Perancangan Ulang Fasilitas Kerja di Stasiun Penjemuran Berdasarkan Aspek Ergonomi

(1)

PERANCANGAN ULANG FASILITAS KERJA DI STASIUN

PENJEMURAN BERDASARKAN ASPEK ERGONOMI

TUGAS SARJANA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh

MICHELLA HEIDY M HSB

0 9 0 4 0 3 0 2 6

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

(4)

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas sarjana ini.

Tugas sarjana ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknik di Departemen Teknik Industri, khususnya program studi Reguler Strata Satu, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Judul untuk tugas sarjana ini adalah “Perancangan Ulang Fasilitas Kerja di Stasiun Penjemuran Berdasarkan Aspek Ergonomi”.

Sebagai manusia yang tidak luput dari kesalahan, maka penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan tugas sarjana ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan masukan yang sifatnya membangun demi kesempurnaan laporan tugas sarjana ini. Semoga tugas sarjana ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri, perpustakaan Universitas Sumatera Utara, dan pembaca lainnya.

Medan, September 2013 Penulis,


(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Syukur dan terimakasih penulis ucapkan yang sebesar-besarnya kepada Tuhan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk merasakan dan mengikuti pendidikan di Departemen Teknik Industri USU serta telah membimbing penulis selama masa kuliah dan penulisan laporan tugas sarjana ini.

Dalam penulisan tugas sarjana ini penulis telah mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, baik berupa materil, spiritual, informasi maupun administrasi. Oleh karena itu sudah selayaknya penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Ir. Khawarita Siregar, MT. selaku Ketua Departemen Teknik Industri Universitas Sumatera Utara, yang telah memberi izin pelaksanaan Tugas Sarjana ini.

2. Bapak Ir. Sugih Arto Pujangkoro, MM selaku Dosen Pembimbing I atas waktu, bimbingan, pengarahan, dan masukan yang diberikan kepada penulis dalam penyelesaian Tugas Sarjana ini.

3. Ibu Ir. Anizar, M.Kes. selaku Dosen Pembimbing II atas waktu, bimbingan, pengarahan, dan masukan yang diberikan kepada penulis dalam penyelesaian Tugas Sarjana ini.

4. Bapak dan Ibu Ngatimin selaku Pemilik usaha industri kecil kerupuk yang telah memberikan bantuan berupa waktu, bimbingan, serta informasi dan data selama melakukan penelitian di perusahaan.


(7)

5. Ibu Siti, Ibu Sri, Ibu Rini, Bang Jack, Bang Andah, Bang Hendri, Dandy, Ibu Eva, Ibu Kartini, Ibu Eli dan Ibu Dewi selaku pekerja di UD.Ngatimin yang telah memberikan waktu dan informasi pada saat penelitian berlangsung. 6. Staff pegawai Teknik Industri, Bang Ridho, Bang Mijo, Kak Dina, Bang

Nurmansyah, Bang Kumis, Kak Rahma dan Ibu Ani, terimakasih atas bantuannya dalam masalah administrasi untuk melaksanakan tugas sarjana ini. 7. Papa Herry S Hasibuan, SE dan Mama Rumia Marpaung, SH yang tiada

hentinya mendukung penulis baik secara moril, doa, maupun materil sehingga laporan ini dapat diselesaikan. Penulis menyadari tidak dapat membalas segala kebaikan dan kasih sayang dari keduanya, oleh karena itu izinkanlah penulis memberikan karya ini sebagai ungkapan rasa terima kasih kepada Papa dan Mama tercinta.

8. Kakakku Novita Hasibuan, SE, Adikku Andrew Hasibuan, dan Abang Iparku Sutan Chandra Sitohang, ST yang selalu mendukungku baik waktu, moril, materil, semangat, dan doanya sehingga mendukung penulis untuk secepatnya menyelesaikan laporan ini.

9. Semua teman angkatan 2009 di Departemen Teknik Industri USU yang telah memberikan banyak masukan kepada penulis.

10.Sahabat yang setia menemani dan selalu mendukung disaat penulisan berlangsung, Silvia Zhang. Terima kasih atas masukan dan dukungan kepada penulis.

11.Sahabat-sahabat seperjuangan penulis pada saat penelitian, Anggelinda, Raysha, Ernitua Purba, Laulia Ariyani, Uci Marlina, Suriadi dan Christiany.


(8)

12.Teman-teman rekan kerja di Laboratorium Core (Kak Ainul Sabrini, ST, Kak Lusi, ST, Bang Fahmi, ST, Bang Jerry, ST, Bang Perwira, ST, Bang Imam, ST, Rizky Setiawan, Rinto, Hilda, Herry dan Fahmi) yang mendukung penulis dalam menyelesaikan Tugas Sarjana ini.

13.Kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan laporan ini dan tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, penulis mengucapkan terima kasih. Kiranya laporan ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, September 2013


(9)

DAFTAR ISI

BAB HALAMAN

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

SERTIFIKAT EVALUASI TUGAS SARJANA ... iii

KEPUTUSAN SIDANG KOLOKIUM ... iv

KATA PENGANTAR ... v

UCAPAN TERIMA KASIH ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xxi

DAFTAR LAMPIRAN ... xxiii

ABSTRAK ... xxiv

I PENDAHULUAN ... I-1 1.1 Latar Belakang ... I-1 1.2 Perumusan Masalah ... I-4 1.3 Tujuan Penelitian ... I-4 1.4 Manfaat Penelitian ... I-5 1.5 Batasan Masalah dan Asumsi ... I-5 1.6 Sistematika Penulisan Tugas Sarjana ... I-6


(10)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... II-1

2.1 Sejarah Perusahaan ... II-1 2.2 Ruang Lingkup Bidang Usaha ... II-1 2.3 Organisasi dan Manajemen ... II-2 2.3.1 Struktur Organisasi ... II-2

2.3.2 Uraian Tugas dan Tanggung Jawab ... II-3 2.3.3 Tenaga Kerja dan Jam Kerja ... II-5 2.4 Proses Produksi ... II-5 2.4.1 Uraian Proses Produksi ... II-5

III TINJAUAN PUSTAKA ... III-1 3.1 Ergonomi ... III-1 3.2 Keluhan Musculoskeletal... III-2 3.2.1 Faktor Penyebab Terjadinya Keluhan Muskuloskeletal ... III-4 3.3 Standard Nordic Body Map Questionnaire ... III-5 3.4 REBA (Rapid Entire Body Assessment) ... III-7 3.4.1 Skor Postur ... III-8 3.4.2 Konfirmasi untuk Level Tindakan ... III-9 3.5 Kelelahan Akibat Kerja ... III-13 3.5.1 Pengertian Kelelahan ... III-13


(11)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN 3.5.2 Faktor Penyebab Terjadinya Kelelahan Akibat Kerja ... III-15 3.5.3 Faktor Kelelahan Pengukuran dan Pengaturan Jadwal

Waktu Kerja ... III-16 3.5.4 Penilaian Beban Kerja Berdasarkan Jumlah Kebutuhan

Kalori ... III-17 3.5.5 Penilaian Beban Kerja Berdasarkan Denyut Nadi Kerja ... III-18 3.5.6 Standar Energi Kerja ... III-20 3.6 Antropometri ... III-21

3.6.1 Definisi Antropometri ... III-21 3.6.2 Data Antropometri ... III-23 3.6.3 Pengukuran Antropometri ... III-25 3.6.3.1 Pengukuran Dimensi Struktur Tubuh ... III-25 3.6.3.2 Pengukuran Dimensi Fungsional Tubuh ... III-26

IV METODOLOGI PENELITIAN ... IV-1 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... IV-1 4.2 Jenis Penelitian ... IV-1 4.3 Objek Penelitian ... IV-1

4.4 Kerangka Konseptual Penelitian ... IV-2 4.5 Variabel Penelitian ... IV-2


(12)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN 4.6 Instrumen Penelitian ... IV-3 4.7 Rancangan Penelitian ... IV-5

4.8 Pengumpulan Data ... IV-7 4.8.1 Sumber Data ... IV-7 4.8.2 Metode Pengumpulan Data ... IV-7 4.9 Pengolahan Data ... IV-8

4.10 Analisis Pemecahan Masalah ... IV-9 4.11 Kesimpulan dan Saran ... IV-10

V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ... V-1 5.1 Pengumpulan Data ... V-1 5.1.1 Pengumpulan Data Standar Nordic Questionnaire

(SNQ) ... V-1 5.1.2 Pengumpulan Data Fisiologi ... V-6 5.1.3 Pengumpulan Data Postur Kerja ... V-7 5.1.3.1 Pembagian Kegiatan Kerja Operator ... V-7 5.1.3.2 Data Pengamatan Langsung ... V-8 5.1.4 Pengumpulan Data Antropometri ... V-14 5.2 Pengolahan Data ... V-18 5.2.1 Perhitungan Persentase Keluhan Bagian Tubuh ... V-18


(13)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN 5.2.2 Pengolahan Data Fisiologi ... V-19

5.2.2.1 Metode Penilaian Langsung ... V-19 5.2.2.2 Metode Penilaian Tidak Langsung ... V-20 5.2.3 Pengolahan Postur Kerja ... V-22 5.2.3.1 Pengolahan Postur Kerja Operator I ... V-23

5.2.3.1.1 Elemen Gerakan I ... V-23 5.2.3.1.2 Elemen Gerakan II ... V-27 5.2.3.1.3 Elemen Gerakan III ... V-27 5.2.3.1.4 Elemen Gerakan IV ... V-27 5.2.3.1.5 Elemen Gerakan V ... V-27 5.2.3.1.6 Elemen Gerakan VI ... V-27 5.2.3.1.7 Elemen Gerakan VII ... V-27 5.2.3.1.8 Elemen Gerakan VIII ... V-28 5.2.3.1.9 Elemen Gerakan IX ... V-28 5.2.3.2 Pengolahan Postur Kerja Operator I (Siti)... V-28 5.2.3.2.1 Elemen Gerakan I ... V-28 5.2.3.2.2 Elemen Gerakan II ... V-28 5.2.3.2.3 Elemen Gerakan III ... V-28 5.2.3.2.4 Elemen Gerakan IV ... V-29 5.2.3.2.5 Elemen Gerakan V ... V-29


(14)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

5.2.3.2.6 Elemen Gerakan VI ... V-29 5.2.3.2.7 Elemen Gerakan VII ... V-29 5.2.3.2.8 Elemen Gerakan VIII ... V-29 5.2.3.2.9 Elemen Gerakan IX ... V-29 5.2.4 Pengolahan Data Dimensi Tubuh ... V-66 5.2.4.1 Perhitungan Rata-rata, Standar Deviasi, dan

Nilai Maksimum dan Minimum ... V-66 5.2.4.2 Uji Keseragaman Data ... V-67

5.2.4.3 Uji Kecukupan Data ... V-71 5.2.4.4 Uji Distribusi Normal dengan

Kolmogorov-Smirnov Test ... V-72 5.2.4.5 Penetapan Data Antropometri ... V-84 5.2.4.5.1 Dimensi Tubuh yang Ekstrim ... V-84 5.2.4.5.2 Dimensi Tubuh dengan Rata-rata ... V-87 5.2.4.6 Perancangan ... V-89

VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH ... VI-1 6.1 Analisis Data Standar Nordic Questionnaire (SNQ) ... VI-1


(15)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN 6.3 Analisis Postur Kerja ... VI-2 6.4 Analisis Fasilitas Kerja ... VI-4 6.5 Perbandingan Elemen Gerak Aktual dengan Elemen Gerak

