksteroreseptor,


(53)

proprioseptor, mata dan telinga. Semua rangsangan tersebut diolah oleh sistem syaraf pusat yang kemudian akan menghasilkan respon sesuai. j. Gangguan keseimbangan pada stroke

Pasien stroke mengalami banyak gangguan, tidak hanya yang bersifat fungsional. Gejala stroke dapat juga bersifat fisik, psikologis, dan prilaku. Gejala fisik yang paling khas adalah hemiparalisis, hilangnya sensasi pada wajah, lengan atau tungkai di salah satu sisi tubuh, kesulitan berbicara atau memahami (tanpa gangguan pendengaran), kesulitan menelan dan hilangnya sebagian penglihatan di satu sisi. Kelemahan ekstremitas sesisi, control tubuh yang buruk serta ketidak stabilan pola berjalan merupakan aspek pada pasien stroke yang tidak terpisahkan. Kelemahan lengan, tungkai, kelemahan sebagian otot-otot wajah yang merupakan hal yang umumyang terjadi pada stroke.

Pasien stroke juga akan mengalami berbagai gangguan keseimbangan. Gangguan keseimbangan berdiri pada stroke berhubungan dengan adanya kerusakan pada system informasi sensorik sehingga informasi baik dari internal atau pun eksternal tidak dapat diterina dengan baik oleh reseptor, bisa juga dikarenakan adanya kerusakan pada jalur aferen sehingga infor masi atau stimulus tidak sampai ke bagian posterior medulla spinalis, atau juga ada kerusakan pada traktus- traktus asenden (berfungsi untuk keseimbangan postural) sehingga informasi tidak dapat disampaikan ke thalamus, selain itu


(54)

bisa terjadi kerusakan pada traktus- traktus desenden (berfungsi untuk keseimbangan), terjadi kerusakan pada jalur eferen sehingga respon dari thalamus terhadap informasi (input) tidak dapat disampaikan ke efektor sehingga keseimbangan postural terganggu, yang akan menyebabkan timbulnyan ketidak mampuan untuk mengatur perpindahan berat badan dan kemampuan gerak yang menurun sehingga kesetimbangan tubuh akan menurun. Pada pasien stroke mereka berusaha membentuk gerakan kompensasi untuk gangguan kontrol postur mereka, kompensasi ini tidak selalu menjadi hasil yang optimal.

Gangguan fungsi keseimbangan terutama pada saat berdiri tegak, merupakan akibat stroke yang paling berpengaruh pada faktor aktivitas sejak kemampuan keseimbangan tubuh di bidang tumpu mengalami gangguan sensorik dan motorik post stroke mengakibatkan gangguan keseimbangan, penurunan fleksibilitas jaringan lunak, serta gangguan control sensorik dan motorik .Fungsi yang hilang akibat gangguan control motorik pada pasien stroke mengakibatkan hilangnya koordinasi, hilangnya kemampuan merasakan keseimbangan tubuh dan postur (kemampuan untuk mempertahankan posisi tertentu).

Penurunan fungsi otot pada ekstermitas bawah mengakibatkan penurunan pada kemampuan untuk menyanggah, menahan dan menyeimbangkan massa tubuh. Selain itu terjadi kesulitan untuk memulai, mengarahkan, mengukur kecepatan kemampuan otot untuk mempertahankan keseimbangan tubuh.


(55)

3. Anatomi dan fisiologi SSP

Sistem saraf adalah salah satu organ yang berfungsi untuk menyelenggarakan kerja sama yang rapih dalam organisasi dan koordinasi kegiatan tubuh. Dengan pertolongan saraf dapat kita menerima suatu rangsangan dari luar pengendalian pekerjaan otot. Sistem saraf dalam tubuh dapat dibagi menjadi dua yaitu system saraf pusat dan system saraf tepi. Sistem saraf pusat meliputi otak dan medulla spinalis.

