Perencanaan Penggunaan Lahan Di Daerah Aliran Sungai Ayung, Provinsi Bali.

(1)

i

PERENCANAAN PENGGUNAAN LAHAN

DI DAERAH ALIRAN SUNGAI AYUNG

PROVINSI BALI

MADE SRI SUMARNIASIH

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015


(2)

i

PERENCANAAN PENGGUNAAN LAHAN

DI DAERAH ALIRAN SUNGAI AYUNG

PROVINSI BALI

MADE SRI SUMARNIASIH

NIM : 1190471012

PROGRAM DOKTOR

PROGRAM STUDI ILMU PERTANIAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(3)

ii

PERENCANAAN PENGGUNAAN LAHAN

DI DAERAH ALIRAN SUNGAI AYUNG

PROVINSI BALI

Disertasi Untuk Memperoleh Gelar Doktor Pada Program Doktor, Program Studi Ilmu Pertanian,

Program Pascasarjana Universitas Udayana Untuk Dipertahankan di Hadapan Rapat Terbuka Badan Perwakilan Pascasarjana Universitas Udayana

Di bawah Pimpinan Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana

Hari : Jum’at, 7 Agustus 2015 Pukul : 10.00 – 12.00 Wita

Oleh

MADE SRI SUMARNIASIH NIM : 1190471012

PROGRAM DOKTOR

PROGRAM STUDI ILMU PERTANIAN PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR


(4)

iii

Promotor,

Prof. Dr. Ir. Indayati Lanya, MS NIP. 19540809 198011 2 002

Kopromotor I,

Prof. Dr. Ir. I Nyoman Merit, M.Agr. NIP. 19470414 197602 1 001

Kopromotor II,

Prof. Dr. Ir. Made Antara, MS. NIP. 19541225 198102 1 001


(5)

iv

Tanggal: 3 Juli 2015

Panitia Penguji Disertasi Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana

No: 1341/UN14.4/HK/2015 Tanggal 25 Juni 2015

Ketua : Prof. Dr. Ir. I Made Adnyana, MS. Anggota :

1. Prof. Dr. Ir. Indayati Lanya, MS 2. Prof. Dr. Ir. I Nyoman Merit, M.Agr. 3. Prof. Dr. Ir. Made Antara, MS

4. Prof. Dr. Ir. I Nengah Netera Subadiyasa, MS 5. Prof. Dr. Ir. I Wayan Supartha, MS

6. Prof. Dr. Ir. I Wayan Sandi Adnyana, MS 7. Dr. Ir. Bambang Hermiyanto, MP


(6)

v

Pertama-tama perkenankanlah[penulis memanjatkan puji syukur ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas asung wara nugraha-Nya/kurunia-Nya, telah memberikan kekuatan dan kesehatan sehingga disertasi ini dapat diselesaikan. Disertasi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Doktor Ilmu Pertanian Program Pascasarjana Universitas Udayana Denpasar.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Ir. Indayati Lanya, MS, selaku pembimbing akademis dan promotor yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan dan saran selama penulis mengikuti program doktor, dan khususnya dalam penyelesaian disertasi ini. Terima kasih sebesar-besarnya pula penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. I Nyoman Merit, M.Agr., selaku kopromotor I dan Prof. Dr. Ir. Made Antara, MS, selaku kopromotor II yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan semangat, bimbingan dan saran kepada penulis.

Ucapan yang sama ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD-KMEMD, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Doktor di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih ini juga ditujukan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S.(K), Asisten Direktur I Program Pascasarjana


(7)

vi

Asisten Direktur II Program Pascasarjana Universitas Udayana Prof. Ir Made Sudiana Mahendra, M,App.Sc,Ph.D. Ketua Program Doktor Ilmu Pertanian, Program Pascasarjana Universitas Udayana, atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Doktor Ilmu Pertanian pada Program Pascasarjana Universitas Udayana. Ucapan terima kasih kepada Dekan Fakultas Pertanian Universitas Udayana Prof. Dr.Ir Nyoman Rai, MS dan Ketua Program Studi Agroekoteknologi atas ijin yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Program Doktor. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada tim penguji: Prof. Dr. Ir. I Nengah Netera Subadiyasa, MS; Prof. Dr.Ir. I Wayan Supartha, MS ; Prof. Dr. Ir. I Wayan Sandi Adnyana, MS;, Prof. Dr. Ir. I Made Adnyana, MS; dan Dr. Ir. Bambang Hermiyanto, MP yang telah memberikan masukan, saran, sanggahan dan koreksi sehingga disertasi ini dapat terwujud seperti ini.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih disertai penghargaan kepada seluruh dosen pengajar di Program Studi Doktor Ilmu Pertanian, Program Pascasarjana Universitas Udayana, yang telah membimbing penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan desertasi ini. Ucapan terimakasih mendalam penulis kepada teman-teman di Universitas Jember dan Institut Pertanian Bogor yaitu: Ir. Herru Djatmiko, MS; Dr. Ir. Cahyo Adi Bowo; Sri Malahayati


(8)

vii

membantu penulis dalam mendalami software ArcSWAT, juga Abd. Rahman As-syakur, SP.,MSi; dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu.

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih yang mendalam kepada Ayahnda dan Ibunda, kakak, adik, suami Made Sudi Adnyana, SH dan anak terkasih Putu Andhika Kusuma Yadnya, SH, atas kesabaran, pengertiannya, memberikan doa dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan disertasi ini.

Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran pelaksanaan dan penyelesaian disertasi ini, serta kepada penulis sekeluarga.

Denpasar, Mei 2015 Penulis


(9)

1

DI DAERAH ALIRAN SUNGAI AYUNG

PROVINSI BALI

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu hamparan wilayah atau kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung bukit) yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara serta mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan keluar sungai ke laut atau danau. (Asdak, 2004; PP 37/2012). Kerusakan yang kerap terjadi pada DAS akibat intervensi dan kebutuhan manusia yang meningkat, serta penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air (Santoso, 2012). Menurut Paimin et al. (2010) karakteristik DAS merupakan tumpuan dasar pendekatan dalam pengelolaan DAS. Sistem karakterisasi pada tingkat DAS dan Sub-DAS memberikan informasi tingkat degradasi untuk mendukung perencanaan pengelolaan DAS atau Sub-DAS yang lebih bersifat operasional.

Secara administrasi DAS Ayung di bagian utara berhulu di Kabupaten Bangli, Badung, Buleleng dan Tabanan, mengalir melalui Kabupaten Gianyar dan Badung dan bermuara ke Selatan di Kota Denpasar. DAS Ayung memiliki peranan penting yaitu sumber air irigasi di sektor pertanian, air baku oleh PDAM Kota Denpasar dan Kabupaten Badung untuk diproses menjadi air minum. Kegiatan lain yang dijumpai di aliran Tukad Ayung, sebagai sarana wisata arung jeram (rafting) yang banyak diminati oleh wisatawan domestik


(10)

dan mancanegara. Tukad Ayung juga dimanfaatkan oleh masyarakat terdekat untuk kebutuhan domestik seperti: mandi, cuci dan kakus, untuk kepentingan kegiatan sosial religius, upacara melasti, nganyut sehingga terjadi konflik kepentingan dalam pemanfaatan air Tukad Ayung (Bappeda Provinsi Bali, 2002).

Penggunaan lahan di bagian hulu DAS didominasi kebun campuran, tegalan, semak tanpa perlakuan konservasi tanah dan air secara baik. Kondisi seperti ini dapat menyebabkan erosi dan terjadinya degradasi lahan yang pada akhirnya menurunkan produktivitas lahan. DAS Ayung bagian tengah terutama di wilayah Kabupaten Gianyar, di sepanjang tepian sungai yang menghadap ke jurang dibangun sarana penunjang pariwisata seperti hotel dan restoran seharusnya kawasan konservasi, sedangkan di bagian hilir DAS Ayung terjadi konversi lahan dominan ke permukiman dan jasa pariwisata. Laju alih fungsi lahan terjadi dengan cepat dari pertanian ke bukan pertanian sehingga penutupan lahan berkurang, karena dibangun untuk daerah permukiman, terlebih adanya pembukaan

Land Consolidation (LC), (Dinas Tata Ruang dan

Perumahan, 2013).

Mengatasi hal tersebut, perlu upaya perbaikan terhadap kondisi DAS dengan konservasi tanah dan air, sehingga terkendalinya hubungan timbal balik sumberdaya alam dan lingkungan DAS.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah: (1) Bagaimanakah debit DAS Ayung? (2) Bagaimanakah tingkat erosi DAS Ayung? (3) Berapakah pendapatan petani di DAS Ayung? dan


(11)

(4) Bagaimanakah pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap debit dan tingkat erosi di DAS Ayung? 1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah (1) Menganalisis debit DAS Ayung (2). Mengetahui tingkat erosi di DAS Ayung (3) Menganalisis pendapatan petani di DAS Ayung serta (4) Menganalisis pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap debit dan tingkat erosi di DAS Ayung.

II. KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN

HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kerangka Berpikir

DAS Ayung mengalami permasalahan karena adanya alih fungsi peruntukan lahan dari pertanian ke non-pertanian, yang berakibat kurangnya penutupan lahan oleh vegetasi, dampak hal tersebut adalah terjadi erosi. Erosi menyebabkan hilangnya lapisan tanah yang subur, terjadi sedimentasi di sungai, dan debit air sungai menurun. Debit DAS dianalisis dengan menggunakan model SWAT (Ardiansyah et al., 2005; Mosher, 2004 ; Notter, 2009). Perubahan respon hidrologi akibat perubahan penggunaan lahan juga dapat dilihat dari rasio antara debit maksimum dan debit minimum (Prastowo, 2003). Rasio ini digunakan sebagai indikator apakah pengelolaan suatu DAS berhasil atau tidak sehingga dapat diketahui apakah suatu DAS telah mengalami kerusakan atau tidak. Apabila fluktuasi debit maksimum dan minimum tinggi, berarti bahwa DAS mengalami kerusakan fungsi hidrologi, sehingga dapat dikatakan bahwa fungsi DAS telah terganggu serta terjadinya degradasi kualitas DAS.


