Definisi Penyakit Hepatitis B

Hepatitis B. Beberapa hal yang perlu diingat : 1 Tetanus toxoid yang diberikan bersama DPT diberikan sesuai dengan jadwal imunisasi. 2 Toxoid tetanus yang dibutuhkan untuk imunisasi adalah sebesar 40 IU dalam setiap dosis tunggal dan 60 IU bila bersama dengan toxoid difteria dan vaksin pertussis. 3 Kadar antibodi protektif tercapai setelah pemberian DPT 3 kali, hal ini terbukti pada penelitian bayi- bayi di Indonesia. 4 Sebagaimana toksoid lainnya, pemberian toxoid tetanus memerlukan pemberian berseri untuk menimbulkan dan mempertahankan imunitas IDAI, 2008.

2.2.4. Definisi Penyakit Hepatitis B

Hepatitis B adalah infeksi yang terjadi pada hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis B VHB. Penyakit ini bisa menjadi akut atau kronis dan dapat pula menyebabkan radang hati, gagal hati, sirosis hati, kanker hati dan kematian Chin, 2000. Vaksinasi Hepatitis B harus diberikan 3 kali, dengan jarak vaksinasi kedua dan ketiga 5 bulan atau lebih. Efektifitas vaksinasi Hepatitis B sudah terbukti sebesar hamper 100 dan berlangsung seumur hidup. Booster atau vaksinasi ulang sebenarnya tidak diperlukan asalkan penerima vaksin adalah responden , artinya sudah terbentuk antibodi pada saat selesai vaksinasi. Untuk mengetahuinya maka disarankan untuk memeriksa kadar anti HbS, satu minggu setelah vaksinasi terakhir atau vaksinasi ke 3 Unggul, 2009. Universitas Sumatera Utara Semua orang yang HBsAgnya positif potensial infeksius. Penularan terjadi melalui kontak perkutaneus atau parenteral dan melalui hubungan seksual. Penularan antar anak sering terjadi di negara endemis virus hepatitis B. Virus Hepatitis B dapat melekat dan bertahan dipermukaan suatu benda selama kurang lebih 1 minggu tanpa kehilangan daya tular. Daya tular pasien Virus Hepatitis B kronis sangat bervariasi, sangat infeksius bila HbeAg positif IDAI, 2005. Patofisiologi penyakit Hepatitis B. Virus Hepatitis B adalah suatu virus DNA dengan struktur genom yang sangat kompleks Isselbacher, 2000. Virus hepatitis B berupa virus DNA sirkuler berantai ganda, termasuk family Hepadnaviradae, yang mempunyai 3 jenis antigen. Ketiga jenis antigen tersebut yaitu antigen Surface Hepatitis HbsAg yang terdapat pada mantel envelope virus, antigen “cor” hepatitis B HbcAg dan antigen “e” hepatitis B HbeAg yang terdapat pada nucleocapsid virus. Ketiga jenis antigen ini dapat merangsang timbulnya antibodi spesifik masing – masing yang disebut anti HBs, anti HBc dan anti HBe Sulaiman, 1995. Universitas Sumatera Utara Berikut ini pola serologi pada penderita hepatitis B Isselbacher, 2000. Tabel 2.3 Pola Serologi yang Sering Ditemukan pada Infeksi Hepatitis B HbsAg Anti- HBs Anti- HBc HbeAg Anti-Hbe Interpelasi + - IgM + - Infeksi HVB akut, infektivitas yang tinggi. + - IgG + - Infeksi HVB kronik, infektivitas yang tinggi. + - IgG - + Infeksi HVB akut atau kronik lambat, infektifitas yang rendah. + + + +- +- 1. HbsAg dari satu subtype dan anti HBs heterotipik sering 2. Proses serokonversi dari HbsAg menjadi AntiHBs jarang - - IgM +- +- 1. Infeksi HBS akut 2. Jendela Anti – HBc - - IgG - +- 1. Carrier HBsAg berkadar rendah 2. Infeksi pada masa lalu - + IgG - +- Sembuh dari infeksi HVB - + - - - 1. Imunisasi dengan HbsAg setelah vaksinasi. 2. Infeksi pada masa lalu 3. Positif palsu Universitas Sumatera Utara Penularan perinatal terutama ditemukan pada bayi yang dilahirkan dari ibu carrier HBsAg atau ibu yang menderita hepatitis B akut selama kehamilan trimester ketiga atau selama periode awal pasca partus. Meskipun kira – kira 10 dari infeksi dapat diperoleh in utero, bukti epidemiologik memberi kesan bahwa hampir semua infeksi timbul kira–kira pada saat persalinan dan tidak berhubungan dengan proses menyusui. Pada hampir semua kasus, infeksi akut pada neonatus secara klinis asimtomatik, tetapi anak itu kemungkinan besar menjadi carrier HbsAg Isselbacher, 2000. HbsAg telah diidentifikasi pada darah, saliva, cairan cerebrospinal, peritoneal, pericardial, cairan amnion, semen, sekresi vagina, dan cairan tubuh lainnya. Penularan perkutaneus meliputi intra vena, intra muscular, sub kutan atau intra dermal Chin, 2000. Menurut Burhan 2009, pada dasarnya individu yang belum pernah diimunisasi Hepatitis B atau yang tidak memiliki antibodi anti – HBs, potensi terinfeksi VHB. Resiko kronisitas dipengaruhi oleh faktor usia saat yang bersangkutan terinfeksi. Kronisitas dialami oleh 90 bayi yang terinfeksi saat lahir, 25-50 anak yang terinfeksi usia 1-5 tahun, dan 1-5 anak besar dan orang dewasa. Infeksi VHB juga umumnya akan menjadi kronis bila mengenai pada individu dengan defisiensi imun, baik kongenital maupun didapat infeksi HIV, terapi imunosupresan dan hemodialisis. Dapat dilihat seperti berikut ini adalah jadwal dan dosis imunisasi Hepatitis B, Pada dasarnya jadwal imunisasi Hepatitis B sangat fleksibel sehingga tersedia Universitas Sumatera Utara berbagai pilihan untuk menyatukannya kedalam program imunisasi terpadu. Berikut ini ada beberapa hal yang perlu diingat. 1 Minimal diberikan sebanyak 3 kali. 2 Imunisasi pertama diberikan segera setelah lahir. 3 Jadwal imunisasi yang dianjurkan adalah 0,1 ,6 bulan karena respon antibodinya paling optimal. 4 Interval antara dosis pertama dan dosis kedua minimal 1 bulan. Memperpanjang interval antara dosis pertama dan kedua tidak akan mempengaruhi imunogenitas atau titer antibodi sesudah imunisasi selesai dosis ketiga. 5 Dosis ketiga merupakan penentu respon antibodi karena merupakan dosis booster. Agar dapat dicapai kadar antibodi protektif secepatnya dianjurkan Hepatitis B3 diberikan lebih awal umur 3-6 bulan, mengingat Indonesia adalah daerah endemisitas tinggi. 6 Bila sesudah imunisasi pertama terputus, segera berikan imunisasi kedua sedangkan imunisasi ketiga diberikan dengan jarak terpendek 2 bulan. 7 Bila dosis ketiga terlambat, beri segera setelah memungkinkan. 8 Setiap vaksin Hepatitis B sudah di evaluasi untuk menentukan dosis sesuai umur age-spesifik dose yang dapat menimbulkan respon antibodi yang optimum. Oleh karena itu dosis yang direkomendasikan bervariasi tergantung produk dan usia resipien. Sedangkan dosis pada bayi dipengaruhi pula oleh status HBsAg ibu. 9 Pasien hemodialisa membutuhkan dosis yang lebih besar atau penambahan jumlah suntikan. 10 Pada pasien koagulopati penyuntikan segera setelah memperoleh terapi faktor koagulasi, dengan jarum kecil nomor 23 tempat penyunyikan ditekan minimal 2 menit. 11 Bayi premature : bila ibu HBsAg - imunisasi ditunda sampai bayi berusia 2 bulan atau berat badan sudah mencapai 2000 gram IDAI, 2008. Universitas Sumatera Utara

