BAB I PENDAHULUAN
1.1 Alasan Pemilihan Judul
Setelah menurunya potensi sumber daya alam, minyak, dan gas yang menjadi sumber utama pendapatan negara, belakangan ini pemerintah berusaha mencari
sumber penghasilan lain salah satunya adalah sektor pariwisata. Pariwisata merupakan salah satu sektor perekonomian yang sangat potensial sebagai sumber pendapatan
dari sektor non migas. Indonesia adalah negara kepulauan yang disebut juga sebagai nusantara.
Secara geografis Indonesia terletak antara 6º LU – 11º LS dan 95º BT - 141º BT. Selain itu, Indonesia juga terletak diantara dua benua yaitu benua Asia dan benua
Australia dan dihubungkan dua samudera yaitu samudera Pasifik dan samudera Hindia. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari 17.508 pulau yang
besar dan kecil. Ada lima pulau besar yang terletak di Indonesia yaitu pulau Jawa, pulau Sumatera, pulau Kalimantan, pulau Sulawesi dan pulau Papua. Sebagai negara
kepulauan yang terletak di garis khatulistiwa Indonesia beriklim tropis. Indonesia memiliki potensi alam yang sangat indah, nilai budaya, dan peninggalan sejarah yang
diminati wisatawan, baik itu wisatawan domestik maupun wisatawan mancan negara. Walaupun demikian perlu kiranya potensi wisata yang dimiliki dikemas sedemikian
rupa menjadi paket perjalanan yang menarik.
Universitas Sumatera Utara
Kota Medan merupakan ibu kota provinsi Sumatera Utara, sebagai salah satu dari 33 provinsi yang ada di Indonesia. Kota Medan terletak antara 27 - 47
Lintang Utara dan 35 - 44 Bujur Timur dan berada 2,5 – 37,5 meter di atas permukaan laut. Kota Medan berbatasan Sebelah Utara, Selatan, Barat dan Timur
dengan Kabupaten Deli Serdang. Pada dasarnya kota Medan adalah kota yang tidak memiliki pemandangan alam yang indah akan tetapi memiliki nilai sejarah
yang sangat menarik untuk di pelajari yang tidak ada di kota lain. Ada banyak bangunan-bangunan tua di kota Medan yang masih menyisakan arsitektur khas
Belanda. Contohnya: Gedung Balai Kota lama, Kantor Pos Medan, Menara Air yang merupakan ikon kota Medan, Titi Gantung sebuah jembatan di atas rel
kereta api, Gedung London Sumatera, Istana Maimun, Mesjid Raya Medan, rumah Tjong A Fie di kawasan Jl. Jendral Ahmad Yani Kesawan dan Vihara Shri
Mariaman Kampung KelingKampung Madrasah. Selain bangunan bersejarah dan kemajemukan masyarakat yang ada di kota Medan, juga ditemukan penangkaran
buaya. Penangkaran buaya dijadikan sebagai objek wisata yang memiliki daya tersendiri yang tidak di temukan di daerah lain.
Sejarah berdirinya penangkaran buaya Asam Kumbang yang terletak di Jalan Bunga Raya, Desa Asam Kumbang, Kecamatan Medan Selayang tidak
lepas dari seseorang yang bernama Lo Tham Muk. Lo Tham Muk adalah WNI keturunan Cina dan beliau memiliki ciri khas, sangat sayang binatang terutama buaya.
Lo Than Muk lahir di Aceh Timur pada tanggal 11 Maret 1948. Tahun 1959 beliau masih bekerja sebagai supir truk di Aceh. Pada suatu hari Lho Tham Muk
Universitas Sumatera Utara
menemukan seekor buaya di sebuah sungai dan beliau memutuskan untuk memelihara dan merawat buaya itu hingga besar, karena pada saat itu orang-orang
masih bebas menangkap dan memelihara buaya baik untuk tujuan komersil maupun untuk dipelihara. Suatu saat, Lho Than Muk memutuskan untuk pindah ke Medan
dan beliau berencana untuk mengembangbiakkan buaya kesayangannya itu. Lho Than Muk membangun sebuah peternakan buaya dengan biaya sendiri
di daerah Medan Sunggal, tepatnya di Desa Asam Kumbang dengan luas area 2 hektar. Pada awalnya buaya itu berjumlah 12 dua belas ekor tetapi setelah sekian
lama jumlah buaya itu semakin bertambah sampai sekarang berjumlah 2800 ekor. Sebagai objek wisata, peternakan buaya ini dibuka untuk umum dan dipungut biaya
masuk Entrance Fee bagi para pengunjung dewasa sebesar Rp. 5.000,-orang dan anak-anak Rp. 3.000,-orang. Dengan dibukanya peternakan buaya ini bagi masyarakat
umum, maka dapat membantu dan menambah dana untuk biaya pemeliharaan dan perawatan buaya-buaya tersebut. Sampai saat ini belum ada pihak manapun
yang turun tangan dalam menangani upaya pemeliharaan dan perawatan penangkaran buaya. Menurut informasi yang di dapat, penangkaran buaya membutuhkan dana
yang sangat tinggi untuk memenuhi kebutuhan makanan buaya setiap hari. Setiap harinya buaya membutuhkan 1 ton ayam mati atau berkisar Rp. 500.000,- hari.
Sampai saat ini, penangkaran buaya Asam Kumbang kurang diminati oleh wisatawan karena kondisi yang semakin lama semakin pengelola baik itu dari Pemko Medan,
pemerintah daerah, dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata kota Medan.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian yang membahas tentang penangkaran buaya ini, sudah pernah dilakukan oleh peneliti terdahulu yaitu Tri Rahayu Ningsih, tahun 2007 dengan judul
Prospek Perkembangan Peternakan Buaya Asam Kumbang Sebagai Objek Wisata di Kota Medan. Peneliti membahas tentang daya tarik peternakan buaya dan arus
kunjungan wisata ke peternakan buaya Asam Kumbang. Dari uraian-uraian di atas dan penelitian terdahulu, pada kesempatan
ini penulis mengkaji penangkaran buaya Asam Kumbang dari sisi potensi pengembangannya. Adapun judul penelitian kertas karya ini adalah
“Prospek Perkembangan Peternakan Buaya Asam Kumbang Sebagai Objek Wisata Kota Medan”.
1.2 Pembatasan Masalah