Populasi larva dan banyaknya lubang gerek Xystrocera festiva Pascoe pada berbagai umur tegakan sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen

(1)

POPULASI LARVA DAN BANYAKNYA LUBANG GEREK

Xystrocera festiva Pascoe PADA BERBAGAI UMUR TEGAKAN

SENGON (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen)

Oleh :

ANGGRIO PRISANDA

E14202008

PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006


(2)

SENGON (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen)

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

Oleh: Anggrio Prisanda

E14202008

PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006


(3)

Judul : POPULASI LARVA DAN BANYAKNYA LUBANG GEREK Xystrocera festiva Pascoe PADA BERBAGAI UMUR TEGAKAN SENGON (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen).

Nama : Anggrio Prisanda

Nomor pokok : E14202008

Menyetujui, Dosen Pembimbing

(Ir. Endang A. Husaeni) NIP : 130.338.569

Mengetahui, Dekan Fakultas Kehutanan

(Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, M. For Sc) NIP : 131.430.799


(4)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 2

C. Manfaat Penelitian ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Paraserianthes falcataria (L) Nielsen ... 4

B. Tinjauan Tentang Xystrocera festiva Pascoe ... 7

III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Penelitian... 13

B. Topografi dan Jenis Tanah ... 14

C. Iklim ... 15

D. Pengelolaan dan Pemeliharaan Tegakan ... 15

IV. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu ... 17

B. Bahan dan Alat ... 17

C. Metode Penelitian ... 17

D. Analisis Data ... 19

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil ... 21

1. Jumlah Larva dan Lubang Gerek Xystrocera festiva ... 21

2. Hubungan Antara Jumlah Larva dan Lubang Gerek Xystrocera festiva Per Pohon dan Per Hektar Dengan Umur Tegakan Sengon. ... 22

B. Pembahasan... ... 23

1. Serangan Xystrocera festiva pada Tegakan Sengon Umur 3 Tahun. ... 23

2. Serangan Xystrocera festiva pada Tegakan Sengon Umur 4 Tahun.. ... 24

3. Serangan Xystrocera festiva pada Tegakan Sengon Umur 5 Tahun.. ... 26

4. Serangan Xystrocera festiva pada Tegakan Sengon Umur 6 Tahun... ... 28

5. Serangan Xystrocera festiva pada Tegakan Sengon Umur 7 Tahun.. ... 29

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 32

VII. DAFTAR PUSTAKA ... 33


(5)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. Luas Kawasan Hutan BKPH Pare ... 13 2. Peruntukan Lahan di Kawasan Hutan RPH Pandantoyo, BKPH Pare,

KPH Kediri. ... 14 3. Petak Tanaman Sengon Umur 3-7 Tahun yang Digunakan

Dalam Penelitian ... 17 4. Jumlah Pohon Sengon Berdasarkan Kondisi Serangan Larva dan


(6)

1. Jumlah Pohon Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen)

Berdasarkan Kondisi Serangan Pada Tegakan Umur 3 tahun ... 35

2. Jumlah Pohon Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) Berdasarkan Kondisi Serangan Pada Tegakan Umur 4 tahun ... 35

3. Jumlah Pohon Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) Berdasarkan Kondisi Serangan Pada Tegakan Umur 5 tahun ... 36

4. Jumlah Pohon Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) Berdasarkan Kondisi Serangan Pada Tegakan Umur 6 tahun ... 36

5. Jumlah Pohon Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) Berdasarkan Kondisi Serangan Pada Tegakan Umur 7 tahun ... 37

6. Jumlah Larva Pada Tegakan Sengon Umur 3 Tahun ... 38

7. Jumlah Lubang Gerek Pada Tegakan Sengon Umur 3 Tahun ... 38

8. Jumlah Larva Pada Tegakan Sengon Umur 4 Tahun ... 38

9. Jumlah Lubang Gerek Pada Tegakan Sengon Umur 4 Tahun ... 39

10. Jumlah Larva Pada Tegakan Sengon Umur 5 Tahun ... 39

11. Jumlah Lubang Gerek Pada Tegakan Sengon Umur 5 Tahun. ... 40

12. Jumlah Larva Pada Tegakan Sengon Umur 6 Tahun ... 40

13. Jumlah Lubang Gerek Pada Tegakan Sengon Umur 5 Tahun. ... 41

14. Jumlah Larva Pada Tegakan Sengon Umur 5 Tahun ... 41


(7)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1. Hubungan Jumlah Larva dan Lubang Gerek Xystrocera festiva

per Pohon Dengan Umur Tegakan Sengon ... 22 2. Hubungan Jumlah Larva dan Lubang Gerek Xystrocera festiva


(8)

Penulis dilahirkan di Padang, Sumatera Barat pada tanggal 10 Januari 1984 sebagai anak pertama dari dua bersaudara keluarga Bapak Syamarman, SE. dan Ibu Siti Farida.

Jenjang pendidikan penulis dimulai tahun 1988 di TK Angkasa Lanud II, Padang. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SDN Kampung Melayu II, Tangerang pada tahun 1996. Kemudian dilanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTPN 4 Ciputat pada tahun 1999 dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas di SMA Rimba Madya Bogor pada tahun 2002.

Pada tahun 2002 penulis diterima sebagai mahasiswa IPB melalui jalur USMI di Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Selama menempuh kegiatan akademik, penulis telah mengikuti Praktek Pengelolan Hutan di Getas dan Praktek Pengenalan Hutan di jalur Cilacap-Baturaden. Pada bulan Februari-Mei 2006, penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di desa lingkar kampus IPB.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan praktek khusus penelitian tentang

Populasi Larva dan Banyaknya Lubang Gerek Xystrocera festiva Pascoe Pada Berbagai Umur Tegakan Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen)


(9)

KATA PENGANTAR

Xystrocera festiva merupakan hama yang paling merusak pada tegakan sengon. Hama ini meletakkan telurnya secara berkelompok pada kulit batang sengon. Bila menetas, larvanya akan secara bergerombol menyerang kulit batang sengon sebelah dalam dan membuat lubang gerek ke dalam kayu. Tingkat kerusakan pada batang sengon dipengaruhi oleh banyaknya larva dan lubang gerek.

Pada skripsi ini dikemukakan hasil penelitian mengenai banyaknya larva dan lubang gerek Xystrocera festiva per pohon dan per hektar yang terjadi di RPH Pandantoyo BKPH Pare KPH Kediri, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur.

Dengan selesainya skripsi ini, penulis mengucap puji syukur ke hadirat Allah SWT atas berkah, rahmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Papa, Mama, dan adikku Mila atas segala kasih, doa, semangat serta bantuan moral maupun materiel yang senantiasa diberikan.

2. Bapak Ir. Endang Ahmad Husaeni sebagai dosen pembimbing yang telah banyak memberikan pengarahan, bimbingan dan saran hingga selesainya skripsi ini.

3. Perum Perhutani Unit II Jawa Timur yang telah memberikan izin untuk melaksanakan penelitian di RPH Pandantoyo, BKPH Pare, KPH Kediri.

4. Bapak Soebakin, mandor Perhutani RPH Pandantoyo atas bantuannya di lapangan selama pelaksanaan penelitian.

5. Bisuk, Bongkreng, Recak, Buyung dan Marwan atas dukungan dan kerjasamanya.

6. Teman-teman Fakultas Kehutanan IPB, khususnya Program Studi Budidaya Hutan Angkatan ’39 yang telah memberikan kenangan terindah selama masa kuliah.

7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas kerjasama dan bantuannya.


(10)

Bogor, Oktober 2006


(11)

ABSTRAK

Anggrio Prisanda. Populasi Larva dan Banyaknya Lubang Gerek Xystrocera festiva Pascoe pada Berbagai Umur Tegakan Sengon (Paraserianthes falcataria

(L) Nielsen), di bawah bimbingan Ir. Endang Ahmad Husaeni

Salah satu spesies pohon andalan adalah Paraserianthes falcataria atau sengon. Masalah yang paling umum dihadapi dalam pengusahaan hutan tanaman sengon adalah serangan hama penggerek batang Xystrocera festiva atau dikenal juga dengan nama boktor sengon. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui populasi larva Xystrocera festiva dan banyaknya lubang gerek per pohon dan per hektar pada berbagai umur tegakan sengon. Data jumlah larva dan lubang gerek

Xystrocera festiva ini dapat dimanfaatkan dalam pengendalian hama.

Penelitian ini dilaksanakan di RPH Pandantoyo BKPH Pare KPH Kediri. Penelitian ini dilakukan dari bulan Mei-Juni 2006. bahan dan alat yang digunakan adalah alkoholl 70%, kompas, meteran, haga, tangga, taly sheet dan kamera. Jumlah larva dan lubang gerek per petak ukur pada setiap umur tegakan sengon dihitung. Perhitungan jumlah larva dan jumlah lubang gerek per petak ukur bertujuan untuk mengetahui jumlah larva dan lubang gerek pada masing-masing petak tanaman setiap umur tegakan sengon yang diamati.

Jumlah larva / ha berturut-turut pada tegakan sengon umur 3, 4, 5, 6 dan 7 tahun adalah 237.5; 358.7; 391; 210.9; 215. Dan jumlah larva / pohon berturut-turut pada tegakan sengon umur 3, 4, 5, 6 dan 7 tahun adalah 13.6; 35.9; 23; 15.5; 17.2. Dan jumlah lubang gerek / pohon berturut-turut pada tegakan sengon umur 3, 4, 5, 6 dan 7 tahun adalah 9; 27.6; 15.7; 17.4; 14.8. Dan jumlah lubang gerek / ha berturut-turut pada tegakan sengon umur 3, 4, 5, 6 dan 7 tahun adalah 235; 448.7; 736; 570; 370.


(12)

A. Latar Belakang

Hutan merupakan salah satu aset yang memiliki fungsi, manfaat dan kontribusi yang sangat besar bagi kehidupan manusia. Hutan bisa menghasilkan produk dalam bentuk kayu maupun non kayu. Bagi manusia, produk-produk ini dieksplorasi dan dikelola secara lestari demi memenuhi kebutuhan hidupnya.

Hutan di Indonesia selain memberikan potensi alam yang besar bagi pembangunan nasional namun juga dituntut untuk tetap lestari. Hasil hutan yang dieksploitasi secara besar-besaran ialah kayu. Kebutuhan kayu bagi kelangsungan hidup manusia sangat tinggi. Padahal, bila penebangan dilakukan terus menerus maka laju permudaan hutan akan lebih lambat bila dibandingkan laju penebangan. Salah satu solusi yang telah ditetapkan sejak zaman orde baru ialah pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI). Pembangunan HTI ditujukan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia terutama kebutuhan kayu dan juga untuk upaya menjamin kelestarian hutan. HTI biasanya dibangun pada lahan-lahan kritis, sehingga dapat memanfaatkan lahan-lahan yang tadinya belum terolah karena kondisi fisik, biologi, dan kimia tanah yang kritis, juga pada lahan-lahan marginal, padang alang-alang dan lain-lain.

Pemilihan jenis pohon pada lahan HTI harus dilakukan dan diperhatikan dengan benar. Dengan kata lain suatu jenis pohon akan terpilih apabila memenuhi pertimbangan ekologi, ekonomi dan faktor-faktor lain yang dapat memberikan hasil yang diinginkan, seperti daur hidupnya singkat, kisaran tumbuh luas,dan lain-lain. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas, maka salah satu jenis pohon yang bisa memenuhi syarat ialah sengon (Paraserianthes falcataria). Sengon merupakan jenis pohon yang daur hidupnya cukup singkat bisa bermanfaat dalam banyak hal seperti untuk industri pulp dan kertas, papan partikel, papan serat, sumber bahan baku untuk kontruksi bangunan, dan bisa juga sebagai kayu bakar (Anonim, 2006). Jenis sengon kini mulai dimanfaatkan dan dianjurkan sehingga banyak HTI yang menanam jenis ini.