(12)

Penggunaan lahan (eksisting)

Perencanaan perubahan penggunaan lahan

Skenario (Simulasi)

Dalam pengelolaan DAS, selain kondisi hidrologi, tingkat erosi, aspek pendapatan sangat berperanan penting. Pendapatan diketahui dengan menganalisis usahatani petani di DAS Ayung. Pendapatan adalah total pemasukan dari usahatani utama dan sampingan. Pengeluaran adalah total biaya yang dikeluarkan selama proses produksi (Soekartawi, 1995). Secara ringkas kerangka berpikir penelitian disajikan pada Gambar 2.1

KONDISI DAS AYUNG

Gambar. 2.1 Kerangka Berpikir 2.2 Konsep Penelitian

Konsep penelitian dimulai dari: (a) Penjajagan ke lapangan untuk menentukan lokasi penelitian, (b) Kompilasi peta DAS, peta DEM, peta jenis tanah, peta lereng dan peta penggunaan lahan sehingga didapatkan peta unit respo hidrologi (URH), (c) Pengambilan sampel tanah ke lapangan, (d) Analisa sifat fisik dan kimia tanah di laboratorium, (e) Analisis data Konsep penelitian dapat dirinci seperti bagan alir pada Gambar 2.2

Pendapatan petani (statistik

deskriptif)

Debit


(13)

Gambar 2.2 Konsep Penelitian 2.3 Hipotesis

Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah: 1. Koefisien regim sungai lebih besar dari satu. 2. Tingkat erosi tertinggi terjadi di hulu dan erosi

terendah terjadi di hilir DAS Ayung.

3. Pendapatan petani di hulu DAS Ayung lebih tinggi dibandingkan di tengah dan hilir.


(14)

4. Peningkatan luas tutupan lahan dengan perubahan penggunaan lahan semak menjadi hutan sekunder dapat memperbaiki debit dan tingkat erosi di DAS Ayung.

III. METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian menggunakan gabungan pendekatan kuantitatif dan deskriptif-kualitatif. Penelitian dilakukan dengan menggunakan data primer hasil survei ke lapangan dan data sekunder dari instansi terkait.

3.2 Prosedur Penelitian

1. Pengumpulan data primer, dan data sekunder 2. Keseragaman jenis tanah, kelas lereng dan

penggunaan lahan digolongkan ke dalam unit respon hidrologi (URH). Sampel tanah di bagian hulu DAS Ayung 23 sampel, bagian tengah10 sampel, dan bagian hilir 7 sampel, sehingga didapat 40 sampel. Peta Sub-DAS dan titik pengambilan sampel tanah tersaji pada Gambar 3.1.

3. Analisa sifat fisik tanah dan kimia tanah Fakultas Pertanian Universitas Udayana di Denpasar. 4. Usahatani dianalisis berdasarkan hasil kuisioner

sebanyak 77 responden.

5. Melakukan simulasi dengan membangun skenario perubahan penggunaan lahan untuk mengetahui debit dan tingkat erosi di DAS Ayung

6. Prosedur penelitian tersaji pada bagan alir Gambar 3.2


(15)

Gambar 3.1

Peta Sub-DAS dan Titik Pengambilan Sampel di DAS Ayung


(16)

Gambar 3.2

Prosedur penelitian 3.3 Metode Analisis Data

Data dianalisis dengan model SWAT untuk debit, metode USLE untuk mengetahui tingkat erosi. Pendapatan petani dianalisis menggunakan statistik deskriptif dan hubungan tingkat erosi dan pendapatan petani dengan Rank Spearman

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hidrologi DAS

Hidrologi DAS dipengaruhi oleh curah hujan terutama proses transformasi hujan menjadi debit. Hujan yang jatuh di suatu DAS akan berubah menjadi aliran di sungai, dengan demikian terdapat hubungan antara hujan dan debit aliran, yang tergantung pada karakteristik DAS.

Simulasi

Aspek Biofisik Aspek Sosial-Ekonomi

Ekonomi

1.Luas lahan garapan 2.Harga saprodi 3.Harga tiap komoditas 4.Tingkat pendapatan

Sosial

1.Umur Responden 2.Jumlah anggota

keluarga per KK 3.Tingkat pendidikan

Perencanaan perubahan penggunaan lahan (Skenario)

Observasi dan Data Sekunder

1.Peta DAS 2.Peta DEM 3.Peta jenis t anah 4.Peta lereng 5.Peta penggunaan lahan

Kompilasi (ArcMap 10.1 ; ArcGis 10.1; ArcSWAT 12.1 )

Peta HRU/URH (pengambilan sampel

tanah) 1.Dat a Iklim

2.Penggunaan lahan 3.Karakteristik tanah 4.Pengelolaan lahan

Analisis

Model SWAT (Debit) MetodeUSLE

(Erosi)

Pendapatan Pet ani (Metode statistik

deskript if)


(17)

4.1.1 Debit Sungai

Hasil analisis model SWAT debit air sungai di DAS Ayung debit maksimum rata-rata 9,37 m3 det-1 dan debit minimum rata-rata 2,92 m3det-1 dengan koefisien regim sungai 3,20.

Debit sebagai output dari proses hidrologi dapat dipakai sebagai indikator untuk menilai kualitas penggunaan lahan suatu DAS. Hasil analisis di atas memberikan gambaran bahwa curah hujan yang menyebabkan terjadinya debit berfluktuasi tinggi, disebabkan terjadi perubahan penggunaan lahan dari hulu sampai ke hilir DAS sehingga tidak berfungsinya ekosistem suatu DAS secara baik. Curah hujan yang jatuh semua menjadi aliran permukaan karena tutupan lahan berubah, tajuk tanaman atau kanopi kurang menutup permukaan tanah dengan rapat sehingga ada permukaan tanah terbuka.

Energi kinetik yang besar dari curah hujan yang turun tidak ada yang meredam karena kurangnya tutupan tanah, curah hujan yang mengenai permukaan tanah semua menjadi aliran permukaan, kemudian masuk ke badan sungai menyebabkan debit sungai besar pada musim hujan dan kecil pada musim kemarau. Artinya fungsi DAS tidak mampu sebagai pengelola tata air yang baik terbukti masih ada fluktuasi debit air sungai yang cukup besar. Selain pengaruh curah hujan perubahan pada debit karena dipengaruhi oleh jenis tanah, kemiringan lereng dan penggunaan lahan

4.1.2 Kalibrasi Model

Kalibrasi dilakukan untuk memperoleh debit simulasi yang mendekati nilai observasi. Debit hasil simulasi dan hasil observasi disajikan pada Gambar 4.1.


(18)

Hasil analisis menunjukkan debit hasil model pola hampir sama dengan debit observasi, artinya model dapat digunakan untuk melakukan simulasi.

Gambar 4.1

Grafik debit simulasi dan debit observasi 4.2 Erosi di DAS Ayung

Hasil analisis menunjukkan DAS Ayung dengan luas 27.446, 68 ha, jumlah Sub-DAS sebanyak 29, dengan posisi outlet berada di pantai Padanggalak. Luas DAS, besarnya erosi untuk masing-masing Sub-DAS disajikan pada Tabel 4.1.

Berdasarkan hasil analisis dari 29 Sub-DAS, maka Sub-DAS yang memberikan dampak kerusakan adalah Sub-DAS yang berada di hulu DAS yaitu, Sub-DAS nomor: 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 10, 11, 12, 13, 14, 16, dan 17 (Sub-DAS Tukad Bangkumg, Tukad Ayung, Tukad Bunutin, Tukad Mengani, Tukad Kilap, Tukad Sidan, Tukad Carangsari) dengan luasan 16.410,70 ha (59,79%).


(19)

Tabel 4.1

Luas Masing-masing Sub-DAS, Erosi, dan Erosi Hasil Perbaikan Nilai CP di DAS Ayung

No. Nama Sub-DAS

(lokasi desa)

Luas Sub-DAS Erosi (t ha-1 th-1)

Erosi Hasil perbaikan

CP

(Ha) % (t ha-1 th-1)

Bag Hulu

1 Sub- DAS Tk. Sidan (Belok) 611,53 2,23 1,61 0,89

2 Sub- DAS Tk. Bangkung (Tambakan) 1812,96 6,61 459,72 19,70

3 Sub- DAS Tk. Ayung (Ulian) 1739,07 6,34 335,13 14,36

4 Sub- DAS Tk. Ayung (Blanga) 635,4 2,32 252,58 10,13

5 Sub- DAS Tk. Ayung (Catur) 1583,33 5,77 182,97 7,84

6 Sub- DAS Tk. Bunutin (Bunutin) 200,36 0,73 665,73 0,63 7 Sub- DAS Tk. Mengani (Mengani) 24,68 0,09 331,70 14,22 8 Sub- DAS Tk. Mengani (Manikliyu) 2216,75 8,08 294,72 12,63 9 Sub- DAS Tk. Ayung (Bayung Cerik) 1016,57 3,70 7,58 0,42 10 Sub- DAS Tk. Kilap (Blanga) 1102,86 4,02 236,35 10,13 11 Sub- DAS Tk. Kilap (Antapan) 1115,19 4,06 129,35 1,39

12 Sub- DAS Tk. Sidan (Plaga) 1703,97 6,21 163,46 1,75

13 Sub- DAS Tk. Ayung (Langgahan) 697,39 2,54 411,96 17,66

14 Sub- DAS Tk. Ayung (Kerta) 2003,42 7,30 459,73 19,70

15 Sub- DAS Tk. Carangsari (Sulangai) 114,89 0,42 0,62 0,62

16 Sub- DAS Tk. Sidan (Belok) 1525,32 5,56 49,99 21,42

17 Sub- DAS Tk. Bangkung (Petang) 50,92 0,19 221,97 1,52 18 Sub- DAS Tk. Anak Ayung (Buahan) 1237,75 4,51 1,52 0,57 19 Sub- DAS Tk. Carangsari (Pangsan) 585,23 2,13 0,57 0,57 20 Sub- DAS Tk. Anak Ayung (Puhu) 1255,37 4,57 1,23 0,53

