Pembelajaran Apresiasi Sastra di Sekolah
menyaksikan pementasan dramapembacaan puisi; dan 2 apresiasi sastra ekspresif, misalnya menulis puisi,menulis cerita, dan bermain drama.
Melalui pembelajaran pengkajian sastra, siswa didorong untuk mengembangkan diri, dan guru dituntut untuk memilih bahan sastra yang akan
direspon oleh siswa. Maka dari itu, guru harus bisa memilih bahan bacaan sastra yang sesuai dengan katageri kelas berdasarkan perkembangan intelektual,
perkembangan moral, perkembangan emosional dan personal, dan perkembangan bahasa yang dimiliki anak Nurgiyantoro, 2013a: 50-59. Terutama untuk siswa
kelas VII yang dikategorikan sebagai anak awal sekolah menengah pertama, rata- rata berusia 12 tahun ke atas. Dalam hal ini, siswa yang berusia 12 tahun ke atas,
termasuk usia 13 tahun anak awal sekolah menengah pertama masuk ke dalam tahap operasi formal the formal operasional.
Endraswara 2005: 211 menyatakan bahwa anak yang berumur 9-13 tahun dorongan jiwanya lebih maju untuk mengetahui realitas mencapai tingkat yang
lebih tinggi. Sejak umur 12 tahun, mereka sudah mampu berpikir teratur sehingga mampu dengan tepat dan tajam menilai segala sesuatu yang dilihatnya. Di usia
sekian itu, sastra yang bermuatan petualangan, roman-roman ringan mulai disegani. Nurgiyantoro 2013a: 70 mengungkapkan bahwa cerita yang mengajarkan moral
seperti tentang persahabatan yang kental dan ada pengkhianatan, petualangan, pencarian dan penemuan sesuatu, persaingan dalam mencapai sesuatu, dan lain-lain
adalah cerita yang menarik bagi anak kelas tinggi dan awal sekolah menengah pertama.
Dalam penelitian ini, kegiatan pembelajaran apresiasi sastra yang dilakukan oleh siswa kelas VII adalah pembelajaran apresiasi sastra reseptif karena siswa
hanya memberikan tanggapan terhadap cerpen anak pada Harian Kompas Minggu. Adanya kegiatan apresiasi sastra reseptif akan diketahui tanggapan pembaca
terhadap suatu karya sastra karena tanggapan pembaca satu dengan pembaca lainnya akan berbeda bergantung pada pengalaman pembaca termasuk siswa.