(13)

2

Serangan hama merupakan salah satu permasalahan umum yang sering menyerang HTI. Untuk HTI sengon, serangan hama yang sering dilaporkan ialah hama penggerek batang Xystrocera festiva Pascoe. (Coleoptera; Cerambycide). Serangan ini menimbulkan kerugian paling besar pada tegakan sengon. Hama ini banyak dikenal dengan boktor sengon, wowolan, atau uter-uter. Setelah melakukan perkawinan kumbang betinanya akan melakukan peletakan telur secara berkelompok dan jumlah telur bisa mencapai sekitar 169 butir (Matsumoto dan Irianto, 1998).

Berdasarkan tahap-tahap hidup dari telur sampai imago, maka fase larva merupakan yang paling merusak yaitu memakan kulit bagian dalam dan bagian luar dari kayu gubal, membentuk saluran-saluran sedalam 0.5 mm dan ketika akan jadi pupa, akan menggerek ke dalam kayu dan membelok ke atas. Besarnya kerusakan yang ditimbulkan diperngaruhi oleh banyaknya larva yang ada dalam setiap pohon atau dalam satuan per hektar. Oleh karena itu, populasi larva dalam tegakan perlu untuk diketahui. Dari hasil pengamatan di lapangan ternyata hanya ada satu larva dalam satu lubang gerek. Lubang-lubang gerek tersebut menimbulkan permasalahan dari segi biologi dan fisiologi pohon dan kerugian ekonomis.

Sehubungan dengan kerugian-kerugian tersebut, maka pengukuran jumlah larva dan jumlah lubang gerek pada berbagai umur tegakan sengon perlu dilakukan. Kegiatan ini akan memberikan output data seperti jumlah lubang gerek dan larva pada berbagai umur di tegakan sengon yang dapat memberikan informasi baru mengenai umur sengon yang mendapat serangan hama yang paling besar sehingga pada umur tersebut dapat ditentukan pengendalian yang paling tepat dengan memperhatikan kondisi lingkungan dan kondisi pohon yang terserang tersebut.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui populasi larva Xystrocera festiva Pascoe dan banyaknya lubang gerek per pohon dan per hektar pada berbagai umur tegakan sengon.


(14)

C. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan informasi mengenai data jumlah larva dan lubang gerek Xystrocera festiva yang dalam pengendalian hama tersebut misalnya; dengan menggunakan insektisida, dapat ditentukan dosis insektisida per pohon atau per hektar. Untuk pengendalian hayati dengan menggunakan predator, dapat ditentukan berapa banyak predator yang harus dilepas pada setiap hektar tegakan.


(15)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan umum Paraserianthes falcataria (L) Nielsen 1. Deskripsi Botanis

Paraserianthes falcataria merupakan jenis pohon yang tergolong dalam famili Fabaceae. Pada umumnya, di Indonesia dikenal dengan nama sengon. Nama daerah dari sengon ialah sengon laut (Jawa Timur dan Jawa Tengah), jeunjing (Jawa Barat), jing laut (Madura) (Alrasjid, 1973).

Pohon sengon dapat mencapai tinggi 40 m dengan batang bebas cabang antara 10-30 m. Diameternya bisa mencapai 80 cm. Kulit luar berwarna putih kelabu, tidak berbanir, tidak mengelupas dan tidak beralur (Martawijaya et. al., 1989).

Menurut Atmosuseno (1998), tajuk pohon sengon berbentuk perisai, agak jarang dan selalu hijau. Tajuk yang jarang memungkinkan sejumlah jenis tumbuhan bawah dapat tumbuh dengan baik di bawahnya.

Pohon sengon berdaun majemuk menyirip ganda, tangkai daun atau tangkai poros utama dengan satu atau lebih kelenjar dan anak daun kecil (Ditjen Kehutanan, 1976). Warna daun sengon hijau pupus, berfungsi untuk memasak makanan dan sekaligus sebagai penyerap karbon dioksida dari udara bebas (Anonim, 2006).

Pohon sengon berbunga sepanjang tahun. Bunganya tersusun dalam bentuk malai dengan ukuran daun mahkota kecil, sekitar 0,5-1 cm, dan bunganya berwarna putih kekuningan dan sedikit berbulu. Setiap kuntum bunga terdiri dari bunga jantan dan bunga betina, cara penyerbukannya dibantu oleh angin atau serangga (Anonim, 2006). Masa puncak pembuahan terjadi antara bulan Juni-November. Buah sengon berbentuk polong, pipih, tipis, dan panjangnya sekitar 6-12 cm. Setiap polong buah berisi 15-30 biji. Bentuk biji mirip perisai kecil dan jika sudah tua biji akan berwarna coklat kehitaman,agak keras, dan berlilin. Jumlah benih sengon/kg sekitar 40.000-55.000 atau 36.000 biji/liter. Daya kecambahnya ialah 80%. (Atmosuseno, 1998 dan Anonim, 2006).


(16)

Sengon merupakan jenis pohon yang tumbuh secara alami di daerah Maluku, Irian Jaya, Papua New Guinea dan Kepulauan Solomon, juga terdapat di Sulawesi Selatan. Sengon sudah tersebar sampai ke Serawak, Brunai, Kepong, Sri Lanka, India dan saat ini penyebarannya juga sudah sampai di Afrika. Sengon mulai masuk ke Pulau Jawa sekitar tahun 1871 (Alrasjid, 1973).

Ketinggian tempat tumbuh yang optimal untuk pohon sengon antara 0-800 m di atas permukaan laut. Walapun demikian pohon sengon ini masih dapat tumbuh sampai ketinggian 1.500 m di atas permukaan laut. Sengon termasuk jenis tanaman tropis, sehingga untuk tumbuhnya memerlukan suhu sekitar 18°-27°C. Pohon sengon membutuhkan batas curah hujan minimum yang sesuai, yaitu 15 hari hujan dalam 4 bulan terkering, namun juga tidak terlalu basah, dan memiliki curah hujan tahunan yang berkisar antara 2.000-4.000 mm. Pohon sengon membutuhkan kelembaban udara sekitar 50%-75% (Anonim, 2006).

Sengon dapat tumbuh pada tanah yang tidak subur dan agak sarang, tanah kering maupun becek dan agak asin. Iklim yang paling optimal bagi pertumbuhan sengon ialah iklim basah sampai agak kering (Martawijaya et. al., 1989). Selain itu, sengon lebih menyukai topografi yang relatif datar walaupun pada keadaan tertentu dapat ditanam pada areal bergelombang dan miring dengan persentase kemiringan 25% (Prihmantoro, 1991).

3. Penanaman dan Pemeliharaan

Menurut Pradjadinata dan Masano (1989), penanaman dilakukan setelah hujan lebat turun pada musim penghujan, pada umumnya dalam bulan Oktober-Januari, karena bibit yang baru ditanam menghendaki banyak air dan udara lembab. Jenis kegiatan penanaman yang dilakukan berupa pembuatan dan pemasangan ajir tanam dari bahan bambu atau kayu dengan ukuran, panjang 0,5-1 m, lebar 1-1,5 cm. Pemasangan ajir dimaksudkan untuk memberikan tanda dimana bibit harus ditanam. Dengan demikian pemasangan ajir tersebut harus sesuai dengan jarak tanam yang digunakan yaitu 3x1 meter atau 3x2 meter (Anonim, 2006). Untuk menghindari serangan hama boktor dibuat jarak tanam 3x3 meter atau 4x3 meter. Sistem tumpang sari yang diterapkan di wilayah Kediri ialah sistem tumpang sari dengan tanaman nanas (Anonim, 2000).


(17)

6

Kegiatan pemeliharaan yang sangat penting adalah tindakan penyiangan. Tindakan ini dilakukan untuk membebaskan tanaman pokok dari tanaman pengganggu dengan cara membersihkan gulma yang tumbuh liar di sekeliling tanaman, agar kemampuan kerja akar dalam menyerap unsur hara dapat berjalan secara optimal (Anonim, 2006). Penyiangan dilakukan 2-3 kali setahun sampai tanaman berumur 2 tahun. Pada tanaman yang berumur 3-4 tahun, kegiatan penyiangan dapat dilakukan 1 kali tiap tahun (Pradjadinata dan Masano, 1989).

Penjarangan dilakukan untuk memberikan ruang tumbuh yang lebih leluasa bagi pohon sengon pada tegakan (Anonim, 2006). Penjarangan dimulai sejak tanaman berumur 3 tahun, dan dilakukan setiap tahun. Setelah mencapai umur 10 tahun, penjarangan dilakukan 3 tahun sekali (Pradjadinata dan Masano, 1989).

4. Riap dan Daur

Pohon sengon merupakan pohon yang tumbuh dengan cepat dan mudah beradaptasi dengan berbagai lingkungan. Pada umur 3 tahun tanaman ini dapat mencapai tinggi 15 meter, dengan diameter batang 11 cm (Dephut, 1990).

Alrasjid (1973), mengemukakan bahwa tegakan sengon dapat mencapai riap sebesar 37,4 m3 per hektar per tahun sedangkan daur untuk sengon yang paling baik adalah sekitar 15 tahun, akan tetapi daur pada pohon sengon milik rakyat dapat dikatakan tidak pasti dan biasanya ditentukan menurut maksud dari penggunaan kayunya. Penebangan pohon di pekarangan dan kebun milik rakyat dilakukan pada umur 5-8 tahun, sedangkan di tegalan pada umur 6-12 tahun.

Pohon sengon tidak lama hidupnya, pada umur 6-10 tahun sudah banyak yang mati kerena serangan hama penggerek batang Xystrocera festiva yang hebat. Pada tanah yang kurang subur, pohon ini jarang yang mencapai umur 20 tahun dan pada umumnya mati pada umur 17 tahun, sedangkan pada tanah yang subur sengon dapat mencapai umur 20-25 tahun. Untuk kayu gergajian ditetapkan daur 15 tahun (Ditjen Kehutanan, 1976).


(18)

Pohon sengon merupakan pohon yang serba guna. Dari mulai daun hingga perakarannya dapat dimanfaatkan untuk beragam keperluan. Daun sengon dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak yang sangat baik dan mengandung protein tinggi. Akarnya dapat membuat tanah di sekitarnya menjadi lebih subur karena sistem perakaran sengon banyak mengandung nodul akar sebagai hasil simbiosis dengan bakteri Rhizobium. Keberadaan nodul akar dapat membantu porositas tanah dan penyediaan unsur nitrogen dalam tanah (Anonim, 2006).

Kayu sengon dapat dimanfaatkan untuk industri kayu pertukangan dan peti kemas (Atmosuseno, 1998). Selain itu, sengon banyak digunakan oleh penduduk di daerah Jawa Barat sebagai bahan baku kayu untuk membuat perumahan, papan serat, papan partikel dan juga kayu bakar (Martawijaya et al, 1989).

B. Tinjauan umum Xystrocera festiva Pascoe 1. Klasifikasi Serangga

Hama utama tegakan sengon ini merupakan hama penggerek kulit dan batang, termasuk ke dalam :

Ordo : Coleoptera

Famili : Cerambycidae Genus : Xystrocera

Spesies : Xystrocera festiva

Nama daerah : Boktor sengon, Wowolan, Uter-uter

2. Daerah penyebaran, pohon inang dan populasi

Survei yang dilakukan pada awal tahun 60-an menunjukkan bahwa hama ini telah tersebar di seluruh tegakan sengon di Pulau Jawa, mulai dari dataran rendah sampai ketinggian ±1000 meter dpl, di daerah berilkim basah maupun kering (Notoatmodjo, 1963). Di luar Pulau Jawa, hama ini terdapat di Pulau Kalimantan dan Sumatera. Hama ini juga menyerang sengon di Malaysia dan Filipina. Di Indonesia bagian timur, yaitu di Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya serta Kepulauan Nusa Tenggara belum ditemukan adanya serangan boktor pada tanaman sengon.