a. Otak

Adalah organ vital. Otak bertangguang jawab atas funsi mental dan intelektual kita, seperti berfikir dan mengingat. Otak mengendalikan interaksi kita dengan dunia luar. Otak terdiri dari sel-sel- otak yang disebut neuron, sel-sel-sel penujang yang dikenal sebagi sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah (arteri dan vena). Otak tidak menyimpan oksigen dan nutrient lain dalam jumlah yang signifikan, sehingga agar berfungsi dengan baik, organ ini memerlukan pasokan darah secara konstan 24 jam dari arteri. Agar berfungsi normal, otak harus menerima lebih kurang satu liter darah per menit, yaitu sekitar 15% dari darah total yang dipompakan oleh jantung saat istirahat. Tidak ada organ lain di tubuh yang secara konsisten mendapatkan pasokan darah sedemikian intensif.

Otak mendapat darah arterial dari sepasang sistem sirkulasi sirkulasi utama. Yang pertama terdiri dari dua arteri, yaitu arteri


(56)

karotis (kanan dan kiri), yang menyalurkan darah ke bagian depan otak. Ini dikenal sebagai sirkulasi arteri serebrum anterior. Yang kedua adalah system vertebrobasilar, yan memasok arah kebagian belakang otak. Neuron merupakan sel tubuh yang paling sensitive terhadap kekurangan oksigen dalam darah. Interupsi aliran darah arteri ke otak hanya selama 7-10 detik sudah dapat menimbulkan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki di bagian otak yang bersangkutan. Tidak seperti oragan lain, otak memiliki sisten autoregulasi sendiri, yang menjamin konsistensi sirkulasi darah di dalam batas-batas fisiologis tertentu. Jika terjadi kondisi yang melebihi batas-batas ini, maka system autoregulasi gagal, dan terjadilah stroke.

Otak merupakan pusat koordinasi dalam tubuh. Otak berada di dalam tulang tengkorak dan diselubungi oleh jaringan yang disebut

selaput meninges . selaput ini tersusun atas tiga lapisan, yaitu lapisan yang terluar yang melekat pada tulang disebut duramater , lapisan tengah disebut archnoid, serta lapisan dalam yang melekat pada permukaan sumsum disebut piamater. Otak terbagi menjadi 3 bagian besar, yaitu otak besar (serebrum), otak kecil (serebelum), batang otak

(brainstem). Ketiga bagian otak ini mempunyai fungsi tertentu yaitu 1) Otak besar (serebrum)

Merupakan otak yang terbesar berada pada bagian depan yang terdiri dari sepasang hemisfer/belahan (kanan dan kiri) dan


(57)

tersusun dari korteks yang terdiri dari : substansia grisea(masa kelabu) yang bersifat sel saraf, substansia alba (masa putih) yang bersifat serabut-serabut saraf, dan ganglia basalis. Korteks ditandai dengan celah-celah (sulkus) dan birai-birai (girus) dengan demikian serebrum terbagi menjadi beberapa lobus yaitu : lobus frontalis, lobus parietalis, lobus temporalis, lobus oksipitalis dan lobus limbik, Otak besar berkaitan dengan fungsi intelektual yang lebih tinggi, yaitu fungsi bicara, integrasi sensorik (rasa), dan kontrol gerakan yang halus (keterampilan yang dilatih). Otak besar mengendalikan kegiatan-kegiatan sadar seperti belajar, berpikir, kepribadian dan ingatan.

a) Lobus Frontalis

Lobus frontalis mencakup bagian dari korteks serebrum ke depan dari sulcus sentralis dan di atas sulcus lateralis. Bagian ini mengandung daerah-daerah motorik dan pramotor. Daerah broca terletak di lobus frontalis dan mengontrol expresi bicara. Lobus frontalis bertanggung jawab untuk perilaku bertujuan, penentuan keputusan moral, dan pemikiran yang kompleks. Lobus ini juga memodifikasi dorongan-dorongan emosional yang dihasilkan oleh sistem limbik.


