Pengaruh Pengetahuan, Sikap dan Ketersediaan Sarana Kerja terhadap Kinerja Tenaga Sanitarian dalam Memberikan Pelayanan Hygiene Sanitasi di Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh.

(1)

PENGARUH PENGETAHUAN, SIKAP DAN KETERSEDIAAN SARANA KERJA TERHADAP KINERJA TENAGA SANITARIAN DALAM

MEMBERIKAN PELAYANAN HYGIENE SANITASI DI KABUPATEN ACEH BESAR

PROVINSI ACEH

T E S I S

Oleh INDRA FAISAL 107032157 / IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

THE INFLUENCE OF KNOWLEDGE, ATTITUDE AND AVAILABILITY OF WORK FACILITY ON THE PERFORMANCE OF SANITARY

WORKERS IN PROVIDING HYGIENE AND SANITATION SERVICES IN ACEH BESAR DISTRICT,

ACEH PROVINCE

THESIS BY

INDRA FAISAL 107032157/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

PENGARUH PENGETAHUAN, SIKAP DAN KETERSEDIAAN SARANA KERJA TERHADAP KINERJA TENAGA SANITARIAN DALAM

MEMBERIKAN PELAYANAN HYGIENE SANITASI DI KABUPATEN ACEH BESAR

PROVINSI ACEH

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Megister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh INDRA FAISAL

107032157/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

Judul Tesis : PENGARUH PENGETAHUAN,SIKAP DAN KETERSEDIAAN SARANA KERJA

TERHADAP KINERJA TENAGA

SANITARIAN DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN HYGIENE SANITASI DI KABUPATEN ACEH BESAR

PROVINSI ACEH Nama Mahasiswa : Indra Faisal Nomor Induk Mahasiswa : 107032157

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr, Yeni Absah, S.E, M.Si) (

Ketua Anggota

dr. Surya Dharma, M.P.H)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(5)

Telah diuji

Pada Tanggal : 22 Juli 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Yeni Absah, S.E, M.Si Anggota : 1. dr. Surya Dharma, M.P.H

2. dr. Taufik Ashar, M.K.M


(6)

PERNYATAAN

PENGARUH PENGETAHUAN, SIKAP DAN KETERSEDIAAN SARANA KERJA TERHADAP KINERJA TENAGA SANITARIAN DALAM

MEMBERIKAN PELAYANAN HYGIENE SANITASI DI KABUPATEN ACEH BESAR

PROVINSI ACEH TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Januari 2014

Indra Faisal 107032157/IKM


(7)

ABSTRAK

Kesehatan lingkungan sangat berhubungan terhadap kesehatan masyarakat.Data periode Januari sampai dengan Desember 2011 keadaan sanitasi lingkungan di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Besar menunjukkan bahwa cakupan rumah sehat, keluarga yang memiliki akses air bersih, jamban sehat, tempat sampah sehat dan pengelolaan air limbah masih jauh dibawah target nasional, untuk itu diperlukan peningkatan kinerja dari tenaga sanitarian.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pendidikan, umur, pengetahuan, sikap dan ketersediaan sarana kerja terhadap kinerja tenaga sanitarian dalam memberikan pelayanan hygiene sanitasi di Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh. Penelitian ini bersifat analitik dengan desain cross sectional. Sampel pada penelitian adalah 73 tenaga sanitarian. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan pedoman observasi, sedangkan uji yang digunakan dalam penelitian adalah X2 dan regresi logistik berganda

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna pendidikan, pengetahuan, sikap dan ketersediaan sarana kerja dengan kinerja tenaga sanitarian dalam memberikan pelayanan hygine dan sanitasi di Kabupaten Aceh Besar (p<0,05), tidak terdapat hubungan yang bermakna umur dengan kinerja tenaga sanitarian dalam memberikan pelayanan hygine dan sanitasi di Kabupaten Aceh Besar (p>0,05), faktor yang paling dominan yang berhubungan dengan kinerja tenaga sanitarian adalah pengetahuan.

Untuk meningkatkan kinerja tenaga sanitarian dalam memberikan pelayanan perlu dilakukan pembinaan secara periodik oleh komite tenaga sanitarian dalam hal pelaksanaan pelayanan sehingga tenaga sanitarian dapat bekerja dengan lebih baik dan profesional.

Kata Kunci: Pendidikan, Umur, Pengetahuan, Sikap, Sarana Kerja, Kinerja, Tenaga Sanitarian


(8)

THE INFLUENCE OF KNOWLEDGE, ATTITUDE AND AVAILABILITY OF WORK FACILITY ON THE PERFORMANCE OF SANITARY

WORKERS IN PROVIDING HYGIENE AND SANITATION SERVICES IN ACEH BESAR DISTRICT,

ACEH PROVINCE

THESIS BY

INDRA FAISAL 107032157/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN


(9)

ABSTRACT

Environmental health is closely related to public health. The data of January to December 2011 about the environmental sanitation in the working area of Aceh Besar District Health Service showed that healthy houses, the families with the access to clean water, the healthy latrines, the existing families had healthy trash bins, the waste water management where this number was very far below the national target, therefor the sanitary workers need to improve their performances.

The purpose of this analytical study with cross-sectional design was to find out the relationship between education, age, knowledge, attitude and availability of work facility on the performance of sanitary workers in providing hygiene and sanitation services in Aceh Besar District, Aceh Province, and all of the 73 sanitary workers were selected to be the samples for this study through total sampling technique. The data for this study were obtained through observation and questionnaire distribution, while the test used in the study were X2 and multiple logistic regression

The result of this study showed that there was a significant relationship between education, knowledge, attitude and availability of work facility on the performance of sanitary workers in providing hygiene and sanitation services in Aceh Besar District (p < 0.05) yet there was no significant relationship between age and the performance of sanitary workers in providing hygiene and sanitation services in Aceh Besar District (p > 0.05). Knowledge was the most dominant factor related to the performance of the sanitary workers.

To improve the performance of sanitary workers in providing hygiene and sanitation services, the committee of sanitary workers needs to provide the sanitary workers periodical training on service implementation that they can work better and more professional.

Keywords: Education, Age, Knowledge, Attitude, Work Facility, Performance, Sanitary Worker


(10)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah serta Karunianya kepada penulis untuk dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul " Pengaruh Pengetahuan, Sikap dan Ketersediaan Sarana Kerja terhadap Kinerja Tenaga Sanitarian dalam Memberikan Pelayanan Hygiene Sanitasi di Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh.” Penyusunan tesis ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian persyaratan menyelesaikan Pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari banyak pihak yang juga memiliki perhatian dan dukungan kepada penulis, untuk itu ucapan terima kasih yang tiada terhingga kami sampaikan kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, M.Sc, (CTM), Sp.A (K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

4. Dengan ketulusan hati, penulis menyampaikan ucapan terima kasih, semoga sehat, bahagia dan selalu dalam lindungan Allah SWT kepada Dr. Yeni Absah,S.E, M.Si dan dr. Surya Dharma, M.P.H selaku pembimbing dengan sabar


(11)

dan tulus serta banyak memberikan perhatian, dukungan, pengertian dan pengarahan sejak awal hingga terselesaikannya tesis ini.

5. Terimakasih tiada terkira juga penulis sampaikan dengan tulus kepada Bapak dr. Taufik Ashar, M.K.M dan Ibu Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku tim penguji yang telah memberi masukan sehingga dapat meningkatkan kesempurnaan tesis ini.

6. Seluruh dosen Minat Studi Manejemen Kesehatan Lingkungan Industri, Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, semoga ilmu dan pengetahuan yang diberikan selama penulis belajar menjadi amal ibadah dan mendapat Rahmat dari Allah SWT

7. Seluruh tenaga Sanitarian Kabupaten Aceh Besar yang telah banyak membantu penulis dalam pengumpulan data.

8. Ayahanda H. Abdullah Hasny dan Ibunda Hj. Isnaniah serta istriku tercinta Elfi Mursyidah, S.S.T, M.Si dan Anak-anak ku tersayang yang telah mendukung secara moril dan materil selama penulis melakukan perkuliahan.

Akhirnya penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan,dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Januari 2014 Penulis

Indra Faisal 107032157/IKM


(12)

RIWAYAT HIDUP

Indra Faisal lahir di Kota Banda Aceh pada tanggal 7 Desember 1970, anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan H.Abdullah Hasny dan Hj. Isnaniah

Pendidikan formal penulis dimulai dari Sekolah Dasar Negeri N0 28 Kota Banda Aceh pada tahun 1976 sampai dengan tahun1982. Kemudian melanjutkan sekolah SMPN 2 Banda Aceh dan selesai pada tahun 1986. Selanjutnya melanjutkan sekolah ke SMAN 5 Kota Banda Aceh yang lulus pada tahun 1989.

