Sejarah Kota Medan Potensi Penangkaran Buaya Asam Kumbang Sebagai Salah Satu Objek Wisata Di Kota Medan

3.2 Sejarah Kota Medan

Menurut Tengku Lukman Sinar, dalam bukunya 1997 : 71 “Riwayat Hamparan Perak” yang mendirikan kampung Medan adalah Raja Guru Patimbus, nenek moyang Datuk Hamparan Perak duabelas kuta dan Datuk Sukapiring yaitu dua dari empat kepala suku Kesultanan Deli. John Anderson, seorang pegawai pemerintahan Inggris yang berkedudukan di Penang, pernah berkunjung ke Medan pada tahun 1923. Dalam bukunya yang bernama “Mission to The East Coast of Sumatera ” Edisi Edinburg tahun 1826, menuliskan bahwa Medan masih merupakan kampung kecil yang berpenduduk sekitar 200 orang. Kampung kecil yang pada masa ± 2 dua abad dengan pesat berkembang menjadi sebuah kota, yang sekarang di kenal dengan nama Kotamadya Medan. Kotamadya Medan berada di satu tanah datar yaitu Medan, di tempat ini juga dikenal sebagai “Medan Puteri” yang tidak jauh dari jalan Puteri Hijau sekarang. Menurut legenda, di zaman dahulu kala pernah hidup di Kesultanan Deli Lama kira-kira sepuluh kilometer dari kampung Medan tepatnya daerah Deli Tua sekarang, seorang puteri yang sangat cantik diberi nama Puteri Hijau. Kecantikan puteri itu tersohor kemana-mana, dari Aceh sampai ujung pulau Jawa. Sultan Aceh jatuh cinta pada puteri itu, dan melamarnya untuk dijadikan permaisurinya. Lamaran ini ditolak oleh kedua saudara laki-lakinya Puteri Hijau. Sultan sangat marah, karena penolakan itu dianggap sebagai penghinaan terhadap dirinya. Hal ini mennyebabkan terjadinya perang antara Kesultanan Deli dengan Kesultanan Aceh. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan Legenda di atas, dengan mempergunakan kekuatan gaib, seorang dari saudara laki-laki Puteri Hijau menjelma menjadi seekor ular naga dan seorang lagi menjadi sepucuk meriam yang tidak henti-hentinya menembaki tentara Kesultanan Aceh. Kesultanan Deli mengalami kekalahan dalam peperangan itu, dan dia kecewa. Karena kejadian tersebut putera mahkota yang menjadi meriam itu meledak dan terbagi menjadi dua bagian, yaitu bagian belakangnya terlontar ke Labuhan Deli yang sekarang menjadi peninggalan sejarah di Istana Maimoon Medan dan bagian depannya ke dataran tinggi Karo kira-kira ± 5 lima kilometer dari Kabanjahe. Pangeran yang seorang lagi, berubah menjadi seekor ular naga dan mengundurkan diri melalui suatu salurah dan masuk kedalam sungai Deli yang berdekatan dengan jalan Puteri Hijau sekarang. Arus sungai membawanya ke Selat Malaka dan dari sini dia meneruskan perjalanannya yang berakhir di Ujung Jambu Aye dekat kota Lhoksumawe Aceh. Puteri Hijau ditawan dan dimasukkan ke dalam peti serta dimuat ke dalam kapal yang seterusnya dibawa ke Aceh. Ketika kapal sampai di Ujung Jambe Aye, Puteri Hijau minta suatu permohonan untuk mengadakan upacara untuknya sebelum peti diturunkan dari kapal. Atas permintaanya, harus diserahkan sejumlah beras dan beribu-ribu telur kepadanya. Permintaan tuan Puteri dikabulkan, tetapi baru saja upacara dimulai, tiba-tiba berhembuslah angin ribut yang disusul oleh gelombang-gelombang yang sangat tinggi. Dari dalam laut muncullah saudara laki-lakinya yang telah menjelma menjadi ular naga, diambilnya peti tempat puteri dikurung, lalu dibawanya masuk ke dalam laut. Legenda ini sampai sekarang dikenal dikalangan orang-orang Deli dan juga masyarakat Melayu Malaysia. Universitas Sumatera Utara Deli mulai dikenal namanya setelah orang-orang Belanda yang dipelopori oleh Nienhuys membuka perkebunan tembakau disekitar Medan. Dalam beberapa waktu saja Deli dikenal di seluruh dunia karena daun tembakau yang dihasilkannya tidak ada tandingannya sampai sekarang menjadi daun pembungkus cerutu.

3.3 Letak Geografis Kota Medan