(58)

Badan sel di daerah motorik primer lobus frontalis mengirim tonjolan-tojolan akson ke korda spinalis, yang sebagian besar berjalan dalam alur yang disebut sebagai sistem piramidalis. Pada sistem ini neuron-neuron motorik menyeberang ke sisi yang berlawanan. Informasi motorik sisi kiri korteks serebrum berjalan ke bawah ke sisi kanan korda spinalis dan mengontrol gerakan motorik sisi kanan tubuh, demikian sebaliknya.Sedangkan akson-akson lain dari daerah motorik berjalan dalam jalur ekstrapiramidalis. Serat ini mengontrol gerakan motorik halus dan berjalan di luar piramidal ke korda spinalis.

b) Lobus Parietalis

Lobus parietalis adalah daerah korteks yang terletak di belakang sulkus sentralis, di atas fisura lateralis dan meluas ke belakang ke fisura parieto-oksipitalis. Lobus ini merupakan daerah sensorik primer otak untuk rasa raba dan pendengaran. c) Lobus Occipitalis

Lobus oksipitalis adalah lobus posterior korteks serebrum. Lobus ini terletak di sebelah posterior dari lobus parietalis dan di atas fisura parieto-oksipitalis. Lobus ini menerima informasi yang berasal dari retina mata.


(59)

d) Lobus Temporalis

Lobus temporalis mencakup bagian korteks serebrum yang berjalan ke bawah dari fisura lateralis dan sebelah posterior dari fisura parieto-oksipitalis. Lobus ini adalah daerah asosiasi untuk informasi auditorik dan mencakup daerah wernicke tempat interpretasi bahasa. Lobus ini juga terlibat dalam interpretasi bau dan penyimpanan ingatan.

e) Lobus Limbik

Lobus limbic terletak pada bagian medial hemisfer cerebri. Fungsi susunan limbic berkaitan dengan prilaku emosional terutama reaksi takut dan marah serta emosi-emosi yang berhubungan dengan prilaku seksual. Susunan limbic juga berkaitan dengan memori yang baru saja terjadi. Memori untuk masa lalu yang sudah lama biasanya tidak berpengaruh oleh lesi-lesi pada struktur ini.


(60)

Gambar 2.3 lobus otak

Sumber: www.google.com (gambar otak)

Bagian luar dari hemisfer cerebri terdiri dari lapisan substansia grisea yang disebut cortex cerebri. Menurut fungsinya cortex cerebri dibagi atas :

a) Area Motorik

Area motorik terdiri atas area motorik primer, area premotor, dan area broca.

(1). Area motorik primer (Br 4) disebut juga area somatoprimer, terletak terletak di dinding sulcus centralis rolandi dan gyrus presentralis lobus frontalis hemisferium cerebri. Axonnya membentuk jaras (traktus) yang berakhir di beberapa nuclei motorikus nervi cranialis disebut traktus cortocobulbaris dan ke nuclei motorikus medulla spinslis disebut traktus


(61)

corticospinalis. Neuron-neuronnya disebut sel-sel pyramidal beyz yang berfungsi mengontrol gerakan sadar di otot-otot skelet pada sisi yang berlawanan, dan impuls saraf berjalan sepanjang akson sel saraf tersebut dalam tractus corticobulbaris dan corticospinalis menuju nuclei cerebrospinalis.

(2). Area premotor yaitu neuron-neuronnya terletak di depan sulcus precentralis lobus frontalis. Berfungsi mengaktifkan pusat-pusat motor baik yang adadi gyrue precentralis maupun yang ada di sub cortical hemisferium cerebralis (ganglia basal) dan sel-sel lain. Gerakan- gerakan itu berupa gerakan yang telah dipelajari terlebih dahulu (keterampilan)

(3). Area broca terletak di basis area premotor gyrus frontalis (Br 44) dan umumnya di hemisferium cerebralis sinistra. Disebut juga area bicara motorik. Yang berfungsi mengatur gerakan otot-otot yang ada pada bibir, pengunyah (masticasi), mulut lidah, larynx dan fharynx.

b) Area Sensorik

Terdapat di gyrus lobus parietalis, temporalis dan ocipitalis. Terdiri dari :

(1). Area sensorik primer

Sesuai area Br 1,2,3 terletak dalam gyrus postcentralis lobus parietalis. Berfungsi menerima informasi yang dating dari


(62)

kulit, tendo, otot dan capsula areticularis pada sisi tubuh yang berlawanan, serta menentukan bagian tubuh mana yang menerima rangsangan.