Pada tahun 1990 penulis malanjutkan pendidikan di Akademi Penilik Kesehatan Teknologi Sanitasi Depkes RI Padang dan kemudian melanjutkan pendidkan S1 pada Universitas Muhammadyah Aceh pada Fakultas Kesehatan Masyarakat yang selesai pada tahun 2006 selanjutnya mengikuti pendidikan Program Studi S2 Ilmu kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sejak tahun 2010 sampai dengan sekarang.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar belakang ... 1

1.2 Permasalahan... 8

1.3 Tujuan penelitian ... 8

1.4 Hipotesis ... 9

1.5 Manfaat Penelitian ... 9

1.5.1 Ilmu Pengetahuan ... 9

1.5.2 Sanitarian ... 9

1.5.3 Dinas Kabupaten Aceh Besar ... 10

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Konsep Kinerja ... 11

2.1.1 Pengertian Kinerja ... 11

2.1.2 Evaluasi Kinerja ... 18

2.1.3 Manfaat Penilaian Kinerja... 23

2.1.4 Tugas Pokok dan Fungsi Tenaga Kesehatan ... 25

2.2 Pendidikan ... 27

2.4 Umur ... 28

2.5 Pengetahuan ... 29

2.5.1. Pengertian Pengetahuan ... 29

2.5.2 Tingkat Pengetahuan didalam Domain Kognitif ... 31

2.6 Sikap (Attitude) ... 33

2.6.1 Pengertian Sikap... 33

2.6.2 Komponen Pokok Sikap ... 35

2.6.3 Berbagai Tingkatan Sikap ... 35

2.6.4 Fungsi Sikap ... 36

2.6.5 Pembentukan Sikap ... 38

2.6.6 Faktor-faktor yang Menyebabkan Perubahan Sikap ... 39


(14)

2.8 Kerangka Teoritis ... 40

2.9 Kerangka Konsep ... 41

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 42

3.1 Jenis Penelitian ... 42

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 42

3.3 Populasi dan Sampel ... 42

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 43

3.4.1 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 44

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 45

3.5.1 Variabel Penelitian ... 45

3.5.2 Definisi Operasional... 46

3.6 Metode Pengukuran ... 46

3.6.1 Variabel Independen ... 47

3.6.2 Variabel Dependen ... 47

3.7 Metode Analisis Data ... 47

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 50

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 50

4.2. Hasil Penelitian ... 50

4.3. Analisa Bivariat ... 61

4.4. Analisa Multivariat ... 65

BAB 5. PEMBAHASAN ... 66

5.1 Kinerja Tenaga Sanitarian di Kabupaten Aceh Besar ... 66

5.2 Hubungan Pendidikan Tenaga Sanitarian dengan Kinerja ... 67

5.3 Hubungan Umur Tenaga Sanitarian dengan Kinerja ... 69

5.4 Hubungan Pengetahuan Tenaga Sanitarian dengan Kinerja ... 70

5.5 Hubungan Sikap Tenaga Sanitarian dengan Kinerja ... 71

5.6 Hubungan Ketersediaan Sarana Kerja dengan Kinerja ... 72

5.7 Faktor yang Paling Dominan dalam mempengaruhi Kinerja Tenaga Sanitarian ... 74

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 76

6.1 Kesimpulan ... 76

6.2 Saran ... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 78 LAMPIRAN


(15)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

2.1 Jumlah Sampel Berdasarkan Puskesmas di

Kabupaten Aceh Besar ... 43 3.1. Metode Pengukuran Variabel Penelitian ... 46 3.2. Metode Pengukuran Variabel Penelitian ... 47 4.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan

Karakteristik pada Tenaga Sanitarian Di Kabupaten

Aceh Besar ... 51 4.2. Distribusi Persepsi Responden terhadap Kinerja

Tenaga Sanitarian di Kabupaten Aceh Besar ... 51 4.3. Distribusi Kinerja Tenaga Sanitarian di Kabupaten Aceh Besar ... 53 4.5. Distribusi Pengetahuan Tenaga Sanitarian di

Kabupaten Aceh Besar ... 54 4.6. Distribusi Pengetahuan Tenaga Sanitarian di

Kabupaten Aceh Besar ... 57 4.7. Distribusi Persepsi Responden terhadap Sikap

tenaga Sanitarian di Kabupaten Aceh Besar ... 57 4.8. Distribusi Sikap Tenaga Sanitarian di Kabupaten Aceh Besar... 59 4.9. Distribusi Persepsi Responden terhadap Ketersediaan

Sarana Kerja di Kabupaten Aceh Besar ... 60 4.10. Distribusi Ketersediaan Sarana Kerja di Kabupaten Aceh Besar ... 61 4.11. Distribusi Kinerja Tenaga Sanitarian Berdasarkan

Pendidikan di Kabupaten Aceh Besar ... 61 4.12. Distribusi Kinerja Tenaga Sanitarian Berdasarkan Usia


(16)

4.13. Distribusi Kinerja Tenaga Sanitaria Berdasarkan

Pengetahuan di Kabupaten Aceh Besar ... 63 4.14. Distribusi Kinerja Tenaga Sanitarian Berdasarkan Sikap

di Kabupaten Aceh Besar ... 63 4.15. Distribusi Kinerja Tenaga Sanitarian Berdasarkan Ketersediaan

Sarana Kerja di Kabupaten Aceh Besar ... 64 4.16. Hasil Pengujian Regresi Logistik Secara Simultan

Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Ketersediaan Sarana Kerja terhadap Kinerja Tenaga Sanitarian dalam

Memberikan Pelayanan Hygiene dan Sanitasi di Kabupaten


(17)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

2.1 Kerangka Model Kinerja dari Gibson ... 41 2.2 Kerangka Konsep Penelitian ... 41


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1 Surat Permohonan Izin Penelitian ... 80

2 Surat Keterangan Izin Penelitian ... 81

3 Lembar Koesioner ... 82

4 Hasil Uji Validitas dan Reliabelitas ... 92

5 Master Data ... 96

6 Uji Chi-Square ... 99


(19)

PERNYATAAN

PENGARUH PENGETAHUAN, SIKAP DAN KETERSEDIAAN SARANA KERJA TERHADAP KINERJA TENAGA SANITARIAN DALAM

MEMBERIKAN PELAYANAN HYGIENE SANITASI DI KABUPATEN ACEH BESAR

PROVINSI ACEH TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Januari 2014

Indra Faisal 107032157/IKM


(20)

ABSTRAK

Kesehatan lingkungan sangat berhubungan terhadap kesehatan masyarakat.Data periode Januari sampai dengan Desember 2011 keadaan sanitasi lingkungan di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Besar menunjukkan bahwa cakupan rumah sehat, keluarga yang memiliki akses air bersih, jamban sehat, tempat sampah sehat dan pengelolaan air limbah masih jauh dibawah target nasional, untuk itu diperlukan peningkatan kinerja dari tenaga sanitarian.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pendidikan, umur, pengetahuan, sikap dan ketersediaan sarana kerja terhadap kinerja tenaga sanitarian dalam memberikan pelayanan hygiene sanitasi di Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh. Penelitian ini bersifat analitik dengan desain cross sectional. Sampel pada penelitian adalah 73 tenaga sanitarian. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan pedoman observasi, sedangkan uji yang digunakan dalam penelitian adalah X2 dan regresi logistik berganda

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna pendidikan, pengetahuan, sikap dan ketersediaan sarana kerja dengan kinerja tenaga sanitarian dalam memberikan pelayanan hygine dan sanitasi di Kabupaten Aceh Besar (p<0,05), tidak terdapat hubungan yang bermakna umur dengan kinerja tenaga sanitarian dalam memberikan pelayanan hygine dan sanitasi di Kabupaten Aceh Besar (p>0,05), faktor yang paling dominan yang berhubungan dengan kinerja tenaga sanitarian adalah pengetahuan.

Untuk meningkatkan kinerja tenaga sanitarian dalam memberikan pelayanan perlu dilakukan pembinaan secara periodik oleh komite tenaga sanitarian dalam hal pelaksanaan pelayanan sehingga tenaga sanitarian dapat bekerja dengan lebih baik dan profesional.

Kata Kunci: Pendidikan, Umur, Pengetahuan, Sikap, Sarana Kerja, Kinerja, Tenaga Sanitarian


(21)

THE INFLUENCE OF KNOWLEDGE, ATTITUDE AND AVAILABILITY OF WORK FACILITY ON THE PERFORMANCE OF SANITARY

WORKERS IN PROVIDING HYGIENE AND SANITATION SERVICES IN ACEH BESAR DISTRICT,

ACEH PROVINCE

THESIS BY

INDRA FAISAL 107032157/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN


(22)

ABSTRACT

Environmental health is closely related to public health. The data of January to December 2011 about the environmental sanitation in the working area of Aceh Besar District Health Service showed that healthy houses, the families with the access to clean water, the healthy latrines, the existing families had healthy trash bins, the waste water management where this number was very far below the national target, therefor the sanitary workers need to improve their performances.

The purpose of this analytical study with cross-sectional design was to find out the relationship between education, age, knowledge, attitude and availability of work facility on the performance of sanitary workers in providing hygiene and sanitation services in Aceh Besar District, Aceh Province, and all of the 73 sanitary workers were selected to be the samples for this study through total sampling technique. The data for this study were obtained through observation and questionnaire distribution, while the test used in the study were X2 and multiple logistic regression

The result of this study showed that there was a significant relationship between education, knowledge, attitude and availability of work facility on the performance of sanitary workers in providing hygiene and sanitation services in Aceh Besar District (p < 0.05) yet there was no significant relationship between age and the performance of sanitary workers in providing hygiene and sanitation services in Aceh Besar District (p > 0.05). Knowledge was the most dominant factor related to the performance of the sanitary workers.

To improve the performance of sanitary workers in providing hygiene and sanitation services, the committee of sanitary workers needs to provide the sanitary workers periodical training on service implementation that they can work better and more professional.

Keywords: Education, Age, Knowledge, Attitude, Work Facility, Performance, Sanitary Worker


(23)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang

Hygiene dan sanitasi mempunyai hubungan yang erat dan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain. Higiene dan sanitasi merupakan usaha kesehatan masyarakat yang bertujuan untuk mencegah terjadinya penyakit pada manusia. Usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari hubungan kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia, upaya mencegah timbulnya penyakit karena hubungan lingkungan kesehatan tersebut, serta membuat kondisi lingkungan yang sedemikian rupa sehingga terjamin pemeliharaan kesehatan lingkungan disebut higiene (Depkes RI, 2009).

Dalam tatanan desentralisasi/otonomi daerah di bidang kesehatan, pencapaian Visi Indonesia Sehat 2015 ditentukan oleh pencapaian Visi Pembangunan Kesehatan setiap provinsi terkait dengan kesehatan lingkungan diantarnya : menggunakan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari, menggunakan jamban yang memenuhi syarat kesehatan, membuang sampah pada tempat yang disediakan, membuang air limbah pada saluran yang memenuhi syarat, mencuci tangan sebelum makan dan sesudah buang air besar (Hasibuan, 2009).