Tengah

21 Sub- DAS Tk. Carangsari (Carangsari) 723,92 2,64 0,53 0,53

22 Sub- DAS Tk. Medid (Taman) 748,24 2,73 0,74 0,74

23 Sub- DAS Tk. Ayung (Bongkase) 650,48 2,37 0,67 0,67

24 Sub- DAS Tk. Anak Ayung (M Kelod) 1440,95 5,25 0,62 0,62

25 Sub- DAS Tk. Buangga (Mambal) 433,91 1,58 0,50 0,50

26 Sub- DAS Tk. Ayung (Abiansemal) 866,03 3,16 0,52 0,52 27 Sub- DAS Tk. Bangkung (S. Kaja) 37,85 0,14 32,29 0,46 28 Sub- DAS Tk. Bangkung (S. Gede) 577,94 2,11 0,62 0,62

Hilir

29 Sub- DAS Tk. Ayung Hilir (P. galak) 734,4 2,68 45,73 9,61

Total 27.446,68 100,00

Sumber: Hasil analisis

Usaha-usaha perbaikan untuk menurunkan erosi dapat dilakukan dengan meningkatkan tutupan tanah dengan tumpangsari dan penguatan teras. Penguatan teras gulud dengan tanaman penguat teras rumput gajah, sereh dan tanaman lainnya, karena air hujan yang turun dapat ditahan oleh teras. Air diberi kesempatan untuk terinfiltrasi, sehingga mengurangi aliran permukaan dan erosi.


(20)

Lahan semak belukar di lereng yang curam sebaiknya dihutankan dengan tanaman berkayu yang mempunyai akar banyak dan dalam seperti tanaman albizia, bambu, kluwek dan lain sebagainya. Tanaman yang bisa tumbuh di lokasi penelitian, sebagai daerah resapan untuk mengurangi kerusakan lingkungan tetapi mempunyai nilai ekonomi sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani.

4.3 Analisis Pendapatan Petani

Perbedaan pendapatan di hulu, tengah dan hilir disebabkan oleh perbedaan jenis usahatani, di bagian hulu dominan kebun jeruk sedangkan di bagian tengah dan hilir DAS Ayung adalah berupa pertanian padi sawah. Pendapatan di bagian hulu secara ekonomi menguntungkan namun secara lingkungan rentan terhadap erosi, karena tanaman jeruk di tanam secara monokoultur teras tradisional yang ada tanpa tanaman penguat teras (Tabel 4.2).

Pendapatan petani di bagian tengah dan hilir DAS lebih rendah, disebabkan masyarakat di bagian tengah dan hilir lahan yang dikelola mempunyai luas lahan garapan lebih sempit sekitar 30-36 are, sedangkan di hulu 61 are. Petani tidak bisa merubah penggunaan lahan menjadi penggunaan lahan untuk tanaman jeruk, karena sudah merupakan lahan sawah, dengan sistem Subak dimana krama Subak taat pada awig-awig di subak tersebut.

Hubungan keeratan pendapatan petani dan tingkat erosi selanjutnya dianalisis menggunakan metode Rank Spearman. Hasil analisis menunjukkan bahwa pendapatan tinggi tidak selalu diikuti oleh erosi tinggi atau sebaliknya. Hal ini disebabkan oleh pendapatan tinggi karena tanaman utama adalah tanaman jeruk dan harga ditentukan oleh mekanisme pasar.


(21)

Tabel 4.2

Perbandingan Pendapatan Petani dan Tingkat Eosi di Bagian Hulu, Tengah, dan Hilir DAS Ayung (Rp/Petani/Tahun) No. U r a i a n

DAS Ayung Bagian

Hulu Bagian Tengah

Bagian Hilir 1. Pendapatan Kotor (π) (Rp/ha/tahun)

165.987.641 50.184.416 41.361.561 2. 3. Tingkat Erosi Luas (ha) Sangat ringan-sangat berat: (1,04-724,86 t ha-1 th-1.)

0,61

Sangat ringan-sedang dan sangat

berat (0,50- 32,29 dan

221,97 t ha-1 th-1)

0,30

Sangat ringan : (0,22-12,74 t ha-1 th-1), dan

sedang 31,80 t ha -1 th-1),

0,36 Sumber : Hasil analisis

Hipotesis : H0 tidak ada hubungan nyata antara tingkat pendapatan petani dan tingkat

erosi

H1 ada hubungan nyata antara tingkat pendapatn petani dan tingkat erosi.

H0 = diterima (Rs =Koefisien Korelasi Rank Spearman) = 0,25 < R-tabel

(5%, n=3)=1

4.4 Perencanaan Penggunaan Lahan di DAS Ayung. 4.4.1 Perubahan Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan tahun 2012, peningkatan lahan permukiman 15,22 ha (0,31%), hutan seluas 7,37 ha (0,51%), perkebunan seluas 10,92 ha (0,10%), tegalan 191,84 ha (3,40%), dan tanah kosong 8,24 ha (46,51%). Penggunaan lahan sawah irigasi dan semak masing-masing mengalami penurunan seluas 13,246 ha dan 221, 35 ha (0,59% dan 15,04%).

Peningkatan luas lahan hutan di lokasi penelitian karena masyarakat sudah mulai sadar, mengingat fungsi hutan adalah sangat besar karena sekecil apapun perubahan yang terjadi akan mempengaruhi debit DAS. Keadaan ini dapat dilihat dari pengamatan ke lapangan, (Desa Bayung Cerik) pada daerah tersebut di sempadan sungai/jurang sudah ditanami pohon-pohon besar yang mempunyai nilai ekonomi dan berfungsi menjaga


(22)

lingkungan. Lahan semak sudah ditanami tanaman penguat teras seperti rumput gajah yang dilakukan oleh petani di sekitar hutan dengan tujuan untuk menjaga agar tidak terjadi longsor karena petani mulai sadar akan fungsi hutan.

4.4.2 Analisis SWAT

Hasil analisis menggunakan model SWAT, dengan membangun skenario perubahan penggunaan lahan disajikan pada Tabel 4.3

Skenario-1 menggunakan data tahun 2012. Skenario-2, perubahan penggunaan lahan sawah (RICE) menjadi pemukiman (URBN). Skenario-3 perubahan penggunaan lahan tegalan (AGRL) menjadi hutan sekunder (FRST). Skenario-4 perubahan penggunaan lahan semak (SHRB) menjadi hutan sekunder (FRST).

Hasil analisis menunjukkan koefisien regim sungai tertinggi terdapat pada skenario-2 dan terendah pada skenario-4 (4,04 dan 1,94). Hal ini disebabkan oleh perubahan penggunaan lahan, pada skenario-2 air hujan yang jatuh tidak terinfiltrasi dengan baik sehingga aliran permukaan lebih besar dari skenario-4.

Tabel 4.3

Hasil Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Debit di DAS Ayung

No Skenario

Debit maksimum

Debit minimum

Koefisien regim sungai --- m3 det-1 --- 1. Skenario-1 9.34 2,92 3,20 2. Skenario-2 4,29 1,06 4,04 3. Skenario-3 4,09 2,06 1,98 4. Skenario-4 4,34 2,24 1,94 Sumber: Hasil analisis.


(23)

Keadaan ini juga dapat dilihat dari siklus hidrologi, curah hujan yang turun (precipitation) sebesar 2.479,7 mm pada skenario-1menjadi aliran permukaan sebesar 903,84 mm; skenario-2, 960,82 mm; skenario-3, 897,19 mm, dan skenario-4 875,17 mm. Hal ini berarti perubahan penggunaan lahan menyebabkan terjadi perubahan siklus hidrologi. Pada skenario-4 lebih baik karena aliran permukaan yang masuk ke sungai lebih kecil, menyebabkan fluktuasi debit kecil karena adanya peningkatan luas tutupan lahan, sehingga air hujan yang jatuh mempunyai kesempatan terinfitrasi. Siklus hidrologi dari masing-masing skenario disajikan pada Gambar 4.2.

Skenario-1 Skenario-2

Skenario-3 Skenario-4


(24)

Perubahan penggunaan lahan yaitu peningkatan luas lahan hutan, kebun jeruk dan tegalan di bagian hulu DAS berasal dari pengurangan luas lahan semak disekitar lokasi permukiman penduduk. Sebaliknya lahan persawahan di bagian tengah dan hilir DAS luasnya menurun, karena kebutuhan akan lahan untuk perumahan atau kawasan terbangun meningkat. Peningkatan luas penggunaan lahan untuk permukiman di bagian tengah dan hilir DAS, berasal dari konversi atau alih fungsi lahan sawah sengaja tidak ditanami atau memang dibiarkan kering sehingga akan menjadi lahan kering. Peningkatan luas permukiman dapat dijadikan indikator meningkatnya jumlah penduduk di suatu wilayah. Contohnya adanya pembangunan perumahan di daerah Peguyangan Kangin ke Selatan yaitu Perumahan Villa Ayung dan Terras Ayung, dan Perumahan di daerah Penatih.

Meningkatnya jumlah penduduk di bagian hilir DAS, menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan dengan cepat. Hal ini sependapat dengan hasil penelitian Subadiyasa et al. (2010) dan Bali Post ( 2013) yang menyatakan bahwa sudah terjadi konversi atau alih fungsi lahan rata-rata 100 ha per tahun.

Menurut Rahmadi (2008), pengelolaan DAS yang baik adalah pengelolaan yang memperhatikan berbagai aspek yang terkait di dalamnya, baik aspek sosial, ekonomi, maupun fisik. Pentingnya kawasan DAS bagian hulu, yaitu kawasan hutan lindung di Kintamani dan Petang perlu diperhatikan, karena kerusakan pada kawasan hulu akan menimbulkan kerugian lebih banyak di kawasan tengah dan hilir dari aspek ekonomi dan sosial budaya. Untuk menjaga hal tersebut maka perlu menerapkan kearifan lokal yang bersumber dari falsafah Agama Hindu Tri Hita Karana, yaitu keselarasan dan


(25)

keharmonisan hubungan antara manusia dengan Tuhan (Parhayangan), hubungan manusia dengan manusia (Pawongan), dan hubungan antara manusia dan lingkungan (Palemahan) dalam mencapai kesejahteraan hidup lahir dan batin (Windia, 2006).