(19)

8

Pohon inang yang biasa diserang ialah Sengon, pohon inang lainnya ialah :

Albizia chinensis, Albizia lebbeck, Albizia sumatrana dan Pithecolobium jiringa,

dll(Husaeni, 2001).

Menurut Tarumingkeng (1992), populasi adalah sehimpunan individu atau kelompok individu suatu jenis makhluk hidup yang tergolong dalam satu spesies (atau kelompok lain yang dapat melangsungkan interaksi genetik dengan jenis yang bersangkutan), dan pada suatu waktu tertentu menghuni suatu wilayah atau tata ruang tertentu. Adapun sifat-sifat khas yang dimiliki oleh suatu populasi adalah kerapatan (densitas), laju kelahiran (natalitas), laju kematian (mortalitas), sebaran (distribusi) umur, potensi biotik, sifat genetik, perilaku dan pemencaran (dispersi).

3. Morfologi, Biologi dan Siklus Hidup Serangga.

Telur berbentuk lonjong berukuran 2x1 mm, mula-mula berwarna hijau-kuning dan setelah tua, warnanya hijau-kuning dan keras. Telur diletakkan mengelompok, satu sama lain dilekatkan oleh perekat yang tidak berwarna. Kelompok-kelompok telur biasanya terdapat pada bekas patahan cabang atau retakan-retakan kulit bekas serangan (Natawiria, 1973). Menurut Suharti et. al.

(1993), letak telur dengan yang lain berkelompok dengan jumlah sekitar 41-237 butir. Stadium telur adalah 28-32 hari dengan rata-rata 30 hari

Larva yang baru menetas berbentuk silindris, berwarna putih kotor, kekuning-kuningan. Larva dewasa mempunyai panjang sampai 5,2 cm. Larva yang baru menetas secara berkelompok menggerek kulit batang hingga akhirnya mencapai bagian kayu. Serangan awal ditandai dengan terjadinya perubahan pada warna kulit batang dari putih keabuan menjadi merah kecoklatan. Warna tersebut disebabkan oleh adanya serbuk gerek yang berasal dari kulit batang. Sebagian besar kehidupan larva berlangsung pada kayu gubal.

Pupa berwarna putih kekuning-kuningan dengan ukuran 30x10 mm. Kumbang X. festiva aktif pada waktu senja. Di laboratorium Entomologi Pusat Litbang Hutan Bogor, kumbang keluar mulai pukul 18.00 sedangkan di Malang kumbang keluar mulai pukul 16.00. Kumbang berwarna coklat kekuning-kuningan agak mengkilap, di bagian pinggir dari elytra dan sekeliling pronotum


(20)

terdapat garis lebar yang berwarna hijau kebiruan yang mengkilap. Menurut Notoatmodjo (1963) waktu perkawinan dan bertelur terjadi beberapa jam setelah kumbang keluar. Waktu bertelur hanya terjadi dalam satu hari dan kebanyakan kumbang hanya bertelur sampai 2 kali dalam waktu 2-8 hari. Umur kumbang betina rata-rata 2-5 hari dan kumbang jantan rata-rata 7 hari. Siklus hidup

X. festiva lebih kurang 6 bulan (Natawiria, 1973).

Kumbang boktor tidak dapat terbang jauh, satu kali terbang hanya mencapai jarak 3-4 m, dengan ketinggian terbang 0,5-1 m tetapi kadang-kadang mencapai 2 m. Untuk mencapai jarak yang jauh ia harus terbang beberapa kali. Penyebaran ke tempat yang lebih jauh dibantu oleh tiupan angin. Oleh karena itu, serangan hama ini pada pohon sengon terjadi pada pohon-pohon yang tumbuh berdekatan dan kadang-kadang satu pohon mendapat serangan beberapa kali (Natawiria, 1973).

4. Cara Penyerangan dan Aspek-Aspek Serangan

Fase hidup Xystrocera festiva yang paling merusak ialah fase larva. Larva-larva yang baru menetas akan segera memakan kulit bagian dalam dan bagian luar dari kayu gubal, membentuk saluran-saluran sedalam 0,5 mm ke arah bawah batang. Saluran gerek ini seluruhnya tertutup oleh ekskremen yang dihasilkan larva. Saluran gerek ini biasanya saling berhubungan (continue) dan arahnya tidak beraturan, biasanya vertikal. Semakin ke arah bawah saluran gerek ini semakin melebar karena ukuran larva yang memakannya semakin besar. Dari bagian batang yang rusak akan keluar cairan berwarna coklat atau hitam. Setiap saluran dicirikan oleh adanya suatu lubang dan serbuk gerek pada permukaan kulit; banyak serbuk gerek bervariasi tergantung pada umur dan banyaknya larva yang hidup bersama di dalam kulit. Serbuk gerek yang menempel pada permukaan kulit atau yang jatuh ke lantai hutan sering digunakan sebagai petunjuk adanya serangan hama ini (Husaeni, 2001).

Pada saat larva menjadi pupa, ia akan membuat lubang gerek ke dalam kayu gubal kemudian membelok keatas. Bentuk lubang gereknya oval berukuran 0.75-1,33 cm, dalamnya mencapai 20 cm. Larva akan berkepompong di ujung


(21)

10

lubang gerek, kepala menghadap ke arah bawah. Pupa dilindungi oleh lapisan kerak kapur (Kalsium karbonat) (Husaeni,2001).

Kumbang yang baru terbentuk akan keluar dari lubang gerek dengan cara menerobos kerak kapur, menuju ujung bawah lubang gerek kemudian melubangi kulit batang yang tidak dimakan larvanya (Husaeni,2001).

Serangan Xystrocera festiva pada tegakan sengon sudah terjadi sejak tegakan berumur 3 tahun, yaitu pada saat diameter batang sekitar 10-12 cm dan tinggi pohon mencapai 16 m. Letak serangan pada pohon adalah mulai dari pangkal batang sampai ketinggian lebih dari 10 m.

Kerusakan yang ditimbulkan oleh larva ialah kerusakan kulit bagian dalam dan kayu gubal pohon inang. Akibatnya kulit akan mati, terkelupas dan jatuh. Bila tidak terjadi serangan berikutnya pertumbuhan pohon yang cepat akan dapat menyembuhkan luka-luka tersebut, dengan cara pembentukan kalus. Akan tetapi perusakan oleh hama ini sering terjadi berulang-ulang untuk beberapa tahun, sehingga banyak pohon yang mati atau patah. Kerusakan tersebut akan menurunkan volume dan kualitas kayu pertukangan yang dihasilkan (Husaeni, 2001).

5. Pengendalian.

a. Pengendalian secara fisik/mekanis.

Notoatmodjo (1963) menganjurkan pengendalian boktor secara mekanis dengan sistim ’tebang-sakit’ dan cara pengeletekan (penyesetan) kulit batang pada tanaman yang terserang. Cara ini telah dicoba di Gerbo, Malang Utara. Cara tersebut adalah sebagai berikut :

• Menebang/membuang semua pohon yang terserang sambil membinasakan hama yang terdapat di pohon tersebut.

• Bagi serangan awal di mana larva masih berada di bawah kulit kayu dapat dilakukan dengan pengeletekan kulit dan membinasakan semua larvanya.

• Melakukan pemeriksaan secara rutin dan intensif dalam jangka waktu disesuaikan dengan keadaan untuk menjaga kemungkinan adanya infeksi baru


(22)

b. Pengendalian Secara Kimiawi (Insektisida).

Pengendalian X. festiva secara kimiawi selain biayanya mahal, secara teknis juga sukar untuk dilaksanakan. Nurhayati (2001), pernah mencoba menggunakan jenis insektisida sistemik yaitu Perfekthion 400 EC pada berbagai tingkat konsentrasi dengan cara menyemprotkan insektisida pada permukaan pohon yang terserang X. festiva. Tingkat konsentrasi yang digunakan yaitu 0 cc/l (kontrol), 2 cc/l, 4 cc/l, 6 cc/l, 8 cc/l dan 10 cc/l. Peningkatan konsentrasi Perfekthion dapat mengakibatkan efikasi (tingkat keampuhan) yang semakin tinggi dalam mematikan larva boktor sengon. Menurut Nurhayati (2001), berdasarkan tingkat keampuhan (efikasi) insektisida Perfekthion 400 EC pada selang waktu 3 minggu setelah penyemprotan, terlihat bahwa konsentrasi insektisida yang sudah cukup efektif untuk pengendalian hama boktor sengon adalah 6 cc/l.

Insektisida lain yang telah dicoba untuk memeberantas boktor sengon adalah Dimecron 100 yang merupakan salah satu insektisida sistemik. Setiap pohon yang terserang disemprot dengan Dimecron 100 berkonsentrasi 0.5% dengan dosis 75 cc cairan semprot per pohon. Ternyata insektisida ini dapat mematikan larva yang berumur sampai 2 bulan tetapi tidak dapat mematikan larva yang berumur lebih tua dan larva-larva yang telah menggerek ke dalam kayu gubal (Sidabutar dan Natawiria, 1973 dalam Husaeni, 2001).

c. Pengendalian secara biologis.

Pengendalian secara biologis yaitu usaha pengendalian dengan memanfaatkan musuh alami dari hama tersebut yang tersedia di lapangan. Pengendalian secara biologi yang telah dikaji keampuhannya adalah dengan menggunakan parasitoid telur boktor dan jamur patogen larva.

1). Pelepasan parasitoid telur

Serangga parasitoid yang menyerang telur boktor sengon adalah Anagyrus

sp. dan secara alami biasa memarasit kelompok telur boktor sengon dengan tingkat serangan (tingkat parasitisasi) rata-rata 20%. Setelah tegakan sengon yang diserang hama boktor dilepasi parasitoid telur sebanyak ± 5000 ekor, ternyata dari setiap kelompok telur boktor, rata-rata 45 % terserang parasitoid, 21% tidak menetas dan hanya 34% yang menetas menjadi larva. Oleh karena


(23)

12

itu, pelepasan parasitoid telur cukup berpengaruh dalam mengendalikan serangan hama boktor dengan cara mengurangi jumlah larva yang menetas (Husaeni dan Kasno, 1997).

2). Penyemprotan dengan jamur patogen

Pengendalian larva boktor sengon bisa dilakukan dengan cara penyemprotan jamur patogen, salah satu jamur yang digunakan ialah

Beauveria bassiana. Penyemprotan sebaiknya dilakukan pada saat serangan hama pada tahap awal karena larva boktor masih muda dan berukuran kecil. Penggunaan jamur Beauveria bassiana dalam bentuk suspensi (200 gram/6 liter air atau 200 gram/8 liter air) dapat mematikan semua anggota koloni larva boktor pada tegakan sengon sampai mencapai 95% (Suharti et. al., 1998)

BioMeteor adalah bioinsektisida berbahan aktif jamur Metharhizium anisopliae. BioMeteor sangat efektif untuk pengendalian hama tanaman dalam tanah seperti hama boktor tebu (Dorysthenes sp.) dan boktor sengon (Xystrocera festiva) serta hama tanaman lainnya (Anonim, 2006).

Untuk pengendalian hama di dalam tanah digunakan bioMeteor dengan cara ditaburkan dalam dosis 100 kg/ha untuk bentuk tepung, atau 200 kg/ha untuk bentuk butiran. Penggunaan bioMeteor untuk hama tanaman dapat disemprotkan dengan dosis 10 gram/liter air untuk bentuk tepung, dan 20 gram/liter air untuk bentuk butiran (Anonim, 2006).

Keunggulan bioinsektisida Strain Metharhizium anisopliae ialah :

• Strain Metharhizium anisopliae selalu diperbaiki dan disesuaikan dengan hama sasaran

• Produk dikemas khusus sehingga tahan lama dalam penyimpanan

• Mudah diaplikasikan

• Pengendalian mutu produk dilakukan oleh tenaga ahli yang profesional Aman terhadap tanaman dan lingkungan (Anonim, 2006).