Berdasarkan hasil Profil Kesehatan Indonesia (2010) diketahui bahwa cakupan perumahan sehat di Indonesia masih rendah yaitu hanya 47,9% dibandingkan dengan target secara nasional yaitu 80%. Indikator rumah sehat dapat dilihat dari akses


(24)

terhadap air bersih, penggunaan jamban keluarga, jenis lantai rumah, jenis dinding. Cakupan rumah tangga di Indonesia yang memiliki air bersih terlindung sebesar 81,5%, terdapat 52,72% rumah tangga memiliki jarak sumber air minum dari pompa/susia/mata air terhadap tempat penampungan kotoran akhir/tinja sebesar > 10 meter, dan 22% rumah tangga di Indonesia masih mempunyai kebiasaan buruk dalam hal membuang sampah. Rumah tangga yang sudah membuang sampahnya dengan baik hanya 21%, dan 57% rumah tangga cara membuang sampahnya tergolong cukup baik, dan ruma tangga persentase rumah tangga yang memiliki sendiri fasilitas tempat buang air besar sebesar 59,86%, rumah tangga yang memiliki bersama 12,95%, umum sebesar 4,33% dan tidak ada sebesar 22,85%, sedangkan rumah tangga yang mempunyai jenis lantai yang memenuhi syarat kesehatan hanya 47,2%. Keadaan ini memberikan gambaran bahwa secara keseluruhan cakupan rumah sehat di Indonesia masih rendah, sehingga berdampak terhadap kesehatan masyarakat.

Menurut Soemirat (2002), bahwa kesehatan lingkungan sangat berhubungan terhadap kesehatan masyarakat. Oleh karenanya, untuk dapat mengelola kualitas lingkungan ataupun kesehatan masyarakat perlu dihayati hubungan dengan manusia, yaitu ekologi manusia. Konsekuensi dari pengelolaan sanitasi lingkungan yang tidak baik adalah terjadinya berbagai masalah kesehatan seperti meningkatkanya angka kesakitan penyakit berbasis lingkungan seperti diare, terjadinya masalah sosial dan masalah kenyamanan dan keindahan daerah.


(25)

Salah satu bentuk upaya peningkatan sanitasi lingkungan adalah penerapan rumah sehat yang mencakup sanitasi dasar seperti penyediaan air bersih, penggunaan jamban, pembuangan air limbah dan sampah. Menurut WHO (2007), perumahan sehat merupakan konsep dari perumahan sebagai faktor yang dapat meningkatkan standar kesehatan penghuninya. Konsep tersebut melibatkan pendekatan sosiologis dan teknis pengelolaan faktor risiko dan berorientasi pada lokasi bangunan, kualifikasi, adaptasi, manajemen, penggunaan dan pemeliharaan rumah dan lingkungan di sekitarnya, serta mencakup unsur apakah rumah tersebut memiliki penyediaan air minum dan sarana yang memadai untuk memasak, mencuci, menyimpan makanan, serta pembuangan kotoran manusia maupun limbah lainnya.

Pada prinsipnya lingkungan merupakan salah satu determinan terhadap terjadinya masalah kesehatan. Menurut Hendrik L. Blum yang dikutip Notoadmodjo (2007) masalah kesehatan adalah suatu masalah yang sangat komplek, yang saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri. Demikian pula pemecahan masalah kesehatannya sendiri, tetapi harus dilihat dari seluruh segi yang ada hubungannya terhadap masalah “sehat-sakit” atau kesehatan tersebut. Secara garis besar faktor-faktor yang memhubungani, baik individu, kelompok, maupun masyarakat, dikelompokkan menjadi empat berdasarkan urutan besarnya atau hubungan terhadap kesehatan yaitu sebagai berikut: lingkungan yang mencakup lingkungan (fisik, sosial, budaya, politik, ekonomi,dan sebagainya), perilaku, pelayanan kesehatan, dan keturunan. Keempat faktor tersebut selain berhubungan langsung kepada kesehatan, juga saling berhubungan satu sama lainnya. Status


(26)

kesehatan akan tercapai secara optimal, bila mana keempat faktor tersebut bersama- sama mempunyai kondisi yang optimal.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan, baik kesehatan individu maupun kesehatan masyarakat, untuk hal ini L. Blum (1974) menjelaskan secara ringkas sebagai berikut: (1) lingkungan yaitu karakter fisik alamiah dari lingkungan seperti iklim, keadaan tanah, dan topografi berhubungan langsung dengan kesehatan sebagaimana halnya interaksi ekonomi, budaya, dan kekuatan-kekuatan lain yang mempunyai andil dalam keadaan sehat, (2) perilaku yaitu perilaku perorangan dan kebiasaan yang mengabaikan hygiene perorangan, (3) keturunan atau hubungan faktor genetik adalah sifat alami didalam diri seseorang yang dianggap mepunyai hubungan primer dan juga sebagai penyebab penyakit, dan (4) pelayanan kesehatan termasuk pelayanan kesehatan masyarakat dilaksanakan oleh unit pelayanan kesehatan dan pembinaan kesehatan lingkungan.

Semua permasalahan sanitasi dan hygiene yang ada merupakan pekerjaan rumah bagi para petugas sanitarian yang ada di seluruh wilayah dalam rangka peningkatan cakupan hygiene personal dan sanitasi lingkungan. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara Nomor. 19/Kep/M.Pan/11/2000, sanitarian mempunyai tugas pokok dan fungsi sesuai dengan jenjangnya. Sehubungan dengan itu sanitarian perlu memiliki kompetensi yang memadai sesuai dengan jenjangnya, agar mampu bekerja secara profesional. Salah satu upayanya adalah melalui peningkatan pengetahuan. Peran sanitarian adalah sebagai pelaksana pengamatan kesehatan lingkungan, pengawasan kesehatan lingkungan dan


(27)

pemberdayaan masyarakat dalam rangka perbaikan kualitas kesehatan lingkungan untuk dapat memelihara, melindungi dan meningkatkan cara-cara hidup bersih dan sehat (Widyanto, 2007).

Berhasil tidaknya peningkatan cakupan pelayanan hygiene dan sanitasi lingkungan tidak terlepas dari kinerja dari petugas kesehatan khususnya petugas sanitarian. Kinerja yang baik dapat tercapai bila seseorang memiliki kemampuan, kemauan dan usaha. Kemauan dan usaha dapat menghasilkan motivasi, setelah ada motivasi dapat timbul kegiatan. Hal ini sesuai dengan pendapat Ilyas (2001), kinerja adalah penampilan hasil kerja personil baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja adalah suatu catatan keluaran hasil pada suatu fungsi jabatan kerja atau seluruh aktivitas dalam periode tertentu. Menurut Singer (1990), secara umum kinerja adalah suatu catatan keluaran hasil kegiatan pada suatu fungsi jabatan kerja atau keseluruhan aktivitas kerja pada waktu tertentu, suatu kesuksesan dalam melaksanakan pekerjaan.

Wirawan (2009) menjelaskan bahwa kinerja pegawai merupakan hasil sinergi dari sejumlah faktor. Faktor-faktor tersebut adalah faktor lingkungan internal organisasi, faktor lingkungan eksternal dan faktor internal karyawan atau pegawai. Faktor internal karyawan diantaranya adalah kompetensi. Menurut UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan : pasal 1 (10) disebutkan bahwa kompetensi adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan, dalam hal ini kinerja petugas sanitarian dalam memberikan pelayanan hygiene dan sanitasi sangat


(28)

dihubungani oleh kompetensi yang meliputi aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerjanya. Selain faktor tersebut terdapat faktor internal organisasi termasuk ketersediaan sarana untuk bekerja di bagian kesehatan lingkungan.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rohmani , Yayuk Sri (2005) tentang Hubungan Tingkat Pengetahuan Petugas Dan Ketersediaan Alat Dengan Kinerja Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit Di Rumah Sakit Umum Daerah Sleman menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan responden baik sebanyak 35%, sedang 30%, dan kurang 35%. Tingkat kinerja baik 10%, Sedang 85%, dan 5% kurang. Ketersediaan alat didapat 10% baik, 85% sedang dan 5% kurang. Analisa data menunjukan hasil sebagai berikut : hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kinerja, p= 0,008 yang berarti ada hubungan pada alpha 10%. Hubungan antara kesediaan alat dengan kinerja p=0,001 (terdapat hubungan sangat signifikan), dengan r = 81,6% ( hubungan kuat).

Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Amrullah (2010) tentang hubungan karakteristik dan kompetensi tenaga sanitarian dengan kinerja tenaga sanitarian di Puskesmas Siko Ternate menyimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pendidikan, usia, jenis kelamin, pengetahuan, sikap dan ketermpilan dengan kinerja tenaga sanitarian di Puskesmas Siko Kota Ternate (P<0,05).

Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupataen yang ada di Provinsi Aceh. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Besar Tahun 2012 diketahui bahwa terdapat 73 orang tenaga sanitarian yang tersebar di Puskesmas,


(29)

Puskesmas pembantu, rumah sakit dan dinas kabupaten. Berdasarkan tingkat pendidikan diketahui bahwa terdapat 53 orang (72,6%) berpendidikan DIII kesehatan lingkungan dan 20 orang (27,4%) berpendidikan Sekolah Pembantu Penilik Hygiene (SPPH). Dengan jumlah demikian diharapkan pelayanan hygiene dan sanitasi di Kabupaten Aceh Besar dapat ditingkatkan.

Data periode Januari sampai dengan Desember 2011 keadaan sanitasi lingkungan di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Besar menunjukkan bahwa terdapat 30.531 rumah sehat atau 58,4% dari seluruh rumah yang ada, angka ini masih jauh dibawah target nasional yaitu 80%, terdapat 61,9% keluarga yang memiliki akses air bersih sementara target nasional adalah 100%, 70,91% memiliki jamban sehat (target nasional 90%), 71,6% memiliki tempat sampah sehat (target nasional 90%) dan 57,6% melakukan pengelolaan air limbah sesuai dengan persyaratan (target nasional 90%). Berdasarkan cakupan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa adanya ketidaksesuaian kerja dengan tupoksi tenaga sanitarian, kenyataan yang ada adalah masih banyak tenaga sanitarian di wilayah kerja Kabupaten Aceh Besar yang bekerja tidak sejalan dengan tupoksi yang ada, mereka cenderung bekerja hanya menjalankan apa diperintah oleh pihak Dinas Kabupaten dan Puskesmas tanpa melihat tupoksi yang seharusnya, mereka ada yang bekerja di bagian tata usaha, bendahara, sopir ambulan dan sebagainya.

Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti ingin mengkaji lebih jauh tentang hubungan pengetahuan, sikap dan ketersediaan sarana kerja terhadap kinerja tenaga sanitarian dalam memberikan pelayanan hygiene sanitasi di Kabupaten Aceh


(30)

Besar Provinsi Aceh.

1.2.Permasalahan

Kecenderungan menunjukkan bahwa masih rendahnya cakupan sanitasi lingkungan di Kabupaten Aceh Besar tidak terlepas dari peran serta masyarakat dan juga kinerja petugas sanitarian, jumlah tenaga sanitarian yang mencukupi tanpa diikuti oleh pengetahuan, sikap dan ketersediaan sarana kerja secara langsung dapat memhubungani kinerja dan keadaan sanitasi lingkungan di Provinsi Aceh umumnya dan di Kabupaten Aceh Besar Khususnya.

1.3.Tujuan penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk :

a. Menganalisis hubungan pendidikan petugas terhadap kinerja tenaga sanitarian dalam memberikan pelayanan hygiene sanitasi di Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh.

b. Menganalisis hubungan usia petugas terhadap kinerja tenaga sanitarian dalam memberikan pelayanan hygiene sanitasi di Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh. c. Menganalisis hubungan pengetahuan terhadap kinerja tenaga sanitarian dalam

memberikan pelayanan hygiene sanitasi di Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh. d. Menganalisis hubungan sikap terhadap kinerja tenaga sanitarian dalam memberikan pelayanan hygiene sanitasi di Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh. e. Menganalisis hubungan ketersediaan sarana kerja terhadap kinerja tenaga


(31)

Besar Provinsi Aceh.

f. Menganalisis faktor paling dominan yang berhubungan dengan kinerja tenaga sanitarian dalam memberikan pelayanan hygiene sanitasi di Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh

1.4.Hipotesis

Ada hubungan pendidikan, usia, pengetahuan, sikap dan ketersediaan sarana kerja terhadap kinerja tenaga sanitarian dalam memberikan pelayanan hygiene sanitasi di Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh.

1.5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah untuk: 1.5.1. Ilmu Pengetahuan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan hubungan hubungan pengetahuan, sikap dan ketersediaan sarana kerja terhadap kinerja tenaga sanitarian dalam memberikan pelayanan hygiene sanitasi di Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh..

1.5.2. Sanitarian

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang hubungan pengetahuan, sikap dan ketersediaan sarana kerja terhadap kinerja tenaga sanitarian dalam memberikan pelayanan hygiene sanitasi di Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh, sehingga diharapkan agar tenaga sanitarian dapat memberikan kontribusi yang lebih baik dalam peningkatan kinerjanya


(32)

1.5.3. Dinas Kabupaten Aceh Besar

Penelitian ini menyediakan data tentang hubungan pengetahuan, sikap dan ketersediaan sarana kerja terhadap kinerja tenaga sanitarian dalam memberikan pelayanan hygiene sanitasi di Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh, dapat mengambil kebijakan tentang pengaturan dan pengorganisasian tenaga sanitarian untuk peningkatan etos kerja dan peningkatan cakupan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan hygine dan sanitasi lingkungan di lingkungan Kabupaten Aceh Besar.


(33)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Kinerja

2.1.1 Pengertian Kinerja

Menurut Trisnantoro dan Agastya (2010), kinerja merupakan proses yang dilakukan dan hasil yang dicapai oleh suatu organisasi dalam memberikan jasa atau produk kepada pelanggan. Kane (2008) menjelaskan, kinerja sebagai rekaman hasil kerja yang diperoleh karyawan tertentu melalui kegiatan dalam kurun waktu tertentu. Kinerja merupakan kondisi yang harus diketahui dan diinformasikan kepada pihak-pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi serta mengetahui dampak positif dan negatif suatu kebijakan operasional yang diambil. Dengan adanya informasi mengenai kinerja suatu instansi pemerintah, akan dapat diambil tindakan yang diperlukan seperti koreksi atas kebijakan, meluruskan kegiatan-kegiatan utama, dan tugas pokok instansi, bahan untuk perencanaan, menentukan tingkat keberhasilan instansi untuk memutuskan suatu tindakan, dan lain-lain. Kinerja didefinisikan sebagai kontribusi terhadap hasil akhir organisasi dalam kaitannya dengan sumber yang dihabiskan dan harus diukur dengan indikator kualitatif dan kuantitatif. Maka pengembangan instrument dilakukan untuk menilai persepsi pekerjaan akan kinerja diri mereka sendiri dalam kaitannya dengan item-item seperti out put, pencapaian tujuan, pemenuhan deadline, penggunaan jam kerja dan ijin sakit.


(34)

Kinerja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sesuatu yang hendak dicapai, prestasi yang diperlihatkan dan kemampuan kerja. Kinerja dipergunakan manajemen untuk melakukan penilaian secara periodik mengenai efektivitas operasional suatu oganisasi dan karyawan berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan kinerja, organisasi dan manajemen dapat mengetahui sejauhmana keberhasilan dan kegagalan karyawannya dalam menjalankan amanah yang diterima.

Istilah kinerja dalam bahasa inggris seirng disebut dengan performance yang berasal dari kata to perform yang dapat diartikan sebagai ”melakukan“ atau “menyelenggarakan“, ada beberapa pendapat ahli tentang pengertian kinerja, antara lain yaitu:

a. Menurut Mangkunegara (2009) kinerja itu dapat didefinisikan sebagai: “Hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.”

b. Menurut Soeprihanto (2008), kinerja atau prestasi kerja adalah hasil kerja seseorang karyawan selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, misalnya standar, target / sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan disepakati bersama.

c. Menurut Hasibuan (2009), pengertian kinerja itu adalah: “Pengorbanan jasa, jasmani dan pikiran untuk menghasilkan barang-barang atau jasa-jasa dengan memperoleh imbalan prestasi tertentu.”


(35)

d. Menurut Erich dan Gilmore dalam Sedarmayanti (2009) mengutip tentang ciri-ciri individu yang produktif dan memiliki kinerja yang baik, yaitu:

1. Tindakannya konstruktif 2. Percaya diri

3. Mempunyai rasa tanggung jawab

4. Memiliki rasa cinta terhadap pekerjaannya 5. Mempunyai pandangan ke depan

6. Mampu menyelesaikan persoalan

7. Dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berubah 8. Mempunyai kontribusi positif terhadap lingkungan

9. Mempunyai kekuatan untuk mewujudkan potensinya.

e. Soeprihanto (2008) dalam bukunya menyebutkan bahwa aspek- aspek yang diukur dalam kinerja adalah:

a. Prestasi kerja. b. Tanggung jawab. c. Ketaatan.

d. Kejujuran. e. Kerjasama. f. Prakarsa.

Untuk dapat mengetahui kinerja seseorang atau organisasi, perlu diadakan pengukuran kinerja. Menurut Sofyandi (2009:122), Penilaian kinerja (performance appraisal) adalah proses organisasi dalam mengevaluasi pelaksanaan kerja karyawan.


(36)

Dalam penilaian dinilai kontribusi karyawan kepada organisasi selama periode waktu tertentu. Umpan balik kinerja memungkinkan karyawan mengetahui seberapa baik bekerja jika dibandingkan dengan standar organisasi. Apabila penilaian kinerja dilakukan secara benar, para karyawan, penyelia, departemen SDM, dan akhirnya organisasi akan diuntungkan dengan melalui upaya-upaya karyawan memberikan kontribusi yang memuaskan kepada organisasi.

Penilaian kinerja berkenaan dengan seberapa baik seseorang melakukan pekerjaan yang ditugaskannya. Penilaian kinerja memberikan dasar bagi keputusan-keputusan yang memhubungani gaji, promosi, pemberhentian, pelatihan, transfer, dan kondisi-kondisi kepegawaian lainnya. Menurut Moeheriono (2009), faktor-faktor penilaian adalah aspek-aspek yang diukur dalam proses penilaian kerja individu.

Faktor penilaian tersebut terdiri atas empat aspek, yakni sebagai berikut:

1. Hasil kerja, yaitu keberhasilan karyawan dalam pelaksanaan kerja (output) biasanya terukur, seberapa besar yang telah dihasilkan, berapa jumlahnya dan beberapa besar kenaikannya, misalnya omset pemasaran, jumlah keuntungan dan total perputaran aset, dan lain-lain.

2. Perilaku, yaitu aspek tindak tunduk karyawan dalam melaksanakan pekerjaan, pelayanan, kesopanan, sikap, dan perilakunya baik terhadap seasama karyawan maupun kepada pelanggan.

3. Atribut dan kompetensi, yaitu kemahiran dan penguasaan karyawan sesuai tuntutan jabatan, pengetahuan, kemitraan dan keahliannya, seperti kepemimpinan, inisiatif, dan komitmen.


(37)

4. Komparatif, yaitu membandingkan hasil kinerja karyawan dengan karyawan lainnya yang selevel dengan yang bersangkutan, misalnya sesama sales berapa besar omset penjualanya selama satu bulan.

Penilaian kinerja adalah penilaian tentang prestasi kerja karyawan dan penilaian kerja sangat penting bagi manajemen untuk digunakan dalam menjelaskan tujuan dan standar kerja. Dalam persaingan global, perusahaan menuntut kinerja yang tinggi. Seiring dengan itu, karyawan membutuhkan umpan balik atas kinerja mereka sebagai pedoman perilakunya dimasa mendatang

Melalui pengukuran kinerja diharapkan pola kerja dan pelaksanaan tugas pembangunan dan tugas umum pemerintahan akan terlaksana secara efesien dan efektif dalam mewujudkan tujuan nasional. Pengukuran kinerja pegawai akan dapat berguna untuk: (1) mendorong orang agar berperilaku positif atau memperbaiki tindakan mereka yang berada di bawah standar kinerja, (2) sebagai bahan penilaian bagi pihak pimpinan apakah mereka telah bekerja dengan baik, dan (3) memberikan dasar yang kuat bagi pembuatan kebijakan untuk peningkatan organisasi (Hasibuan, 2007).