Usulan ... VI-7

VII KESIMPULAN DAN SARAN ... VII-1 7.1 Kesimpulan ... VII-1 7.2 Saran ... VII-2

DAFTAR PUSTAKA


(16)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

2.1. Daftar Tenaga Kerja ... II-5 3.1. Standard Nordic Body Map Questionnaire ... III-6 3.2. Skor Batang Tubuh ... III-10 3.3. Skor Leher ... III-10 3.4. Skor Kaki ... III-11 3.5. Skor Lengan Atas ... III-11 3.6. Skor Lengan Bawah ... III-12 3.7. Skor Bagian Pergelangan Tangan ... III-12 3.8. Skor Beban ... III-12 3.9. Skor Kopling ... III-12 3.10. Skor Aktivitas ... III-13 3.11. Level Tindakan REBA ... III-13 3.12. Klasifikasi Beban Kerja dan Reaksi Fisiologis ... III-19 3.13. Kategori Beban Kerja yang Disesuaikan dengan Energi

Kerja ... III-20 5.1. Rekapitulasi Data SNQ Operator Bagian Penjemuran ... V-1

5.2. Rekapitulasi Hasil Kategori Data SNQ ... V-5 5.3. Denyut Nadi Tenaga Kerja pada Stasiun Penjemuran ... V-6 5.4. Uraian Kegiatan Kerja pada Stasiun Penjemuran ... V-8 5.5. Hasil Pengukuran Dimensi Tubuh ... V-15


(17)

DAFTAR TABEL (LANJUTAN)

TABEL HALAMAN

5.6. Data Hasil Rekapitulasi Bobot Standar Nordic Questionnaire di

Stasiun Penjemuran ... V-18 5.7. Perhitungan Energi ... V-20 5.8. Perhitungan Nilai %CVL Tenaga Kerja ... V-22 5.9. Tabel REBA Mengambil Kerupuk Basah yang Telah Direbus dari

Ebek (Grup A dan B) ... V-23 5.10. Skor Tabel A ... V-24 5.11. Skor Tabel B ... V-24 5.12. Tabel REBA Mengambil Kerupuk Basah yang Telah Direbus dari

Ebek untuk Beban dan Aktivitas ... V-24 5.13. Skor C untuk Grup A dan Grup B Bagian Kiri ... V-25 5.14. Skor C untuk Grup A dan Grup B Bagian Kanan ... V-25 5.15. Nilai Level REBA untuk Grup A dan Grup B Bagian Kiri ... V-26 5.16. Nilai Level REBA untuk Grup A dan Grup B Bagian Kanan ... V-25 5.17. Metode REBA Kiri A3 Original ... V-30 5.18. Metode REBA Kanan A3 Original ... V-31 5.19. Metode REBA Kiri A3 Original ... V-32 5.20. Metode REBA Kanan A3 Original ... V-33 5.21. Metode REBA Kiri A3 Original ... V-34 5.22. Metode REBA Kanan A3 Original ... V-35 5.23. Metode REBA Kiri A3 Original ... V-36


(18)

DAFTAR TABEL (LANJUTAN)

TABEL HALAMAN

5.24. Metode REBA Kanan A3 Original ... V-37 5.25. Metode REBA Kiri A3 Original ... V-38 5.26. Metode REBA Kanan A3 Original ... V-39 5.27. Metode REBA Kiri A3 Original ... V-40 5.28. Metode REBA Kanan A3 Original ... V-41 5.29. Metode REBA Kiri A3 Original ... V-42 5.30. Metode REBA Kanan A3 Original ... V-43 5.31. Metode REBA Kiri A3 Original ... V-44 5.32. Metode REBA Kanan A3 Original ... V-45 5.33. Metode REBA Kiri A3 Original ... V-46 5.34. Metode REBA Kanan A3 Original ... V-47 5.35. Metode REBA Kiri A3 Original ... V-48 5.36. Metode REBA Kanan A3 Original ... V-49 5.37. Metode REBA Kiri A3 Original ... V-50 5.38. Metode REBA Kanan A3 Original ... V-51 5.39. Metode REBA Kiri A3 Original ... V-52 5.40. Metode REBA Kanan A3 Original ... V-53 5.41. Metode REBA Kiri A3 Original ... V-54 5.42. Metode REBA Kanan A3 Original ... V-55 5.43. Metode REBA Kiri A3 Original ... V-56 5.44. Metode REBA Kanan A3 Original ... V-57


(19)

DAFTAR TABEL (LANJUTAN)

TABEL HALAMAN

5.45. Metode REBA Kiri A3 Original ... V-58 5.46. Metode REBA Kanan A3 Original ... V-59 5.47. Metode REBA Kiri A3 Original ... V-60 5.48. Metode REBA Kanan A3 Original ... V-61 5.49. Metode REBA Kiri A3 Original ... V-62 5.50. Metode REBA Kanan A3 Original ... V-63 5.51. Metode REBA Kiri A3 Original ... V-64 5.52. Metode REBA Kanan A3 Original ... V-65 5.53. Hasil Pengukuran Nilai Rata-rata, Standar Deviasi, dan Nilai

Maksimum dan Minimum ... V-67 5.54. Uji Keseragaman Data ... V-68 5.55. Uji Keseragaman Data Revisi I ... V-69 5.56. Uji Keseragaman Data Revisi II ... V-70 5.57. Uji Kecukupan Data ... V-72 5.58. Uji Normal Kolmogorov-Smirnov TSD ... V-75 5.59. Uji Normal Kolmogorov-Smirnov TPO ... V-76 5.60. Uji Normal Kolmogorov-Smirnov PP ... V-78 5.61. Uji Normal Kolmogorov-Smirnov LP ... V-79 5.62. Uji Normal Kolmogorov-Smirnov PLB ... V-81 5.63. Uji Normal Kolmogorov-Smirnov TSB ... V-82 5.64. One-Sample Kolmogorov-Smirnov ... V-84


(20)

DAFTAR TABEL (LANJUTAN)

TABEL HALAMAN

5.65. Dimensi Tubuh yang Ekstrim ... V-85 5.66. Dimensi Tubuh dengan Prinsip Rata-rata ... V-88 6.1. Hasil Penilaian Postur Kerja ... VI-3 6.2. Perbandingan Elemen Gerakan Aktual dengan Elemen


(21)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN 2.1. Struktur Organisasi UD. Ngatimin ... II-3 2.2. Proses Pengadukan Bahan ... II-6 2.3. Proses Pencetakan ... II-6 2.4. Proses Perebusan ... II-7 2.5. Proses Penyusunan ... II-8 2.6. Proses Penjemuran ... II-8 2.7. Proses Pengeringan ... II-9 2.8. Proses Penggorengan ... II-10 2.9. Proses Pembungkusan ... II-10 3.1. Tubuh Manusia ... III-6 3.2. Lembaran Skor untuk REBA ... III-9 3.3. Postur Tubuh Bagian Batang Tubuh ... III-9 3.4. Postur Tubuh Bagian Leher ... III-10 3.5. Postur Tubuh Bagian Kaki ... III-10 3.6. Postur Tubuh Bagian Lengan Atas ... III-11 3.7. Postur Tubuh Bagian Lengan Bawah ... III-11 3.8. Postur Tubuh Bagian Pergelangan Tangan ... III-12 4.1. Kerangka Konseptual Penelitian ... IV-2 4.2. Automatic Wrist Blood Pressure Monitor Merk Omron ... IV-4 4.3. Human Body Martin ... IV-4


(22)

DAFTAR GAMBAR (LANJUTAN)

GAMBAR HALAMAN 4.4. Langkah-langkah Prosedur Penelitian ... IV-6 4.5. Flowchart Pengolahan Data ... IV-9 5.1. Bagian Tubuh Operator I yang Mengalami Rasa Sakit ... V-3 5.2. Bagian Tubuh Operator II yang Mengalami Rasa Sakit ... V-4 5.3. Grafik Rekapitulasi Data SNQ ... V-6 5.4. Histogram Keluhan Operator di Stasiun Penjemuran ... V-19 5.5. Peta Tinggi Siku Duduk ... V-69 5.6. Peta Tinggi Siku Duduk Revisi I ... V-70 5.7. Peta Tinggi Siku Duduk Revisi II ... V-71 6.1. Sarang Kerupuk Aktual ... VI-5 6.2. Kursi Aktual ... VI-5 6.3. Kursi Rancangan ... VI-6 6.4. Meja Rancangan ... VI-6 6.5. Rancangan Work Station ... VI-7


(23)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN HALAMAN

1. Kuesioner SNQ ... L.1 2. Tabel Distribusi Normal ... L.2 3. Form Tugas Akhir ... L.3 4. Surat Penjajakan ... L.4 5. Surat Balasan Perusahaan ... L.5 6. Surat Keputusan Tugas Akhir ... L.6 7. Lembar Asistensi Dosen ... L.7


(24)

ABSTRAK

UD. Ngatimin merupakan salah satu industri kecil yang bergerak di bidang pembuatan kerupuk putih. Proses pembuatan kerupuk terdiri dari 7 tahapan yaitu proses pengadukan bahan, proses pencetakan kerupuk, proses perebusan kerupuk, proses penjemuran, proses pengeringan, proses penggorengan dan proses pembungkusan. Kondisi nyata yang ada di lantai produksi khususnya di stasiun penjemuran, pekerja mengerjakan pekerjaannya dengan postur tubuh duduk dengan fasilitas kerja yang tidak ergonomis yang tidak sesuai dengan antropometri tubuh pekerja. Keluhan sakit yang dialami pekerja I pada bagian leher,bahu, punggung, pinggang dan pantat (13,39%) dan pekerja II pada bagian leher,bahu, punggung dan pinggang (9,82%). Tingkat keluhan sangat sakit dialami pekerja I pada bagian tangan, lutut dan betis (5,36%) dan pekerja II pada bagian pergelangan tangan, lutut, betis dan pergelangan kaki (7,14%). Kategori sakit rata-rata terdapat pada tubuh bagian atas yaitu leher, bahu dan lengan. Sakit yang dirasakan operator karena posisi membungkuk (30 0) saat penyusunan kerupuk ke atas sarang. Bagian tubuh yang mengalami rasa sangat sakit yaitu bagian lutut dan kaki. Sakit ini dirasakan karena posisi kaki yang tidak seimbang (menekuk >600) dan fasilitas kerja yang tidak sesuai yang membuat kaki sering mengalami kram. Pengukuran denyut nadi dengan Automatic Wrist Blood Pressure Monitor merk Omron diketahui bahwa nilai dari perhitungan energi kategori beban kerja dan persen CVL didapatkan beban kerja yang dirasakan berat dan pekerja memerlukan perbaikan pada saat bekerja (>30%). Hal ini disebabkan oleh fasilitas kerja yang tidak sesuai dan beban kerja yang tergolong berat. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Rapid Entire Body Assessment (REBA), yang merupakan suatu metode penelitian dengan menginvestigasi gangguan pada anggota tubuh bagian atas, lengan bawah, pergelangan tangan, leher, batang tubuh dan ditambah dengan penganalisaan terhadap keseimbangan kaki dan massa beban kerja yang ditanggung. Penilaian postur kerja dengan REBA menghasilkan skor level 8-10 yang memerlukan tindakan perbaikan pada saat bekerja. Hal tersebut membuktikan bahwa usulan perancangan fasilitas kerja baru dapat mengurangi musculosceletal disorders.

Keyword : Ergonomi, Kelelahan, Musculoskeletal Disorder, REBA, Fasilitas


(25)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kegiatan produksi merupakan integrasi dari tenaga kerja, material, metode kerja, modal, mesin dan peralatan dalam suatu lingkungan untuk menghasilkan nilai tambah bagi produk sehingga dapat dijual dengan harga kompetitif di pasaran. Unit usaha kecil menengah (UKM) merupakan salah satu tempat kegiatan produksi untuk menghasilkan produk tertentu. Di dalam UKM masalah yang biasa terjadi adalah kurangnya fasilitas kerja untuk membantu pekerja dalam melaksanakan kegiatan produksi. Menurut Sutalaksana, fasilitas kerja merupakan komponen yang berhubungan langsung dengan manusia dimana rancangan fasilitas kerja yang baik sangat diperlukan sesuai dengan kemampuan manusia untuk berinteraksi dengan fasilitas kerjanya (Sutalaksana, 1979).