(24)

Penelitian ini dilaksanakan di RPH Pandantoyo yang merupakan bagian dari kawasan hutan BKPH Pare, KPH Kediri, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. BKPH Pare terdiri dari 5 RPH yaitu RPH Jatirejo, RPH Kandangan, RPH Manggis, RPH Besowo, dan RPH Pandantoyo. Kawasan hutan BKPH Pare terletak di lereng Gunung Kelud dan Gunung Anjasmoro yang terbagi menjadi 4 blok hutan yaitu :

1. Blok hutan Jumlang, yaitu wilayah RPH Kandangan, yang terletak di lereng Gunung Anjasmoro.

2. Blok hutan Gadungan, yaitu wilayah RPH Manggis dan Jatirejo, yang terletak di lereng Gunung Kelud.

3. Blok hutan Ngancar, yaitu wilayah RPH Pandantoyo, yang terletak di lereng Gunung Kelud.

4. Blok hutan Kelud Luksono, yaitu wilayah RPH Besowo yang terletak di lereng Gunung Kelud.

Luas kawasan hutan BKPH Pare adalah 9167, 70 Ha, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Luas kawasan hutan BKPH Pare, KPH Kediri RPH Luas

(Ha)

Kelas Perusahaan

Kandangan 915 Jati

Besowo 3576,5 Mahoni

Manggis 1447,7 Sengon dan Jabon Jatirejo 1922,6 Sengon dan Jabon

Pandantoyo 1305,9 Sengon

Jumlah 9167.7 -

Sumber : Kantor BKPH Pare, KPH Kediri (Tahun 2005).

Secara administratif, wilayah hutan RPH Pandantoyo berada di Kecamatan Ngancar, Kabupaten DT II Kediri. Ada 4 desa yang berbatasan langsung dengan wilayah hutan RPH Pandantoyo, yaitu :

1. Di sebelah utara berbatasan dengan Desa Babadan 2. Di sebelah barat berbatasan dengan Desa Sugihwaras


(25)

14

3. Di sebelah selatan berbatasan dengan Desa Manggis 4. Di sebelah timur berbatasan dengan Desa Ngancar

Rincian luas kawasan hutan RPH Pandantoyo, BKPH Pare, KPH Kediri, dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Peruntukan Lahan di Kawasan Hutan RPH Pandantoyo, BKPH Pare, KPH Kediri.

Peruntukan Lahan Luas (Ha)

% dari luas keseluruhan RPH Hutan Produksi - Jati - Mahoni - Johar - Acasia - Glericidae - Pinus - Sengon 26.6 39.5 7 6.4 1.5 57.80 1132.80 1.46 2.17 0.38 0.35 0.08 3.18 62.25 Hutan Lindung 416.30 22.89

LDTI 117 6.43

TBP 14.8 0.81

Jumlah 1305.9 100

Sumber : Kantor BKPH Pare, KPH Kediri (Tahun 2005)

B. Topografi dan Jenis Tanah

Hampir 85% dari luas wilayah RPH Pandantoyo memiliki topografi yang relatif datar dan hanya sebagian yang memiliki topografi bergelombang, dengan kemiringan dibawah 10%. Wilayahnya terletak pada ketinggian 381-561 m dpl.

Jenis tanah di lokasi penelitian memiliki tekstur berpasir sampai lempung berdebu, dari jenis regosol vulkan yang merupakan erupsi gunung, yang kemungkinan berasal dari letusan Gunung Kelud yang berada sekitar 30 km sebelah timur dari lokasi. Struktur tanahnya lepas, remah dan sangat erosip namun mudah dikerjakan.

C. Iklim

Menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Fergusson, tipe iklim di wilayah RPH Pandantoyo dan umumnya di wilayah Kecamatan Ngancar adalah tipe iklim C dengan curah hujan rata-rata 2.000-2.200 mm per tahun. Suhu udara minimum di daerah ini adalah 20ºC dan suhu maksimumnya adalah 32ºC. tingkat kelembaban udara berkisar antara 56-82,5%.


(26)

D. Pengelolaan dan Pemeliharaan Tegakan

Pengelolaan hutan yang dilakukan oleh Perhutani pada kawasan hutan di RPH Pandantoyo ini dilakukan dengan cara membagi areal hutan ke dalam petak-petak dan anak-anak petak-petak. Jenis pohon yang ditanam selain sengon adalah jabon (Antocephalus cadamba), jati (Tectona grandis), Mahoni (Swietenia macrophylla), pinus dan acasia ( Acacia auriculiformis). Berdasarkan Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan tahun 1980, kelas perusahaan yang ditetapkan di wilayah hutan RPH Pandantoyo adalah sengon dan jabon. Pohon mahoni digunakan sebagai tanaman campuran dengan sengon, sedangkan jabon dan jati ditanam dalam petak-petak tersendiri.

Di RPH Pandantoyo pembuatan tanaman dilaksanakan dengan sistem tumpang sari yang melibatkan penduduk di sekitar wilayah hutan. Masyarakat sekitar hutan menanami berbagai jenis tanaman palawija, yaitu jagung, nanas, dan cabe. Setiap pesanggem berhak menggarap lahan seluas 0,15 Ha hingga 0,25 Ha dan berkewajiban memelihara tanaman sengon sampai masa kontrak yang ditetapkan berakhir. Penyiangan dilakukan sampai tanaman sengon berumur 2 tahun, dilakukan 2-3 kali oleh para pesanggem.

Komposisi tanaman tumpang sari di RPH Pandantoyo : a. Tanaman pokok : Sengon, jarak tanam 3x2 meter b. Tanaman pertanian : Lombok, jagung, dan nanas c. Tanaman sela : Flemingia

d. Tanaman tepi : Mindi e. Tanaman pagar : Secang

Penjarangan mulai dilakukan pada umur tanaman 3 tahun dan dilakukan setahun sekali hingga berumur 6 tahun. Penjarangan dilakukan dengan cara menebang pohon-pohon sengon yang pertumbuhannya kurang bagus, tertekan, atau mengalami serangan hama dan penyakit. Menurut UU No. 22 Tahun 1999, pemerintah daerah berhak untuk mengelola dan mengatur sumber daya daerahnya masing-masing termasuk di dalamnya pengelolaan hutan. Sesuai dengan keputusan pemerintah daerah Kabupaten Kediri, sejak tahun 2002 di RPH Pandantoyo tidak lagi dilakukan kegiatan penjarangan.


(27)

IV. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi

Penelitian ini dilaksanakan pada tegakan sengon di Resor Pemangkuan Hutan (RPH) Pandantoyo, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Pare, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Kediri, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur, dari bulan Mei-Juni 2006. Petak tanaman sengon yang digunakan dalam penelitian ini dapat di lihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Petak tanaman sengon umur 3-7 tahun yang digunakan dalam penelitian

Tahun Tanam

Umur Tanaman

(tahun)

Petak tanam/Anak

Petak

Luas Petak

(ha) Bonita

Jumlah Petak Contoh (0,1 ha) 2003 3 128C 4 II 4 2002 4 129D 8.6 II 8 2001 5 106B 9.7 II 10

2000 6 106C 11.4 II 11

1999 7 106A 4 II 4 B. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alkohol 70%, sedangkan alat yang dipergunakan adalah kompas, meteran, pita ukur, tambang, tali raffia, golok, haga, tangga, tabung film, tally sheet, alat tulis, kamera, binokuler, dan komputer beserta perlengkapannya.

C. Metode Penelitian

1. Data dan Informasi yang Diperlukan

Data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari diameter setinggi dada, tinggi total pohon, tinggi bebas cabang, jumlah larva dan lubang gerek X. festiva. Data tersebut diperoleh melalui pengukuran dan pengamatan di lapangan. Data lain diperoleh dengan mempelajari arsip-arsip yang ada di RPH Pandantoyo dan KPH Kediri, yang mencakup keadaan umum lokasi penelitian yang meliputi letak dan keadaan fisik lingkungan lokasi penelitian.


(28)

2. Teknik Penarikan Contoh

Pada setiap umur tegakan sengon dibuat sejumlah petak contoh berbentuk lingkaran diletakkan secara sistematik. Luas setiap petak contoh yang dibuat adalah 0,1 hektar (jari-jari sebesar 17,8 m).

Secara sistematis kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut :

a). Menentukan petak tanaman sengon berdasarkan umurnya yaitu umur 3, 4, 5, 6 dan 7 tahun. Jika terdapat lebih dari 1 petak tanaman yang mempunyai umur yang sama, maka pemilihan petak tanaman yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pertimbangan sebagai berikut :

1). Dipilih petak tanaman yang dalam pengamatan lapangan secara umum mendapat serangan terberat dibandingkan petak tanaman lain pada umur yang sama.

2). Dipilih petak tanaman yang sedang tidak dilakukan penjarangan.

b). Menentukan jumlah petak contoh yang dibuat dengan menggunakan intensitas sampling sebesar 10% pada masing-masing umur tegakan sengon. Jarak antar petak contoh sebesar 100 m. Berdasarkan intensitas sampling yang ditetapkan maka jumlah petak contoh dalam setiap petak tanaman adalah sebagai berikut:

n = N x IS ; dimana N =

0,1 Ha L

Keterangan : N = Jumlah petak ukur pada setiap petak/anak petak n = Jumlah petak ukur yang diambil

IS = Intensitas Sampling

L = Luas petak atau anak petak Pada setiap petak contoh dilakukan hal-hal sebagai berikut: 1). Menghitung populasi pohon dalam petak contoh 2). Menghitung banyaknya pohon yang terserang.

3). Melakukan penghitungan jumlah lubang gerek dan larva Xystrocera festiva pada semua pohon sengon yang terserang pada petak contoh yang telah dibuat.

4). Menghitung banyaknya larva pada setiap pohon terserang di dalam petak contoh.


(29)

19

Perhitungan jumlah larva dan lubang gerek Xystrocera festiva dilakukan dengan cara menyeset kulit batang pohon sengon, sehingga larva dan lubang gerek dapat dilihat dan dihitung. Di dalam perhitungan jumlah larva dan lubang gerek Xystrocera festiva terdapat serangan gagal dan serangan yang tidak dihitung. Serangan gagal adalah pada batang pohon sengon terjadi serangan boktor sengon, namun belum ditemukan adanya lubang gerek pada batang dan tidak ditemukan adanya larva Xystrocera festiva yang membuat lubang gerek pada kayu gubal. Serangan yang tidak dihitung adalah serangan boktor sengon yang tidak terjangkau untuk diamati karena letak serangan yang cukup tinggi sehingga berbahaya untuk dipanjat dan diseset kulit batangnya.

D. Analisis Data

Jumlah larva dan lubang gerek per petak ukur pada setiap umur tegakan sengon dihitung. Perhitungan jumlah larva dan jumlah lubang gerek per petak ukur bertujuan untuk mengetahui jumlah larva dan lubang gerek pada masing-masing petak tanaman setiap umur tegakan sengon yang diamati.