Sedangkan untuk mengetahui pengaruh pola penggunaan lahan terhadap erosi dan pendapatan petani disajikan pada Tabel 4.4.

Hasil analisis, penggunaan lahan monokultur jeruk dibandingkan tumpangsari (jeruk-bunga gumitir) dan tanaman penguat teras (rumput gajah) menyebabkan erosi menurun dari 182,97 t ha-1th-1 menjadi7,84t ha-1th

-1

terjadi penurunansebesar 175,13 t ha-1th-1 (96%). Erosi menurun disebabkan penggunaan lahan sudah mengikuti kaidah-kaidah konservasi yaitu tumpangsari jeruk dengan bunga gumitir dan strip rumput gajah menyebabkan penambahan kerapatan tanaman, air hujan yang turun tidak langsung mengenai permukaan tanah sehingga energi kinetik dari hujan dapat diredam oleh tajuk tanaman, aliran permukaan dapat diminimalisir.

Tabel 4.4

Pengaruh Pola Penggunaan Lahan Terhadap Erosi dan Pendapatan Petani di DAS Ayung

No Pola Penggunaan

lahan R K LS CP Erosi (t ha

-1 th-1)

Edp (t ha

-1 th-1)

Pendapatan petani (Rp/th) 1 Jeruk 2764,8 0,29 3,26 0,07 182,97 57,00 37.500.000 2 Jeruk + rumput gajah 2764,8 0,29 3,26 0,02 52,27 57,00 38.500.000 3 Jeruk + bunga gumitir

+ rumput gajah 2764,8 0,29 3,26 0,003 7,84 57,00 39.880.000

Sumber : Hasil analisis

Pendapatan petani jeruk secara monokultur dengan hasil jeruk rata-rata 3 ton per ha per tahun dengan harga jeruk pada saat penelitian Rp 12.500 per kg maka didapatkan hasil dari penjualan jeruk adalah Rp


(26)

37.500.000,-. Pendapatan petani dari penjualan jeruk dengan rumput gajah dengan rata-rata penghasilan 3 ton per ha per tahun dengan harga jeruk Rp 12.500,- dan hasil penjualan dari rumput gajah rata-rata sebesar Rp. 1.000.000 per tahun maka pendapat petani seluruhnya Rp 38.500.000,-. Pendapatan petani menanam secara tumpangsari maka hasil penjualan jeruk, rumput gajah dan bunga gumitir adalah sebesar Rp. 39.880.000,-, pendapatan meningkat sebesar Rp 2.380.000 dari pendapatan Rp 37.500.000,- menjadi Rp 39.880.000,- (6%). Penggunaan lahan tumpangsari secara ekonomi dan secara lingkungan memberikan dampak positif, karena tingkat erosi dapat diminimalisir.

4.5 Temuan Penelitian (Novelty)

1. Perubahan pengunaan lahan semak menjadi hutan sekunder (peningkatan luas tutupan lahan 5%) dapat menurunkan koefisien regim sungai 38%.

2. Penggunaan lahan tumpangsari (tanaman jeruk + bunga gumitir + rumput gajah) dapat menurunkan erosi sebesar 96% dan dapat meningkatkan pendapatan petani Rp.2.380.000,00 per ha per tahun dibandingkan dengan penggunaan lahan kebun jeruk

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

1. Koefisien regim sungai DAS Ayung adalah 3,2 dengan debit maksimum sebesar 9,37 m3 det-1 dan debit minimum sebesar 2,92 m3 det-1.

2. Erosi di DAS Ayung tergolong sangat ringan terdapat di bagian hilir (0,22-12,74 t ha-1th-1), erosi sangat ringan sampai sangat berat di bagian tengah (0,50-221,97 t ha-1th-1), erosi sangat ringan sampai sangat berat di bagian hulu (1,04-724,86 t ha-1th-1), melebihi erosi yang diperbolehkan (Edp) 22,60-57,00 t ha-1 th-1.


(27)

3. Pendapatan petani di DAS Ayung bagian hulu adalah Rp 165.987.641,- (tertinggi) sedangkan di bagian tengah dan bagian hilir adalah Rp 50.184.416,- dan Rp 41.361.561,-

4. Perubahan penggunaan lahan semak menjadi hutan sekunder (peningkatan luas tutupan lahan 5%) dapat menurunkan koefisien regim sungai 38%.

5. Penggunaan lahan tumpangsari (jeruk+bunga gumitir+rumput gajah) dapat menurunkan erosi sebesar 96% dan meningkatkan pendapatan petani sebesar Rp. 2.380.000 per ha per tahun dibandingkan dengan penggunaan lahan jeruk.

5.2 Saran

1. Hasil simulasi dengan model SWAT dapat digunakan sebagai salah satu pertimbangan dalam pengelolaan DAS kedepan.

2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan model SWAT pada DAS-DAS di Bali.


(28)

20

IN THE AYUNG WATERSHED

BALI PROVINCE

I. INTRODUCTION 1.1 Back Ground

Watershed is an expanse of territory or area bounded by limiting topography which receives, collects rain water, sediments and nutrients as well as running it through creeks and rivers out to sea or lake. (Asdak, 2004; PP 37/2012). Damage often occurs in the watershed due to human intervention and the need to increase, and the use of land that is not in accordance with the principles of soil and water conservation (Santoso, 2012).

According to Paimin et al. (2010) characteristics of the watershed is the basic foundation of the approach in watershed management. Characterization system at the level of the watershed and sub-watershed give information of degradation level to support watershed management planning or Sub-watershed a more operational.

The administration of the Ayung watershed in the north tipped in Bangli, Badung, Buleleng and Tabanan, Gianyar and Badung flows through and empties into the South in Denpasar City. Ayung watershed has an important role that is the source of irrigation water in agriculture, raw water by Denpasar and Badung water company (PDAM) to be processed into drinking water. Other activities that were found in the flow of Ayung river is rafting are much in demand by domestic and foreign tourists. Ayung river also used by the people closest to domestic needs such as bathing, washing and toilet facilities, for the benefit of social-religious


(29)

activities, melasti ceremonies, nganyut resulting in a conflict of interest in the utilization of water Ayung river (Bappeda Bali, 2002).

Land use in the upstream of Ayung watersheds dominated mixed farms, fields, shrubs untreated soil and water conservation as well. Such conditions can lead to erosion and land degradation, which in turn lowers the productivity of the land. Ayung river watersehd, especially in the central part of the district of Gianyar, along the banks of the river overlooking the gorge built tourism support facilities such as hotels and restaurants should have conservation areas, while in the lower part of the Ayung watersehed occurred dominant land conversion to settlements and tourism services.

The rate of land conversion occurs rapidly from farm to non farm, so that land cover reduced. The downstream area of green open space for city area of green open (RTHK) is reduced, because it was built for residential areas, especially the opening of Land Consolidation (LC), and even in 2013 is estimated at about 100 ha of paddy fields in Denpasar turned into LC (Dinas Tata Ruang dan Perumahan, 2013).

Overcome issue mentioned, the necessary improvement of the condition of watersheds with soil and water conservation, so that controlled reciprocal relationship the natural resources wand watershed environment with human activities, so preservation of to the environment and human welfare.

1.2 Problem Formulation

Formulated the problem is as follows: (1) How the discharge of Ayung watershed? (2) How does the level of erosion of Ayung watershed? (3) What is the


(30)

income of farmers in the Ayung watershed? and (4) How is the effect of land use change on discharge and the level of erosion in the Ayung watershed?

II.THINGKING FRAMEWORK, CONCEPT, AND RESEARCH HYPOTHESES

2.1 Thingking Framework

Ayung watershed faced the problems, the conversion of land use from agricultural to non-agricultural, which resulted in a lack of land cover by vegetation, the impact it is erosion. Erosion caused the loss of fertile soil layer, sedimentation in the river, and the river water flow decreases. Discharge DAS analyzed using a model SWAT (Ardiansyah et al., 2005; Mosher, 2004; Notter, 2009). Changes in the hydrological response due to changes in land use can also be seen from the ratio between maximum and minimum flow discharge (Prastowo, 2003). This ratio is used as an indicator of whether the management of a watershed successful or not so that it can be known whether a DAS has been damaged or not. If the maximum and minimum of discharge fluctuation is high, meaning that the damaged watershed hydrological function, so it can be said that the function of the watershed has been disturbed and the watershed quality degradasi.

In watershed management, in addition to the hydrological conditions, erosion rates, revenue aspect very important role. Farmers income known by analyzing farm income of farmers in the Ayung watershed. Revenue is the total revenue from the main farm and sideline products. Expenditure is the total cost incurred during the production process (Soekartawi, 1995). Briefly the thingking framework of the study are presented in Figure 2.1


(31)

Land use (existing)

Planning of the changes land use

Scenarios (Simulation)

AYUNG WATERSEHD CONDITION

Figure 2.1 Thinking Framework 2.2 Concept of Research

The concept study started from: (a) Assessments to the field to determine the location of the research, (b) Compilation of watershed maps, DEM maps, maps of soil type, slope maps and land use maps to obtain the map respo hydrological unit (Urh), (c) Collect the soil samples to the field, (d) Analysis of soil physical and chemical properties in the laboratory, (e) Analysis of the data for discharge, erosion, farmer’s income and the income of farmers and relationships erosion rates. The concept of such research can be detailed flowchart in Figure 2.2

Farmers Incomes (statistic descriptive)

discharge


(32)

Figure 2.2 Consept Research

Ayung Watershed

Condition

Determination of Location Preliminary

Study to the field (surveys)

Research Compilation

of Map

Secundary Data 1. Map of Watershed 2. Map of DEM 3. Map of Soil

Types,

4. Map of the Slopes, 5.Map Land Use

Map of HRU Determination

of sample points Analyzing

1 Discharge

Secondary data: 1. Climate 2. The pattern of land

use

3. Plants / Vegetation 4. Land management

Methods:

1. SWAT

Scenarios (simulation)

Planing of Land Use Change

Discharge

Novelty

3. Statistic of descriptive

Farmer Income

2. Erosion 2. USLE

Erosion


(33)

2.3 Hypothesis

1. The coefficient of river regime is greater than one. 2. The highest erosion rates in the upstream and

downstream erosion lowest in the Ayung River Basin.