Menurut Wignjosoebroto stasiun kerja merupakan salah satu komponen yang harus diperhatikan berkenaan dengan upaya peningkatan produktivitas kerja (Wignjosoebroto, S. 1995). Kondisi kerja yang tidak memperhatikan kenyamanan, kepuasan, keselamatan dan kesehatan kerja tentunya akan sangat berpengaruh terhadap produktivitas kerja manusia. Dalam perancangan atau redesain stasiun kerja itu sendiri harus diperhatikan peranan dan fungsi pokok dari komponen-komponen sistem kerja yang terlibat yaitu manusia, mesin/peralatan dan lingkungan fisik kerja.


(26)

UD. Ngatimin merupakan sebuah perusahaan pembuatan kerupuk putih yang terletak di Tanjung Selamat yang belum menerapkan prinsip-prinsip ergonomi dalam pelaksanaan proses produksinya. Proses produksi dimulai dari pengadukan bahan, pencetakan, perebusan, penyusunan, pengeringan dibawah sinar matahari, pemanasan dengan arang, penggorengan dan pembungkusan kerupuk dalam plastik. Stasiun penjemuran memiliki dua orang pekerja. Dalam wawancara awal dengan pekerja pada bagian penjemuran kerupuk, pekerja mengalami keluhan pada tubuh mereka baik pada saat kegiatan produksi dilaksanakan hingga sesudah menyelesaikan pekerjaannya. Pada wawancara awal dengan pekerja diketahui adanya keluhan sakit yang dialami pekerja I pada bagian leher,bahu, punggung, pinggang dan pantat (13,39%) dan pekerja II pada bagian leher,bahu, punggung dan pinggang (9,82%) . Tingkat keluhan sangat sakit dialami pekerja I pada bagian tangan, lutut dan betis (5,36%) dan pekerja II pada bagian pergelangan tangan, lutut, betis dan pergelangan kaki (7,14%). Kegiatan berulang-ulang yang dilakukan oleh pekerja selama 8 jam kerja menyebabkan pekerja mengalami sakit pada bagian tubuhnya. Hal ini merupakan konsekuensi dari keluhan pekerja akibat pekerjaan secara manual dan beban kerja pekerja dalam melaksanakan tugasnya.

Salah satu kegiatan pada stasiun penjemuran adalah penyusunan kerupuk pada sarang hingga pengeringan dibawah panas matahari. Kegiatan ini dilakukan secara manual mulai dari posisi duduk pekerja yang membungkuk (300) pada saat penyusunan hingga pengangkatan sarang kerupuk ke tempat pengeringan dibawah sinar matahari yang dilakukan oleh pekerja tanpa alat bantu dan dibawa satu per


(27)

satu. Kegiatan menyebabkan posisi duduk pekerja tidak ergonomis dan pekerja mengangkat sarang kerupuk tersebut ke tempat penjemuran sebanyak 4 kali (bolak-balik) dalam waktu kurang lebih 10 menit. Aktivitas kerja yang berulang dan terus menerus atau aktivitas postur yang tidak ergonomis dapat mengakibatkan musculoskeletal disorder (MSDs). Pekerja yang melakukan kegiatan yang siklusnya berulang-ulang sangat rentan mengalami gangguan muskuloskeletal.

Keluhan pada postur kerja dapat dilihat dalam berbagai studi kasus antara lain pada pekerja industri alas kaki dan kulit di CV. Sinar Persada Karyatama yang diteliti oleh Asrul Harul Ismail. Penelitian ini membahas mengenai pekerjaan karyawan pada stasiun pembuatan pola dengan posisi membungkuk dan berjongkok mengeluh mengalami nyeri pada bagian tubuh atas antara lain mata lelah, kepala pusing, punggung, leher dan tangan sering mengalami pegal-pegal. Sedangkan pada tubuh bagian bawah keluhannya antara lain lutut, betis, pergelangan tangan, tungkai kaki sering mengalami pegal-pegal sedangkan pada telapak kaki sering kesemutan. Hal tersebut diperparah lagi dengan alat pendukung kerja yang belum memenuhi standar ergonomi1.

Selain itu keluhan pada postur kerja dapat menimbulkan Cumulative Trauma Disorders (CTD) seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Boy Nurtjahyo Moch. Pekerjaan di industri garmen menuntut ketelitian cukup tinggi dengan karakteristik pekerjaan yang umumnya meliputi antara lain proses material handling (angkat-angkut), posisi kerja duduk dan berdiri, tingkat

1

Ismail, Asrul Harun. 2013. Analisis Rancangan Kerja yang Ergonomis untuk Mengurangi Kelelahan Otot dengan Menggunakan Metode REBA pada CV. Sinar Persada Karyatama. Universitas Pancasila: Depok


(28)

pengulangan kerja tinggi pada satu jenis otot, berinteraksi dengan benda tajam (jarum, gunting dan pisau potong), panas di bagian pengepresan dan penyetrikaan, banyaknya debu-debu serat dan aroma kain, kebisingan, getaran dan lainnya. Permasalahan ergonomi kerja di industri garmen terutama sangat terkait dengan posisi postur tubuh dan pergelangan tangan yang tidak baik serta harus melakukan pekerjaan yang berulang-ulang pada hanya satu jenis otot sehingga sangat berpotensi menimbulkan CTD (Cumulative Trauma Disorders) atau RSI (Repetitive Strain Injuries).2

1.2 Perumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah fasilitas kerja yang tidak ergonomis sehingga menimbulkan kelelahan dan rasa sakit pada beberapa bagian tubuh pekerja.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengurangi keluhan rasa sakit dan kelelahan yang dialami operator. Tujuan khusus daripada penelitian ini adalah: 1. Menganalisa dan menilai serta mendapatkan skor dan level resiko postur

kerja aktual pekerja di stasiun penjemuran dengan menggunakan Rapid Entire Body Assesment (REBA).

2. Mendapatkan dimensi rancangan fasilitas kerja. 3. Merancang fasilitas kerja yang ergonomis.

2

Moch, Boy Nurtjahyo. 2009. Analisis Ketinggian Meja Kerja yang Ideal terhadap Postur Pekerja Divisi Cutting Industri Garmen dengan Posture Evaluation Index (PEI) pada Virtual Environment. Universitas Indonesia: Depok


(29)

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian, antara lain:

1. Mahasiswa dapat menerapkan dan mengembangkan ilmu yang telah diperoleh selama di bangku perkuliahan dengan cara membandingkan teori-teori ilmiah yang ada dengan permasalahan yang ada di perusahaan khususnya mengenai konsep pengukuran kelelahan pekerja, metode serta aplikasinya di lapangan. 2. Mempererat hubungan antara pihak universitas dengan pihak perusahaan

tempat dilakukannya penelitian dan memperkenalkan Departemen Teknik Industri sebagai forum disiplin ilmu terapan yang sangat bermanfaat bagi perusahaan.

3. Perusahaan mendapatkan masukan yang dapat digunakan sebagai acuan dalam mengetahui keluhan dan beban kerja pekerja untuk perancangan fasilitas tempat kerja yang ergonomis.

1.5 Batasan Masalah dan Asumsi

Adapun batasan masalah yang digunakan pada penelitian ini adalah: 1. Tidak mempertimbangkan faktor psikologis dan sosial.

2. Tidak dilakukan perhitungan estimasi biaya terhadap fasilitas kerja yang dirancang.

3. Hasil perancangan fasilitas kerja disimulasikan dengan software ManneQuin Pro.


(30)

Adapun asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Pekerja yang diamati adalah pekerja yang bekerja secara normal.

b. Tidak adanya pembatas ruang gerak untuk pekerja selama kegiatan produksi berlangsung.

c. Proses produksi berlangsung secara normal.

d. Tidak terjadi perubahan sistem dan proses kerja selama penelitian berlangsung.

1.6 Sistematika Penulisan Tugas Sarjana

Bab I sebagai pendahuluan, menguraikan latar belakang penelitian mengenai keluhan musculoskeletal disorder, analisis postur bekerja, perhitungan denyut nadi dan perancangan alat bantu untuk pekerja, rumusan masalah yang berkenaan dengan kelelahan pekerja untuk perancangan alat bantu, tujuan penelitian untuk mengurangi kelelahan pada pekerja, manfaat penelitian untuk mahasiswa, Departemen Teknik Industri serta perusahaan, batasan masalah dan asumsi penelitian serta sistematika penulisan laporan Tugas Akhir.

Bab II sebagai gambaran umum perusahaan berisi mengenai sejarah industri (perusahaan), ruang lingkup bidang usaha, tenaga kerja, proses produksi, bahan baku, penolong serta bahan tambahan, mesin dan fasilitas produksi dan beberapa hal yang mendukung informasi mengenai industri di UD. Ngatimin.

Bab III sebagai landasan teori, menguraikan teori-teori yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang dikaji dalam tugas akhir ini, rumus, metode dan pendekatan yang digunakan sebagai dasar pemecahan masalah. Landasan teori ini


(31)

mencakup tentang teori-teori yang mendukung permasalahan, teori mengenai konsep keluhan musculoskeletal disorder, perhitungan denyut nadi serta perancangan alat bantu untuk pekerja.

Bab IV sebagai metodologi penelitian berisi tentang jenis penelitian, lokasi dan waktu penelitian, kerangka konseptual, tahapan penelitian, variabel penelitian, metode dan instrumen penelitian, langkah-langkah pengumpulan dan pengolahan data, arahan analisis dan pemecahan masalah, serta kesimpulan dan saran.

Bab V sebagai pengumpulan dan pengolahan data, mengidentifikasi data hasil dari pengamatan dan pengukuran yang dilakukan berupa pengumpulan data primer dan sekunder di perusahaan, serta dilanjutkan dengan pengolahan data.

Bab VI sebagai analisis pemecahan masalah menguraikan hasil dari pengolahan data dan memberikan usulan untuk perancangan alat bantu sehingga pekerjaan menjadi optimal.

Bab VII sebagai kesimpulan dan saran berisi kesimpulan dari masalah yang dibahas dalam penelitian dan menjawab tujuan tentang kajian kelelahan pada pekerja. Sedangkan saran yang diberikan tentang usulan perancangan perbaikan alat bantu di UD. Ngatimin.


(32)

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1 Sejarah Perusahaan

UD. Ngatimin merupakan usaha kecil menengah yang bergerak di bidang pembuatan kerupuk putih. Usaha ini didirikan sejak tahun 1997 oleh Bapak Ngatimin dan memproduksi kerupuk putih dengan merek cap ikan. Pada awalnya UD. Ngatimin memproduksi tiga jenis kerupuk yaitu kerupuk kuning, kerupuk coklat dan kerupuk putih. Keadaan pasar yang lebih menyukai kerupuk putih dibandingkan dengan kerupuk kuning dan kerupuk coklat, sehingga usaha ini memfokuskan pada produksi kerupuk putih. Kerupuk dipasarkan di daerah sekitar Medan dengan target warung kecil hingga ke rumah makan. UD. Ngatimin saat ini memiliki 12 orang pekerja dengan lokasi produksi sekaligus tempat penyimpanan produk jadi di Jalan Tanjung Selamat Gang Mawar No. 24 Medan.

2.2 Ruang Lingkup Bidang Usaha

UD. Ngatimin memproduksi kerupuk putih dengan bahan tepung tapioka, bawang putih, garam, penyedap rasa, dan ikan dencis. Usaha ini memproduksi rata-rata 800 bungkus kerupuk putih dalam 1 hari. Kerupuk putih yang diproduksi terdiri dari 2 jenis menurut isinya yaitu kerupuk yang berisi 12 dan 24 buah dalam 1 bungkus plastik. Kerupuk yang dihasilkan tidak menggunakan bahan pengawet dan tahan dalam jangka waktu 2 minggu.