Rumus yang digunakan untuk menghitung rata-rata larva dan lubang gerek per pohon dan per hektar pada setiap umur tegakan sengon adalah sebagai berikut:

a). Menghitung jumlah larva rata-rata

Keterangan :

Vp = Rata-rata larva per pohon

V = Jumlah larva pada semua pohon yang mengandung larva m = Jumlah pohon yang diserang yang mengandung larva

∑ Vi n Keterangan :

Vh = Jumlah larva per hektar

Vi = Jumlah larva pada petak ukur ke-i n = Jumlah petak ukur

Vp = V / m

n

i=1 x 10 Vh =


(30)

10 = Faktor pengali untuk merubah jumlah larva per PU (0,1 hektar) menjadi jumlah larva per herktar

b). Menghitung jumlah lubang gerek rata-rata

Keterangan :

Lp = Rata-rata lubang gerek per pohon

L = Jumlah lubang gerek pada semua pohon yang mengandung lubang gerek

g = Jumlah pohon yang mengandung lubang gerek

∑ Li n Keterangan :

Lh = Jumlah lubang gerek per hektar

Li = Jumlah lubang gerek pada petak ukur ke-i n = Jumlah petak ukur

10 = Faktor pengali untuk merubah jumlah lubang gerek per PU (0,1 hektar) menjadi jumlah lubang gerek per herktar

Lp = L / g

n

i=1 x 10 Lh =


(31)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Jumlah Larva dan Lubang Gerek Xystrocera festiva

Di RPH Pandantoyo serangan boktor sengon mulai ditemukan pada tegakan sengon umur 3 tahun sampai dengan 7 tahun. Pada lampiran 1-8 ditampilkan hasil pengukuran jumlah pohon yang terdapat larva pada setiap umur tegakan sengon. Hasil rekapitulasi dari lampiran 1 sampai 8 tersebut dihitung dan ditampilkan pada Tabel 4.

Lubang gerek merupakan bentuk kerusakan yang dihasilkan oleh boktor sengon. Serangan boktor sengon mulai ditemukan pada tegakan sengon umur 3 tahun sampai dengan 7 tahun. Pada lampiran 1-8 ditampilkan hasil pengukuran jumlah pohon yang terdapat lubang gerek pada setiap umur tegakan sengon. Hasil rekapitulasi dari lampiran 1 sampai 8 tersebut dihitung dan ditampilkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Jumlah Pohon Sengon Berdasarkan Kondisi Serangan Larva Pada Tegakan Umur 3 – 7 tahun

Kondisi Umur Tegakan

3 4 5 6 7 Jumlah Pohon / Hektar 1285 832,7 805 661,8 455 Jumlah Pohon Terserang / Hektar 30 48,8 84 64,5 67,5 Jumlah Pohon yang Terdapat Larva/Hektar 17,5 7,5 13 11,8 12,5 Jumlah Larva / Pohon Terserang Yang

Mengandung Larva 13,6 35,9 23 15,5 17,2 Jumlah Larva / Hektar 237,5 358,7 391 210,9 215 Jumlah Pohon yang Terdapat Lubang

Gerek/Hektar 2,5 13,8 43 30 25 Jumlah Lubang Gerek / Pohon Terserang

Yang Mengandung Lubang Gerek 9 27,6 15,7 17,4 14,8 Jumlah Lubang Gerek / Hektar 22,5 448,7 736 570 370 Jumlah Pohon yang Terdapat Larva dan

Lubang Gerek/Hektar 0 2,5 4 1,8 0 Serangan Gagal 7,5 16,3 13 8,1 15 Tidak Dihitung 2,5 8,7 11 12,7 15


(32)

13,6 35,9 23 15,5 17,2 9 27,6

15,7 17,4 14,8

0 5 10 15 20 25 30 35 40

1 2 3 4 5

Umur Tegakan Sengon

J u m lah L a rv a /L ubang G e re k Larva Lubang Gerek 237,5 358,7 391 210,9 215 22,5 448,7 736 570 370 0 100 200 300 400 500 600 700 800

1 2 3 4 5

Umur Tegakan Sengon

Ju m lah L ar va/ L u b a n g G er ek Larva Lubang Gerek

3. Hubungan Antara Jumlah Larva dan Lubang Gerek Xystrocera festiva Per Pohon dan Per Hektar Dengan Umur Tegakan Sengon.

a. Hubungan Jumlah Larva dan Lubang Gerek Xystrocera festiva per Pohon Dengan Umur Tegakan Sengon

Gambar 1. Banyaknya larva dan lubang gerek Xystrocera festiva per pohon terserang

pada berbagai umur tegakan sengon

b. Hubungan Jumlah Larva dan Lubang Gerek Xystrocera festiva per Hektar Dengan Umur Tegakan Sengon

Gambar 2. Banyaknya larva dan lubang gerek Xystrocera festiva pada berbagai umur

tegakan sengon 7 6 5 4 3 7 6 5 4 3


(33)

23

B. Pembahasan

1. Serangan Xystrocera festiva Pada Tegakan Sengon Umur 3 Tahun

Jumlah Larva

Pada tegakan sengon umur 3 tahun, sudah mulai ditemukan adanya serangan boktor sengon (Xystrocera festiva) walaupun jumlah serangan pada tegakan sengon umur 3 tahun masih relatif sedikit. Menurut Husaeni (2001) stadium larva merupakan stadium yang paling merusak bagi tanaman inangnya karena aktifitas makannya dilakukan didalam pohon inang dengan jalan menggerek jaringan kayu tanaman inang. Selama perkembangannya larva tersebut selalu melakukan aktifitas makan, maka tubuhnya banyak mengalami pertumbuhan, dari ukurannya yang semula kecil makin lama semakin besar. Sebagian besar serangan boktor sengon pada tegakan umur 3 tahun ini kebanyakan masih dalam status aktif yaitu larvanya masih aktif menggerek bagian kulit sebelah dalam.

Akibat dari masih relatif sedikitnya serangan boktor sengon pada tegakan sengon umur 3 tahun maka jumlah larva juga masih relatif sedikit. Perhitungan jumlah pohon sengon terserang larva pada tegakan umur 3 tahun ditampilkan pada lampiran 1. dan untuk penjelasan jumlah per pohon dan per hektar larva pada tegakan sengon umur 3 tahun akan ditampilkan pada Lampiran 6.

Dari Tabel 4. di atas diketahui bahwa jumlah larva per pohon adalah 13,6 larva dan jumlah rata-rata larva per hektar adalah 237,5 larva.

Menurut Matsumoto dan Irianto (1998), rata-rata jumlah telur yang diletakkan betina ±169 butir dalam satu atau dua kelompok telur. Dan menurut Tim Fahutan IPB (1997), bahwa jumlah telur yang menetas per kelompok adalah sebesar 47,3% sehingga dapat dihitung bahwa jumlah telur yang menetas pada suatu tegakan sengon yaitu sekitar 59 ekor larva per kelompok telur. Pada setiap pohon rata-rata hanya ada satu kelompok larva.

Dari data Tabel 4. diketahui bahwa jumlah larva per pohon adalah 13,6 larva, jumlah ini lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah telur rata-rata yang menetas menurut penelitian Tim Fahutan IPB karena pada tegakan sengon umur 3 tahun ini terdapat banyak predator berupa semut merah yang menyebabkan banyak larva yang mati. Selain itu, terjadi perbedaan kondisi tegakan sengon saat


(34)

penelitian ini dilakukan yaitu dengan jarak tanam 3x2 m, sedangkan kondisi penelitian yang dilakukan oleh Matsumoto & Irianto (1998) dan Tim Fahutan IPB (1997) dengan jarak tanam 3x1 m. Sehingga kerapatan tegakan sengon pada saat penelitian ini dilakukan lebih rendah dan menyebabkan penyebaran hama boktor sengon berkurang. Oleh karena itu, jumlah telur yang menetas pada satu kelompok telur juga mengalami penurunan.

Jumlah Lubang Gerek

Pada tegakan sengon umur 3 tahun, jumlah lubang gerek masih sangat sedikit. Hal ini disebabkan karena pada umur tersebut sebagian pohon masih pada tahap awal serangan. Perhitungan jumlah pohon sengon yang terdapat lubang gerek pada tegakan umur 3 tahun ditampilkan pada lampiran 1. dan untuk penjelasan jumlah lubang gerek per pohon dan per hektar akan ditampilkan pada lampiran 7.

Pada Tabel 5. dapat dilihat bahwa jumlah lubang gerek per pohon adalah 9 lubang gerek dan jumlah lubang gerek per hektar adalah 22,5 lubang gerek. Kebanyakan serangan pada tegakan sengon umur 3 tahun berupa fase larva yang masih aktif menggerek kulit batang bagian dalam.

Lubang gerek merupakan salah satu bentuk kerusakan yang ditimbulkan oleh hama boktor sengon. Lubang gerek merupakan tempat boktor sengon menjalani stadium pupa. Lubang tersebut dibentuk pada saat larva akan menjadi pupa, lubang dibuat larva ke dalam kayu gubal, kemudian membelok keatas, berukuran antara 0,75-1,33 cm dan dalamnya mencapai 20 cm (Husaeni, 2001).

2. Serangan Xystrocera festiva Pada Tegakan Sengon Umur 4 Tahun

Jumlah Larva

Pada tegakan sengon umur 4 tahun serangan boktor sengon mulai meningkat. Perhitungan jumlah pohon sengon terserang larva pada tegakan umur 4 tahun ditampilkan pada lampiran 2. dan untuk jumlah larva per pohon dan per hektar ditampilkan pada lampiran 8.

Dari Tabel 4. dapat dilihat bahwa jumlah larva per pohon adalah 35,9 larva dan jumlah larva per hektar 358,7 larva. Jumlah larva mengalami peningkatan


(35)

25

karena pada umur sebelumnya tidak dilakukan penjarangan. Penjarangan pertama kali dilakukan pada saat tegakan sengon berumur 3 tahun. Bila sudah ditemukan pohon-pohon yang terserang maka sebaiknya pohon-pohon yang sudah terserang tersebut ditebang dan dimusnahkan agar tidak menyebar ke pohon lain.

Tegakan sengon umur 4 tahun ini merupakan saat yang tepat untuk perkembangbiakan dari kumbang Xystrocera festiva. Menurut Notoadmodjo (1963), siklus hidup Xystrocera festiva dari telur sampai kumbang yang telah siap bertelur berlangsung selama kurang lebih 6 bulan.

Di lokasi penelitian, untuk kegiatan penjarangan telah ditiadakan sejak tahun 2002. Hal ini merupakan kebijakan dari pemerintah daerah setempat dalam rangka untuk meningkatan pendapatan ekonomi dari segi hasil kayu, akan tetapi dengan ditiadakannya penjarangan tersebut maka secara tidak langsung menimbulkan kerugian akibat serangan boktor sengon tersebut akan semakin meningkat, sehingga nilai ekonomis kayu menurun.

Dengan ditiadakannya kegiatan penjarangan yang seharusnya mulai dilakukan pada tegakan sengon umur 3 tahun, maka larva Xystrocera festiva yang telah ada pada tegakan umur 3 tahun akan berkembang pesat dan saat pohon sengon mulai memasuki umur 4 tahun, kumbang boktor sengon telah siap untuk bertelur dan berkembangbiak.

Jumlah Lubang Gerek

Jumlah rata-rata lubang gerek per pohon dan per hektar pada umur 4 tahun telah meningkat pesat. Perhitungan jumlah pohon sengon yang terdapat lubang gerek pada tegakan sengon umur 4 tahun ditampilkan pada lampiran 2. dan untuk penjelasan jumlah rata-rata per pohon dan per hektar lubang gerek ditampilkan pada lampiran 9.

Dari Tabel 5. diatas, dapat dilihat bahwa jumlah lubang gerek per pohon dan per hektar semakin meningkat. Jumlah lubang gerek Xystrocera festiva per pohon adalah 27,6 lubang gerek dan jumlah per hektar adalah 448,7 lubang gerek. Hal ini dimungkinkan karena pada tegakan sengon umur 3 tahun tidak dilakukan tindakan penjarangan sehingga menyebabkan peningkatan jumlah lubang gerek yang cukup signifikan dibanding pada tegakan sengon umur 3 tahun.


(36)

3. Serangan Xystrocera festiva Pada Tegakan Sengon Umur 5 Tahun

Jumlah Larva

Pada tegakan sengon umur 5 tahun serangan hama boktor sengon mengalami peningkatan dari tegakan sengon umur 4 tahun. Perhitungan jumlah pohon sengon terserang larva pada tegakan umur 5 tahun ditampilkan pada lampiran 3. dan untuk penjelasan jumlah larva per pohon dan per hektar ditampilkan pada lampiran 10.

