13
Tabel 4.2 Perbandingan Pendapatan Petani dan Tingkat Eosi di Bagian
Hulu, Tengah, dan Hilir DAS Ayung RpPetaniTahun
No. U r a i a n
DAS Ayung Bagian
Hulu Bagian Tengah
Bagian Hilir
1. Pendapatan
Kotor π Rphatahun
165.987.641 50.184.416
41.361.561 2.
3. Tingkat Erosi
Luas ha Sangat ringan-
sangat berat: 1,04-724,86
t ha
-1
th
-1
. 0,61
Sangat ringan- sedang dan sangat
berat 0,50- 32,29 dan
221,97 t ha
-1
th
-1
0,30 Sangat ringan :
0,22-12,74 t ha
-1
th
-1
, dan sedang 31,80 t ha
- 1
th
-1
, 0,36
Sumber  :   Hasil analisis Hipotesis  :  H
tidak  ada  hubungan  nyata  antara  tingkat  pendapatan  petani  dan  tingkat erosi
H
1
ada hubungan nyata antara tingkat pendapatn petani dan tingkat erosi. H
0  =
diterima  Rs  =Koefisien  Korelasi  Rank  Spearman  =  0,25    R-tabel 5, n=3=1
4.4 Perencanaan Penggunaan Lahan di DAS Ayung.
4.4.1 Perubahan Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan tahun 2012, peningkatan lahan permukiman  15,22  ha  0,31,  hutan  seluas  7,37  ha
0,51,  perkebunan  seluas  10,92  ha  0,10,  tegalan 191,84 ha 3,40, dan tanah kosong 8,24 ha 46,51.
Penggunaan  lahan  sawah  irigasi  dan  semak  masing- masing mengalami penurunan seluas 13,246 ha dan 221,
35 ha 0,59 dan 15,04.
Peningkatan  luas  lahan  hutan  di  lokasi  penelitian karena masyarakat sudah mulai sadar, mengingat fungsi
hutan  adalah  sangat  besar  karena  sekecil  apapun perubahan yang terjadi akan mempengaruhi debit DAS.
Keadaan ini  dapat dilihat dari pengamatan ke lapangan, Desa Bayung Cerik pada daerah tersebut di sempadan
sungaijurang  sudah  ditanami  pohon-pohon  besar  yang mempunyai  nilai  ekonomi  dan  berfungsi  menjaga
14
lingkungan.  Lahan  semak  sudah  ditanami  tanaman penguat teras seperti rumput gajah  yang  dilakukan oleh
petani  di  sekitar  hutan  dengan  tujuan  untuk  menjaga agar tidak terjadi longsor karena petani mulai sadar akan
fungsi hutan.
4.4.2 Analisis SWAT
Hasil  analisis  menggunakan  model  SWAT, dengan  membangun  skenario  perubahan  penggunaan
lahan disajikan pada Tabel 4.3 Skenario-1  menggunakan  data  tahun  2012.
Skenario-2, perubahan penggunaan lahan sawah RICE menjadi  pemukiman  URBN.  Skenario-3  perubahan
penggunaan  lahan  tegalan  AGRL  menjadi  hutan sekunder  FRST.  Skenario-4  perubahan  penggunaan
lahan semak SHRB menjadi hutan sekunder FRST.
Hasil  analisis  menunjukkan  koefisien  regim sungai  tertinggi  terdapat  pada  skenario-2  dan  terendah
pada  skenario-4  4,04  dan  1,94.  Hal  ini  disebabkan oleh  perubahan  penggunaan  lahan,  pada  skenario-2  air
hujan yang jatuh tidak terinfiltrasi dengan baik sehingga aliran permukaan lebih besar dari skenario-4.
Tabel 4.3 Hasil Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Debit
di DAS Ayung No
Skenario Debit
maksimum Debit
minimum Koefisien
regim sungai
------------- m
3
det
-1
---------------- 1.
Skenario-1 9.34
2,92 3,20
2. Skenario-2
4,29 1,06
4,04 3.
Skenario-3 4,09
2,06 1,98
4. Skenario-4
4,34 2,24
1,94 Sumber: Hasil analisis.
15
Keadaan  ini  juga  dapat  dilihat  dari  siklus hidrologi,  curah  hujan  yang  turun  precipitation
sebesar  2.479,7  mm  pada  skenario-1menjadi  aliran permukaan sebesar 903,84 mm; skenario-2, 960,82 mm;
skenario-3, 897,19 mm, dan skenario-4 875,17 mm. Hal ini  berarti  perubahan  penggunaan  lahan  menyebabkan
terjadi perubahan siklus hidrologi. Pada skenario-4 lebih baik  karena  aliran  permukaan  yang  masuk  ke  sungai
lebih  kecil,  menyebabkan  fluktuasi  debit  kecil  karena adanya  peningkatan  luas  tutupan  lahan,  sehingga  air
hujan  yang  jatuh  mempunyai  kesempatan  terinfitrasi. Siklus  hidrologi  dari  masing-masing  skenario  disajikan
pada Gambar 4.2.
Skenario-1 Skenario-2
Skenario-3 Skenario-4
Gambar 4.2 Siklus hidrologi
16
Perubahan  penggunaan  lahan  yaitu  peningkatan luas lahan hutan, kebun jeruk dan tegalan di bagian hulu
DAS  berasal  dari  pengurangan  luas  lahan  semak disekitar  lokasi  permukiman  penduduk.  Sebaliknya
lahan  persawahan  di  bagian  tengah  dan  hilir  DAS luasnya  menurun,  karena  kebutuhan  akan  lahan  untuk
perumahan
atau kawasan
terbangun meningkat.