(33)

Kerupuk dipasarkan ke rumah makan (seperti zam-zam dan restoran masakan padang lainnya), warung kecil yang tersebar di daerah sekitar Tanjung Selamat hingga Helvetia. Sistem pemesanan kerupuk berdasarkan jumlah pesanan yang ditetapkan oleh pelanggan dan dalam jumlah yang sama setiap harinya. Jadi pihak UKM memproduksi kerupuk sekitar 800 bungkus per harinya.

2.3 Organisasi dan Manajemen

Organisasi pada dasarnya merupakan tempat atau wadah dimana orang-orang berkumpul, bekerjasama secara rasional dan sistematis, terencana, terorganisasi, terpimpin dan terkendali, dalam memanfaatkan sumber daya (uang, material, mesin, metode, lingkungan), sarana-prasarana, data, dan lain sebagainya yang digunakan secara efisien dan efektif untuk mencapai tujuan organisasi. Organisasi dapat pula didefenisikan sebagai struktur pembagian kerja dan struktur tata hubungan kerja antara sekelompok orang pemegang posisi yang bekerjasama secara tertentu untuk bersama-sama mencapai tujuan tertentu.

2.3.1 Struktur Organisasi

Struktur organisasi merupakan gambaran mengenai pembagian tugas serta tanggung jawab kepada individu maupun bagian tertentu dari organisasi. Bentuk struktur organisasi yang digunakan UD. Ngatimin adalah bentuk line structure karena manager umumnya adalah pemilik dari perusahaan itu sendiri. Disini semua keputusan baik yang bersifat strategis maupun operasional akan diambil sendiri oleh pemilik. Strategi utama yang diterapkan pada tipe organisasi usaha


(34)

semacam ini adalah bagaimana perusahaan dapat terus dijalankan dan tetap ada permintaan di pasar. Struktur organisasi UD. Ngatimin dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Struktur Organisasi UD. Ngatimin

2.3.2 Uraian Tugas dan Tanggung Jawab

Pembagian tugas dan tanggung jawab pada UD. Ngatimin dibagi menurut fungsi yang telah ditetapkan. Adapun tugas dan tanggung jawab setiap bagian dalam perusahaan adalah sebagai berikut :

1. Pemilik

Pemilik merupakan pimpinan tertinggi dalam perusahaan yang memiliki keseluruhan modal selama proses produksi berlangsung. Adapun tugas pemilik adalah mengawasi jalannya proses produksi dan kinerja dari operator. Pemilik bertanggung jawab untuk memberikan upah dan memperhatikan kesejahteraan operator yang bekerja.

2. Operator Stasiun Pencetakan

Adapun tugas dari operator stasiun pencetakan adalah mencetak kerupuk dalam wadah lingkaran dan meletakkan hasil cetakan keatas ebek.


(35)

3. Operator Stasiun Perebusan

Adapun tugas dari operator stasiun perebusan adalah merebus kerupuk yang telah dicetak kedalam panci besar selama kurang lebih 15-20 menit. Selain itu operator juga bertugas mengangkut kayu dan membawanya kedalam tungku untuk memanaskan panci selama proses perebusan berlangsung.

4. Operator Stasiun Penjemuran

Adapun tugas dari operator stasiun penjemuran adalah menyusun kerupuk dari jaring dan mengangkat jaring tersebut ketempat penjemuran dibawah sinar matahari.

5. Operator Stasiun Pengeringan

Adapun tugas dari operator stasiun pengeringan adalah mengambil kerupuk yang telah dijemur untuk dibawa selanjutnya untuk dikeringkan diatas arang. Proses ini dilakukan agar kerupuk semakin renyah setelah digoreng.

6. Operator Stasiun Penggorengan

Adapun tugas dari operator stasiun penggorengan adalah menggoreng kerupuk yang telah dikeringkan. Proses ini memiliki dua tahap yaitu digoreng dahulu pada suhu rendah kemudian dilanjutkan pada suhu yang lebih tinggi.

7. Operator Stasiun Pembungkusan

Stasiun pembungkusan merupakan tahap akhir dari proses pembuatan kerupuk. Adapun tugas dari operator stasiun pembungkusan adalah membungkus kerupuk untuk siap diangkut dan dipasarkan ke tempat-tempat makan dan warung.


(36)

2.3.3 Tenaga Kerja dan Jam Kerja

Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan demi berjalannya gerak langkah perusahaan didasari atas kebutuhan setiap bagian lahan kerja. Jam kerja untuk operator setiap harinya adalah 8 jam kerja. Tenaga kerja pada UD. Ngatimin dapat dilihat pada Tabel 2.1:

Tabel 2.1 Daftar Tenaga Kerja

No Keterangan Tenaga Kerja Jumlah

1 Pemilik 1 orang

2 Operator Stasiun Pencetakan 2 orang

3 Operator Stasiun Perebusan 1 orang

4 Operator Stasiun Penjemuran 2 orang

5 Operator Stasiun Pengeringan 1 orang

6 Operator Stasiun Penggorengan 2 orang

7 Operator Stasiun Pembungkusan 4 orang

Jumlah 13 orang

2.4 Proses Produksi 2.4.1 Uraian Proses Produksi

Proses produksi adalah metode untuk membuat suatu barang atau jasa bertambah nilainya dengan menggunakan sumber tenaga, bahan baku, mesin, dana dan faktor-faktor produksi lainnya. Secara umum proses produksi pembuatan kerupuk pada UD. Ngatimin adalah:

1. Proses Pengadonan Bahan

Dalam kegiatan pengadonan bahan dibantu dengan mesin pengaduk. Mesin pengaduk berfungsi untuk mengaduk tepung dengan bahan lainnya agak menjadi halus dan tercampur. Mesin dapat bergerak sendiri namun untuk semakin menghaluskan bahan yang tercampur dibutuhkan bantuan tangan


(37)

manusia dalam proses pengadukan. Proses pengadukan bahan dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut

Gambar 2.2 Proses Pengadukan Bahan

2. Proses Pencetakan Kerupuk

Dalam kegiatan pencetakan kerupuk dibantu dengan mesin molen. Proses ini dilakukan untuk mencetak kerupuk dalam bentuk yang diinginkan. Sesudah dicetak dalam bentuk lingkaran, kerupuk diletakkan diatas wadah kayu untuk diolah ke proses selanjutnya. Proses pencetakan kerupuk dapat dilihat pada Gambar 2.3 berikut


(38)

3. Proses Perebusan Kerupuk

Dalam proses perebusan kerupuk dilakukan dengan alat yang berupa panci besar. Proses perebusan dibantu dengan api yang diperoleh dari kayu yang dibakar. Proses ini dilakukan kurang lebih 15-20 menit dalam sekali perebusan. Proses perebusan kerupuk dapat dilihat pada Gambar 2.4 berikut

Gambar 2.4 Proses Perebusan

4. Proses Penjemuran

Dalam proses penjemuran ini, diawali dengan penyusunan kerupuk terlebih dahulu untuk selanjutnya dijemur dibawah sinar matahari. Jumlah kerupuk yang disusun dalam satu wadah sekitar 128 kerupuk mentah. Selanjutnya wadah tersebut dibawa keluar untuk dijemur dengan bantuan sinar matahari. Proses penyusunan dan penjemuran kerupuk dapat dilihat pada Gambar 2.5 dan Gambar 2.6 berikut


(39)

Gambar 2.5 Proses Penyusunan

Gambar 2.6 Proses Penjemuran

5. Proses Pengeringan

Dalam proses pengeringan ini, dibantu dengan api yang diperoleh dari kayu yang dibakar. Proses ini dilakukan untuk membuat kerupuk semakin kering dan renyah. Sesudah dijemur dibawah sinar matahari, kerupuk diletakkan


(40)

diatas wadah untuk dikeringkan dengan bantuan kayu bakar. Proses pengeringan kerupuk dapat dilihat pada Gambar 2.7 berikut

Gambar 2.7 Proses Pengeringan

6. Proses Penggorengan

Dalam proses penggorengan, dilakukan diatas panci besar. Proses penggorengan dilakukan dua kali untuk menghasilkan bentuk kerupuk yang besar. Proses pertama dilakukan dengan minyak yang tidak terlalu panas dan proses selanjutnya dengan minyak yang sangat panas. Proses penggorengan kerupuk dapat dilihat pada Gambar 2.8 berikut


(41)

Gambar 2.8 Proses Penggorengan

7. Proses Pembungkusan

Dalam merupakan proses akhir dari tahap produksi kerupuk putih. Sesudah kerupuk jadi, kerupuk dibungkus dengan plastik dan diikat dengan karet. Sesudah dibungkus, kerupuk siap dipasarkan ke warung dan rumah makan. Proses pembungkusan kerupuk dapat dilihat pada Gambar 2.9 berikut


(42)

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Ergonomi3

Ergonomi atau ergonomics (bahasa Inggrisnya) sebenarnya berasal dari kata Yunani yaitu Ergo yang berarti kerja dan Nomos yang berarti hukum. Dengan demikian ergonomi dimaksudkan sebagai disiplin keilmuan yang mempelajari manusia dalam kaitannya dengan pekerjaannya. Istilkah ergonomi lebih popular digunakan oleh beberapa Negara Eropa Barat. Di Amerika istilah ini lebih dikenal sebagai Human Factor Engineering atau Human Engineering.

Disiplin ergonomi secara khusus akan mempelajari keterbatasan dan kemampuan manusia dalam berinteraksi dengan teknologi dan produk-produk buatannya. Disiplin ini berangkat dari kenyataan bahwa manusia memiliki batas-batas kemampuan baik jangka pendek maupun jangka panjang pada saat berhadapan dengan keadaan lingkungan sistem kerjanya yang berupa perangkat keras (mesin, peralatan kerja) dan/ atau perangkat lunak (metode kerja, sistem dan prosedur). Dengan demikian, terlihat jelas bahwa ergonomi adalah suatu keilmuan yang multidisiplin karena mempelajari pengetahuan-pengetahuan dari ilmu kehayatan (kedokteran, biologi), ilmu kejiwaan (psikologi) dan kemasyarakatan (sosiologi). Pada prinsipnya disiplin ergonomi akan mempelajari apa akibat-akibat jasmani, kejiwaan, dan sosial dari teknologi dan produk-produknya terhadap

3

Wignjosoebroto, Sritomo. 1995. Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu: Teknik Analisis untuk Peningkatan Produktivitas Kerja. Surabaya: Guna Widya. h: 54-55


(43)

manusia melalui pengetahuan-pengetahuan tersebut pada jenjang mikro maupun makro.

Maksud dan tujuan dari disiplin ergonomi adalah mendapatkan suatu pengetahuan yang utuh tentang permasalahan-permasalahan interaksi manusia dengan teknologi dan produk-produknya, sehingga dimungkinkan adanya suatu rancangan sistm manusia (teknologi) yang optimal. Dengan demikian disiplin ergonomi melihat permasalahan interaksi tersebut sebagai suatu sistem dengan pemecahan-pemecahan masalahnya melalui proses pendekatan sistem pula.

Human engineering atau sering pula disebut sebagai ergonomi didefinisikan sebagai perancangan “man-machine interface” sehingga pekerja dan mesin (atau produk lainnya) bias berfungsi lebih efektif dan efisien sebagai sistem manusia-mesin yang terpadu. Disiplin ini akan mencoba membawa ke arah proses perancangan mesin yang tidak saja memiliki kemampuan produksi yang lebih canggih lagi, melainkan juga memperhatikan aspek-aspek yang berkaitan dengan kemampuan dan keterbatasan manusia yang mengoperasikan mesin tersebut. Tujuan pokoknya adalah terciptanya desain sistem manusia-mesin yang terpadu sehingga efektivitas dan efisiensi kerja bisa tercapai secara optimal.