Data pada Tabel 4. menunjukan bahwa jumlah larva per pohon adalah 23 larva dan jumlah larva per hektar adalah 391 larva. Jumlah larva per pohon mengalami penurunan dibandingkan pada jumlah larva per pohon tegakan sengon umur 4 tahun. Hal ini disebabkan keberhasilan perkembangbiakan boktor sengon pada umur 4 tahun, sehingga boktor sengon mulai mengalami penyebaran yang cukup merata. Pada tegakan sengon umur 4 tahun, serangan masih terfokus pada beberapa petak ukur dan belum menyebar secara merata sehingga jumlah larva per pohon cukup tinggi sedangkan pada umur 5 tahun penyebaran boktor sengon hampir merata di seluruh petak ukur. Selain itu, pada tegakan sengon umur 5 tahun banyak terdapat predator boktor sengon seperti semut merah dan kalajengking yang memangsa larva boktor sengon sehingga jumlah larva per pohon menurun.

Sedangkan jumlah larva per hektar mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa pada tegakan sengon umur 4 tahun mengalami laju perkembangbiakan yang tinggi. Selain itu, pada tegakan sengon umur 5 tahun ukuran pohon semakin besar, sehingga persediaan makanan bagi boktor sengon semakin meningkat dan tajuk yang semakin rindang menjadi salah satu faktor yang mendukung perkembangbiakan boktor sengon.

Kondisi yang tercipta secara kondusif untuk pertumbuhan Xystrocera festiva menimbulkan ledakan populasi yang tidak dapat dihindari. Jumlah larva per hektar pada tegakan sengon umur 5 tahun berjumlah lebih banyak daripada tegakan sengon umur 4 tahun dan merupakan jumlah larva terbanyak dari semua umur tegakan sengon sehingga menyebabkan puncak serangan boktor sengon terjadi pada tegakan sengon umur 5 tahun. Walaupun jumlah larva per pohon menurun tapi serangan boktor sengon mengalami peningkatan dan tersebar


(37)

27

merata. Selain banyak larva Xystrocera festiva yang gagal menyelesaikan siklus hidupnya akibat serangan predator tetapi banyak juga larva pada tegakan sengon umur 4 tahun yang berhasil menyelesaikan siklus hidupnya dari telur sampai stadium imago. Dengan meningkatnya imago Xystrocera festiva maka jumlah telur yang dihasilkan meningkat, sehingga ketika tegakan sengon mencapai umur 5 tahun jumlah serangan semakin meningkat.

Jumlah Lubang Gerek

Jumlah lubang gerek Xystrocera festiva per hektar pada tegakan sengon umur 5 tahun mengalami peningkatan drastis daripada tegakan umur 4 tahun. Perhitungan frekuensi pohon sengon yang terdapat lubang gerek pada tegakan umur 5 tahun ditampilkan pada lampiran 3. dan untuk penjelasan jumlah lubang gerek per pohon dan per hektar pada tegakan sengon umur 5 tahun ditampilkan pada lampiran 11.

Dari Tabel 5. dapat dilihat jumlah lubang gerek per pohon pada tegakan sengon umur 5 tahun adalah 15,7 lubang gerek, lebih rendah dibandingkan dengan jumlah lubang gerek per pohon pada tegakan sengon umur 4 tahun yaitu 27,6 lubang gerek. Seperti halnya dengan jumlah larva per pohon pada umur 5 tahun, diketahui bahwa pada tegakan sengon umur 5 tahun penyebaran boktor sengon merata di semua petak ukur dan banyak ditemukan predator alami dari boktor sengon sehingga banyak larva yang tidak dapat menyelesaikan siklus hidupnya dibandingkan dengan tegakan sengon umur 4 tahun. Dengan banyaknya larva yang tidak dapat menyelesaikan siklus hidupnya maka jumlah lubang gerek

Xystrocera festivaI per pohon mengalami penurunan.

Jumlah lubang gerek Xystrocera festiva per hektar pada tegakan umur 5 tahun mengalami peningkatan yang sangat dratis. Rata-rata per hektar lubang gereknya mencapai 736 lubang gerek. Bila dibandingkan dengan jumlah lubang gerek per hektar pada tegakan sengon umur 4 tahun yang hanya berjumlah 448,7 lubang gerek, maka terjadi peningkatan hampir 2 kali lipat. Hal ini terjadi karena pada tegakan sengon umur 4 tahun terjadi perkembangbiakan besar-besaran karena kondisi tegakan sengon yang kondusif yaitu tegakan yang rapat, tajuk


(38)

rindang, diameter yang semakin besar dan penyebaran boktor sengon sudah semakin merata dan mengalami peningkatan serangan.

Selain banyak larva Xystrocera festiva pada tegakan sengon umur 5 tahun yang diserang oleh predator alami tetapi banyak juga larva yang berhasil bertahan sampai mencapai stadium imago. Setiap perubahan 1 larva hingga mencapai stadium imago maka menyebabkan timbulnya 1 lubang gerek. Walaupun jumlah lubang gerek per pohon menurun tetapi jumlah serangan boktor sengon mengalami peningkatan dan menyebar merata sehingga menyebabkan jumlah lubang gerek per hektar mengalami peningkatan

4.Serangan Xystrocera festiva Pada Tegakan Sengon Umur 6 Tahun

Jumlah Larva

Pada tegakan sengon umur 6 tahun jumlah larva Xystrocera festiva mulai mengalami penurunan daripada tegakan sengon umur 5 tahun. Perhitungan jumlah pohon sengon terserang larva pada tegakan umur 6 tahun ditampilkan pada lampiran 4. dan untuk penjelasan jumlah larva per pohon dan per hektar ditampilkan pada lampiran 12.

Berdasarkan Tabel 4. dapat dilihat bahwa jumlah larva per pohon adalah 15,5 dan jumlah larva per hektar adalah 210,9 larva. Jumlah larva pada tegakan sengon ini mengalami penurunan karena banyak pohon sengon yang terserang dan menyebabkan kematian pada pohon sengon, sehingga jumlah pohon sengon semakin berkurang. Dengan berkurangnya jumlah pohon maka kerapatan tegakan sengon juga ikut menurun.

Menurut Natawiria (1973), kumbang X. festiva tidak bisa terbang jauh, satu kali terbang hanya dapat menempuh jarak 3 - 4 m, dengan tinggi terbang 0,5-1 m, kadang-kadang sampai 2 m. Untuk mencapai jarak yang jauh, kumbang ini harus terbang beberapa kali. Oleh karena itu, jumlah larva per pohon dan per hektar menurun karena jarak antar pohon semakin renggang akibat banyaknya pohon yang mati sehingga penyebaran boktor sengon menurun. Selain itu banyak ditemukan predator alami boktor sengon yang menyebabkan jumlah larva menurun.


(39)

29

Jumlah Lubang Gerek

Perhitungan jumlah pohon sengon yang terdapat lubang gerek pada tegakan umur 6 tahun ditampilkan pada lampiran 4. dan untuk penjelasan jumlah lubang gerek per pohon dan per hektar dapat dilihat pada lampiran 13.

Dari Tabel 5. dapat dilihat bahwa jumlah per pohon adalah 17,4 dan jumlah per hektar lubang gerek pada tegakan sengon umur 6 tahun adalah 570 lubang gerek. Jumlah rata-rata per pohon lubang gerek pada tegakan sengon umur 6 tahun mengalami peningkatan dibandingkan pada jumlah rata-rata per pohon lubang gerek pada tegakan sengon umur 5 tahun. Hal ini karena, pada beberpa kelompok telur boktor sengon mampu menetas dan menyelesaikan siklus hidup sampai tahap imago dan menyebabkan timbulnya lubang gerek. Penyebaran boktor sengon pada umur 6 tahun mengalami penurunan karena banyak pohon terserang boktor pada umur 5 tahun mengalami kematian sehingga kerapatan tegakan menurun. Dengan keberhasilan penyelesaian siklus hidup sebagian larva pada beberapa pohon sehingga menyebabkan jumlah lubang gerek per pohon meningkat. Sedangkan jumlah lubang gerek per hektar mengalami penurunan karena terjadi penurunan serangan akibat kerapatan tegakan yang menurun. Dengan semakin renggangnya tegakan dan dilihat dari kemampuan terbang yang rendah sehingga menyebabkan penyebaran boktor sengon menurun.

5. Serangan Xystrocera festiva Pada Tegakan Sengon Umur 7 Tahun

Jumlah Larva

Tegakan sengon umur 7 tahun merupakan tegakan sengon terakhir yang diamati karena tegakan sengon umur 8 tahun sudah merupakan masa masak tebang sehingga sudah mulai dilakukan penebangan.

Pada tegakan sengon umur 7 tahun jumlah larva per hektar kembali meningkat. Perhitungan jumlah pohon terserang larva pada tegakan umur 7 tahun ditampilkan pada lampiran 5. dan untuk penjelasan jumlah larva per pohon per hektar pada tegakan sengon umur 7 tahun dapat dilihat pada lampiran 14.

Dari Tabel 4. diketahui bahwa jumlah per pohon adalah 17,2 larva dan jumlah larva per hektar tegakan sengon umur 7 tahun adalah 215 larva.


(40)

Jumlah larva per pohon dan per hektar pada tegakan sengon umur 7 tahun mengalami peningkatan dibandingkan jumlah larva per pohon dan per hektar pada tegakan sengon umur 6 tahun. Hal ini disebabkan pada tegakan sengon umur 7 tahun, serangan boktor sengon pada batang sengon bagian atas mengalami keberhasilan penetasan karena kurangnya serangan predator. Namun, jumlah serangan bagian atas tidak terlalu banyak karena keterbatasan kemampuan terbang boktor yang rendah. Selain itu, tidak adanya tindakan pengendalian sehingga menyebabkan jumlah larva per pohon dan per hektar meningkat.

Larva Xystrocera festiva lebih banyak ditemukan dibagian batang bagian atas karena diameter batang atas akan lebih kecil dan tidak terlalu keras. Selain itu, jumlah predator pada batang bagian atas lebih sedikit dan jarang ditemukan. Berdasarkan pengamatan di lapangan, predator lebih banyak ditemukan pada batang bagian bawah. Oleh karena itu, pada tegakan sengon umur 7 tahun, serangan boktor sengon pada bagian bawah batang sengon banyak mengalami serangan gagal akibat terserang oleh predator alami.

Jumlah Lubang Gerek

Pada tegakan sengon umur 7 tahun jumlah lubang gerek per pohon dan per hektar mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan pada tegakan sengon umur 6 tahun yang mendapat serangan Xystrocera festiva tidak dilakukan pemberantasan sehingga serangan kembali meningkat.

Perhitungan jumlah pohon sengon yang terdapat lubang gerek pada tegakan umur 7 tahun ditampilkan pada lampiran 5. dan untuk penjelasan jumlah rata-rata per pohon dan per hektar lubang gerek pada tegakan sengon umur 7 tahun dapat dilihat pada lampiran 15.

Dari Tabel 5. dapat dilihat bahwa jumlah per pohon adalah 14,8 lubang gerek dan jumlah per hektar adalah 370 lubang gerek. Jumlah lubang gerek per pohon dan per hektar menurun padahal serangan Xystrocera festiva pada tegakan sengon umur 7 tahun lebih tinggi dibanding tegakan sengon umur 6 tahun. Namun, serangan boktor sengon yang gagal pada tegakan sengon umur 7 tahun lebih tinggi dan merupakan yang tertinggi dibanding dengan umur tegakan sengon lainnya. Hal ini karena, serangan boktor sengon lebih banyak terdapat pada batang


(41)

31

sengon bagian bawah karena kemampuan terbang boktor sengon yang rendah. Berdasarkan pengamatan di lapangan batang sengon bagian bawah banyak mengalami kegagalan akibat serangan predator sehingga banyak larva yang tidak dapat menyelesaikan siklus hidupnya dan menyebabkan jumlah lubang gerek menurun.