2.3. Konsep Prilaku Kesehatan

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pengetahuan, Sikap dan Ketersediaan Sarana Kerja terhadap Kinerja Tenaga Sanitarian dalam Memberikan Pelayanan Hygiene Sanitasi di Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh.

0 62 127

Analisis Determinan Perilaku Ibu Menyusui Dalam Pemberian ASI Eksklusif di Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013

3 45 188

Efektivitas Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) terhadap Pengetahuan Ibu tentang Pemberian Imunisasi Campak pada Bayi di Kabupaten Aceh Besar Tahun 2012

13 83 93

Pengaruh Karakteristik Ibu dan Dukungan Suami terhadap Pemeriksaan Kehamilan di Kecamatan Kuta Cot Glie Kabupaten Aceh Besar

14 79 101

Pengaruh Pengetahuan, Sikap dan Norma Ibu serta Pelayanan Imunisasi terhadap Pemberian Imunisasi DPT/HB3 di Kecamatan Kuta Baro dan Darussalam Kabupaten Aceh Besar

3 35 134

Pengaruh Kompetensi Petugas Imunisasi Terhadap Pelayanan Imunisasi Tetanus Toxoid Pada Wanita Usia Subur (WUS) Di Kabupaten Aceh Barat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

5 87 140

Pengaruh Faktor Perilaku Masyarakat Terhadap Perolehan Imunisasi Campak Di Wilayah Kerja Puskesmas Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar Tahun 2007

0 35 103

Pengetahuan, Sikap Dan Perilaku Ibu Bekerja Dan Ibu Tidak Bekerja Tentang Imunisasi

0 29 64

Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Ibu Bekerja dan Ibu Tidak Bekerja Tentang Imunisasi

0 16 16

Pengaruh Pengetahuan, Sikap dan Ketersediaan Sarana Kerja terhadap Kinerja Tenaga Sanitarian dalam Memberikan Pelayanan Hygiene Sanitasi di Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh.

0 0 26