3.2 Keluhan Musculoskeletal4

Keluhan musculoskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang

4

Tarwaka, Solichul dkk. 2004. Ergonomi: Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas. Surakarta: UNIBA Press. h: 117-119


(44)

lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon. Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan dengan keluhan musculoskeletal disorders (MSDs) atau cedera pada sistem musculoskeletal. Secara garis besar keluhan otot dikelompokkan menjadi dua yaitu:

1. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera hilang apabila pembebanan dihentikan.

2. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap. Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih terus berlanjut.

Studi tentang MSDs pada berbagai industri telah banyak dilakukan dan hasil studi menunjukkan bahwa bagian otot yang sering dikeluhkan adalah otot rangka (skeletal) yang meliputi otot leher, bahu, lengan, tangan, jari, punggung, pinggang dan otot-otot bagian bawah.

Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi otot yang berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi pembebanan yang panjang. Sebaliknya, keluhan otot kemungkinan tidak terjadi apabila kontraksi otot hanya berkisar antara 15-20% dari kekuatan otot maksimum. Namun apabila kontraksi otot melebihi 20%, maka peredaran darah ke otot berkurang menurut tingkat kontraksi yang dipengaruhi oleh besarnya tenaga yang diperlukan. Suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolism


(45)

karbohidrat terhambat dan sebagai akibatnya terjadi penimbunan asam laktat yang menimbulkan rasa nyeri otot.

3.2.1 Faktor Penyebab Terjadinya Keluhan Muskuloskeletal

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan otot skeletal yaitu:

1. Peregangan Otot yang Berlebihan

Peregangan Otot yang Berlebihan (over exertion) pada umumnya sering dikeluhkan oleh pekerja dimana aktivitasnya kerjanya menuntut pengerahan tenaga yang besar seperti aktivitas mengangkat, mendorong, menarik dan menahan beban yang berat. Peregangan otot yang berlebihan ini terjadi karena pengerahan tenaga yang diperlukan melampaui kekuatan optimum otot. Apabila hal serupa sering dilakukan, maka dapat mempertinggi resiko terjadinya keluhan otot, bahkan dapat menyebabkan terjadinya cedera otot skeletal.

2. Aktivitas Berulang

Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus-menerus seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu besar, angkut-angkut dan pekerjaan lainnya. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus-menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi.


(46)

3. Sikap Kerja Tidak Alamiah

Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian-bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat dan sikap kerja lainnya. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka semakin tinggi pula resiko terjadinya keluhan otot skeletal. Sikap kerja tidak alamiah ini pada umumnya karena karakteristik tuntutan tugas, alat kerja dan stasiun kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan pekerja.

3.3 Standard Nordic Body Map Questionnaire5

Didalam penelitian ini digunakan penelitian terhadap kelelahan yang diderita operator/pekerja dengan evaluasi ergonomi untuk mengetahui hubungan antara tekanan fisik dengan resiko keluhan otot skeletal. Ada beberapa cara yang telah diperkenalkan dalam melakukan evaluasi ergonomi untuk mengetahui beban dari pekerjaan. Pengukuran terhadap tekanan fisik ini cukup sulit karena melibatkan berbagai faktor subjektif seperti kinerja, motivasi, harapan dan toleransi kelelahan. Pengukuran ini melalui Standard Nordic Body Map Questionnaire. Melalui kuesioner ini dapat diketahui bagian-bagian otot yang mengalami keluhan dengan tingkatan keluhan mulai dari Tidak Sakit (TS), Agak Sakit (AS), Sakit (S) dan Sangat Sakit (SS). Dengan melihat dan menganalisis peta tubuh seperti pada Gambar 3.1. dan Standard Nordic Body Map

5

Tirtayasa, Ketut. 2003. The Change of Working Posture in Manggur Decreases Cardiovascular Load and Musculoskeletal Complaints Among Balinese Gamelan Craftsmen. Denpasar: Universitas Udayana


(47)

Questionnaire seperti pada Tabel 3.1. maka dapat diestimasi jenis dan tingkat keluhan otot skeletal yang dirasakan oleh pekerja.

Gambar 3.1 Tubuh Manusia

Tabel 3.1 Standard Nordic Body Map Questionnaire

NO JENIS KELUHAN

TINGKAT KELUHAN TIDAK

SAKIT

AGAK

SAKIT SAKIT

SANGAT SAKIT 0 Sakit kaku di leher bagian atas

1 Sakit kaku di leher bagian bawah 2 Sakit di bahu kiri

3 Sakit di bahu kanan 4 Sakit lengan atas kiri 5 Sakit di punggung


(48)

Tabel 3.1 Standard Nordic Body Map Questionnaire (Lanjutan)

NO JENIS KELUHAN

TINGKAT KELUHAN TIDAK SAKIT AGAK SAKIT SAKIT SANGAT SAKIT 6 Sakit lengan atas kanan

7 Sakit pada pinggang 8 Sakit pada bokong 9 Sakit pada pantat 10 Sakit pada siku kiri 11 Sakit pada siku kanan

12 Sakit pada lengan bawah kiri 13 Sakit pada lengan bawah kanan 14 Sakit pada pergelangan tangan kiri 15 Sakit pada pergelangan tangan kanan 16 Sakit pada tangan kiri

17 Sakit pada tangan kanan 18 Sakit pada paha kiri 19 Sakit pada paha kanan 20 Sakit pada lutut kiri 21 Sakit pada lutut kanan 22 Sakit pada betis kiri 23 Sakit pada betis kanan

24 Sakit pada pergelangan kaki kiri 25 Sakit pada pergelangan kaki kanan 26 Sakit pada kaki kiri

27 Sakit pada kaki kanan

3.4 REBA (Rapid Entire Body Assessment)6

Rapid Entire Body Assessment (REBA) dikembangkan untuk menilai postur tubuh dalam bidang kesehatan atau industri lainnya. Data yang dikumpulkan mengenai postur tubuh, tenaga yang digunakan, tipe dari gerakan, pengulangan dan kopling. REBA digunakan untuk mengidentifikasi analisis dari postur tubuh yang dibutuhkan dan :

6

Stanton. Neville. 2005. Handbook of Human Factors and Ergonomics Methods. New York : CRC Press. h: 76-82


(49)

a. Keseluruhan tubuh yang digunakan.

b. Postur yang statis, dinamis, berubah secara cepat dan tidak stabil. c. Beban yang digunakan untuk dibawa dengan frekuensui tertentu

d. Modifikasi dari tempat kerja, peralatan, atau faktor tindakan dari pekerja yang dipantau perubahannya.

REBA memiliki enam langkah yaitu: 1. Observasi pekerjaan yang dilakukan. 2. Pilih postur yang akan diamati. 3. Berikan skor pada postur. 4. Mengolah data skor tersebut. 5. Membuat skor REBA.

6. Konfirmasi untuk level tindakan untuk mengontrol pengukuran pada postur.

3.4.1 Skor Postur

Penggunaan tabel skor untuk menilai postur tubuh. Skor dibagi atas dua grup yaitu:

a. Grup A: Batang, Leher, Kaki

b. Grup B: Lengan Atas, Lengan Bawah, Pergelangan Tangan

Postur grup B dihitung secara terpisah untuk sisi kiri dan kanan, mengidentifikasikan lembaran skor (Gambar 3.2.). Catatan penilaian dapat ditambah atau dikurangi, berdasarkan posisi.


(50)

Gambar 3.2 Lembaran Skor untuk REBA

3.4.2 Konfirmasi untuk Level Tindakan

Skor REBA ditinjau kembali untuk level tindakan. Skor yang diberikan berkorespodensi dengan perubahan yang dibuat. Berikut ini merupakan skor untuk grup A.

A. Batang Tubuh


(51)

Tabel 3.2 Skor Batang Tubuh

Pergerakan Skor Skor Perubahan

Posisi normal (tegak lurus) 1

+1 jika batang tubuh berputar/ bengkok/bungkuk 0-200 (ke depan maupun ke belakang) 2

<200 atau 20-600 3

>600 4

B. Leher

Gambar 3.4 Postur Tubuh Bagian Leher Tabel 3.3 Skor Leher

Pergerakan Skor Skor Perubahan

0-200 1 +1 jika leher berputar/

bengkok

>200 - ekstensi 2

C. Kaki


(52)

Tabel 3.4 Skor Kaki

Pergerakan Skor Skor Perubahan

Posisi normal/seimbang (berjalan/duduk) 1 +1 jika lutut antara 30-600 Bertumpu pada satu kaki lurus 2 +2 jika lutut >600

Untuk Grup B : A. Lengan Atas

Gambar 3.6 Postur Tubuh Bagian Lengan Atas Tabel 3.5 Skor Lengan Atas

Pergerakan Skor Skor Perubahan

200 (ke depan maupun ke belakang) 1 +1 jika bahu naik

>200 (ke belakang) atau 20-450 2 +1 jika lengan berputar/bengkok

45-900 3 -1 miring, menyangga berat dari

lengan

>900 4

B. Lengan Bawah


(53)

Tabel 3.6 Skor Lengan Bawah

Pergerakan Skor

60-1000 1

<600 atau >1000 2

C. Pergelangan Tangan

Gambar 3.8 Postur Tubuh Bagian Pergelangan Tangan Tabel 3.7 Skor Bagian Pergelangan Tangan

Pergerakan Skor Skor Perubahan

0-150 (ke atas maupun ke bawah) 1 +1 jika pergelangan tangan putaran menjauhi sisi tengah >150 (ke atas maupun ke bawah) 2

D. Beban

Tabel 3.8 Skor Beban

Pergerakan Skor Skor Perubahan

<5 kg 0

+1 jika kekuatan cepat

5-10 kg 1

>10 kg 2

E. Kopling

Tabel 3.9 Skor Kopling

Kopling Skor Keterangan

Baik 0 Kekuatan pegangan baik

Sedang 1 Pegangan bagus tetapi tidak ideal atau kopling cocok dengan bagian tubuh


(54)

Tabel 3.9 Skor Kopling (Lanjutan)

Kopling Skor Keterangan

Kurang baik 2 Pegangan tangan tidak sesuai walaupun mungkin Tidak dapat diterima 3 Kaku, pegangan tidak nyaman, tidak ada pegangan

atau kopling tidak sesuai dengan bagian tubuh

Tabel 3.10 Skor Aktivitas

Aktivitas Skor Keterangan

Postur Statik

+1 1 atau lebih bagian tubuh statis/diam, contoh: memegang lebih dari 1 menit

Pengulangan +1 Tindakan berulang-ulang, contoh: mengulangi >4 kali per menit (tidak termasuk berjalan)

Kestabilan +1 Tindakan menyebabkan jarak yang besar dan cepat pada postur (tidak stabil)

Tabel 3.11 Level Tindakan REBA

Skor REBA Level Resiko Level Tindakan Tindakan

1 Dapat diabaikan 0 Tidak diperlukan

2-3 Kecil 1 Mungkin diperlukan

4-7 Sedang 2 Perlu

8-10 Tinggi 3 Segera

11-15 Sangat Tinggi 4 Sekarang juga

3.5 Kelelahan Akibat Kerja7 3.5.1 Pengertian Kelelahan

Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Kelelahan fisiologis adalah kelelahan yang timbul karena adanya perubahan-perubahan fisiologis dalam tubuh (Sutalaksana, 1979). Kelelahan diatur secara sentral ke otak. Pada susunan syaraf pusat terdapat sistem aktivasi (bersifat simpatis) dan inhibisi (bersifat parasimpatis). Istilah kelelahan biasanya

7


(55)

menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara kepada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh. Kelelahan diklasifikasikan dalam 2 jenis, yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum. Kelelahan otot adalah merupakan tremor pada otot/perasaan nyeri pada otot. Sedangkan kelelahan umum biasanya ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja yang disebabkan oleh karena monotoni, intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan lingkungan, sebab-sebab mental, status kesehatan dan keadaan gizi. Secara umum gejala kelelahan dapat dimulai dari yang sangat ringan sampai perasaan yang sangat melelahkan. Kelelahan subjektif biasanya terjadi pada akhir jam kerja, apabila rata-rata beban keja melebihi 30-40% dari tenaga aerobik.