(2). Area asosiasi somatosensorik

Disebut juga area somaestetik, sesuai area Br 7 terletak di gyrus lobus parietalis superior (di dorsal area sensorik primer) area sensorik primer dan area somatosensorik saling berhubungan satu sama lain. Fungsi utamanya adalah untuk mengintegrasikan dn menganalisa rangsangan yang datangnya dari area sensorik primer.

(3). Cortex visualis (area visualis)

Terletak pada gyrus lobus ocipitalis dan terdiri atas area visual primer (Br 17) dan area asosiasi visualis (Br 18,19). Area visualis primer menerima informasi dari retina bahwa ada sesuatu benda, kemudian rangsangan diteruskan ke area asosiasi visual untuk di analisis dan diintegrasikan sesuai pengalaman.

(4). Area olfacorik (penghidu)

Terletak dalam uncus (bagian dari rhinencephalon). Pada manusia rhinencephalon mengalami evolusi menjadi system limbic (funsinya berhubungan dengan emosi dan ingatan). Bagian rhinencephalon yng berhubungan dengan penciuman


(63)

hanya bulbus dan tractus olfactorius. Berfungsi membedakan berbagai bau.

(5). Area pendengaran (auditori)

Terdapt pada gyrus temporalis, terdiri atas area auditori primer (Br 42) yang terletak di gyrus superior lobus temporalis sekitar sulcus lateralis sylvii. Area asosiasi auditorius (Br 41), area ini mengelilingi area auditori primer. Area auditorius primer berfungsi mendengarkan dan menentukan arah suara, kemudian oleh area asosiasi auditorius diintepretasikan berdasarkan pengalaman.

(6). Area wernicke (Br 39)

Merupakan area sensorik integrasi umum dan terletak di gyrus angularis. Merupakan area sensorik integritas umum, yang berhubungan dengan area visualisasi dan area pendengaran melalui serabut-serabut asosiasi. Area wernicke ini mengintegrasi impuls-impuls yang datang dalam satu pengertian dan mengaktifkan bagian kortex yang lain untuk mendapatkan jawaban yang sesuai.

(7). Area bahasa effektif

Terletak kontra lateral dengan area bicara motorik broca dan wernicke. Berfungsi mengontrol ekspresi yang berhubungan vokalisasi.


(64)

(8). Area prefrontalis

Terletak pada bagian ventra lobus frontalis. Berfungsi untuk pikiran yang bersifat analitis, motivasi, intelegensia dan kepribadian.

2) Otak kecil (serebelum)

Terletak di bawah otak besar, merupakan pusat koordinasi untuk keseimbangan dan tonus otot melaui suatu kompleks mekanisme regulasi dan umpan balik, juga memungkinkan system somatic tubuh untuk bergerak secara tepat dn terlatih.Otak kecil berfungsi untuk koordinasi gerakan dan keseimbagan. Otak kecil menerima informasi dari otot dan telionga tentang sikap tubuh dan keseimbangan serta mengkoordinasikan gerakan.Seacara anatomis, hemisfer dan vermis serebelum di bagi atas beberapa kelompok dan diklasifiksi menjadi 3 sub divisi yaitu :

a) Arkhi serebelum, merupakan bagian tertua serebelum, terdiri dari flokulus dan nodulud vermis, berhubungan erat dengan system vestibular, yang berfungsi memodulasikan secara sinergis semua impuls motor spinal setiap saat untuk menjag keseimbangan, posisi dan gerakan tubuh. Krusakan lobus flokulunodularia ini akan menyebabkan terjadi gangguan keseimbangan berdiri (ataksia) dan berjalan (abasia), langkah berjalan akan melebar dan sempoyongan


(65)