Kinerja karyawan mengacu pada mutu pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan didalam implementasi mereka melayani program sosial. Memfokuskan pada asumsi mutu bahwa perilaku beberapa orang yang lain lebih pandai daripada yang lainnya dan dapat diidentifikasi, digambarkan, dan terukur. Aspek dalam kinerja karyawan adalah sebagai berikut:


(38)

a. Proaktif dalam pendekatan pekerjaan b. Bermanfaat dari pengawasan

c. Merasa terikat dalam melayani klien d. Berhubungan baik dengan staff lain

e. Menunjukkan keterampilan dan pengetahuan inti bekerja aktivitas f. Menunjukkan kebiasaan bekerja yang baik

g. Mempunyai sikap positif dalam pekerjaan

Penilaian kinerja adalah kegiatan manajer untuk mengevaluasi perilaku prestasi kerja karyawan serta menetapkan kebijaksaan selanjutnya (Hasibuan, 2009). Adapun tujuan dan kegunaan penilaian kerja adalah sebagai berikut:

1. Sebagai dasar pengambilan keputusan yang digunakan untuk promosi, demosi, pemberhentian dan penetapan berapa besarnya balas jasa.

2. Untuk mengukur prestasi kerja yaitu sejauh mana karyawan bisa sukses dalam pekerjaannya.

3. Sebagai dasar mengevaluasi efektivitas seluruh kegiatan dalam perusahaan. 4. Sebagai dasar untuk mengevaluasi program pelatihan dan keefektifan jadwal

kerja, metode kerja, struktur organisasi, gaya pengawasan, kondisi kerja dan peralatan kerja.

5. Sebagai indikator untuk menentukan kebutuhan akan latihan bagi karyawan yang berada dalam organisasi.


(39)

6. Sebagai alat untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan sehingga dicapai tujuan untuk mendapatkan performance kerja yang baik.

Menurut Veithzal Rivai dan Ahmad fawzi (2008), Penilaian kinerja merupakan kajian sistematis tentang kondisi kerja karyawan yang dilaksanakan secara formal yang dikaitkan dengan standart kerja yang telah ditentukan perusahaan. Semua organisasi kemungkinan mengevaluasi atau menilai kinerja dalam beberapa cara. Pada organisasi yang kecil evaluasi ini mungkin sifatnya informal, di dalam organisasi yang besar penilaian kinerja marupakan prosedur yang sistematik, dimana kinerja dari semua karyawan, manajerial, profesional, teknis, penjualan, dan klerikal dinilai secara formal. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa suatu perusahaan tidak bisa hanya sekedar mempunyai sistem penilaian saja, sistem harus efektif, diterima dan pantas digunakan. Dengan terpenuhinya kondisi-kondisi itu akan menghasilkan peningkatan yang diperlukan dalam sumber daya manusia

Dalam melakukan penilaian kinerja, seorang penilai harus meiliki pedoman dan dasar-dasar penilaian. Pedoman dan dasar-dasar penilaian tersebut dapat dibedakan dalam aspek-aspek penilaian. Yang dimaksud dengan aspek penilaian adalah sifat-sifat atau ciri-ciri yang dapat menunjukkan bahwa pelaksanaan suatu pekerjaan tertentu dapat berjalan lancar dan secara rutin dilaksanakan.


(40)

2.1.2 Evaluasi Kinerja

Penilaian kinerja disebut juga evaluasi yang berasal dari bahasa Inggris yaitu evaluate/evaluation yaitu penilaian mengenai hasil atau daya guna terhadap pekerjaan karyawan. Pada umumnya kinerja pada karyawan merupakan bagian penting dari seluruh proses kekayaan karyawan. Pentingnya penilaian kinerja yang rasional dan dapat diterapkan secara objektif terlihat pada kepentingan karyawan dan kepentingan organisasi.

Bagi para karyawan penilaian kinerja dapat digunakan sebagai umpan balik tentang kemampuan kerja. Informasi tentang kelebihan dan kekurangmampuan kerja dapat diperoleh dari satuan perbandingan kemampuan kerja dengan standar kinerja.

Secara lebih terperinci tujuan penilaian kinerja menurut John Soeprihanto (2008 ) sebagai berikut:

a. Mengetahui keadaan keterampilan dan kemampuan setiap karyawan secara rutin dan berkala.

b. Untuk digunakan sebagai dasar perencanaan bidang personalia, khususnya penyempurnaan kondisi kerja, peningkatan mutu dan hasil kerja.

c. Dapat digunakan sebagai dasar pengembangan/pendayagunaan karyawan seoptimal mungkin, antara lain untuk pengembangan karir, kenaikan pangkat dan kenaikan jabatan.

d. Mendorong terciptanya hubungan timbal balik yang sehat antara atasan pangkat dan kenaikan jabatan.


(41)

e. Mengetahui kondisi kerja perusahaan dan prestasi kerja karyawan.

f. Para karyawan dapat mengetahui kekuatan dan kelemahan masing-masing sehingga dapat memacu perkembangan organisasi. Sebaliknya bagi atasan yang menilai akan lebih memperhatikan dan mengenal bawahan sehingga dapat memotivasi karyawan dalam bekerja.

g. Hasil penilaian kinerja dapat bermanfaat bagi pengembangan manusia secara keseluruhan.

Memperhatikan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan penilaian kinerja antara lain membantu memperbaiki prestasi dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan dengan melakukan hal-hal yang akan mengembangkan kekuatan dan mengatasi kelemahan, mengenal karyawan yang lebih besar potensinya untuk menerima tanggung jawab yang lebih besar dan memberikan bimbingan mengenai apa yang harus dilakukan untuk memastikan bahwa potensi ini akan berkembang, membantu dalam memutuskan kenaikan gaji yang seimbang antara tingkat prestasi dan tingkat gaji.

Menurut Paul (2009), evaluasi kinerja adalah proses yang mencakup perencanaan sejak awal dan memeliharanya secara teratur. Evaluasi kinerja memberi cara untuk menjelaskan bagaimana anggota tim dapat melaksanakan pekerjaannya, dan bagaimana caranya untuk memperbaiki kinerja dimasa mendatang sehingga karyawan, dan perusahaan dapat memperoleh manfaat. Evaluasi kerja juga memberi peluang untuk bersama-sama menentukan sasaran kerja dan merumuskan cara


(42)

mencapainya. Moeheriono (2009), mengemukakan bahwa evaluasi kinerja itu dapat diartikan dalam:

1. Sebagai alat yang baik untuk menentukan apakah karyawan telah memberikan hasil kerja yang memadai dan sudah melaksanakan aktivitas kinerja sesuai dengan standar kerja yang telah ditetapkan oleh organisasi

2. Sebagai cara untuk menilai kinerja karyawan dengan melakukan penilaian tentang kekuatan dan kelemahan karyawan.

3. Sebagai alat yang baik untuk menganalisis kinerja karyawan dan membuat rekomendasi perbaikan dan pengembangan selanjutnya. Keberhasilan suatu organisasi dengan berbagai ragam kinerja tergantung kepada kinerja seluruh anggota organisasi. Unsur individu manusialah yang memegang peranan paling penting dan sangat menentukan keberhasilan organisasi atupun suatu perusahaan. Menurut Dharma ( 2010), evaluasi kinerja adalah dasar dari penilaian atas tiga elemen kunci suatu kinerja yaitu: kontribusi, kompetensi dan pengembangan yang berkelanjutan. Penilaian harus berakar pada realitas karyawan. Penilaian bersifat nyata, bukan abstark dan memungkinkan manejer dan indidu untuk mengambil pandangan yang positif tentang bagaimana kinerja bisa menjadi lebih baik dimasa depan dan bagaimana masalah-masalah yang timbul dalam memenuhi standar dan sasaran kinerja dapat dipecahkan. Evaluasi kinerja diperusahan atau di instansi pemerintah sebaiknya dibedakan evaluasinya terhadap pimpinan dan bawahan, serta penilai harus mengumpulkan data terlebih dahulu melalui pengamatannya terhadap kinerja pegawai sebagai bukti awal dalam memecahkan permasalahan pegawai yang


(43)

bersangkutan dan dapat melindunginya. Selain itu, juga apabila diperlukan pelaksanaan pelatihan terlebih dahulu dalam memberikan penilaian pada evaluasi kinerja agar lebih berhasil, evaluasi kinerja sebaiknya menggunakan metode yang cocok dan tepat dengan organisasi yang bersangkutan karena sebuah metode yang tepat di suatu tempat belum tentu cocok dengan tempat lainnya.

Menurut Paul (2009), jenis-jenis evaluasi kinerja adalah: 1. Evaluasi Kinerja Pengenalan

Evaluasi kinerja pengenalan sering dilakukan antara satu sampai dengan enam bulan sejak tanggal pengangkatan karyawan untuk menentukan apakah karyawan tersebut cocok dengan pekerjaannya .

2. Evaluasi Kinerja Tahunan

Evaluasi kinerja tahunan adalah evaluasi yang hampir diperoleh oleh semua orang yang bekerja di organisasi. Dokumentasi formal tahunan mengenai hal-hal yang menonjol ini sangat memhubungani keputusan kepersonaliaan dan akan berakhir menjadi berkas kinerja karyawan (sekali dan selamanya)

3. Evaluasi Kinerja Khusus

Evaluasi kinerja khusus sama dengan evaluasi kinerja tahunan, perbedaannya adalah evaluasi ini dilakukan “sesuai kebutuhan” atas permintaan ketua atau anggota tim. Biasanya, evaluasi ini digunakan untuk mendukung perubahan status karyawan, seperti untuk meninjau peran karyawan, perubahan supervisor atau pengarahan, penyesuaian gaji, promosi, dan sebagainya.


(44)

4. Tindakan Koreksi

Tindakan koreksi sering disebut sebagai “peringatan”, evaluasi ini merupakan bentuk disiplin progresif.