3. The income of farmers in the upper Ayung watersheds igher than in the middle and downstream. 4. Land use change can improve discharge and erosion

rates in the Ayung watersehd. III. RESEARCH METHODS 3.1 Research Design

The design of the research using a combined approach of quantitative and qualitative descriptive. The research was conducted by using primary data to the field survey and secondary data from relevant agencies. 3.2 Research Procedure

Research procedures are as follows:

1. The collection of primary data (field observation) based on soil characteristics and the characteristics of the river, and secondary data (agencies).

2. Compile some maps, uniformity of soil type, slope and land-use class is classified into one unit of land or Hydrological Response Unit (HRU), the upstream watershed 23 samples, and central part watersehd of 10 samples, and the downstream watershed 7 samples, in order to get 40 samples. Map Sub-watershed and Soil Sampling Point presented in Figure 3.1.

3. Analysis of soil physical and chemical properties of soil in the Laboratory of Soil and Environmental of Study origram of Agroecotechnology, Faculty of Agriculture, University of Udayana in Denpasar.


(34)

Figure 3.1

Sub-watershed map and Point Sampling in Ayung Watershed

4. Farming analyzed based on the results of a questionnaire given to respondents farmers, and farmers who are married preferably by 77 respondents.

5. Perform simulated by changing land use to determine discharge and erosion rates in the Ayung watersehd. 6. Procedures of research presented in the flow chart


(35)

Figure 3.2


(36)

3.3 Method of Data Analysis

Data were analyzed with a SWAT model for discharge, USLE method to determine the level of erosion. Farmers income were analyzed using descriptive statistics and correlation erosion and farmers' income by Spearman Rank. .

IV. RESULT AND DISSCUSION 4.1 Hydrology of Watershed

Hydrological watershed is affected by rainfall especially rain transformation process into the discharge. The rain that falls in a watershed will change to flow in the river, so there is a relationship between rainfall and flow rate, which depends on the characteristics of the watershed.

4.1.1 River discharge

SWAT model analysis results of water discharge in the river watershed between the rainy season and the dry season is different, namely the average maximum discharge of 9.37 m3 s-1 and the average minimum flow of 2.92 m3det-1 with the river regime coefficient of 3.20 This is caused by the ability of the watershed ecosystem, especially in the upper watershed in the governance Ayung water began to decline due to changes in land use and do not apply the rules of soil and water conservation.

Discharge as the output of hydrological processes can be used as an indicator to assess the quality of land use in a watershed. The results of the above analysis suggests that the rainfall that caused the discharge of high fluctuation, due to a change in land use from upstream to downstream watersheds, so that a watershed


(37)

ecosystem malfunction as well. The rain that falls all become runoff due to land cover changes, the plant canopy or canopy covering the less surface of the soil tightly so that there is open ground level.

The kinetic energy of rainfall that fell nothing dampen due to the lack of ground cover, rainfall on the ground all becomes runoff, then get into water bodies causing great river discharge during the rainy season and small in the dry season. That is not capable of watershed functions as the manager of the water system is well proven there are fluctuations in the water flow of the river is quite large. In addition to the influence of rainfall occurrence of a change in the discharge (fluctuating) because it is influenced also by soil type, slope and land use.

4.1.2 Calibration of Model

Calibration is performed to obtain a discharge simulation approach measurement value. discharge simulation and measurement results are presented in Figure 4.1.

Figure 4.1


(38)

4.2 Erosion in Ayung Watershed

Results of analysis of DEM map using ArcSWAT show Ayung watershed with an area of 27 446,68 ha, the number of sub-watershed as much as 29, with the position of the outlets are at the beach of Padanggalak. Size Sub-watershed, erosion magnitude for each sub-watershed is presented in Table 4.1.

Based on the analysis of 29 sub-watersheds, the sub-watershed that impact of damage sub- watershed is located in the upper watersheds, namely, sub- watershed numbers: 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 10, 11 , 12, 13, 14, 16, and 17 (sub- watershed of Bangkumg river, Ayung river, Bunutin river, Mengani river, Kilap river, Sidan river, and Carangsari river) with an area of 16410.70 ha (59.79%).

As described earlier, improving efforts to reduce erosion can be done by increasing the soil cover with intercropping or alley farming and strengthening the terrace. Strengthening gulud terrace with patio booster plant elephant grass, lemon grass and other plants, because of the rain that fell can be retained by the patio because the amplifier patio plants. Water was given the opportunity to infiltrated, reduce runoff and erosion, so that environmental damage can be prevented.

Shrub land on steep slopes should be forest with woody plants that have many roots and the like albizia plants, bamboo, kluwek and so on. Plants that can be grown in the research location, as catchment areas to reduce environmental damage but have economic value so as to increase farmers' income.


(39)

Table 4.1

Size of Each Sub-Watershed, Erosion, and Erosion Repair Results, CP Value at Ayung Watershed N

o

Name of Sub-Watershed (location-Village)

Size of Sub-Watershed Erosion (t ha-1 th -1)

Erosion of Revision

Result CP

(Ha) % (t ha-1 th-1)

Upstream

1 Sub- Watershed of Sidan river (Belok) 611,53 2,23 1,61 0,89 2 Sub- Watershed of Bangkung river (Tambakan) 1812,96 6,61 459,72 19,70 3 Sub- Watershed of Ayung river (Ulian) 1739,07 6,34 335,13 14,36 4 Sub- Watershed of Ayung river (Blanga) 635,4 2,32 252,58 10,13 5 Sub- Watershed of Ayung river (Catur) 1583,33 5,77 182,97 7,84 6 Sub- Watershed of Bunutin river (Bunutin) 200,36 0,73 665,73 0,63 7 Sub- Watershed of Mengani river (Mengani) 24,68 0,09 331,70 14,22 8 Sub- Watershed of Mengani river (Manikliyu) 2216,75 8,08 294,72 12,63 9 Sub- Watershed of Ayung river (Bayung Cerik) 1016,57 3,70 7,58 0,42 10 Sub- Watershed of. Kilap river (Blanga) 1102,86 4,02 236,35 10,13 11 Sub- Watershed of Kilap river (Antapan) 1115,19 4,06 129,35 1,39 12 Sub- Watershed of Sidan river (Plaga) 1703,97 6,21 163,46 1,75 13 Sub- Watershed of Ayung river (Langgahan) 697,39 2,54 411,96 17,66 14 Sub- Watershed of Ayung river (Kerta) 2003,42 7,30 459,73 19,70 15 Sub- Watershed of Carangsari river (Sulangai) 114,89 0,42 0,62 0,62 16 Sub- Watershed of Sidan river (Belok) 1525,32 5,56 49,99 21,42 17 Sub- Watershed of Bangkung river (Petang) 50,92 0,19 221,97 1,52 18 Sub- Watershed of Anak Ayung river (Buahan) 1237,75 4,51 1,52 0,57 19 Sub- Watershed of Carangsari river (Pangsan) 585,23 2,13 0,57 0,57 20 Sub- Watershed of Anak Ayung river (Puhu) 1255,37 4,57 1,23 0,53

Center

21 Sub- Watershed of Carangsari river (Carangsari) 723,92 2,64 0,53 0,53 22 Sub- Watershed of Medid river (Taman) 748,24 2,73 0,74 0,74 23 Sub- Watershed of Ayung river (Bongkase) 650,48 2,37 0,67 0,67 24 Sub- Watershed of Anak Ayung river (M Kelod) 1440,95 5,25 0,62 0,62 25 Sub- Watershed of Buangga river (Mambal) 433,91 1,58 0,50 0,50 26 Sub- Watershed of Ayung river (Abiansemal) 866,03 3,16 0,52 0,52 27 Sub- Watershed of Bangkung river (S. Kaja) 37,85 0,14 32,29 0,46 28 Sub- Watershed of Bangkung river (S. Gede) 577,94 2,11 0,62 0,62

Downstreamr

29 Sub-Watershed of Ayung Downstream (P.

galak) 734,4 2,68 45,73 9,61

Total 27.446,68 100,00

4.3 Analysis of Farmer Income

Farming conditions are represented by the average income of farmers sampled in each part of the watershed (upstream, midstream, downstream), when linked with the level of erosion in the watershed of each section, it turns out the highest income of farmers in the Ayung watershed upstream section followed by erosion rate from mild to very severe (1.04 to 724.86 t ha-1 yr-1). The middle and downstream watershed erosion


(40)

Ayung very mild to very severe, the center of the erosion 0.50 to 221.97 t ha-1 yr-1 and the downstream erosion from 0.22 to 31.80 t ha-1 yr-1. (Table 4.2)

Table 4.2

Comparison of Farmers' Income and Rate Erosi in Section Upstream, Center, Downstream of Ayung Watershed

(Rupiah/Farmer/Year)

No. Description

Ayung Watershed Upstream

Section Center Section

Downstream Section 1. Gross Income (π) (Rp/ha/year)

165.987.641 50.184.416 41.361.561

2.

3.

Rate of Erosion

Size (ha)

Very mild to very severe: (1,04-724,86

t ha-1 th-1.)

0,61 Very mild-moderate and severe (0,50- 32,29 dan 221,97 t ha-1 th-1)

0,30

Very light (0,22-12,74 t ha-1 th-1), dan

sedang 31,80 t ha-1 th-1),

0,36 Source : Result of analysis

Hypothesis : H0 : there is no real correlation between the level of farmers'

income and the rate of erosion

H1: there is a real correlation between the level of farmers'

income and the rate of erosion.