(ataksia trunkel/aksial). Ataksia yang terjadi disni tidak berkaitan penurunan sensasi proprioseptif, tetapi secderung akibat ketidak mampuan otot untuk bekerja secara terkoordinir (asinergis), jika kerusakan pada nodulus akan melumpuhkan respon kalori dan rotasi pada pemeriksaan fungsi vestibular.

b) Paleoserebelum, terdiri dari lobus anterior rostal fisura primer, para flokulus dan tonsil serebelum, dapat menerima aferen dari jaras spinoserebralis. Impuls eferennya memodulasikan aktivitas muskulator untuk melawan gaya berat (gravitasi) dan mempertahankan tonos otot untukkeseimbangan saat berdiri/bergerak. Kombinasi paleoserebelum dengan arkhi serebelum adalah untuk mengontrol tonus otot rangka dam koordinasi sinergis kelompol otot agonis dan antagonis untuk membentuk gaya berjalan dan sikap yang seimbang. Kerusakan pada paleoserbelum akan memgakibatkan ataksia trungkel.

c) Neoserebelum, merupakan bagian termuda dan terbesar serebelum, terdiri dari senua bagian vermis dan hemisfer yang terletak diantara fisura primer dan posterolateral, berhubungan dengan gerakan motorik terlatih.


(66)

Adalah pangkal otak merilei pesan-pesan antra medulla spinalis dan otak. Brainstem berhubungan dengan deinsefalon diatasnya dan medulla spinalis diwahnya. Brainstem terdiri dari tiga segmen yaitu : mesensefalon (otak tengah), pons, dan medula oblongata. Pons varoli merupakan bagian tengah batang otak dan memiliki jalur lintas naik turun seperti pada otak tengah. Selain itu juga terdapat banyak serabut yang berjalan menyilang pons untuk menghubungkan kedua lobus cerebelum, dan menghubungkan cerebelum dengan kortex serebri. Medula oblongata membentuk bagian bawah batang otak, dan menghubungkan pons dengan medula spinalis. Medula Oblongata terletak dalam fosa kranialis posterior dan bersatu dengan medula spinalis tepat di bawah foramen magnum tulang oksipital. Medula oblongata mengandung nukleus berbagai saraf otak yang penting serta mengandung pusat vital yang mengendalikan pernafasan dan sistem kardio-vaskular. Brainstem berfungsi untuk mengendalikan berbagai fungsi dasar organ seperti koordinasi gerakan mata, menjaga keseimbangan, kesadarn, mengatur pernapasan, dan fungsi jantung (tekanan darah).


(1)

Usia

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 46 1 9.1 9.1 9.1

47 1 9.1 9.1 18.2

51 1 9.1 9.1 27.3

55 1 9.1 9.1 36.4

59 1 9.1 9.1 45.5

62 1 9.1 9.1 54.5

63 1 9.1 9.1 63.6

65 1 9.1 9.1 72.7

67 1 9.1 9.1 81.8

68 2 18.2 18.2 100.0

Total 11 100.0 100.0

Jenis_Kelamin

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Laki-laki 7 63.6 63.6 63.6

Perempuan 4 36.4 36.4 100.0


(2)

Uji Normalitas Data:

Uji Normalitas Kelompok 1

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Pretest .216 11 .158 .890 11 .138

Postest .249 11 .055 .898 11 .175

a. Lilliefors Significance Correction

Uji Normalitas Kelompok 2

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Pretest .194 11 .200* .919 11 .308

Postest .280 11 .016 .868 11 .072

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Uji Komparabilitas sebelum Intervensi Group Statistics

Kelom

pok N Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

Pretest Kel 1 11 6.773 1.5710 .4737


(3)

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error Difference

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

Pretest Equal variances assumed

.186 .671

-.073 20 .942 -.0455 .6203 -1.3393 1.2484

Equal

variances not assumed

-.073 19.461 .942 -.0455 .6203 -1.3416 1.2507

Pengujian Hipotesis. Paired Sample T-test :

Paired Sample T-test Kelompok Perlakuan

Paired Samples Statistics

Mean N

Std. Deviation

Std. Error Mean

Pair 1 Pretest 6.773 11 1.5710 .4737

Postest 10.045 11 1.2136 .3659

Paired Samples Correlations


(4)