Dari semua umur tegakan sengon masih memiliki kemungkinan peningkatan populasi larva dan lubang gerek karena terdapat beberapa serangan yang tidak dihitung. Serangan yang tidak dihitung merupakan serangan boktor sengon (Xystrocera festiva) yang tidak terjangkau untuk diamati karena faktor ketinggian serangan dan keterbatasan alat pengamatan.


(42)

A. Kesimpulan

1. Populasi larva boktor sengon (Xystrocera festiva) mulai ditemukan pada tegakan sengon umur 3 tahun. Jumlah larva per hektar terus mengalami peningkatan pada tegakan sengon umur 3 tahun dan mencapai puncaknya pada tegakan sengon umur 5 tahun dengan jumlah larva 391 ekor/hektar dan jumlah larva per hektar terendah terjadi pada tegakan sengon umur 3 tahun dengan jumlah larva 237,5 ekor/hektar. Sedangkan untuk jumlah larva per pohon tertinggi terdapat pada tegakan sengon umur 4 tahun dengan jumlah 35,9 ekor/pohon dan untuk jumlah larva per pohon terendah terjadi pada tegakan sengon umur 3 tahun dengan jumlah 13,6 ekor/pohon.

2. Jumlah lubang gerek per hektar tertinggi terdapat pada tegakan sengon umur 5 tahun dengan jumlah 736 buah/hektar dan untuk jumlah lubang gerek terendah terjadi pada tegakan sengon umur 3 tahun dengan jumlah 22,5 buah/hektar. Sedangkan untuk jumlah lubang gerek per pohon tertinggi terjadi pada tegakan sengon umur 4 tahun sebesar 27,6 buah/pohon dan untuk jumlah lubang gerek per pohon terendah terjadi pada tegakan sengon umur 3 tahun sebesar 9 buah/pohon.

B. Saran

1. Pengendalian hama boktor sengon (Xystrocera festiva) sebaiknya sudah mulai dilakukan pada awal terjadinya serangan, yaitu pada tegakan sengon umur 3 tahun, bila terdapat serangan sebaiknya ditebang dan dimusnahkan agar tidak menjalar.

2. Tiap-tiap tahun (setelah umur 3 tahun) diadakan pemeriksaan, pohon yang diserang ditebang dan dimusnahkan.

3. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai pengendalian serangan yang paling efektif dan efisien untuk meningkatkan pendapatan ekonomi yang lebih tinggi.


(43)

VII. DAFTAR PUSTAKA

Alrasjid, H. 1973. Beberapa Keterangan Tentang Albizia falcataria. Laporan No 157. LPH : Bogor

Anonim. 2006. Sengon. Laboratorium Pembangunan dan Lingkungan. www.lablink.or.id/agro/sengon/sengon.htm [17 Agustus 2006].

Anonim. 2000. Petunjuk Teknis Pengendalian Hama Boktor pada Sengon. Perum Perhutani. Jakarta.

Atmosuseno, B.S. 1998. Budidaya, Kegunaan dan Prospek Sengon. Penebar Swadaya. Jakarta

Direktorat Jendral Kehutanan. 1976. Vademiccum Kehutanan Indonesia. Direktorat Jendral Kehutanan Departemen Pertanian. Jakarta

Husaeni, EA. 2001. Hama Hutan Indonesia. Diktat Kuliah. Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan. IPB: Bogor.

Martawijaya, AI, I Kartasujana, K Kadir dan S. A Prawira. 1989. Atlas Kayu Indonesia Jilid II. Badan Penelitian dan pengembangan Kehutanan: Bogor. Matsumoto, K and R. S. B. Irianto. 1998. Adult Biology of The Albizia Borer

Xystrocera festiva Thomson (Coleoptera, Cerambycidae), Based on Laboratory Breeding, With Particular Reference to Its Oviposition Schedule. Journal of Trop. For. Sci. 10 (3) : 367-368

Natawiria, D. 1973. Hama dan Penyakit Albizia falcataria (L) Fosberg. Rimba Indonesia Vol. XVII:58-69

Notoadmodjo, St. S. 1963. Cara-cara Mencegah Serangan Massal dari Boktor

Xystrocera festiva Pascoe pada Tegakan Sengon (Albizia falcatria (L) Fosberg). Laporan No. 174. LPH: Bogor.

Nurhayati, N. D. 2001. Pengujian Efikasi Insektisida Sistemik Perfekthion 400 EC Terhadap Hama Boktor (Xystrocera festiva. Pascoe) Pada Tegakan Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen). Skripsi Jurusan Manajemen Hutan. IPB. Bogor

Pradjadinata, S dan Masano. 1989. Teknik Penanaman Jeunjing (Albizia falcataria (L) Fosberg). Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan: Bogor.

Prihmantoro, H. 1991. Budidaya Albizia. Jakarta Info Agribisnis. Trubus Edisi Juni: 34-36.


(44)

Tarumingkeng R.C. 1992. Dinamika Pertumbuhan Populasi Serangga. Pusat Antar Universitas – Ilmu Hayat. IPB. Bogor.

Satjapradja, O, Irsal Las, dan Tim Perhimpi. 1990. Peta Kesuaian Agroklimat Pengembangan Hutan Tanaman Industri Sengon (Paraserianthes falcataria) di Pulau Jawa. Kerja sama Perhimpunan Meteorologi Pertanian Indonesia Dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor : Jakarta. Suharti, M. Asmaliyah, I. Angraeni dan IR. Sitepu. 1998. Prospek Cendawan

Beauveria bassiana (balsamo) Vuillemin Sebagai Agen Pengendali Biologi Hama Penggerek Batang Sengon Dalam : FG. Suratmo, S. Hadi, EA. Husaeni, O. Rachmatsjah, Kasno, ST. Nuhamara dan NF. Haneda (Eds.), Proceedings Workshop Permasalahan dan Strategi Pengendalian Hama di Area Hutan Tanaman Industri. Fahutan, IPB. Bogor, Hal. 37-48. Tim Fahutan IPB. 1997. Laporan Akhir. Studi Pemberantasan Hama Boktor


(45)

(46)

Pohon/pu 1 2 3 4

Jumlah pohon terserang 2 2 4 4 12 3 30

Jumlah pohon yang sudah ada larva 2 1 2 2 7 1,75 17,5

Jumlah pohon yang sudah ada lubang gerek 0 1 0 0 1 0,25 2,5 Jumlah pohon yang sudah ada larva dan lubang gerek 0 0 0 0 0 0 0

Serangan gagal * 0 0 1 2 3 0,75 7,5

Tidak dihitung ** 0 0 1 0 1 0,25 2,5

Lampiran 2. Frekuensi Pohon Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) Berdasarkan Kondisi Serangan Pada Tegakan Umur 4 tahun

Kondisi Petak Ukur ∑ Pohon ∑Pohon/p

u N/Ha

1 2 3 4 5 6 7 8

Jumlah pohon terserang 6 5 4 6 3 3 5 7 39 4,88 48,8

Jumlah pohon yang sudah ada larva 1 0 0 3 0 0 0 2 6 0,75 7,5

Jumlah pohon yang sudah ada lubang gerek 2 1 2 1 1 0 2 2 11 1,38 13,8 Jumlah pohon yang sudah ada larva dan lubang gerek 0 1 0 1 0 0 0 0 2 0,25 2,5

Serangan gagal * 2 3 1 0 1 3 2 1 13 1,63 16,3

Tidak dihitung ** 1 0 1 1 1 0 1 2 7 0.87 8.7

Ket : * = Serangan boktor sengon (Xystrocera festiva) yang tidak menyebabkan timbulnya kerusakan pada jaringan kayu

** = Serangan boktor sengon (Xystrocera festiva) yang tidak terjangkau untuk diamati karena faktor ketinggian serangan dan keterbatasan alat pengamatan


(47)

Lampiran 3. Frekuensi Pohon Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) Berdasarkan Kondisi Serangan Pada Tegakan Umur 5 tahun

Kondisi Petak Ukur ∑Pohon ∑ Pohon/

pu N/Ha 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Jumlah pohon terserang 10 9 8 11 8 7 7 9 7 8 84 8,4 84

Jumlah pohon yang sudah ada larva 3 4 0 1 3 0 1 0 0 1 13 1,3 13

Jumlah pohon yang sudah ada lubang gerek 5 3 2 9 2 4 4 6 4 4 43 4,3 43 Jumlah pohon yang sudah ada larva dan lubang gerek 0 1 0 0 1 0 1 1 0 0 4 0,4 4

Serangan gagal * 0 0 5 1 1 2 0 0 2 2 13 1,3 13

Tidak dihitung ** 2 1 1 0 1 1 1 2 1 1 11 1,1 11

Lampiran 4. Frekuensi Pohon Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) Berdasarkan Kondisi Serangan Pada Tegakan Umur 6 tahun

Kondisi Petak Ukur ∑ Pohon ∑Pohon/

pu N/Ha

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Jumlah pohon terserang 14 11 11 5 3 3 6 7 6 2 3 71 6,45 64,5

Jumlah pohon yang sudah ada larva 3 2 3 1 0 0 0 1 0 1 2 13 1,18 11,8 Jumlah pohon yang sudah ada lubang gerek 6 5 4 3 2 2 3 5 4 0 0 33 3 30 Jumlah pohon yang sudah ada larva dan lubang gerek 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 2 0,18 1,8

Serangan gagal * 1 2 2 0 0 1 0 1 0 0 1 9 0,81 8,1

Tidak dihitung ** 4 2 2 1 1 0 2 0 1 1 0 14 1,28 12,8

Ket : * = Serangan boktor sengon (Xystrocera festiva) yang tidak menyebabkan timbulnya kerusakan pada jaringan kayu

** = Serangan boktor sengon (Xystrocera festiva) yang tidak terjangkau untuk diamati karena faktor ketinggian serangan dan keterbatasan alat pengamatan


(48)

Pohon/pu 1 2 3 4

Jumlah pohon terserang 8 4 10 5 27 6.75 67.5

Jumlah pohon yang sudah ada larva 3 1 1 0 5 1.25 12.5

Jumlah pohon yang sudah ada lubang gerek 3 0 5 2 10 2.5 25 Jumlah pohon yang sudah ada larva dan lubang gerek 0 0 0 0 0 0 0

Serangan gagal * 0 3 2 1 6 1.5 15

Tidak dihitung ** 2 0 2 2 6 1.5 15

Ket : * = Serangan boktor sengon (Xystrocera festiva) yang tidak menyebabkan timbulnya kerusakan pada jaringan kayu

** = Serangan boktor sengon (Xystrocera festiva) yang tidak terjangkau untuk diamati karena faktor ketinggian serangan dan keterbatasan alat pengamatan


(49)

38

Lampiran 6. Jumlah Larva Pada Tegakan Sengon Umur 3 Tahun Petak Ukur Jumlah Pohon

Ber-Larva Jumlah Larva (ekor)

1 2 35

2 1 10

3 2 25

4 2 25

Jumlah 7 95

Rata-rata per Pohon 0,2 Rata-rata per Pohon

Terserang Yang Mengandun

Larva 13,6 Rata-rata per Hektar 237,5 Lampiran 7. Jumlah Lubang Gerek Pada Tegakan Sengon Umur 3 Tahun

Petak Ukur Jumlah Pohon Berlubang Gerek

Jumlah Lubang Gerek

1 0 0

2 1 9

3 0 0

4 0 0

Jumlah 1 9

Rata-rata per Pohon 0,02 Rata-rata per Pohon

Terserang Yang Mengandung Lubang Gerek

9 Rata-rata per Hektar 22,5 Lampiran 8. Jumlah Larva Pada Tegakan Sengon Umur 4 Tahun

Petak Ukur Jumlah Pohon

Ber-Larva Jumlah Larva (ekor)

1 1 25

2 1 20

3 0 0

4 4 197

5 0 0

6 0 0

7 0 0

8 2 45

Jumlah 8 287

Rata-rata per Pohon 0,4 Rata-rata per Pohon

Terserang Yang Mengandun

Larva 35,9 Rata-rata per Hektar 358,7


(50)

39

Berlubang Gerek Gerek

1 2 71

2 2 22

3 2 66

4 2 11

5 1 3

6 0 0

7 2 76

8 2 110

Jumlah 13 359

Rata-rata per Pohon 0,5 Rata-rata per Pohon

Terserang Yang Mengandung Lubang Gerek

27,6 Rata-rata per Hektar 448,7 Lampiran 10. Jumlah Larva Pada Tegakan Sengon Umur 5 Tahun

Petak Ukur Jumlah Pohon

Ber-Larva Jumlah Larva (ekor)

1 3 116

2 5 95

3 0 0

4 1 14

5 4 71

6 0 0

7 2 36

8 1 24

9 0 0

10 1 35

Jumlah 17 391

Rata-rata per Pohon 0,5 Rata-rata per Pohon

Terserang Yang Mengandun

Larva 23 Rata-rata per Hektar 391 Lampiran 11. Jumlah Lubang Gerek Pada Tegakan Sengon Umur 5 Tahun.