H0 = be accepted (Rs =coefisien correlasi of Rank Spearman)

= 0,25 < R-table (5%, n=3) =1,00

Differences in income in the upstream, midstream and downstream are caused by differences in the type of farming, the dominant upstream while the orange groves in the middle and lower reaches of the Ayung watershed is in the form of paddy rice farm. Revenues in the upstream economically beneficial but environmentally vulnerable to erosion, due to citrus crops in the planting of traditional terrace monokoultur without amplifier patio plants.


(41)

The income of farmers in the middle and lower reaches of the watershed is lower, due to the people in the middle and downstream land managed acreage has more narrow around 30-36 acres. Farmers can not change the land use to land uses for citrus crops, because it is a wetland or rice field, with a Subak system where the member of Subak obey to rule (awig-awig) in the Subak.

The relationship of the farmers' income and erosion rates were then analyzed using Spearman Rank. The analysis showed that high income is not always followed by a high erosion or otherwise. This is caused by high revenues for major crops are citrus crop whose price is determined by the market.

4.4 Planning of the Land Use in Ayung Watershed 4.5.1 Change of the Land Use

Changes in land use in 2008 to 2012 the increase in the use of residential land / buildings 15.22 ha (0.31%), forest area of 7.37 ha (0.51%), the plantation area of 10.92 ha (0.10% ), moor 191.84 ha (3.40%), and vacant land 8,24 ha (46.51%). The use of irrigated land and shrubs each area of 13.246 ha declined and 221, 35 ha (0.59% and 15.04%).

Based on the result of analysis and interview with respondents farmers in Kintamani district and Petang subdistrict, the increase in forest area in the study site because people have begun to realize, given the function of the forest is very large due to the slightest changes will affect the watershed discharge. This situation can be seen from the observation to the field, in the village of Bayung Cerik, where in the area at the border of the river has been planted with large trees that have economic value and function of protecting the


(42)

environment. Besides, between pine trees (forest) and the land has been planted with shrubs such as elephant grass terrace amplifier is performed by farmers around the forest with the aim to guard against landslides because farmers began to realize the functions of the forest.

4.5.2 Analysis of SWAT

Results of analysis using models SWAT, with land use change scenarios are presented in Table 4.3

Table 4.3

Analysis Results of Land Use Change on discharge in Ayung Watershed

No Scenarios

Maximum

discharge

Minimum

discharge

River Regim Coefficient --- m3 det-1 ---

1. Scenario-1 9.34 2,92 3,20

2. Scenario-2 4,29 1,06 4,04

3. Scenario-3 4,09 2,06 1,98

4. Scenario-4 4,34 2,24 1,94

Source : Result of Analysis

Scenario-1 using the data changes in land use in 2008-2012. Scenario-2, changing the use of wetland (RICE) to residential (URBN). Scenario-3 mixed plantation land use change (AGRL) become secondary forest (FRST). Scenario-4 changes in land use bush (SHRB) become secondary forest (FRST).

The result of analysis showed the highest coefficient of river regime contained in the scenario-2 and the lowest in scenario-4 (4.04 and 1.94). It is caused by changes in land use, the scenario-2 rainwater that falls is not infiltrated properly so that surface runoff a greater than scenario-4. This situation can also be seen from the results of the hydrological cycle. In scenario-1 precipitation of 2479.7 mm into the surface flow 981,48 mm; scenario-2 becomes runoff of 960.82 mm;


(43)

scenario-3 becomes run off 897.19 mm and scenario-4 becomes runoff 875,17 mm. This means that changes in land use scenario-4 is better because of runoff into the smaller rivers, because of the vast increase in land cover, so that the rain water that falls has a chance infiltrated. Hydrological cycle of each scenario presented in Figure 4.2.

Scenario-1 Scenario-2

Skenario-3 Skenario-4

Figure 4.2 The Hydrological Cycle

Changes in land use, namely the increase in forest area, orange groves and fields in the upper watershed land area derived from the reduction of the bushes around the location of settlements. Instead of paddy


(44)

fields in the middle and lower reaches of the watershed size of decline, due to the need for land for housing or waking region increases. Increasing in the use of land for settlements in the middle and lower reaches of the watershed, from the conversion of paddy land conversion or deliberately left fallow or is allowed to dry so that it will become dry land. Increased residential area can be used as an indicator the increasing number of residents in an area and the shrinking of agricultural land into residential areas or paddy fields. For example a housing development in the area Peguyangan Kangin to the South, namely Housing of Ayung Villa and Terras, and housing in the area of Penatih.

The increasing of people number in the lower watershed, causing land conversion quickly. This happens in downtown Denpasar, Badung and Gianyar, in this area increased rapidly due to population growth there is a center of government, education center and economic center, and the development of supporting services for tourism. This agrees with the results of research Subadiyasa et al. (2010) which states that a conversion has occurred over the land or an average of 100 ha per year.

According Rahmadi (2008), a good watershed management is the management that takes into account various aspects related, whether social, economic, and physical. From the physical aspects need to monitor changes in land use so as to control the water flow changes and minimize damage to land because land use is not in accordance with its carrying capacity.

The importance of watershed areas upstream, namely protected forest area in Kintamani and Petang to consider, because of damage to the upstream region will cause more losses in the middle and downstream of the


(45)

economic and socio-cultural aspects. To maintain that it is necessary to apply the local wisdom that comes from Hinduism philosophy of Tri Hita Karana. In essence calls for harmony and harmonious relationship between human and God (Parhayangan), the relationship between humans (Pawongan), and the relationship between humans and the environment (Palemahan) in achieving welfare and unseen (Windia, 2006).

The calculation result of land use changes in the upstream watershed Ayung of citrus plants (monokutur) to intercropping (orange + gumitir flower + elephant grass strip), the amount of erosion and farmers' income can be seen (Table 4.4)

Table 4.4

Effect of Land Use Pattern on Erosion and Revenue Farmers in the Ayung Watershed

No Land use patterns R K LS CP Erosion

(t ha-1

th-1)

Edp (t ha-1

th-1)

Farmer Income (Rp/th) 1 Orange 2764,8 0,29 3,26 0,07 182,97 57,00 37.500.000 2 Orange + Elephant Grass 2764,8 0,29 3,26 0,02 52,27 57,00 38.500.000 3 Orange + gumitir flower

+ elephant grass 2764,8 0,29 3,26 0,003 7,84 57,00 39.880.000 Sumber : The result of analysis

Results of the analysis of Table 4.4, the pattern of land use than monoculture cropping citrus (orange-

gumitir flower) and crop terraces amplifier (elephant

grass) cause erosion decreased from 182.97 t ha-1th-1 to 7.84 t ha-1th-1 occurs a decrease of 175.13 t ha-1th-1 (96%). Erosion caused declines have followed the pattern of land use conservation principles that intercropping orange with gumitir flowers and elephant grass strip led to the addition of plant density. This causes the rainwater that fell not directly on the ground


(46)

so that the kinetic energy of the rain can be muted by the plant canopy, erosion can be minimized.

Citrus farmers' income in monoculture with oranges result an average of 3 tonnes per ha per year at a price of oranges during the research Rp 12,500 per kg, the results obtained from the sale of oranges is Rp 37,500. 000, -. Farmers' income from the sale of citrus with elephant grass with an average income of 3 tonnes per ha per year at a price of oranges Rp 12,500, - and the proceeds from the sale of elephant grass on average Rp. 1,000,000 per year the farmer idea entirely Rp 38.500.000,-. Income farmers intercropped plant, the proceeds of citrus, grass and gumitir flowers is Rp. 39.880.000,-, revenues increased by Rp 2.380.000 on revenue of Rp 37,500,000, - to Rp 39.880.000,- (6%). This is due to the revenue generated from the results of oranges not only, but also come from the sales proceeds

gumitir flowers and grass. Intercropping land use

economically and environmentally positive impacts, because the rate of erosion can be minimized. That is cultivated citrus commodities should follow the rules of soil and water conservation, for sustainable agriculture. 4.6 Novelty of Research

Novelty of research are:

1. Land use changes shrubs become secondary forest (increased 5% area of land cover) can decrease coefficient of regime river of of 38%.\

2. The pattern of land use intercropping (citrus plants +

gumitir flowers + elephant grass) can reduce erosion

by 96% and can increase farmers' income Rp.2.380.000,00 per ha per year compared with the pattern of land use citrus garden in monoculture.


(47)

V. CONCLUSIONS AND SUGGESTIONS 5.1 Conclusions

Based on the results and discussion, it can be formulated some conclusions, namely:

1. Coefficient of regime river of Ayung watershed is 3.2 with a maximum discharge of 9.37 m3 s-1 and a minimum discharge of 2.92 m3 s-1.

2. Erosion in the Ayung watershed as very mild in the lower and middle to very heavy, where in the upper (0.22 to 724.86 t ha-1th-1), exceeding the allowed erosion (Edp) from 22.60 to 57.00 t ha-1 yr-1.

3. The income of farmers in the upstream part of the Ayung watershed is Rp 165,987,641, - (the highest), while in the middle and downstream is Rp 50,184,416, - and Rp 41,361,561, -

4. Changes in land use shrubs become secondary forest (land cover vast increase 5%) can reduce the coefficient of river regime 38%.

5. The pattern of land use intercropping (orange +

gumitir flower + elephant grass) can reduce erosion

by 96% and increase farmers' income by Rp. 2.380.000 per ha per year compared with the pattern of land use orange.

5.2 Suggestions

1. The results of the simulation with SWAT models can be used as one of the considerations in watershed management in the future.

2. Need to do further research using the SWAT model of watersheds in Bali.


(48)

REFERENCES

Ardiansyah, M., E. Suryani, S. D. Tarigan, dan F. Agus. 2005. Optimasi Perencanaan Penggunaan Lahan

dengan Bantuan SIG dan Soil and Water Assessment Tool: Suatu Studi di DAS Cijalurang,

Jawa Barat. Makalah disajikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV tentang ”Peningkatan Efektif Penginderaan Jauh untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”.Gedung Rektorat Lt.3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya. Surabaya.

Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Penerbit: IPB Press. Bogor.

Asdak, C. 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah

Aliran Sungai. Penerbit: Gajah Mada University

Press. Yogyakarta.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Bali. 2002. Rencana Pengelolaan Secara Terpadu

Daerah Aliran Sungai Ayung. Kerjasama Bappeda

dengan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas Udayana. Denpasar.

BPDAS. 2009. Rencana Pengelolaan DAS Terpadu

SWP DAS Pangi Ayung. Laporan Balai

Pengelolaan Daerah Airan Sungai Unda Anyar. Direktorat Jendral Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial, Departemen Kehutanan, Denpasar.

Dinas Tata Ruang dan Perumahan. 2013. Banyak Sawah Di-LC kan. RTHK Denpasar Berkurang 100 hektar. Bali Post. 6 Juni. Denpasar. Bali.


(49)

Direktorat Kehutanan dan Konservasi Sumberdaya Air. 2008. Kajian Model Pengelolaan Daerah Aliran

Sungai (DAS) Terpadu. Jakarta.

Droogers, P. and A.V. Loon. 2007. Soil and Water Assessment Tool, Gediz Basin – Turkey. WatManSup project WatManSup Report No 6. FutureWater Costerweg 1G 6702 AA Wageningen Netherlands. In Web. Google: SWAT Analysis. Jaswinder Singh, H. Vernon Knapp, and Misganaw

Demissie. 2004. Hydrologic Modelling of the Iroquois River Watershed Using HSPF and SWAT.Watershed Science Section. Illinois State Water Survey.

Kementerian Kehutanan. 2014. Manual Model SWAT

dengan Arcgis 10.1. Direktorat Jendral Pengelolaan

Daerah Aliran Sungai dan Institut Pertanian Bogor.Mosher, T. 2004. Soil and Water Assessment Tool (SWAT) Model a Review. Developed by USDA, ARS, Grassland, Soil & Water Research Laboratory Natural Resources Systems Research Temple, Texas Term Paper Presentation Geog 590-002 Land-Use Modeling April 29, 2004. In Web Google: SWAT Analysis. Neitsch, S.L., J.G. Arnold, J.R. Kiniry, R. Srinivasan,

J.R. Wiliams. 2005. Soil and Water Assessment

Tool user’s Manual. Version 2000. Grassland, Soil

& Water Research Laboratory, Temple, Texas (GSWRL Report 02-02).

Notter, B. 2009. SWAT-P Hydrological Model. Documentation of change with respect to SWAT 2005. NCCR North-South.


(50)

Paimin, Sukresno, dan Purwanto. 2010. Sidik Cepat

Degradasi Sub Daerah Aliran Sungai (Sub-DAS).

Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Badan Litbang Kehutanan, Bogor. Cetakan Kedua, ISBN: 979-3145-29-3. Pawitan, H. 2004. Teknologi Informasi Untuk

Manajemen Sumber Daya Alam. Pelatihan Dosen.

Bogor.

Peraturan Pemerintah. 2012. Implementasi PP No.37

Tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.

Seminar Nasional Pengelolaan DAS.

Diselenggarakan oleh BPDASSPS DEPHUT RI Dalam Rangka Membangun Keterpaduan Para Pihak Dalam Pengelolaan DAS. Jakarta.

Permission. 1998. ER. Mapper 6.0. Helping People

Manage The Earth. User Guide. Earth Resources

Mapping. Pty. Ltd.Poerbandono,A., Basya, A.B. Harto, P. Rallyant. 2006. Evaluasi Perubahan Perilaku Erosi Daerah Aliran Sungai Citarum Hulu dengan Pemodelan Spasial. Jurnal Infrastruktur

dan Lingkungan.Vol: II (2): 54-63.

Prastowo. 2003. Masalah Sumberdaya Air di Indonesia

: Kerusakan DAS dan Rendahnya Kinerja Pemanfaatan Air. http://www.google.co.id/search.

Diunduh 27 Mei 2013.

Rahmadi, A. 2008. Air Sebagai Indikator Pembangunan

Berkelanjutan (Studi Kasus: Pendekatan Daerah Aliran Sungai). Program Studi DAS. Institut


(51)

Santoso, H. 2012. Membangun Keterpaduan Dalam

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Direktur

Jendral Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial. Kementerian Kehutanan. Jakarta.

Schuol, J., and K. C. Abbaspour. 2006. Calibration and Uncertainty Issues of A Hydrological Model (SWAT) Applied to West Africa. Journal of

Advances in Geosciences 9: 137-143.

Sismanto. 2009. Analisis Lahan Kritis Sub-DAS Riam Kanan DAS Barito Kabupaten Banjar Kalimantan Tengah. Jurnal Aplikasi. Vol: 6 (1):1-11. Kalimantan Tengah.

Soekartawi, A. 1995. Analisis Usahatani. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta.

Srinivasan, R. 2009. ArcGIS Interface for Soil and

Water Assessment Tool (SWAT). Blackland

Research and Extension center and Spatial Sciences Laboratory. Texas Agriculture Experiment station. Texas A&M University. http:// www.brc.tamus.edu/swat. Diunduh 17 Juni 2013. Subadiyasa,N.N., Indayati, L. dan K.Sardiana. 2010.

Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Subak Berbasis Masyarakat dan Upaya Peningkatan Produtivitas Lahan di Kabupaten Tabanan, Bali.

Laporan. Penelitian Hibah Penelitian Strategis Nasional. Universitas Udayana. Denpasar.

Sudaryono.2003. Teknologi Usahatani Konservasi Terpadu Konsep Pembangunan Berbasis Keserasian Lingkungan. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. J. Tek. Ling. Vol 4(2): 48-54. Jakarta.


(52)

Suripin. 2002. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Penerbit Andi. Yogyakarta.

Suryani, E. 2004. Optimasi Perencanaan Penggunaan Lahan dengan Bantuan Sistem Informasi Geografi dan Soil and Water Assessment Tool: Suatu Studi di DAS Cijalupang, Bandung, Jawa Barat. Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Syam, A. 2003. Sistem Pengelolaan Lahan Kering Di Daerah Aliran Sungai Bagian Hulu. Jurnal Litbang

Pertanian.Vol. 22 (4): 162-171.

Windia, W. 2006. Transformasi Sistem Irigasi Subak

yang Berlandaskan Konsep Tri Hita Karana.


(53)

BIODATA

A. Identitas Diri

1 Nama Lengkap Ir. Made Sri Sumarniasih, MS 2 Jabatan Fungsional Lektor Kepala

3 Jabatan Struktural -

3 NIP 19600523 198603 2 001 4 Tempat dan Tanggal

Lahir

Singaraja, 23 Mei 1960

5 Alamat Rumah Jl. Tukad Banyusari XV/21 Denpasar 6 Nomor

Telepon/Faks//HP

08155776652

7 Alamat Kantor Jalan PB Sudirman, Denpasar, Bali 8 Alamat e-mail madesris@gmail.com

9 Nama Suami Made Sudi Adnyana, SH

10 Nama Anak Putu Andhika Kusuma Yadnya, SH 11 Mata Kuliah yang

Diampu

1. Pengelolaan Tanah dan Air 2. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

3. Hidrologi 4. Amdal 5. Fisika Tanah


(54)

B. Riwayat Pendidikan

S-1 S-2 S-3

Nama Perguruan Tinggi Fak. Pertanian Unud Universitas Gajah Mada Universitas Udayana

Bidang Ilmu Tanah Pengelolaan

Tanah

Ilmu Pertanian Tahun

Masuk-Lulus

1979-1984 1988-1991 2011-2015

Judul Skripsi/ Tesis/ Desertasi Evaluasi Status Unsur Hara Pada Tanah Latosol Coklat Banyupoh (Gerokgak) dengan Varietas Gajah Sebagai Tanaman Indikator Pengaruh Pemadatan Pada Tanah Pasiran (Regosol) dan Tanah Lempungan (Mediteran) Terhadap Sifat Fisik Tanah dan Perakaran Tanaman Jagung (Zea Mays L.) Perencanaan Penggunaan Lahan di DAS Ayung Provinsi Bali

Nama Pembimbing/ Promotor

Prof. Ir. Putu Djapa Winaya, M.Sc., Ir Made Oka Kartika, dan Ir. Nyoman Merit

Dr. Ir. Wani Hadi Utomo, Dr. Ir. Soeprapto Soekodamodjo, M.Sc., dan Ir. Zaenal Kusuma, SU

Prof. Dr. Ir. Indayati Lanya, MS

Prof. Dr. Ir. I Nyoman Merit, M.Agr. Prof. Dr. Ir. Made Antara, MS


(55)

C. Pengalaman Pelatihan

Nama Pelatihan Institusi

Penyelenggara

Tempat dan Tahun

1. Soil And Water Conservation

Universitas Nusa Cendana, Kupang

10 Januari- 5 Pebruari 1994 2. Short Course on Soil

Water Management

IAEUP(Indonesia Australi Eastern Universities Project).

30 Januari – 25 Pebruari 1995

3. Geography Information System and Remote Sensing

Universitas Udayana, Denpasar.

3-7 Juli 1995 4. Kursus Dasar-dasar

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. (Amdal A) Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas Udayana, Denpasar. 4-16 September 2000

5. Remote Sensing And

Ocean Science For Marine

Resources Exploration And Environment, Bali – Indonesia.

3-6

September 2000

6. Pelatihan Penulisan Artikel Ilmiah Universitas Udayana, Denpasar. 14-16 November 2002 7. Pelatihan Pengelolaan

Daerah Aliran Sungai Badung Kantor Kementrian Lingkungan Hidup Kewilayahan Bali dan Nusa Tenggara.

8-12 Juli 2002

8. Workshop

Pemasyarakatan Survei Dan Pemetaan

Universitas Udayana, Denpasar.

26 Juli 2006

9. Pelatihan Sistem Informasi Geografi Dan Citra Setelit

Universitas Udayana, Denpasar

3 – 4 Agustus 2009.