Peningkatan  luas  penggunaan  lahan  untuk  permukiman di  bagian  tengah  dan  hilir  DAS,  berasal  dari  konversi
atau alih fungsi lahan sawah sengaja tidak ditanami atau memang  dibiarkan  kering  sehingga  akan  menjadi  lahan
kering.  Peningkatan  luas  permukiman  dapat  dijadikan indikator  meningkatnya  jumlah  penduduk  di  suatu
wilayah.  Contohnya  adanya  pembangunan  perumahan di  daerah  Peguyangan  Kangin  ke  Selatan  yaitu
Perumahan  Villa  Ayung  dan  Terras  Ayung,  dan Perumahan di daerah Penatih.
Meningkatnya  jumlah  penduduk  di  bagian  hilir DAS, menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan dengan
cepat.  Hal  ini  sependapat  dengan  hasil  penelitian Subadiyasa  et  al.  2010  dan  Bali  Post    2013  yang
menyatakan  bahwa  sudah  terjadi  konversi  atau  alih fungsi lahan rata-rata 100 ha per tahun.
Menurut  Rahmadi  2008,  pengelolaan  DAS  yang baik  adalah  pengelolaan  yang  memperhatikan  berbagai
aspek  yang  terkait  di  dalamnya,  baik  aspek  sosial, ekonomi,  maupun  fisik.  Pentingnya  kawasan  DAS
bagian  hulu, yaitu kawasan hutan lindung di Kintamani dan  Petang  perlu  diperhatikan,  karena  kerusakan  pada
kawasan hulu akan menimbulkan kerugian lebih banyak di  kawasan  tengah  dan  hilir  dari  aspek  ekonomi  dan
sosial  budaya.  Untuk  menjaga  hal  tersebut  maka  perlu menerapkan kearifan lokal yang bersumber dari falsafah
Agama  Hindu  Tri  Hita  Karana,  yaitu  keselarasan  dan
17
keharmonisan  hubungan  antara  manusia  dengan  Tuhan Parhayangan,  hubungan  manusia  dengan  manusia
Pawongan,  dan  hubungan  antara  manusia  dan lingkungan Palemahan dalam mencapai kesejahteraan
hidup lahir dan batin Windia, 2006.
Sedangkan  untuk  mengetahui  pengaruh  pola penggunaan lahan terhadap erosi dan pendapatan petani
disajikan pada Tabel 4.4. Hasil analisis, penggunaan  lahan  monokultur jeruk
dibandingkan  tumpangsari  jeruk-bunga  gumitir  dan tanaman  penguat  teras  rumput  gajah  menyebabkan
erosi menurun dari 182,97 t ha
-1
th
-1
menjadi 7,84
t ha
-1
th
- 1
terjadi penurunan sebesar 175,13 t ha
-1
th
-1
96. Erosi menurun
disebabkan penggunaan
lahan sudah
mengikuti  kaidah-kaidah  konservasi  yaitu  tumpangsari jeruk  dengan  bunga  gumitir  dan  strip  rumput  gajah
menyebabkan penambahan kerapatan tanaman, air hujan yang  turun  tidak  langsung  mengenai  permukaan  tanah
sehingga  energi  kinetik  dari  hujan  dapat  diredam  oleh tajuk tanaman, aliran permukaan dapat diminimalisir.
Tabel 4.4 Pengaruh Pola Penggunaan Lahan Terhadap Erosi dan
Pendapatan Petani di DAS Ayung
No Pola Penggunaan
lahan R
K LS
CP Erosi
t ha
- 1
th
-1
Edp t ha
- 1
th
-1
Pendapatan petani
Rpth 1
Jeruk 2764,8  0,29 3,26
0,07 182,97 57,00
37.500.000 2
Jeruk + rumput gajah 2764,8  0,29 3,26
0,02 52,27
57,00 38.500.000
3 Jeruk + bunga gumitir
+ rumput gajah 2764,8  0,29 3,26 0,003
7,84 57,00
39.880.000
Sumber :  Hasil analisis
Pendapatan petani jeruk secara monokultur dengan hasil jeruk rata-rata 3 ton per ha per tahun dengan harga
jeruk  pada  saat  penelitian  Rp  12.500  per  kg  maka didapatkan  hasil  dari  penjualan  jeruk  adalah  Rp
18
37.500.000,-.  Pendapatan  petani  dari  penjualan  jeruk dengan rumput gajah dengan rata-rata penghasilan 3 ton
per  ha  per  tahun  dengan  harga  jeruk  Rp  12.500,-  dan hasil  penjualan  dari  rumput  gajah  rata-rata  sebesar  Rp.
1.000.000  per  tahun  maka  pendapat  petani  seluruhnya Rp  38.500.000,-.  Pendapatan  petani  menanam  secara
tumpangsari  maka  hasil  penjualan  jeruk,  rumput  gajah dan  bunga  gumitir  adalah  sebesar  Rp.  39.880.000,-,
pendapatan  meningkat  sebesar  Rp  2.380.000  dari pendapatan  Rp  37.500.000,-  menjadi  Rp  39.880.000,-
6.  Penggunaan  lahan  tumpangsari  secara  ekonomi dan  secara  lingkungan  memberikan  dampak  positif,
karena tingkat erosi dapat diminimalisir.
4.5 Temuan Penelitian Novelty