(5)

Paired Samples Test

Paired Differences

t Df

Sig. (2-tailed) Mean Std. Deviation Std. Error Mean 95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1

Pretest - Postest

-3,2727 .8475 .2555 -3.8421 -2.7034 12.808 10 .000

Paired Sample T-test Kelompok Kontrol

Paired Samples Statistics

Mean N

Std. Deviation

Std. Error Mean

Pair 1 Pretest 6.818 11 1.3280 .4004

Postest 9.045 11 .7891 .2379

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 Pretest & Postest 11 .677 .022

Paired Samples Test

Paired Differences

t df

Sig. (2-tailed) Mean Std. Deviatio n Std. Error Mean 95% Confidence Interval of the


(6)

Lower Upper Pair 1 Pretest -

postest -2.2273 .9840 .2967 -2.8883 -1.5662 -7.507 10 .000

Pengujian Hipotesis. Independent Sample T Test

Group Statistics

Kelompok N Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

Postest Kelompok 1 11 10.045 1.2136 .3659

Kelompok 2 11 9.045 .7891 .2379

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-tailed

)

Mean Differen

ce

Std. Error Differenc

e

95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper Postest Equal variances assumed .818 .376 2.291 20 .033 1.0000 .4365 .0896 1.9104

Equal variances not


Dokumen yang terkait

“Perceraian Akibat Intervensi Orang Tua” (Analisis Putusan No. 0118/Pdt.G/Pa Js)

0 9 69

PENGARUH PENERAPAN MOTOR RELEARNING PROGRAMME (MRP) TERHADAP PENINGKATAN KESEIMBANGAN BERDIRI PADA PASIEN STROKE HEMIPLEGI

5 27 18

PENGARUH CORE STABILITY EXERCISE DENGAN PENDEKATAN BOBATH CONCEPT TERHADAP Pengaruh Core Stability Exercise Dengan Pendekatan Bobath Concept Terhadap Keseimbangan Pasien Pasca Stroke.

1 6 17

PENGARUH CORE STABILITY EXERCISE DENGAN PENDEKATAN Pengaruh Core Stability Exercise Dengan Pendekatan Bobath Concept Terhadap Keseimbangan Pasien Pasca Stroke.

0 4 16

PENDAHULUAN Pengaruh Core Stability Exercise Dengan Pendekatan Bobath Concept Terhadap Keseimbangan Pasien Pasca Stroke.

0 2 5

PENGARUH CORE STABILITY EXERCISES DENGAN METODE BOBATH TERHADAP KESEIMBANGAN PADA PASIEN STROKE Pengaruh Core Stability Exercises Dengan Metode Bobath Terhadap Keseimbangan Pada Pasien Stroke Di Poli Irm Rsud Salatiga.

1 5 13

PENGARUH CORE STABILITY EXERCISES DENGAN METODE Pengaruh Core Stability Exercises Dengan Metode Bobath Terhadap Keseimbangan Pada Pasien Stroke Di Poli Irm Rsud Salatiga.

0 1 17

PENDAHULUAN Pengaruh Core Stability Exercises Dengan Metode Bobath Terhadap Keseimbangan Pada Pasien Stroke Di Poli Irm Rsud Salatiga.

0 1 6

PELATIHAN DENGAN PENDEKATAN METODE BOBATH LEBIH EFEKTIF DARI PADA PELATIHAN AKTIVITAS FUNGSIONAL UNTUK MENINGKATKAN KESEIMBANGAN BERDIRI STATIK PADA PASIEN STROKE SUB AKUT ipi133255

0 0 10

PERBEDAAN PENGARUH PEMBERIAN INTERVENSI THERABAND DAN KINESIO TAPING TERHADAP KESEIMBANGAN DINAMIS PADA LANSIA NASKAH PUBLIKASI - PERBEDAAN PENGARUH PEMBERIAN INTERVENSI THERABAND DAN KINESIO TAPING TERHADAP KESEIMBANGAN DINAMIS PADA LANSIA - DIGILIB UNIS

0 0 14