Sampai saat ini masih berlaku dua teori tentang kelelahan otot yaitu teori kimia dan teori syaraf pusat terjadinya kelelahan. Pada teori kimia secara umum menjelaskan bahwa terjadinya kelelahan adalah akibat berkurangnya cadangan energi dan meningkatnya sisa metabolisme sebagai penyebab hilangnya efisiensi otot, sedangkan perubahan arus listrik pada otot dan syaraf adalah penyebab skunder. Sedangkan pada teori syaraf pusat menjelaskan bahwa perubahan kimia hanya merupakan penunjang proses. Perubahan kimia yang terjadi mengakibatkan dihantarkannya rangsangan syaraf melalui syaraf sensoris ke otak yang disadari sebagai kelelahan otot. Rangsangan aferen ini menghambat pusat-pusat otak dalam mengendalikan gerakan sehingga frekuensi potensial kegiatan pada sel syaraf menjadi berkurang. Berkurangnya frekuensi tersebut akan menurunkan kekuatan dan kecepatan kontraksi otot dan gerakan atas perintah kemauan


(56)

menjadi lambat. Dengan demikian semakin lambat gerakan seseorang akan menunjukkan semakin lelah kondisi otot seseorang.

3.5.2 Faktor Penyebab Terjadinya Kelelahan Akibat Kerja

Faktor penyebab terjadinya kelelahan di industri sangat bervariasi, dan untuk memelihara/mempertahankan kesehatan dan efisiensi, proses penyegaran harus dilakukan di luar tekanan (cancel out of stress). Penyegaran terjadi terutama selama waktu tidur malam, tetapi periode istirahat dan waktu-waktu berhenti kerja juga dapat memberikan penyegaran. Faktor-faktor penyebab terjadinya kelelahan adalah:

1. Intensitas dan lamanya kerja fisik dan mental.

2. Masalah fisik seperti tanggung jawab yang diemban dan kekhawatiran konflik.

3. Lingkungan seperti iklim, kelembapan (humidity), kebisingan, dan lain-lain. 4. Kondisi kesehatan.

5. Nutrisi yang digunakan pada saat bekerja.

Kelelahan disebabkan oleh karena krja statis berbeda dengan kerja dinamis. Pada kerja otot statis, dengan pengerahan tenaga 50% dari kekuatan maksimum otot hanya dapat bekerja selama 1 menit, sedangkan pada pengerahan tenaga < 20% kerja fisik dapat berlangsung cukup lama. Tetapi pengerahan tenaga otot statis sebesar 15-20% akan menyebabkan kelelahan dan nyeri jika pembebanan berlangsung sepanjang hari.


(57)

3.5.3. Faktor Kelelahan Pengukuran dan Pengaturan Jadwal Waktu Kerja8 Kelelahan akibat kerja seringkali diartikan sebagai proses menurunnya efisiensi, performans kerja dan berkurangnya kekuatan/ ketahanan fisik tubuh untuk terus melanjutkan kegiatan yang harus dilakukan. Ada beberapa macam kelelahan yang dikenal dan diakibatkan oleh faktor-faktor yang berbeda, seperti: 1. Lelah otot, yang dalam hal ini bisa dilihat dalam bentuk munculnya gejala

kesakitan yang amat sangat ketika otot harus menerima beban yang berlebihan.

2. Lelah visual, yaitu lelah yang diakibatkan ketegangan yang terjadi pada organ visual (mata) misalkan mata yang berkonsentrasi secara terus menerus pada suatu objek.

3. Lelah mental, dimana dalam kasus ini datangnya kelelahan bukan diakibatkan secara langsung oleh aktivitas fisik, melainkan lewat kerja mental yang mengakibatkan lelah otak.

4. Lelah monotonis, adalah jenis kelelahan yang disebabkan oleh aktivitas kerja yang bersifat rutin, monoton ataupun lingkungan kerja yang sangat menjemukan. Pekerjaan-pekejaan yang tidak memberikan tantangan, tidak memerlukan skill, dan lain-lain akan menyebabkan motivasi pekerja akan rendah. Situasi kerja yang monoton dan menimbulkan kebosanan akan mudah terjadi pada pekerjaan yang dirancang terlalu ketat.

Dari sekian banyak jenis kelelahan seperti yang telah diuraikan, maka timbulnya rasa lelah dalam diri manusia merupakan proses yang terakumulasi dari

8


(58)

berbagai faktor penyebab dan mendatangkan ketegangan (stress) yang dialami oleh tubuh manusia. Untuk menghindari akumulasi yang terlalu berlebihan, diperlukan adanya keseimbangan antara masukan sumber datangnya kelelahan tersebut (faktor-faktor penyebab kelelahan) dengan jumlah keluaran yang diperoleh lewat proses pemulihan (recovery)

3.5.4 Penilaian Beban Kerja Berdasarkan Jumlah Kebutuhan Kalori9

Salah satu kebutuhan utama dalam pergerakkan otot adalah kebutuhan akan oksigen yang dibawa oleh darah ke otot untuk pembakaran zat dalam menghasilkan energi. Sehingga jumlah oksigen yang dipergunakan oleh tubuh untuk bekerja merupakan salah satu indikator pembebanan selama bekerja.

Berkaitan dengan hal tersebut, Menteri Tenaga Kerja melalui Keputusan Nomor 51 (1999) menetapkan kategori beban kerja menurut kebutuhan kalori sebagai berikut:

1. Beban kerja ringan : 100 - 200 Kilo kalori/jam 2. Beban kerja sedang : >200 - 350 Kilo kalori/jam 3. Beban kerja berat : >350 - 500 Kilo kalori/jam

Kebutuhan kalori dapat dinyatakan dalam kalori yang dapat diukur secara tidak langsung dengan menentukan kebutuhan oksigen. Setiap kebutuhan 1 liter oksigen akan memberikan 4,8 Kilo kalori. Sebagai dasar perhitungan dalam menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan oleh seseorang dalam melakukan aktivitas kerjanya, dapat dilakukan melalui pendekatan atau taksiran kebutuhan

9


(59)

kalori menurut jenis aktivitasnya. Kebutuhan kalori per jam tersebut, merupakan pemenuhan kebutuhan kalori terhadap energi yang dikeluarkan akibat beban kerja utama. Sehingga masih diperlukan tambahan kalori apabila terdapat beban kerja tambahan seperti stasiun kerja yang tidak ergonomis, sikap paksa waktu kerja, suhu lingkungan yang panas, dan lain-lain.

3.5.5 Penilaian Beban Kerja Berdasarkan Denyut Nadi Kerja

Pengukuran denyut jantung selama kerja merupakan suatu untuk menilai cardiovascular strain. Salah satu peralatan yang dapat digunakan untuk menghitung denyut nadi adalah telemetri dengan menggunakan rangsangan electrocardiograph (ECG). Apabila peralatan tersebut tidak tersedia, maka dapat dicatat secara manual memakai stopwatch.

Penggunaan nadi kerja untuk menilai berat ringannya beban kerja mempunyai beberapa keuntungan. Selain mudah, cepat, efisien dan murah juga tidak diperlukan peralatan yang mahal serta hasilnya cukup reliabel. Disamping itu tidak terlalu mengganggu proses kerja dan tidak menyakiti orang yang diperiksa. Kepekaan denyut nadi terhadap perubahan pembebanan yang diterima tubuh cukup tinggi. Denyut nadi akan segera berubah seirama dengan perubahan pembebanan, baik berasal dari pembebanan mekanik, fisika, maupun kimia. Berikut ini adalah klasifikasi beban kerja dengan reaksi fisiologisnya.


(60)

Tabel 3.12 Klasifikasi Beban Kerja dan Reaksi Fisiologis Tingkat

Pekerjaan

Energi Expenditur Denyut Jantung

Konsumsi Oksigen Kkal/menit Kkal/8 jam Denyut/menit Liter/menit

Unduly Heavy >12,5 >6000 >175 >2,5

Very Heavy 10 - 12,5 4800 - 6000 150 - 175 2 - 2,5

Heavy 7,5 - 10 3600 - 4800 125 - 150 1,5 - 2

Moderate 5 - 7,5 2400 - 3600 100 - 125 1 - 1,5

Light 2,5 - 5 1200 - 2400 60 - 100 0,5 - 1

Very Light <2,5 <1200 <60 <0,5

Denyut nadi mempunyai hubungan linier yang tinggi dengan asupan oksigen pada waktu kerja. Dan salah satu cara yang sederhana untuk menghitung denyut nadi adalah dengan merasakan denyutan pada arteri radialis di pergelangan tangan.

Klasifikasi beban kerja ditentukan berdasarkan peningkatan denyut nadi kerja yang dibandingkan dengan denyut nadi maksimum karena beban kardiovaskuler (cardiovascular load = %CVL) yang dihitung dengan rumus sebagai berikut:

%CVL =

Di mana denyut nadi maksimum adalah 220-umur untuk laki-laki dan 200-umur untuk wanita. Dari hasil perhitungan %CVL tersebut kemudian dibandingkan dengan klasifikasi yang telah ditetapkan sebagai berikut:

1. <30% = Tidak terjadi kelelahan 2. 30 s.d. <60% = Diperlukan perbaikan 3. 60 s.d. <80% = Kerja dalam waktu singkat 4. 80 s.d. <100% = Diperlukan tindakan segera


(61)

5. >100% = Tidak diperbolehkan beraktivitas

3.5.6 Standar Energi Kerja

Standar dalam hal ini adalah pengaturan yang dibuat untuk mengetahui berapa energi atau tenaga yang dibutuhkan dalam melaksanakan aktivitas. Konsumsi energi diawali pada saat pekerjaan fisik dimulai. Semakin banyaknya kebutuhan untuk aktivitas otot bagi suatu jenis pekerjaan, maka semakin banyak pula energi yang dikonsumsi, dan diekspresikan sebagai kalori kerja. Kalori ini didapat dengan cara mengukur konsumsi energi pada saat bekerja kemudian dikurangi dengan konsumsi energi pada saat istirahat atau pada saat metabolisme basal.

Dalam penentuan konsumsi energi biasanya digunakan suatu bentuk hubungan energi dengan kecepatan denyut jantung yaitu sebuah persamaan sebagai berikut:

Y = 1.80411 – 0.0229038 X + 4.71733x10-4 X2 Di mana Y merupakan Energi (Kkal/menit) dan X diidentifikasikan sebagai denyut jantung (denyut/menit). Untuk mengetahui jumlah energi kerja yang dibutuhkan sesuai dengan beban kerjanya dapat dijelaskan dalam Tabel 3.13. Tabel 3.13 Kategori Beban Kerja yang Disesuaikan dengan Energi Kerja

Beban Kerja Energi Kerja

Ringan 100 - 200 Kkal / jam

Sedang > 200 – 350 Kkal / jam


(62)

3.6 Antropometri10

Aspek-aspek ergonomi dalam suatu proses rancang bangun fasilitas kerja adalah merupakan suatu faktor penting dalam menunjang peningkatan pelayanan jasa produksi. Terutama dalam hal perancangan ruang dan fasilitas akomodasi. Perlunya memperhatikan faktor ergonomi dalam proses rancang bangun fasilitas dalam decade sekarang ini adalah merupakan sesuatu yang tidak dapat ditunda lagi. Hal tersebut tidak akan terlepas dari pembahasan mengenai ukuran antropometri tubuh operator maupun penerapan data-data antropometrinya.

3.6.1 Definisi Antropometri11

Istilah antropometri berasal dari "anthro" yang berarti manusia dan "metri” yang berarti ukuran. Secara definitif antropometri dapat dinyatakan sebagai suatu studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia. Manusia pada dasarnya akan memiliki bentuk, ukuran (tinggi, lebar, dan sebagainya), berat, dan Iain-lain yang berbeda satu dengan yang lainnya.