5. Sesi Umpan Balik

Sesi umpan balik merupakan evaluasi kinerja di tempat kerja yang bersifat informal, dilakukan selama proses pembinaan sehari-hari antara ketua dengan anggota tim. Catatan yang diperoleh selama sesi ini sering dimasukkan dalam berkas karyawan, yang terus dipelihara oleh ketua tim

6. Laporan Status

Laporan status adalah laporan periodik (misalnya, mingguan, bulanan, kuartalan) yang biasanaya disampaikan kepada manajemen untuk mendokumentasikan kinerja penting yang menonjol dari individu dan tim. Untuk dapat memiliki kesempatan berhasil, sasaran dan metodologi evaluasi kinerja harus berjalan dengan harmonis dengan budaya organisasi atau diperkenalkan secara sengaja sebagai suatu tujuan bagi perusahaan, bergerak dari manajemen berdasarkan perintah kearah manajemen sasaran. Manajemen kinerja dan proses evaluasi kinerja dapat membantu dalam mencapai perubahan cultural tapi hanya bila perubahan tersebut dikelola dengan baik dari atas.

Dharma (2010), mengemukakan bahwa sasaran evaluasi kinerja adalah:

a. Motivasi: untuk merangsang orang dalam meningkatkan kinerja dan mengembang keahlian.


(45)

b. Pengembangan: untuk memberitakan dasar untuk mengembangkan dan memperluas atribut dan kompetensi yang relevan atas peran mereka sekarang maupun peran dimasa depan terutama karyawan yang memiliki potensi untuk melakukannya. Pengembangan dapat difokuskan kepada peran yang dipegang saat ini, memungkinkan orang untuk memperbesar dan memperkaya jangkauan tanggung jawab mereka dan keahlian yang mereka perlukan dan mendapatkan imbalan sebagaimana mestinya.

c. Komunikasi: untuk berfungsi sebagai saluran komunikasi dua arah tentang peran, sasaran, hubungan, masalah kerja dan aspirasi. Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa evaluasi kinerja atau ferformance evaluation sangat penting untuk memfokuskan dan mengarahkan karyawan terhadap tujuan strategi pada penempatan, penggantian perencanaan, dan tujuan pengembangan sumber daya manusia.

2.1.3 Manfaat Penilaian Kinerja

Dharmawan (2008) menjelaskan bajwa terdapat beberapa manfaat dalam melakukan penilaian kinerja, diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Sebagai alat untuk memperbaiki kinerja para karyawan.

b. Sebagai instrument dalam melakukan penyesuaian imbalan yang diberikan oleh organisasi kepada para karyawan.

c. Membantu manajemen sumber daya manusia untuk mengambil keputusan dalam mutasi karyawan.


(46)

d. Sebagai salah satu sumber informasi untuk perencanaan dan penyelenggaraan kegiatan pelatihan.

e. Sebagai bahan untuk membantu para karyawan melakukan perencanaan dan pengembangan karir.

f. Sebagai alat untuk mengkaji kegiatan pengadaan tenaga kerja terutama yang diarahkan pada kemungkinan terjadinya kelemahan di dalamnya.

g. Mempelajari apakah terdapat ketidak tepatan dalam system informasi sumber daya manusia.

h. Mempersiapkan organisasi dan seluruh komponennya menghadapi berbagai tantangan yang mungkin akan dihadapi di masa depan.

i. Untuk melihat, apakah terdapat kesalahan dalam rancang bangun pekerjaan. j. Sebagai bahan umpan balik bagi manajemen sumber daya manusia bagi para

atasan langsung dan bagi para karyawan sendiri.

Dari beberapa definisi di atas mengenai kinerja, peneliti mengambil sebuah kesimpulan bahwa kinerja merupakan hasil kerja yang dapat dicapai oleh karyawan dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan yang disepakati bersama oleh karyawan dan organisasi dalam kurun waktu ataupun periode tertentu serta dapat diukur baik secara kuantitatif maupun kualitatif secara obyektif.

Dalam kinerja itu sendiri banyak faktor yang dapat dinilai sehingga dapat memberikan suatu gambaran terhadap seorang individu terhadap produktivitas dan efektifitasnya. Peneliti memilih teori dari John Soeprihanto, karena beberapa faktor


(47)

dan dimensi yang ada lebih sesuai untuk pengukuran dengan keadaan saat ini terutama pengukuran terhadap kinerja pendidik yang mungkin sedikit berbeda dengan karyawan di instansi lainnya. Keseluruhan faktor yang dijelaskan dalam teori John Soeprihanto dapat digunakan sebagai dimensi penelitian. Demikianlah sintesa yang dapat diberikan mengenai kinerja.

2.1.4 Tugas Pokok dan Fungsi Tenaga Kesehatan

Tenaga kesehatan banyak jenisnya dimana masing-masing jenis mempunyai keahlian berbeda-beda sesuai dengan bidangnya, diantaranya dokter, apoteker, bidan, perawat, sanitarian dan sebagainya. Sanitarian merupakan tenaga profesi kesehatan yang telah mengikuti pendidikan formal sesuai dengan standar Departemen Kesehatan RI dan mempunyai ketrampilan dan keahlian dibidang penyehatan lingkungan. Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No.19/KEP/M.PAN/11/2000 yang tertuang pada bab I pasal 1 menyatakan, bahwa Sanitarian adalah pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan pengamatan, pengawasan dan pemberdayaan masyarakat dalam rangka perbaikan kualitas kesehatan lingkungan untuk dapat memelihara, melindungi dan meningkatkan cara-cara hidup bersih dan sehat (Depkes RI, 2000). Peran sanitarian adalah sebagai pelaksana pengamatan kesehatan lingkungan, pengawasan kesehatan lingkungan dan pemberdayaan masyarakat dalam rangka perbaikan kualitas kesehatan lingkungan untuk dapat memelihara, melindungi dan meningkatkan cara-carahidup bersih dan sehat


(48)

Fungsi Sanitarian adalah:

1. Mempersiapkan pelaksanaan kegiatan kesehatan lingkungan 2. Melakukan pengamatan kesehatan lingkungan

3. Melakukan pengawasan kesehatan lingkungan

4. Melakukan pemberdayaan masyarakat dalam meningkatkan kualitas kesehatan lingkungan

5. Membimbing sanitarian di bawah jenjang jabatannya

6. Mengajar atau melatih yang berkaitan dengan bidang kesehatan lingkungan 7. Mengikuti seminar/lokakarya di bidang kesehatan lingkungan/kesehatan 8. Menjadi anggota organisasi profesi bidang kesehatan lingkungan

9. Menjadi anggota tim penilai jabatan fungsional sanitarian 10. Melaksanakan kegiatan lintas program dan lintas sektoral

Sementara itu menurut Depkes RI (2000) tugas pokok tenaga sanitarian di Puskesmas adalah sebagai berikut :

a. Merubah, mengendalikan atau menghilangkan semua unsur fisik dan lingkungan yang memberi hubungan terhadap kesehatan masyarakat.

b. Membantu Kepala puskesmas dalam melaksanakan kegiatan sanitasi di Puskesmas

c. Melakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang penggunaan air bersih, jamban keluarga, rumah sehat, kebersihan lingkungan serta penanaman pekarangan


(49)

d. Membantuk kepala puskesmas daam memimpin regu pemberantasan penyakit menular

e. Membantu mengemangkan Program Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD)

f. Mencatat dan melaporkan kegiatan

g. Mengamati kesehatan lingkungan di sekolah serta memberi saran-saran teknis perbaikan

h. Aktif dalam memperkuat kerjasama lintas sektoral

2.2 Pendidikan

Menurut Mangkunegara (2003) tingkat pendidikan adalah suatu proses jangka panjang yang menggunakan prosedur sistematis dan terorganisir, yang mana tenaga kerja manajerial mempelajari pengetahuan konseptual dan teoritis untuk tujuan-tujuan umum. Dengan demikian tingkat pendidikan seorang karyawan dapat meningkatkan daya saing perusahaan dan memperbaiki kinerja perusahaan.

Menurut UU SISDIKNAS No. 20 (2003), indikator tingkat pendidikan terdiri dari jenjang pendidikan dan kesesuaian jurusan. Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan, terdiri dari:

a. Pendidikan dasar: Jenjang pendidikan awal selama 9 (sembilan) tahun pertama masa sekolah anak-anak yang melandasi jenjang pendidikan menengah.


(50)

c. Pendidikan tinggi: Jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program sarjana, magister, doktor, dan spesialis yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.

Kesesuaian jurusan adalah sebelum karyawan direkrut terlebih dahulu perusahaan menganalisis tingkat pendidikan dan kesesuaian jurusan pendidikan karyawan tersebut agar nantinya dapat ditempatkan pada posisi jabatan yang sesuai dengan kualifikasi pendidikannya tersebut. Dengan demikian karyawan dapat memberikan kinerja yang baik bagi perusahaan.

2.4 Usia

Istilah usia diartikan dengan lamanya keberadaan seseorang diukur dalam satuan waktu di pandang dari segi kronologik, individu normal yang memperlihatkan

derajat perkembangan anatomis dan fisiologik sama. Usia adalah lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan atau diadakan) (Hoetomo, 2005).

Penelitian yang dilakukan oleh Nasution (2010) tentang hubungan karakteristik individu dan kompetensi dengan kinerja sanitarian dalam pelaksanaan penyehatan makanan di Puskesmas Kota Medan menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara usia dengan kinerja (nilai p<0,05), tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan kinerja (nilai p<0,05), tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan kinerja (nilai p>0,05). Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor lain yang dapat berhubungan dengan kinerja sanitarian dalam penerapan


(51)

pelayanan dengan jumlah sampel yang lebih besar dan metode penelitian yang lebih baik.

2.5 Pengetahuan

Menurut Benyamin Bloom dalam Notoatmodjo (2003) perilaku manusia ada 3 (tiga) domain yaitu: a) kognitif (cognitive), b) afektif (affective), c) psikomotor (psychomotor). Pada penelitian ini penulis hanya membatasi pada pengetahuan dan sikap. Dalam perkembangan teori Bloom ini, dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni:

2.5.1. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengideraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Menurut WHO pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain. Selanjutnya menurut Poedjawijatna (1991) orang yang tahu disebut mempunyai pengetahuan. Jadi pengetahuan adalah hasil dari tahu. Dengan demikian pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior).

Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (2003) mengungkapkan bahwa sebelum orang


(52)

mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:

1. Knowledge (pengetahuan), yakni orang tersebut mengetahui dan memahami akan adanya sesuatu perubahan baru.

2. Persuasion (kepercayaan), yakni orang mulai percaya dan membentuk sikap terhadap perubahan tersebut.

3. Decision (keputusan), yakni orang mulai membuat suatu pilihan untuk mengadopsi atau menolak perubahan tersebut.

4. Implementation (pelaksanaan), orang mulai mererapkan perubahan tersebut dalam dirinya.

5. Confirmation (penegasan), orang tersebut mencari penegasan kembali terhadap perubahan yang telah diterapkannya, dan boleh merubah keputusannya apabila perubahan tersebut berlawanan dengan hal yang diinginkannya.

Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut.

Apabila penerima perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama. Contoh masyarakat yang memakai kelambu pada saat tidur untuk menghindari gigitan nyamuk karena di instruksikan oleh kepala desa atau petugas kesehatan, namun


(53)

perilaku tersebut akan hilang dengan sendirinya jika perintah atau instruksi dari petugas kesehtan tidak ada lagi.

2.5.2 Tingkat Pengetahuan di dalam Domain Kognitif

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan. 1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima, oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat


(54)

diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau suatu penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau


(55)

responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas.

2.6 Sikap (Attitude) 2.6.1 Pengertian Sikap

Secara historis istilah sikap (attitude) digunakan pertama kali oleh Herbert Spencer di tahun 1862 yang pada saat itu diartikan olehnya sebagai status mental seseorang. Di masa-masa awal itu pula penggunaan konsep sikap sering dikaitkan dengan konsep mengenai postur fisik atau posisi tubuh seseorang.

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Beberapa batasan lain tentang sikap ini dapat dikutip sebagai berikut:

“An individual, s social attitude is a syndrome of response consistency with regard to social object” (Cambell, 1950).

“A mental and neural state of readiness, organized through experience, exerting a directive or dynamic influence up on the individual, s response to all objects and situation with which it is related” (Allport,1954).

“Attitude entails an existing predisposition to response to social objects which in interaction with situational and other dispositional variables, guides and directs the overt behavior of the individual” (Cardno,1955).

“An enduring system of positive or negative evaluations, emotional feelings, and pro or connection tendencies will respect to social object” (Krech, et al., 1982).

Dari batasan-batasan di atas dapat disimpulkan bahwa manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku


(56)

yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap juga adalah bentuk evaluasi atau reaksi perasaan terhadap suatu objek memihak atau tidak memihak yang merupakan keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) terhadap suatu objek di lingkungan sekitar. Newcomb dalam Notoatmodjo, mengatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan pelaksanaan motif tertentu. Sikap merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap masih merupakan reaksi tertutup, bukan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek dan lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.

Diagram berikut dapat menjelaskan uraian tersebut:

Gambar 2.1: Proses Terbentuknya Sikap dan Reaksi (Notoatmodjo, 2003) Stimulus

Rangsangan

Proses Stimulus Reaksi

Tingkah Laku Sikap


(57)

2.6.2 Komponen Pokok Sikap

Dalam bagian lain Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2003) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 (tiga) komponen pokok:

1. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek. 2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. 3. Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave).

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting.

2.6.3 Berbagai Tingkatan Sikap

Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan antara lain:

1. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan.

2. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.


(58)

3. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi.

Sikap seseorang yang positif belum tentu terwujud dalam tindakan positif, begitu pula sebaliknya. Temuan-temuan dari peneliti yang lalu menyebutkan bahwa hubungan sikap dan perilaku sangat lemah bahkan negatif dan penelitian lain menyebutkan bahwa hubungannya adalah positif.

Menurut Brecter dan Wiggins yang dikutip Azwar (2007) sikap seseorang akan berhubungan langsung terhadap perilaku sangat tergantung dari kondisi apa, waktu bagaimana dan situasi. Pengetahuan dan sikap perawat tentang dokumentasi asuhan keperawatan akan membentuk dasar perilaku dari perawat tersebut karena berdasarkan pengetahuan dan sikap perawat akan dapat melaksanakan dokumentasi. 2.6.4 Fungsi Sikap

Teori fungsional yang dikemukakan oleh Katz (1953) dalam Notoatmodjo (2003) mengatakan bahwa untuk memahami bagaimana sikap menerima dan menolak perubahan haruslah beranjak dari dasar motivasional sikap itu sendiri. Apa yang dimaksud oleh Katz sebagai dasar motivasional merupakan fungsi sikap bagi individu yang bersangkutan.


(59)

1. Fungsi instrumental, fungsi penyesuaian, fungsi manfaat.

Fungsi ini menyatakan bahwa individu dengan sikapnya berusaha untuk memaksimalkan hal-hal yang diinginkan dan meminimalkan hal-hal yang tidak diinginkan. Dengan demikian, individu akan membentuk sikap positif terhadap hal-hal yang dirasakannya akan mendatangkan keuntungan dan membentuk sikap negatif terhadap hal-hal yang dirasakan akan merugikan dirinya.

2. Fungsi pertahanan Ego

Sewaktu individu tidak mengalami hal yang tidak menyenangkan dan dirasa akan mengancam egonya atau sewaktu ia mengetahui fakta dan kebenaran yang tidak mengenakkan bagi dirinya maka sifatnya dapat berfungsi sebagai mekanisme pertahanan ego yang akan melindunginya dari kepahitan kenyataan tersebut. Sikap dalam hal ini, merefleksikan problem kepribadian yang tidak terselesaikan. 3. Fungsi pertahanan nilai

Nilai adalah konsep dasar mengenai apa yang dipandang baik dan diinginkan. Nilai-nilai terminal merupakan preferensi mengenai keadaan akhir tertentu seperti persamaan, kemerdekaan dan hak asasi. Nilai instrumental merupakan preferensi atau pilihan mengenai berbagai perilaku dan sifat pribadi seperti kejujuran, keberanian, atau kepatuhan akan aturan. Dengan fungsi ini seseorang seringkali mengembangkan sikap tertentu untuk memperoleh kepuasan dalam menyatakan nilai yang dianutnya yang sesuai dengan penilaian pribadi dan konsep dirinya. Fungsi inilah yang menyebabkan orang sering lupa diri sewaktu berada dalam situasi masa seidologi atau sama nilai.


(60)

4. Fungsi pengetahuan

Menurut fungsi ini manusia mempunyai dorongan dasar untuk ingin tahu, untuk mencapai penalaran dan untuk mengorganisasikan pengalamannya. Adanya unsur-unsur pengalaman yang semula tidak konsisten dengan apa yang diketahui oleh individu akan disusun, ditata kembali, atau diubah sedemikian rupa sehingga tercapai suatu konsistensi. Jadi sikap berfungsi sebagai suatu skema, yaitu suatu cara strukturisasi agar dunia di sekitar tampak logis dan masuk akal. Sikap digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap fenomena luar yang ada dan mengorganisasikannya.

2.6.5 Pembentukan Sikap

Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu. Interaksi sosial mengandung arti lebih dari pada sekedar adanya kontak sosial dan hubungan antara individu sebagai anggota kelompok sosial. Dalam interaksi sosial, terjadi hubungan saling memhubungani diantara individu yang satu dengan yang lainnya, terjadi hubungan timbal balik yang turut memhubungani pola perilaku masing-masing individu sebagai anggota masyarakat.

Dalam interaksi sosialnya, individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Diantara berbagai faktor yang memhubungani pembentukan sikap adalah: (1) pengalaman pribadi; (2) hubungan orang lain yang dianggap penting; (3) hubungan kebudayaan; (4) media massa; (5) lembaga pendidikan; (6) hubungan faktor emosional.


(61)

2.6.6 Faktor-faktor yang Menyebabkan Perubahan Sikap

Ada dua faktor yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan sikap adalah: 1. Faktor intern, yaitu faktor yang terdapat dalam diri pribadi manusia itu sendiri.

Faktor ini berupa selectivity atau daya pilih seseorang untuk menerima dan mengolah hubungan-hubungan yang datang dari luar.

2. Faktor ekstern, yaitu faktor yang terdapat di luar pribadi manusia. Faktor ini berupa interaksi sosial di luar kelompok. Misalnya interaksi antara manusia dengan hasil kebudayaan manusia yang sampai kepadanya melalui alat-alat komunikasi seperti surat kabar, radio, televisi, majalah, dan sebagainya.

Berdasarkan kajian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap seseorang akan dihubungani oleh beberapa faktor seperti faktor keluarga, adat istiadat yang berlaku, dan informasi dari media massa yang diterima olehnya. Sikap dalam bentuk perilaku ini lebih sulit untuk diamati, oleh karena itu pengukurannya berupa tanggapan atau kecenderungan terhadap fenomena tertentu.

2.7 Ketersediaan Sarana Kesehatan

Ketersediaan sumber daya kesehatan, yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas atau sarana-sarana. Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung, atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Faktor ini terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana yang merupakan sumber daya untuk menunjang perilaku. Pekerjaan seseorang dalam menjalankan


(62)

tugasnya tingkat kualitas hasilnya sangat ditentukan oleh sarana dan prasarana, yang disertai pedoman akan banyak berhubungan terhadap produktifitas kerja dan kualitas kerja yang baik (Azwar, 2006)

2.8 Kerangka Teoritis

Kinerja diartikan sebagai hasil usaha seseorang yang dicapainya dengan adanya kemampuan dan perbuatan dalam situasi tertentu. Jadi kinerja merupakan hasil keterkaitan antara usaha, kemampuan dan persepsi tugas. Kinerja individu maupun kelompok karyawan merupakan kontribusi untuk meningkatkan kinerja suatu organisasi, sebab kinerja organisasi merupakan sekumpulan prestasi-prestasi yang diberikan oleh seluruh bagian yang terkait dengan aktivitas bisnis. Kinerja merupakan salah satu ukuran dari perilaku yang aktual di tempat kerja yang bersifat multidimensional, dimana indikator kinerja meliputi kualitas kerja, kuantitas kerja, waktu kerja dan kerja sama dengan rekan kerja (Mathis dan Jackson, 2002).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kartikawati (2003) menunjukkan bahwa variabel kompetensi skill teknis, kompetensi skill non teknis, knowledge dan attitude mempunyai hubungan yang signifikan terhadap peningkatan kinerja karyawan. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Megawangi (2002) dalam sebuah jurnal dengan judul Karakteristik SDM yang Dibutuhkan Dunia Industri/Organisasi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan karakteristik dasar yang dibutuhkan oleh perusahaan mencakup karakteristik umum (demografi) dan karakteristik khusus yang mencakup Knowledge, Skill, Ability dan Others.


