ilmu keindahan yang didasarkan pada tanggapan-tanggapan atau resepsi-resepsi pembaca terhadap karya sastra.
Resepsi sastra tampil sebagai sebuah teori dominan sejak tahun 1970-an Ratna, 2009: 166. Pernyataan tersebut berdasarkan pertimbangan sebagai berikut.
1 Sebagai jalan keluar untuk mengatasi strukturalisme yang dianggap hanya memberikan perhatian terhadap unsur-unsur.
2 Timbulnya kesadaran untuk meningkatkan kembali nilai-nilai kemanusiaan, dalam rangka kesadaran humanisme universal.
3 Kesadaran bahwa nilai-nilai karya sastra dapat dikembangkan hanya melalui kompetensi pembaca.
4 Kesadaran bahwa keabadian nilai seni disebabkan oleh pembaca. 5 Kesadaran bahwa makna terkandung dalam hubungan ambiguitas antara karya
sastra dengan pembaca. Junus 1985: 1 mengungkapkan bahwa tangapan pembaca terhadap karya
sastra dapat bersifat pasif dan aktif. Tanggapan berupa pasif, yaitu bagaimana seorang pembaca dapat memahami karya itu, atau dapat melihat hakikat estetika
yang ada di dalamnya. Tanggapan yang bersifat aktif, yaitu bagaimana pembaca dapat merealisasikan karya sastra dalam kehidupannya.
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa resepsi sastra adalah studi sastra berupa pengolahan teks, cara-cara pemberian makna terhadap
karya sastra sehingga pembaca dapat memberikan respon atau tanggapan terhadap karya sastra.
2. Teori Resepsi Sastra
Karya sastra dapat dikatakan bernilai dan bermakna apabila mendapat tanggapan dari pembaca. Jauss Pradopo, 2013: 209 menyatakan bahwa apresiasi
pembaca pertama terhadap sebuah karya sastra akan dilanjutkan dan diperkaya melalui tanggapan-tanggapan yang lebih lanjut dari generasi ke generasi. Abrams
Teeuw, 2015: 59 mengemukakan bahwa estetika resepsi termasuk dalam pendekatan pragmatik, yaitu pendekatan yang menitikberatkan perhatian kepada
tanggapan pembaca terhadap karya sastra atau pengaruh karya sastra kepada pembaca. Oleh karena itu, karya sastra dianggap dan dinilai berdasarkan
hubungannya dengan efek pada masyarakat. Terdapat teori dasar yang harus dipahami dalam resepsi sastra, yaitu
indeterminasi dan cakrawala harapan. Iser Segers, 2000: 41 berbicara tentang efek kesan yaitu cara pembaca menanggapi suatu teks secara langsung dan sebuah teks
sastra dicirikan oleh indeterminasi atau kesenjangan, atau bagian-bagian yang tidak ditentukan. Kesenjangan tersebut merupakan faktor penting yang hadir dalam teks
untuk diisi oleh pembaca. Bagian-bagian yang dimaksud adalah tempat-tempat terbuka di dalam karya sastra.
Pendapat lain disampaikan oleh Pradopo 2013: 208 yang menyatakan bahwa indeterminasi atau ruang kosong dalam karya sastra berhubungan erat
dengan sifat karya sastra yang mengandung banyak tafsir. Karya sastra merupakan sebuah ungkapan jiwa pengarang. Banyak hal yang tidak dapat disebutkan
pengarang dalam karyanya, maka pembaca diharapkan mampu mengisi ruang kosong tersebut. Ruang kosong mengendalikan teks bersifat terbuka. Penulis
seolah-olah hanya menyediakan kerangka secara global sehingga pembaca dapat berperan aktif dan kreatif berpartisipasi.
Selain itu, Iser Segers, 2000: 41 berpendapat bahwa indeterminasi prinsipnya menandai hubungan skemata tekstual karena ikatan itu sendiri tidak
diberikan. Hal ini merupakan tugas pembaca untuk menyusun ikatan-ikatan yang hilang, tidak sekehendak hati berdasarkan pengalaman dan pengharapan hidup
miliknya, tetapi berdasarkan kesesuaian dengan struktur teks. Selain itu, dalam suatu teks literer dunia diciptakan untuk pembaca dari perspektif yang berubah-
ubah. Perubahan perspektif ini menimbulkan indeterminasi dan merupakan tugas pembaca untuk menghubungkan dua perspektif konstitutif agar cocok dengan
struktur teks. Horison harapan atau cakrawala harapan adalah harapan pembaca tentang
teks yang telah dibacanya. Orang yang satu dengan orang yang lain akan berbeda dalam menanggapi sebuah karya sastra Pradopo, 2013: 207. Hal ini disebabkan
oleh perbedaan cakrawala harapan. Gadamer Teeuw, 2015: 151 mengungkapkan bahwa setiap pembaca mempunyai horison harapan atau cakrawala harapan yang
tercipta karena pembacanya yang lebih dahulu, pengalamannya selaku manusia budaya, dan seterusnya. Sesungguhnya seorang pembaca mengharapkan bahwa
karya sastra yang dibaca itu sesuai dengan pengertian sastra yang dimilikinya. Cakrawala harapan atau horison harapan pembaca terbagi menjadi dua,
yaitu yang bersifat estetik dan yang bersifat tak esetetik Endraswara, 2006: 123. Maksud dari cakrawala harapan atau horison harapan yang bersifat estetik adalah
berupa penerimaan unsur-unsur struktur pembangun karya sastra, seperti tema, alur,