Antropometri secara luas akan digunakan sebagai pertimbangan-pertimbangan ergonomis dalam proses perancangan (design) produk maupun sistem kerja yang akan memerlukan interaksi manusia. Data antropometri yang berhasil diperoleh akan diaplikasikan secara luas antara lain dalam hal :

1. Perancangan area kerja (work station, interior mobil, dll)

2. Perancangan peralatan kerja seperti mesin, equipment, perkakas (tools), dan sebagainya

10

Nurmianto, Eko. 2004. Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Edisi Kedua. Surabaya: Tim Guna Widya. h: 51

11


(63)

3. Perancangan produk-produk konsumtif seperti pakaian, kursi, meja, komputer, dan lain-lain.

4. Perancangan lingkungan kerja fisik

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data antropometri akan menentukan bentuk, ukuran dan dimensi yang tepat yang berkaitan dengan produk yang dirancang dan manusia yang akan mengoperasikan/menggunakan produk tersebut. Dalam kaitan ini maka perancang produk harus mampu mengakomodasikan dimensi tubuh dari populasi terbesar yang akan menggunakan produk hasil rancangannya tersebut. Secara umum sekurangkurangnya 90% -95% dari populasi yang menjadi target dalam kelompok pemakai suatu produk haruslah mampu menggunakannya dengan selayaknya. Dalam beberapa kasus tertentu ada beberapa produk, misalnya kursi mobil, yang dirancang secara fleksibel, dapat digerakkan maju mundur dan sudut sandarannya bisa dirubah untuk menciptakan posisi yang nyaman. Rancangan produk yang dapat diatur secara fleksibel jelas memberikan kemungkinan lebih besar bahwa produk tersebut akan mampu dioperasikan oleh setiap orang meskipun ukuran tubuh mereka akan berbeda-beda. Pada dasarnya peralatan kerja yang dibuat dengan mengambil referensi dimensi tubuh tertentu jarang sekali bisa mengakomodasikan seluruh range ukuran tubuh tertentu jarang sekali akan memakainya. Kemampuan penyesuaian suatu produk merupakan suatu prasyarat yang amat penting dalam proses perancangannya, terutama untuk produk-produk yang berorientasi ekspor.


(64)

3.6.2 Data Antropometri

Manusia pada umumnya akan berbeda-beda dalam hal bentuk dan dimensi ukuran tubuhnya. Disini ada beberapa faktor yang akan mempengaruhi ukuran tubuh manusia, sehingga sudah semestinya seorang perancang produk harus memperhatikan faktor-faktor tersebut, antara lain :

1. Umur.

Secara umum dimensi tubuh manusia akan tumbuh dan bertambah besar seiring dengan bertambahnya umur, yaitu sejak awal kelahirannya sampai dengan umur sekitar 20 tahunan. Dari suatu penelitian yang dilakukan oleh A. F. Roche dan G. H. Davila (1972) di USA diperoleh kesimpulan bahwa laki- laki akan tumbuh dan berkembang naik sampai dengan usia 21,2 tahun sedangkan wanita 17,3 tahun; meskipun ada sekitar 10% yang masih terus bertambah tinggi sampai usia 23,5 tahun (laki-laki) dan 21,1 tahun (wanita). Setelah itu, tidak akan terjadi pertumbuhan bahkan justru akan cenderung berubah menjadi penurunan ataupun penyusutan yang dimulai sekitar umur 40 tahunan, seperti penurunan tinggi badan yang diakibatkan oleh berkurangnya elastisitas tulang belakang (interveriebral discs).

2. Jenis kelamin.

Secara distribusi statistik ada perbedaan yang signifikan antara dimensi tubuh laki-laki dan wanita. Dimensi ukuran tubuh laki-laki umumnya akan lebih besar dibandingkan dengan wanita, terkecuali untuk beberapa bagian tubuh tertentu seperti pinggul dan sebagainya.


(65)

3. Suku/bangsa (etchnic).

Setiap suku, bangsa ataupun kelompok etnik akan memiliki karakteristik fisik yang akan berbeda satu dengan yang lainnya. Variasi diantara beberapa suku bangsa telah menjadi hal yang tidak kalah pentingnya terutama karena meningkatnya jumlah angka migrasi dari satu negara ke negara yang lain. Suatu contoh sederhana bahwa yaitu dengan meningkatnya jumlah penduduk yang migrasi dari negara Vietnam ke Australia, untuk mengisi jumlah satuan angkatan kerja (industrial workforce), maka akan mempengaruhi antropometri secara nasional.

4. Posisi tubuh (posture).

Sikap (posture) ataupun posisi tubuh akan berpengaruh terhadap ukuran tubuh, oleh sebab itu posisi tubuh standar harus ditetapkan untuk survei pengukuran.

5. Cacat tubuh

Data antropometri disini akan diperlukan untuk perancangan produk bagi orang-orang cacat (kursi roda, kaki/tangan palsu, dll).

6. Tebal/tipisnya pakaian yang harus dikenakan

Faktor iklim yang berbeda akan memberikan variasi yang berbeda-beda pula dalam bentuk rancangan dan spesifikasi pakaian. Dengan demikian dimensi tubuh orangpun akan berbeda dari satu tempat dengan tempat yang lain. Misalnya pada waktu musim dingin maka manusia akan memakai pakaian yang relatif lebih tebal dan ukuran yang relatif lebih besar. Ataupun untuk


(66)

para pekerja di pertambangan, pengeboran lepas pantai, pengecoran logam harus mempunyai pakaian khusus.

7. Kehamilan (pregnancy)

Kondisi semacam ini jelas akan mempengaruhi bentuk dan ukuran tubuh (khusus perempuan). Hal tersebut jelas memerlukan perhatian khusus terhadap produk-produk yang dirancang bagi segmentasi seperti ini.

3.6.3 Pengukuran Antropometri

Dalam kaitan dengan posisi tubuh maka dikenal 2 macam pengukuran tubuh manusia, yaitu pengukuran dimensi struktur tubuh/ (structural body dimension) dan pengukuran dimensi fungsional tubuh (functional body dimension).

3.6.3.1 Pengukuran Dimensi Struktur Tubuh

Disini tubuh diukur dalam berbagai posisi standar dan tidak bergerak (tetap legal sempurna). Istilah lain dari pengukuran tubuh dengan cara ini dikenal dengan "static anthropometry". Dimensi tubuh yang diukur dengan posisi tetap antara lain meliputi berat badan, tinggi tubuh dalam posisi berdiri, maupun duduk, ukuran kepala, tinggi/panjang lutut pada saat berdiri/duduk, panjang lengan, dan sebagainya. Ukuran dalam hal ini diambil dengan percentile tertentu seperti 5-th, 50-th dan 95-th percentile. Jenis pengukuran ini biasanya dilakukan dalam dua posisi yaitu posisi berdiri dan posisi duduk.


(67)

3.6.3.2 Pengukuran Dimensi Fungsional Tubuh

Disini pengukuran dilakukan terhadap posisi tubuh pada saat berfungsi melakukan gerakan-gerakan tertentu yang berkaitan dengan kegiatan yang harus diselesaikan. Hal pokok yang ditekankan dalam pengukuran dimensi fungsional tubuh ini adalah mendapatkan ukuran tubuh yang nantinya akan berkaitan erat dengan gerakan-gerakan nyata yang diperlukan tubuh untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu.

Berbeda dengan cara pengukuran yang pertama, structural body dimension, yang mengukur tubuh dalam posisi tetap/statis (fixed); maka cara pengukuran kali ini dilakukan pada saat tubuh melakukan gerakan-gerakan kerja atau dalam posisi yang dinamis. Cara pengukuran semacam ini disebut juga dengan "dynamic anthropometry".

Antropometri dalam posisi tubuh melaksanakan fungsinya yang dinamis akan banyak diaplikasikan dalam proses perancangan fasilitas ataupun ruang kerja, misalnya perancangan kursi mobil dimana posisi tubuh pada saat melakukan gerakan mengemudikan kemudi, tangkai pemindah gigi, pedal dan juga jarak antara dengan atap mobil maupun dashboard harus menggunakan data "dynamic anthropometry".


(68)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di UD. Ngatimin yang bergerak di bidang pembuatan kerupuk putih. UKM berlokasi di Tanjung Selamat Gang Mawar No.24, Medan, Provinsi Sumatera Utara. Penelitian dimulai dengan penelusuran daftar pustaka, survei awal dengan mempersiapkan proposal Tugas Sarjana, pelaksanaan penelitian dengan peninjauan dan pengenalan perusahaan dan pengumpulan data sampai dengan penyusunan laporan. Penelitian dilakukan mulai dari bulan Juli hingga September 2013.

4.2 Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah penelitian deskriptif yaitu suatu jenis penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematik, faktual dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat suatu objek tertentu Penelitian ini juga merupakan action research yang merupakan penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan suatu solusi yang akan diaplikasikan pada perusahaan sebagai bentuk perbaikan dari sistem semula. (Sukaria S. 2011).

4.3 Objek Penelitian

Objek penelitian yang diamati adalah pekerja pada stasiun penjemuran kerupuk di UD. Ngatimin Tanjung Selamat dari pukul 08.00 WIB- 17.00 WIB.


(69)

4.4 Kerangka Konseptual Penelitian

Suatu penelitian dapat dilaksanakan apabila tersedianya sebuah perancangan kerangka konseptual yang baik sehingga langkah-langkah penelitian lebih sistematis. Kerangka konseptual inilah yang merupakan landasan awal dalam melaksanakan penelitian (Sinulingga, S. 2011). Kerangka konseptual penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.1

Gambar 4.1 Kerangka Konseptual Penelitian

4.5 Variabel Penelitian

Penentuan variabel penelitian didasarkan atas studi pendahuluan, studi kepustakaan dan pengalaman pihak perusahaan yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang dihadapi (Sinulingga, S. 2011) Variabel-variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah:


(70)

a. Variabel Independen

Variabel independen adalah suatu variabel yang mempengaruhi variabel lain, yaitu variabel dependen. Variabel independen pada penelitian ini yaitu postur kerja, fasilitas kerja dan beban kerja.

b. Variabel Dependen

Variabel dependen adalah suatu variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel lain. Variabel dependen pada penelitian ini adalah kelelahan pada pekerja.

4.6 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian sangat mendukung dalam analisa dan pengambilan data di lokasi penelitian. Peralatan yang akan digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah :

1. Kamera, yang akan berfungsi untuk merekam sikap kerja dari para operator penjemuran kerupuk.

2. Standar Nordic Questionnaire untuk menentukan bagian tubuh yang dominan mengalami keluhan musculoskeletal pada operator.

3. Rapid Entire Body Assessment (REBA) Worksheet, yang.akan digunakan untuk menilai setiap pergerakan postur leher (neck), kaki (leg), lengan atas (upper arm), lengan bawah (lower arm), pergelangan tangan (wrist), punggung (trunk), serta mengukur beban (load/force), genggaman (coupling) dan kegiatan (activity).


(71)

4. Omron untuk mengukur denyut nadi dari pekerja.

Gambar 4.2 Automatic Wrist Blood Pressure Monitor Merk Omron

5. Body Martin untuk mengukur dimensi tubuh dari pekerja.


(72)

4.7 Rancangan Penelitian

Penelitian dilaksanakan dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

1. Pada awal penelitian dilakukan studi pendahuluan untuk mengetahui kondisi perusahaan, proses produksi, dan informasi pendukung yang diperlukan serta studi literatur tentang metode pemecahan masalah yang digunakan dan teori pendukung lainnya.

2. Tahapan selanjutnya adalah melakukan pengumpulan data dengan melakukan peninjauan secara langsung ke UD. Ngatimin.

3. Data yang dikumpulkan ada dua jenis yaitu:

a. Data primer berupa data posisi postur tubuh, denyut nadi dan dimensi tubuh operator yang diperoleh dengan pengamatan langsung dengan menggunakan instrumen penelitian.

b. Data sekunder berupa data yang diperoleh melalui pihak UD. Ngatimin dengan teknik wawancara.

