kehamilan, genetika, irama siskardian, irama diurnal dan kondisi patologi pada makhluk hidup penyakit Donatus, 2001.
5. Uji ketoksikan
Uji ketoksikan dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu uji ketoksikan khas dan uji ketoksikan tak khas. Uji ketoksikan tak khas merupakan uji
ketoksikan yang dirancang untuk mengevaluasi keseluruhan atau spektrum efek toksik suatu senyawa pada aneka ragam jenis hewan uji. Uji ketoksikan tak khas
meliputi uji ketoksikan akut, subkronis, dan kronis. Uji ketoksikan khas sendiri merupakan uji yang dirancang untuk mengevaluasi secara rinci efek yang khas
suatu senyawa pada aneka jenis ragam hewan uji. Yang termasuk pada golongan ini adalah uji potensiasi, uji kekarsinogetikan, kemutagenikan, keteratogenikkan,
reproduksi, kulit dan mata, dan perilaku Donatus, 2001.
H. Toksisitas Subkronis
Uji ketoksikan subkronis biasanya disebut juga uji ketoksikan subakut. Uji ketoksikan ini merupakan uji ketoksikan sesuatu senyawa yang diberikan
dengan dosis berulang pada hewan uji tertentu, selama kurang lebih tiga bulan Donatus 2001. Meskipun demikian beberapa peneliti menggunakan jangka
waktu yang lebih pendek, misalnya pemberian zat selama 14 hari dan 28 hari Lu, 1995.
Uji ketoksikan subkronis dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui dan mengungkapkan spektrum efek toksik senyawa yang diuji dan untuk
memperlihatkan apakah spektrum efek toksik senyawa uji tersebut berkaitan denagn takaran dosis Donatus, 2001.
Takaran dosis yang diberikan pada hewan uji terdiri dari beberapa peringkat dosis. Setiap kelompok perlakuan harus menerima dosis toksik yang
dapat membunuh beberapa hewan uji atau yang memperlihatkan gejala- gejala toksik yang nyata. Sedangkan kelompok lainnya harus menerima takaran dosis
yang sama sekali tidak menimbulkan efek atau gejala toksik. Takaran dosis senyawa ini, diberikan sekali sehari selama kurun waktu uji ketoksikan subkronis
berlangsung, melalui jalur pemberian sesuai dengan yang biasanya digunakan oleh manusia Donatus, 2001.
Pengamatan dan pemeriksaan yang dilakukan dalam uji ketoksikan subkronis meliputi:
1. Perubahan berat badan yang diperiksa paling tidak 7 hari sekali 2. Asupan makan untuk masing-masing hewan atau kelompok hewan diukur
paling tidak 7 hari sekali 3. Gejala-gejala klinis umum yang diamati setiap hari
4. Pemeriksaan hematologi paling tidak diperiksa dua kali, pada awal dan pada akhir uji coba
5. Pemeriksaaan kimia darah, diperiksa pada awal dan pada akhir uji coba 6. Analisis urin paling tidak sekali
7. Pemeriksaan histopatologi pada akhir uji coba Donatus, 2001. Hasil uji ketoksikan subkronis akan memberikan informasi yang
bermanfaat tentang efek toksik utama senyawa uji dan organ-organ sasaran yang
dipengaruhinya. Selain itu, dapat juga memberikan informasi tentang perkembangan efek toksik yang lambat berkaitan dengan takaran dosis yang tidak
teramati pada uji ketoksikan akut, kekerabatan antar kadar senyawa dalam darah dan jaringan terhadap perkembangan luka toksik dan keterbalikan reversibilitas
efek toksik. Selanjutnya hasil yang diperoleh dari uji ketoksikan subkronis dapat digunakan untuk merancang uji ketoksikan kronis Donatus, 2001.
I. Darah Sebagai Target Efek Toksik
Ada banyak zat yang dapat mengganggu fungsi eritrosit misalnya karbonmonooksida CO, timbal Pb, nitrit, nitrat, amin aromatis,dan senyawa
klorat dapat mengoksidasi besi yang ada pada hemoglobin, yang kemuadian membentuk methemoglobin. Arsen, metilen blue, naftalen, fenilhidrazin dan
primaquin dapat mengikat membran eritrosit dan dapat mendenaturasi hemoglobin Priyanto, 2009.
Platelet berperan dalam pembekuan darah, hal ini terjadi bila kehilangan darah akibat cedera. Beberapa zat dapat mengganggu proses pembekuan darah
misalnya obat-obatan anti kanker yang mendepresi sum-sum tulang belakang sehingga menghambat produksi platelet, warfarin mencegah pembentukkan fibrin
dan asam salisilat mengurangi agregasi trombosit Priyanto,2009. Sel darah putih leukosit berperan dalam fagositosis terhadap sel-sel
mikroorganisme patogen. Fungsi lain dari leukosit yakni melakukan respon imun, inflamasi nyeri dan panas. Benzene dan kloramfenikol dapat menyebabkan
proliferasi leukosit berlebihan akibatnya fungsi leukosit menjadi terganggu Priyanto, 2009.
J. Keterangan Empiris