(63)

Faktor individu

- Kemampuan

- Pengetahuan

- Pendidikan

- Tingkat sosial

- Pengalaman

- Umur

- Etnis

- Jenis kelamin

Kinerja

Faktor Psikologis - Persepsi - sikap - kepribadian - motivasi

Faktor organisasi - Sumber Daya (SDM,

fasilitas) - kepemimpinan - Imbalan - Struktur desain

pekerjaan - Supervisi - Rekan Kerja

Gambar. 2.1 Kerangka Model Kinerja dari Gibson 2.7 Kerangka Konsep

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian Usia (X2)

Kinerja Petugas (Y) Pendidikan (X1)

Pengetahuan (X3)

Sikap Petugas (X4)


(64)

BAB 3

METODE PENELITIAN 3.1Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan berupa penelitian analitik dengan desain cross sectional yang bertujuan untuk menganalisis hubungan pengetahuan, sikap dan ketersediaan sarana kerja terhadap kinerja tenaga sanitarian dalam memberikan pelayanan hygiene sanitasi di Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh. Jenis penelitian ini mempelajari aspek respon individu tertentu di suatu waktu tertentu dan tidak dilakukan pengukuran ulang kembali (Dempsey & Dempsey, 2002).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Besar. Waktu penelitian ini berlangsung selama 8 (delapan) bulan meliputi kegiatan-kegiatan yaitu penelusuran pustaka, konsultasi judul, persiapan proposal penelitian, kolokium, pengumpulan data, pengolahan dan analisis data, penyusunan hasil penelitian, seminar hasil dan ujian komprehensif.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah petugas sanitarian yang bertugas di dalam wilayah kerja Dinas Kabupaten Aceh Besar dan berjumlah 73 orang yang tersebar di 25 puskesmas. Sampel pada penelitian adalah seluruh jumlah populasi yaitu 73 atau menggunakan teknik total sampling.


(65)

Tabel 3.1 Jumlah Sampel Berdasarkan Puskesmas di Kabupaten Aceh Besar

No Puskesmas Jumlah Tenaga Sanitarian

PNS Wiyata Bakti Jumlah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 Pulo Aceh Lhoong Leupung Lhoknga Peukan Bada Darul Imarah Darul Kamal Darussalam Kuta Baro

Krung Barona Jaya Sukamakmur Indrapuri Kuta Cot Glie Kuta Malaka Seulimum Lembah Seulawah Mesjid Raya Baitussalam Blang Bintang Ingin jaya Simpang Tiga Montasik Jantho Lampisang Lamteuba 2 2 2 2 2 3 3 4 2 3 4 4 2 3 4 3 3 2 4 4 2 4 3 3 1 - - 1 - - 1 - - - - - - 1 - - - - - - - - - - - 1 2 2 3 2 2 4 3 4 2 3 4 4 3 3 4 3 3 2 4 4 2 4 3 3 2

Jumlah 69 4 73

Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Besar (2012)

3.4 Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara melakukan pengukuran terhadap pendidikan, usia, pengetahuan, sikap dan ketersediaan sarana dengan cara memberikan kuesioner pada petugas sanitarian


(66)

Data sekunder diperoleh dari dokumentasi Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Besar berupa jumlah tenaga sanitarian yang bertugas, jumlah puskesmas dan rumah sakit, serta profil organisasi.

3.4.1 Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas dan reliabilitas instrument dalam penelitian ini direncanakan akan dilakukan kepada 30 orang responden di Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh. Uji validitas bertujuan untuk mengetahui sejauh mana suatu ukuran atau skor yang menunjukkan tingkat kehandalan atau kesahihan suatu alat ukur dengan cara mengukur korelasi antara variabel atau item dengan skor total variabel yang ditunjukkan dengan skor item correct correlation pada analisis reliability statictics. Jika skor r hitung > r tabel, maka dinyatakan valid dan jika skor r hitung < r tabel, maka dinyatakan tidak valid (Riduwan, 2005).

Reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Dalam penelitian ini teknik untuk menghitung indek reliabilitas yaitu menggunakan metode Cronbach”s Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali pengukuran, dengan ketentuan, jika skor r alpha > r tabel, maka dinyatakan reliabel dan jika skor r alpha < r tabel, maka dinyatakan tidak reliabel (Riduwan, 2005).


(67)

3.5 Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1 Variabel Penelitian

Variabel penelitian terdiri dari

1. Variabel Dependen yaitu kinerja tenaga sanitarian dalam memberikan pelayanan hygiene sanitasi

2. Variabel Independen yaitu pendidikan, usia, pengetahuan, sikap dan ketersediaan sarana

3.5.2 Definisi Operasional

Definisi operasional dari masing-masing variabel yaitu :

1. Pendidikan adalah jenjang sekolah formal yang pernah diikuti dan diselesaikan oleh tenaga sanitarian

2. Usia/Usia adalah lamanya seseorang hidup yang dihitung dari sejak lahir sampai dengan pada saat pengumpulan data

3. Pengetahuan adalah kemampuan seorang sanitarian untuk memahami masalah hygiene dan sanitasi lingkungan

4. Sikap adalah Reaksi atau respon yang ditunjukkan oleh seorang sanitarian terhadap pekerjaannya dibidang pelayanan hygiene dan sanitasi lingkungan

5. Ketersediaan fasilitas adalah ketersediaan fasilitas atau sarana pendukung terlaksananya pelayanan hygiene dan sanitasi lingkungan.

6. Kinerja adalah hasil kerja tenaga sanitarian dalam memberikan pelayanan hygiene dan sanitasi lingkungan untuk peningkatan cakupan pelayanan


(1)

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 10.312a 1 .001

Continuity Correctionb 8.856 1 .003

Likelihood Ratio 10.608 1 .001

Fisher's Exact Test .002 .001

Linear-by-Linear Association 10.171 1 .001 N of Valid Casesb 73

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15.82. b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for

Ketersediaan_sarana (Tersedia / Tidaktersedia)

4.952 1.814 13.523

For cohort Kinerja = Baik 2.078 1.297 3.329 For cohort Kinerja = kurangbaik .420 .230 .766


(2)

Sikap * Kinerja

Crosstab

Kinerja

Total Baik kurangbaik

Sikap Baik Count 27 13 40

% within Sikap 67.5% 32.5% 100.0%

Buruk Count 11 22 33

% within Sikap 33.3% 66.7% 100.0%

Total Count 38 35 73

% within Sikap 52.1% 47.9% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 8.458a 1 .004

Continuity Correctionb 7.144 1 .008

Likelihood Ratio 8.620 1 .003

Fisher's Exact Test .005 .004

Linear-by-Linear Association 8.342 1 .004 N of Valid Casesb 73

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15.82. b. Computed only for a 2x2 table


(3)

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for Sikap (Baik /

Buruk) 4.154 1.558 11.075

For cohort Kinerja = Baik 2.025 1.194 3.434 For cohort Kinerja = kurangbaik .488 .293 .810

N of Valid Cases 73

Pengetahuan * Kinerja

Crosstab

Kinerja

Total Baik kurangbaik

Pengetahuan Baik Count 25 11 36

% within Pengetahuan 69.4% 30.6% 100.0%

Buruk Count 13 24 37

% within Pengetahuan 35.1% 64.9% 100.0%

Total Count 38 35 73


(4)

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 8.606a 1 .003

Continuity Correctionb 7.286 1 .007

Likelihood Ratio 8.788 1 .003

Fisher's Exact Test .005 .003

Linear-by-Linear Association 8.488 1 .004 N of Valid Casesb 73

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17.26. b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for Pengetahuan

(Baik / Buruk) 4.196 1.576 11.168

For cohort Kinerja = Baik 1.976 1.213 3.221 For cohort Kinerja = kurangbaik .471 .273 .814

N of Valid Cases 73

LOGISTIC REGRESSION VARIABLES Kinerja

/METHOD=ENTER Pengetahuan Sikap Ketersediaan_sarana Pendidikan Umur /CRITERIA=PIN(.05) POUT(.10) ITERATE(20) CUT(.5).


(5)

Logistic Regression

Case Processing Summary

UnweightedCasesa N Percent

Selected Cases Included in Analysis 73 100.0

Missing Cases 0 .0

Total 73 100.0

Unselected Cases 0 .0

Total 73 100.0

a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

Dependent Variable Encoding Original Value Internal Value

Baik 0

kurangbaik 1

Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients Chi-square Df Sig.

Step 1 Step 31.890 5 .000

Block 31.890 5 .000

Model 31.890 5 .000

Model Summary

Step -2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

1 69.187a .354 .472

a. Estimation terminated at iteration number 5 because parameter estimates changed by less than .001.


(6)

Classification Tablea

Observed

Predicted Kinerja

Percentage Correct Baik kurangbaik

Step 1 Kinerja Baik 30 8 78.9

kurangbaik 10 25 71.4

Overall Percentage 75.3

a. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 1a Pengetahuan 1.762 .630 7.834 1 .005 5.825

Sikap .506 .702 .519 1 .471 1.658

Ketersediaan_sarana 1.598 .739 4.671 1 .031 4.945

Pendidikan -1.728 .563 9.437 1 .002 .178

Umur -.614 .906 .459 1 .498 .541

Constant 2.481 2.514 .974 1 .324 11.948