4. Dilakukan pengolahan data primer dan sekunder yang telah dikumpulkan. 5. Dilakukan analisis terhadap hasil pengolahan data.

6. Ditarik kesimpulan dan diberikan saran untuk penelitian


(73)

(74)

4.8 Pengumpulan Data 4.8.1 Sumber Data

Data yang dibutuhkan adalah data yang diperoleh dengan melakukan pengamatan secara langsung terhadap aktivitas di stasiun penjemuran UD. Ngatimin.

Data yang dikumpulkan dapat diuraikan sebagai berikut : a. Data primer

Data primer dikumpulkan dengan cara pengamatan atau pengukuran langsung, antara lain :

1. Kuesioner SNQ 2. Denyut Nadi 3. Postur Kerja 4. Dimensi Tubuh b. Data sekunder

Data sekunder diperoleh berdasarkan data dokumentasi perusahaan, dan diambil dengan cara wawancara dengan pemilik UKM, antara lain:

1. Data proses produksi, jam kerja dan sejarah perusahaan. 2. Nama dan spesifikasi mesin dan peralatan.

4.8.2 Metode Pengumpulan Data

Pada penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut:


(75)

1. Observasi

Observasi dilakukan dengan melakukan pengamatan secara langsung di lapangan dengan menggunakan alat omron, body martin dan tabel pengumpulan data.

2. Wawancara

Melakukan tanya jawab dengan pihak operator UKM di stasiun penjemuran kerupuk saat kegiatan penelitian berlangsung mengenai hal-hal yang berhubungan dengan objek penelitian dan untuk melengkapi data observasi. 3. Dokumentasi

Untuk mengumpulkan data sekunder dilakukan dengan mencatat dokumentasi perusahaan yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan

4. Teknik kepustakaan, yaitu dengan mempelajari buku-buku, thesis atau jurnal internet yang berkaitan dengan metode REBA, fisiologis dan antropometri.

4.9 Pengolahan Data

Tahapan pengolahan data pada penelitian ini dimulai dari pengamatan postur kerja kemudian dilanjutkan dengan pengolahan data yang dilakukan dengan tahapan seperti Gambar 4.5


(76)

Analisis beban kerja operator berdasarkan data fisiologis

Perhitungan denyut nadi sebelum dan sesudah bekerja

Pengamatan Postur Kerja

Analisis hasil skor dengan metode REBA

Perhitungan dimensi tubuh operator

Analisis antropometri operator

Perancangan alat bantu di stasiun penyusunan pengeringan kerupuk

Rancangan akhir produk usulan Perhitungan keluhan sakit pada beberapa

bagian tubuh

Analisis keluhan sakit pada operator

Gambar 4.5 Flowchart Pengolahan Data

4.10 Analisis Pemecahan Masalah

Analisis yang dilakukan adalah dengan membandingkan antara teori dengan hasil-hasil penelitian yang sudah ada. Analisis yang dilakukan bersifat kuantitatif terhadap hasil pengolahan data SNQ, fisiologis, metode REBA serta antropometri. Analisis yang dilakukan mulai dari pengukuran fisiologis, postur kerja hingga dimensi tubuh dari operator.


(77)

4.11 Kesimpulan dan Saran

Langkah akhir adalah penarikan kesimpulan yang berisi hal-hal penting yang disimpulkan dari penelitian tersebut dan saran untuk penelitian selanjutnya bagi peneliti yang ingin mengembangkan penelitian ini secara lebih lanjut.


(78)

BAB V

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1 Pengumpulan Data

5.1.1 Pengumpulan Data Standar Nordic Questionnaire (SNQ)

Kuesioner SNQ merupakan identifikasi awal untuk mengetahui keluhan yang dialami operator selama bekerja. Pengukuran melalui kuesioner SNQ untuk mengetahui bagian-bagian otot yang mengalami keluhan dengan tingkatan keluhan mulai dari Tidak Sakit (TS), Agak Sakit (AS), Sakit (S) hingga Sangat Sakit (SS). Hasil rekapitulasi SNQ di stasiun penjemuran dapat dilihat pada Tabel 5.1 berikut.

Tabel 5.1 Rekapitulasi Data SNQ Operator Bagian Penjemuran No

Dimensi

Operator No Dimensi

Operator

1 2 1 2

0 3 3 14 3 4

1 3 3 15 3 4

2 3 3 16 4 3

3 3 3 17 4 3

4 3 3 18 2 1

5 3 3 19 2 1

6 3 3 20 4 4

7 3 3 21 4 4

8 3 2 22 4 4

9 3 2 23 4 4

10 2 2 24 3 4

11 2 2 25 3 4

12 2 2 26 3 3

13 2 2 27 3 3


(79)

Keterangan nomor dimensi tubuh:

0 = Sakit kaku di leher bagian atas 16 = Sakit pada tangan kiri 1 = Sakit kaku di leher bagian bawah 17 = Sakit pada tangan kanan 2 = Sakit di bahu kiri 18 = Sakit pada paha kiri 3 = Sakit di bahu kanan 19 = Sakit pada paha kanan 4 = Sakit lengan atas kiri 20 = Sakit pada lutut kiri 5 = Sakit di punggung 21 = Sakit pada lutut kanan 6 = Sakit lengan atas kanan 22 = Sakit pada betis kiri 7 = Sakit pada pinggang 23 = Sakit pada betis kanan 8 = Sakit pada bokong 24 = Sakit pada pergelangan

9 = Sakit pada pantat kaki kiri

10 = Sakit pada siku kiri 25 = Sakit pada pergelangan 11 = Sakit pada siku kanan kaki kanan

12 = Sakit pada lengan bawah kiri 26 = Sakit pada kaki kiri 13 = Sakit pada lengan bawah kanan 27 = Sakit pada kaki kanan 14 = Sakit pada pergelangan tangan kiri

15 = Sakit pada pergelangan tangan kanan

Penilaian berdasarkan kuesioner SNQ untuk pembobotan masing-masing kategori sebagai berikut :

Tidak sakit : bobot 1 Agak sakit : bobot 2 Sakit : bobot 3 Sangat sakit : bobot 4


(80)

(81)

Gambar 5.2 Bagian Tubuh Operator II yang Mengalami Rasa Sakit Keterangan :

Sakit


(82)

Kategori yang dirasakan saat bekerja adalah sebagai berikut :

1. Tidak sakit artinya bahwa operator tidak terasa nyeri sedikitpun pada bagian tubuh karena kontraksi otot yang terjadi berjalan normal.

2. Agak sakit artinya bahwa operator mulai terasa nyeri, namun rasa nyeri yang timbul tidak membuat operator jenuh atau cepat lelah.

3. Sakit artinya bahwa operator merasakan nyeri yang cukup hebat dan keadaan ini membuat operator mulai jenuh dan cepat lelah.

4. Sangat sakit artinya bahwa operator merasakan nyeri yang sangat luar biasa disertai dengan ketegangan (kontraksi otot yang sangat hebat) sehingga membuat operator merasakan jenuh dan kelelahan yang cukup besar.

Dalam perhitungan, peneliti memfokuskan kepada dua kategori yaitu sakit dan sangat sakit. Presentase kategori sakit dan sangat sakit dapat dilihat pada Tabel 5.2 serta grafik rekapitulasi SNQ dapat dilihat pada Gambar 5.3

Tabel 5.2 Rekapitulasi Hasil Kategori Data SNQ Stasiun Tidak

Sakit

Agak

Sakit Sakit Sangat Sakit Stasiun

Penjemuran 1,79% 10,71% 23,21 % 12,5 %


(83)

Sumber: Perhitungan kuesioner SNQ

Gambar 5.3 Grafik Rekapitulasi Data SNQ

5.1.2 Pengumpulan Data Fisiologi

Pengukuran detak/ denyut nadi dilaksanakan pada saat sebelum dan sesudah siklus kerja dilaksanakan. Pengumpulan data denyut nadi untuk pekerja pada stasiun penjemuran kerupuk di UD. Ngatimin dapat dilihat pada Tabel 5.3 berikut:

Tabel 5.3 Denyut Nadi Tenaga Kerja pada Stasiun Penjemuran Hari Ke- Operator Umur

(Tahun)

Denyut Nadi Istirahat (DNI)

Denyut Nadi Kerja (DNK)

I I 42 92 127

II 45 91 124

II I 42 97 121

II 45 88 122

III I 42 97 121

II 45 95 125

IV I 42 94 125


(84)

Tabel 5.3 Denyut Nadi Tenaga Kerja pada Stasiun Penjemuran (Lanjutan)

Sumber: Perhitungan Data Denyut Nadi

5.1.3 Pengumpulan Data Postur Kerja 5.1.3.1Pembagian Kegiatan Kerja Operator

Pada tahap pengumpulan data akan diuraikan tentang kegiatan kerja yang dilakukan oleh 2 orang operator pada stasiun penjemuran. Kegiatan kerja masing-masing operator dibagi atas 3 elemen gerak dasar, yakni:

1. Operator menyusun kerupuk keatas sarang Kegiatan ini terdiri dari:

a. Mengambil kerupuk basah yang telah direbus dari ebek b. Meletakkan kerupuk basah ke atas sarang

c. Mengangkat ebek d. Memindahkan ebek

2. Operator mengangkat sarang ke tempat penjemuran Kegiatan ini terdiri dari:

a. Mengangkat kerupuk untuk dijemur b. Membawa ke tempat penjemuran

c. Meletakkan kerupuk di tempat penjemuran 3. Operator mengangkat ebek ke stasiun pencetakan

Kegiatan ini terdiri dari: Hari Ke- Operator Umur

(Tahun)

Denyut Nadi Istirahat (DNI)

Denyut Nadi Kerja (DNK)

V I 42 90 123


(85)

a. Mengangkat ebek ke stasiun pencetakan b. Meletakkan ebek di stasiun pencetakan

5.1.3.2Data Pengamatan Langsung

Pengamatan langsung terhadap 2 orang operator yang bertugas pada stasiun penjemuran dilakukan untuk mendapatkan data postur kerja saat operator bekerja.

Hasil dari pengamatan terhadap operator ini dibagi atas 9 elemen kegiatan kerja yaitu berupa foto postur tubuh operator saat bekerja. Hasil pengamatan ditunjukkan pada uraian kegiatan kerja di Tabel 5.4 berikut

Tabel 5.4 Uraian Kegiatan Kerja pada Stasiun Penjemuran Operator I

Elemen Gerak Operator Postur Kerja

Mengambil kerupuk basah yang telah direbus dari ebek

Meletakkan kerupuk basah ke atas sarang


(86)

Tabel 5.4 Uraian Kegiatan Kerja pada Stasiun Penjemuran (Lanjutan) Operator I

Elemen Gerak Operator Postur Kerja

Mengangkat ebek

Memindahkan ebek


(87)

Tabel 5.4 Uraian Kegiatan Kerja pada Stasiun Penjemuran (Lanjutan) Operator I

Elemen Gerak Operator Postur Kerja

Membawa ke tempat penjemuran

Meletakkan kerupuk di tempat penjemuran

Mengangkat ebek ke stasiun pencetakan


(88)

Tabel 5.4 Uraian Kegiatan Kerja pada Stasiun Penjemuran (Lanjutan) Operator I

Elemen Gerak Operator Postur Kerja

Meletakkan ebek di stasiun pencetakan

Operator II

Elemen Gerak Operator Postur Kerja

Mengambil kerupuk basah yang telah direbus dari ebek

Meletakkan kerupuk basah ke atas sarang


(89)

Tabel 5.4 Uraian Kegiatan Kerja pada Stasiun Penjemuran (Lanjutan) Operator II

Elemen Gerak Operator Postur Kerja

Mengangkat ebek

Memindahkan ebek


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)