Petak Ukur Jumlah Pohon Berlubang Gerek

Jumlah Lubang Gerek

1 5 77

2 4 109

3 2 31

4 9 126


(51)

40

6 4 78

7 5 59

8 7 67

9 4 70

10 4 59

Jumlah 47 736

Rata-rata per Pohon 0,9 Rata-rata per Pohon

Terserang Yang Mengandung Lubang Gerek

15,7 Rata-rata per Hektar 736

Lampiran 12. Jumlah Larva Pada Tegakan Sengon Umur 6 Tahun Petak Ukur Jumlah Pohon

Ber-Larva Jumlah Larva (ekor)

1 3 44

2 2 27

3 3 38

4 1 19

5 0 0

6 0 0

7 1 12

8 1 5

9 1 11

10 1 36

11 2 40

Jumlah 15 232

Rata-rata per Pohon 0,3 Rata-rata per Pohon

Terserang Yang Mengandun

Larva 15,5 Rata-rata per Hektar 210,9

Lampiran 13. Jumlah Lubang Gerek Pada Tegakan Sengon Umur 6 Tahun. Petak Ukur Jumlah Pohon

Berlubang Gerek

Jumlah Lubang Gerek

1 6 92

2 5 63

3 4 59

4 3 60

5 2 14

6 2 46

7 4 108

8 5 87


(52)

41

Rata-rata per Pohon 0,9 Rata-rata per Pohon

Terserang Yang Mengandung Lubang Gerek

17,4 Rata-rata per Hektar 570 Lampiran 14. Jumlah Larva Pada Tegakan Sengon Umur 7 Tahun

Petak Ukur Jumlah Pohon

Ber-Larva Jumlah Larva

1 3 46

2 1 27

3 1 13

4 0 0

Jumlah 5 86

Rata-rata per Pohon 0,5 Rata-rata per Pohon

Terserang Yang Mengandun

Larva 17,2 Rata-rata per Hektar 215 Lampiran 15. Jumlah Lubang Gerek Pada Tegakan Sengon Umur 7 Tahun.

Petak Ukur Jumlah Pohon Berlubang Gerek

Jumlah Lubang Gerek

1 3 72

2 0 0

3 5 34

4 2 42

Jumlah 10 148

Rata-rata per Pohon 0,8 Rata-rata per Pohon

Terserang Yang Mengandung Lubang Gerek

14,8 Rata-rata per Hektar 370


(1)

Lampiran 3. Frekuensi Pohon Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) Berdasarkan Kondisi Serangan Pada Tegakan Umur 5 tahun Kondisi Petak Ukur ∑Pohon ∑ Pohon/

pu N/Ha 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Jumlah pohon terserang 10 9 8 11 8 7 7 9 7 8 84 8,4 84 Jumlah pohon yang sudah ada larva 3 4 0 1 3 0 1 0 0 1 13 1,3 13 Jumlah pohon yang sudah ada lubang gerek 5 3 2 9 2 4 4 6 4 4 43 4,3 43 Jumlah pohon yang sudah ada larva dan lubang gerek 0 1 0 0 1 0 1 1 0 0 4 0,4 4 Serangan gagal * 0 0 5 1 1 2 0 0 2 2 13 1,3 13 Tidak dihitung ** 2 1 1 0 1 1 1 2 1 1 11 1,1 11

Lampiran 4. Frekuensi Pohon Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) Berdasarkan Kondisi Serangan Pada Tegakan Umur 6 tahun Kondisi Petak Ukur ∑ Pohon ∑Pohon/

pu N/Ha 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Jumlah pohon terserang 14 11 11 5 3 3 6 7 6 2 3 71 6,45 64,5 Jumlah pohon yang sudah ada larva 3 2 3 1 0 0 0 1 0 1 2 13 1,18 11,8 Jumlah pohon yang sudah ada lubang gerek 6 5 4 3 2 2 3 5 4 0 0 33 3 30 Jumlah pohon yang sudah ada larva dan lubang gerek 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 2 0,18 1,8 Serangan gagal * 1 2 2 0 0 1 0 1 0 0 1 9 0,81 8,1 Tidak dihitung ** 4 2 2 1 1 0 2 0 1 1 0 14 1,28 12,8

Ket : * = Serangan boktor sengon (Xystrocera festiva) yang tidak menyebabkan timbulnya kerusakan pada jaringan kayu

** = Serangan boktor sengon (Xystrocera festiva) yang tidak terjangkau untuk diamati karena faktor ketinggian serangan dan keterbatasan alat pengamatan


(2)

Lampiran 5. Frekuensi Pohon Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) Berdasarkan Kondisi Serangan Pada Tegakan Umur 7 tahun Kondisi Petak Ukur ∑ Pohon ∑

Pohon/pu N/Ha 1 2 3 4

Jumlah pohon terserang 8 4 10 5 27 6.75 67.5 Jumlah pohon yang sudah ada larva 3 1 1 0 5 1.25 12.5 Jumlah pohon yang sudah ada lubang gerek 3 0 5 2 10 2.5 25 Jumlah pohon yang sudah ada larva dan lubang gerek 0 0 0 0 0 0 0 Serangan gagal * 0 3 2 1 6 1.5 15 Tidak dihitung ** 2 0 2 2 6 1.5 15

Ket : * = Serangan boktor sengon (Xystrocera festiva) yang tidak menyebabkan timbulnya kerusakan pada jaringan kayu

** = Serangan boktor sengon (Xystrocera festiva) yang tidak terjangkau untuk diamati karena faktor ketinggian serangan dan keterbatasan alat pengamatan


(3)

38

Lampiran 6. Jumlah Larva Pada Tegakan Sengon Umur 3 Tahun Petak Ukur Jumlah Pohon

Ber-Larva Jumlah Larva (ekor)

1 2 35

2 1 10

3 2 25

4 2 25

Jumlah 7 95

Rata-rata per Pohon 0,2 Rata-rata per Pohon

Terserang Yang Mengandun

Larva 13,6 Rata-rata per Hektar 237,5 Lampiran 7. Jumlah Lubang Gerek Pada Tegakan Sengon Umur 3 Tahun

Petak Ukur Jumlah Pohon Berlubang Gerek

Jumlah Lubang Gerek

1 0 0

2 1 9

3 0 0

4 0 0

Jumlah 1 9

Rata-rata per Pohon 0,02 Rata-rata per Pohon

Terserang Yang Mengandung Lubang Gerek

9 Rata-rata per Hektar 22,5 Lampiran 8. Jumlah Larva Pada Tegakan Sengon Umur 4 Tahun

Petak Ukur Jumlah Pohon

Ber-Larva Jumlah Larva (ekor)

1 1 25

2 1 20

3 0 0

4 4 197

5 0 0

6 0 0

7 0 0

8 2 45

Jumlah 8 287

Rata-rata per Pohon 0,4 Rata-rata per Pohon

Terserang Yang Mengandun

Larva 35,9 Rata-rata per Hektar 358,7


(4)

Lampiran 9. Jumlah Lubang Gerek Pada Tegakan Sengon Umur 4 Tahun Petak Ukur Jumlah Pohon

Berlubang Gerek

Jumlah Lubang Gerek

1 2 71

2 2 22

3 2 66

4 2 11

5 1 3

6 0 0

7 2 76

8 2 110

Jumlah 13 359

Rata-rata per Pohon 0,5 Rata-rata per Pohon

Terserang Yang Mengandung Lubang Gerek

27,6 Rata-rata per Hektar 448,7 Lampiran 10. Jumlah Larva Pada Tegakan Sengon Umur 5 Tahun

Petak Ukur Jumlah Pohon

Ber-Larva Jumlah Larva (ekor)

1 3 116

2 5 95

3 0 0

4 1 14

5 4 71

6 0 0

7 2 36

8 1 24

9 0 0

10 1 35

Jumlah 17 391

Rata-rata per Pohon 0,5 Rata-rata per Pohon

Terserang Yang Mengandun

Larva 23 Rata-rata per Hektar 391 Lampiran 11. Jumlah Lubang Gerek Pada Tegakan Sengon Umur 5 Tahun.

Petak Ukur Jumlah Pohon Berlubang Gerek

Jumlah Lubang Gerek

1 5 77

2 4 109

3 2 31

4 9 126


(5)

40

6 4 78

7 5 59

8 7 67

9 4 70

10 4 59

Jumlah 47 736

Rata-rata per Pohon 0,9 Rata-rata per Pohon

Terserang Yang Mengandung Lubang Gerek

15,7 Rata-rata per Hektar 736

Lampiran 12. Jumlah Larva Pada Tegakan Sengon Umur 6 Tahun Petak Ukur Jumlah Pohon

Ber-Larva Jumlah Larva (ekor)

1 3 44

2 2 27

3 3 38

4 1 19

5 0 0

6 0 0

7 1 12

8 1 5

9 1 11

10 1 36

11 2 40

Jumlah 15 232

Rata-rata per Pohon 0,3 Rata-rata per Pohon

Terserang Yang Mengandun

Larva 15,5 Rata-rata per Hektar 210,9

Lampiran 13. Jumlah Lubang Gerek Pada Tegakan Sengon Umur 6 Tahun. Petak Ukur Jumlah Pohon

Berlubang Gerek

Jumlah Lubang Gerek

1 6 92

2 5 63

3 4 59

4 3 60

5 2 14

6 2 46

7 4 108

8 5 87


(6)

10 0 0

11 0 0

Jumlah 36 627

Rata-rata per Pohon 0,9 Rata-rata per Pohon

Terserang Yang Mengandung Lubang Gerek

17,4 Rata-rata per Hektar 570 Lampiran 14. Jumlah Larva Pada Tegakan Sengon Umur 7 Tahun

Petak Ukur Jumlah Pohon

Ber-Larva Jumlah Larva

1 3 46

2 1 27

3 1 13

4 0 0

Jumlah 5 86

Rata-rata per Pohon 0,5 Rata-rata per Pohon

Terserang Yang Mengandun

Larva 17,2 Rata-rata per Hektar 215 Lampiran 15. Jumlah Lubang Gerek Pada Tegakan Sengon Umur 7 Tahun.

Petak Ukur Jumlah Pohon Berlubang Gerek

Jumlah Lubang Gerek

1 3 72

2 0 0

3 5 34

4 2 42

Jumlah 10 148

Rata-rata per Pohon 0,8 Rata-rata per Pohon

Terserang Yang Mengandung Lubang Gerek

14,8 Rata-rata per Hektar 370