(56)

D. Pengalaman Penelitian dalam 5 Tahun Terakhir

No. Tahun Judul Penelitian

Sumber Dana

Sumber Jumlah

(Juta Rp)

4 2010 Rencana Pengelolaan

Daerah Aliran Sungai Terpadu SWP DAS Penida

Kerjasama BPDAS Unda Anyar

-

5 2012 Rencana Pengelolaan

Hutan KPH Bali Tengah

Kerjasama Lahan Kering dengan BPKH

-

6 2013 Rencana Pengelolaan

DAS Prioritas SWP DAS Oos Jinah

Kerjasama BPDAS Unda Anyar

-

7 2014 Pola Penggunaan

Lahan Berbasis Kearifan Lokal Terhadap Hidrologi daerah Aliran Sungai Ayung Provinsi Bali

Hibah Doktor (Dikti)


(57)

E. Pengalaman Pengabdian kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir

No. Tahun Judul Pengabdian Kepada

Masyarakat

Pendanaan

Sumber Jumlah

(Juta Rp)

1 2010 Pembuatan Kompos

Bokashi Dari Limbah Pertanian dengan Menggunakan Aktivator EM4 di Desa Megati, Tabanan.

- -

2 2011 Pelatihan Pengolahan

Limbah Padat dan Cair Ternak Sapi dengan Menggunakan Aktivator Basilus di Subak Pangkung Sakti Desa Akah,

Kecamatan Selemadeg Barat, Kabupaten Tabanan.

- -

3 2012 Penghijauan dan Penataan

Lingkungan Kebun Percobaan Pegok, Denpasar

Selatan, Denpasar - -

4 2013 Gerakan Bersih Pantai Dan

Laut. (GBPDL) Pantai

Kuta, Badung - -

5 2014 Beach Clean up di

Sepanjang Pantai Sanur dan


(58)

F. Pengalaman Penulisan Artikel Ilmiah dalam Jurnal dalam 5 Tahun Terakhir

No. Judul Artikel Ilmiah Volume/

Nomor/ Tahun

Penerbit/ Jurnal

1 Rencana Arahan Penggunaan

Lahan di DAS Petanu Berdasarkan Metode Skoring

Vol8/No.2/2011 Universitas Tabanan 2 Erosion Prediction For

Determination Soil and Water Conservation Based Local Wisdom in Ayung Watershed Bali, Indonesia. Accepted (2015) ARJ-14-0070 (Jurnal Internasional)

G.Pengalaman Penyampaian Makalah Secara Oral pada Pertemuan/ Seminar Ilmiah dalam 5 Tahun Terakhir

No. Nama Pertemuan

Ilmiah/Seminar Judul Artikel Ilmiah

Waktu dan Tempat

1

Konsultasi Publik Pengelolaan DAS

Terpadu

2009, 2010, di Balai Mangrove Wilayah VIII 2 Konsultasi Publik Perencanaan Pengelolaan

Hutan KPH Bali Barat

2012, Hotel Aston Ubung, Denpasar 3 Short Stay Program

in Japan

Hydrophonic in Greenhouse

Maret 2015

4 Seminar

Internasional

Economy and Sustainable Development

Maret 20 15

Denpasar, 9 Juli 2015


(1)

BIODATA

A.

Identitas Diri

1

Nama Lengkap

Ir. Made Sri Sumarniasih, MS

2

Jabatan Fungsional

Lektor Kepala

3

Jabatan Struktural

-

3

NIP

19600523 198603 2 001

4

Tempat dan Tanggal

Lahir

Singaraja, 23 Mei 1960

5

Alamat Rumah

Jl. Tukad Banyusari XV/21 Denpasar

6

Nomor

Telepon/Faks//HP

08155776652

7

Alamat Kantor

Jalan PB Sudirman, Denpasar, Bali

8

Alamat e-mail

madesris@gmail.com

9

Nama Suami

Made Sudi Adnyana, SH

10 Nama Anak

Putu Andhika Kusuma Yadnya, SH

11 Mata Kuliah yang

Diampu

1. Pengelolaan Tanah dan Air

2. Pengelolaan Daerah Aliran

Sungai

3. Hidrologi

4. Amdal

5. Fisika Tanah


(2)

B.

Riwayat Pendidikan

S-1 S-2 S-3

Nama Perguruan Tinggi Fak. Pertanian Unud Universitas Gajah Mada Universitas Udayana Bidang Ilmu Tanah Pengelolaan

Tanah

Ilmu Pertanian

Tahun Masuk-Lulus

1979-1984 1988-1991 2011-2015 Judul Skripsi/ Tesis/ Desertasi Evaluasi Status Unsur Hara Pada Tanah Latosol Coklat Banyupoh (Gerokgak) dengan Varietas Gajah Sebagai Tanaman Indikator Pengaruh Pemadatan Pada Tanah Pasiran (Regosol) dan Tanah Lempungan (Mediteran) Terhadap Sifat Fisik Tanah dan Perakaran Tanaman Jagung (Zea Mays L.) Perencanaan Penggunaan Lahan di DAS Ayung Provinsi Bali

Nama Pembimbing/ Promotor

Prof. Ir. Putu Djapa Winaya, M.Sc., Ir Made Oka Kartika, dan Ir. Nyoman Merit

Dr. Ir. Wani Hadi Utomo, Dr. Ir. Soeprapto Soekodamodjo, M.Sc., dan Ir. Zaenal Kusuma, SU

Prof. Dr. Ir. Indayati Lanya, MS

Prof. Dr. Ir. I Nyoman Merit, M.Agr. Prof. Dr. Ir. Made Antara, MS


(3)

C.

Pengalaman Pelatihan

Nama Pelatihan Institusi Penyelenggara

Tempat dan Tahun

1. Soil And Water Conservation

Universitas Nusa Cendana, Kupang

10 Januari- 5 Pebruari 1994 2. Short Course on Soil

Water Management

IAEUP(Indonesia Australi Eastern Universities Project).

30 Januari – 25 Pebruari 1995

3. Geography Information System and Remote Sensing

Universitas Udayana, Denpasar.

3-7 Juli 1995 4. Kursus Dasar-dasar

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. (Amdal A) Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas Udayana, Denpasar. 4-16 September 2000

5. Remote Sensing And Ocean Science For Marine

Resources Exploration And Environment, Bali – Indonesia.

3-6

September 2000

6. Pelatihan Penulisan Artikel Ilmiah Universitas Udayana, Denpasar. 14-16 November 2002 7. Pelatihan Pengelolaan

Daerah Aliran Sungai Badung Kantor Kementrian Lingkungan Hidup Kewilayahan Bali dan Nusa Tenggara.

8-12 Juli 2002

8. Workshop Pemasyarakatan Survei Dan Pemetaan

Universitas Udayana, Denpasar.

26 Juli 2006

9. Pelatihan Sistem Informasi Geografi Dan Citra Setelit

Universitas Udayana, Denpasar

3 – 4 Agustus 2009.


(4)

D.

Pengalaman Penelitian dalam 5 Tahun Terakhir

No. Tahun Judul Penelitian

Sumber Dana Sumber Jumlah

(Juta Rp)

4 2010 Rencana Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu SWP DAS Penida

Kerjasama BPDAS Unda Anyar

-

5 2012 Rencana Pengelolaan Hutan KPH Bali Tengah

Kerjasama Lahan Kering dengan BPKH

-

6 2013 Rencana Pengelolaan DAS Prioritas SWP DAS Oos Jinah

Kerjasama BPDAS Unda Anyar

-

7 2014 Pola Penggunaan Lahan Berbasis Kearifan Lokal Terhadap Hidrologi daerah Aliran Sungai Ayung Provinsi Bali

Hibah Doktor (Dikti)


(5)

E.

Pengalaman Pengabdian kepada Masyarakat

dalam 5 Tahun Terakhir

No. Tahun Judul Pengabdian Kepada Masyarakat

Pendanaan Sumber Jumlah

(Juta Rp) 1 2010 Pembuatan Kompos

Bokashi Dari Limbah Pertanian dengan Menggunakan Aktivator EM4 di Desa Megati, Tabanan.

- -

2 2011 Pelatihan Pengolahan Limbah Padat dan Cair Ternak Sapi dengan Menggunakan Aktivator Basilus di Subak Pangkung Sakti Desa Akah,

Kecamatan Selemadeg Barat, Kabupaten Tabanan.

- -

3 2012 Penghijauan dan Penataan Lingkungan Kebun Percobaan Pegok, Denpasar

Selatan, Denpasar - -

4 2013 Gerakan Bersih Pantai Dan Laut. (GBPDL) Pantai

Kuta, Badung - -

5 2014 Beach Clean up di

Sepanjang Pantai Sanur dan


(6)

F.

Pengalaman Penulisan Artikel Ilmiah dalam

Jurnal dalam 5 Tahun Terakhir

No. Judul Artikel Ilmiah Volume/ Nomor/ Tahun

Penerbit/ Jurnal

1 Rencana Arahan Penggunaan Lahan di DAS Petanu Berdasarkan Metode Skoring

Vol8/No.2/2011 Universitas Tabanan 2 Erosion Prediction For

Determination Soil and Water Conservation Based Local Wisdom in Ayung Watershed Bali, Indonesia.

Accepted (2015)

ARJ-14-0070 (Jurnal Internasional)

G.

Pengalaman Penyampaian Makalah Secara Oral

pada Pertemuan/ Seminar Ilmiah dalam 5 Tahun

Terakhir

No. Nama Pertemuan

Ilmiah/Seminar Judul Artikel Ilmiah

Waktu dan Tempat

1

Konsultasi Publik Pengelolaan DAS Terpadu

2009, 2010, di Balai Mangrove Wilayah VIII 2 Konsultasi Publik Perencanaan Pengelolaan

Hutan KPH Bali Barat

2012, Hotel Aston Ubung, Denpasar 3 Short Stay Program

in Japan

Hydrophonic in Greenhouse

Maret 2015 4 Seminar

Internasional

Economy and Sustainable Development

Maret 20 15

Denpasar, 9 Juli 2015