Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Letak dan Luas Daerah Penelitian

Serangan hama merupakan salah satu permasalahan umum yang sering menyerang HTI. Untuk HTI sengon, serangan hama yang sering dilaporkan ialah hama penggerek batang Xystrocera festiva Pascoe. Coleoptera; Cerambycide. Serangan ini menimbulkan kerugian paling besar pada tegakan sengon. Hama ini banyak dikenal dengan boktor sengon, wowolan, atau uter-uter. Setelah melakukan perkawinan kumbang betinanya akan melakukan peletakan telur secara berkelompok dan jumlah telur bisa mencapai sekitar 169 butir Matsumoto dan Irianto, 1998. Berdasarkan tahap-tahap hidup dari telur sampai imago, maka fase larva merupakan yang paling merusak yaitu memakan kulit bagian dalam dan bagian luar dari kayu gubal, membentuk saluran-saluran sedalam 0.5 mm dan ketika akan jadi pupa, akan menggerek ke dalam kayu dan membelok ke atas. Besarnya kerusakan yang ditimbulkan diperngaruhi oleh banyaknya larva yang ada dalam setiap pohon atau dalam satuan per hektar. Oleh karena itu, populasi larva dalam tegakan perlu untuk diketahui. Dari hasil pengamatan di lapangan ternyata hanya ada satu larva dalam satu lubang gerek. Lubang-lubang gerek tersebut menimbulkan permasalahan dari segi biologi dan fisiologi pohon dan kerugian ekonomis. Sehubungan dengan kerugian-kerugian tersebut, maka pengukuran jumlah larva dan jumlah lubang gerek pada berbagai umur tegakan sengon perlu dilakukan. Kegiatan ini akan memberikan output data seperti jumlah lubang gerek dan larva pada berbagai umur di tegakan sengon yang dapat memberikan informasi baru mengenai umur sengon yang mendapat serangan hama yang paling besar sehingga pada umur tersebut dapat ditentukan pengendalian yang paling tepat dengan memperhatikan kondisi lingkungan dan kondisi pohon yang terserang tersebut.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui populasi larva Xystrocera festiva Pascoe dan banyaknya lubang gerek per pohon dan per hektar pada berbagai umur tegakan sengon.

C. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan informasi mengenai data jumlah larva dan lubang gerek Xystrocera festiva yang dalam pengendalian hama tersebut misalnya; dengan menggunakan insektisida, dapat ditentukan dosis insektisida per pohon atau per hektar. Untuk pengendalian hayati dengan menggunakan predator, dapat ditentukan berapa banyak predator yang harus dilepas pada setiap hektar tegakan. II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan umum Paraserianthes falcataria L Nielsen

1. Deskripsi Botanis

Paraserianthes falcataria merupakan jenis pohon yang tergolong dalam famili Fabaceae. Pada umumnya, di Indonesia dikenal dengan nama sengon. Nama daerah dari sengon ialah sengon laut Jawa Timur dan Jawa Tengah, jeunjing Jawa Barat, jing laut Madura Alrasjid, 1973. Pohon sengon dapat mencapai tinggi 40 m dengan batang bebas cabang antara 10-30 m. Diameternya bisa mencapai 80 cm. Kulit luar berwarna putih kelabu, tidak berbanir, tidak mengelupas dan tidak beralur Martawijaya et. al., 1989. Menurut Atmosuseno 1998, tajuk pohon sengon berbentuk perisai, agak jarang dan selalu hijau. Tajuk yang jarang memungkinkan sejumlah jenis tumbuhan bawah dapat tumbuh dengan baik di bawahnya. Pohon sengon berdaun majemuk menyirip ganda, tangkai daun atau tangkai poros utama dengan satu atau lebih kelenjar dan anak daun kecil Ditjen Kehutanan, 1976. Warna daun sengon hijau pupus, berfungsi untuk memasak makanan dan sekaligus sebagai penyerap karbon dioksida dari udara bebas Anonim, 2006. Pohon sengon berbunga sepanjang tahun. Bunganya tersusun dalam bentuk malai dengan ukuran daun mahkota kecil, sekitar 0,5-1 cm, dan bunganya berwarna putih kekuningan dan sedikit berbulu. Setiap kuntum bunga terdiri dari bunga jantan dan bunga betina, cara penyerbukannya dibantu oleh angin atau serangga Anonim, 2006. Masa puncak pembuahan terjadi antara bulan Juni- November. Buah sengon berbentuk polong, pipih, tipis, dan panjangnya sekitar 6- 12 cm. Setiap polong buah berisi 15-30 biji. Bentuk biji mirip perisai kecil dan jika sudah tua biji akan berwarna coklat kehitaman,agak keras, dan berlilin. Jumlah benih sengonkg sekitar 40.000-55.000 atau 36.000 bijiliter. Daya kecambahnya ialah 80. Atmosuseno, 1998 dan Anonim, 2006.

2. Daerah Penyebaran dan Tempat Tumbuh

Sengon merupakan jenis pohon yang tumbuh secara alami di daerah Maluku, Irian Jaya, Papua New Guinea dan Kepulauan Solomon, juga terdapat di Sulawesi Selatan. Sengon sudah tersebar sampai ke Serawak, Brunai, Kepong, Sri Lanka, India dan saat ini penyebarannya juga sudah sampai di Afrika. Sengon mulai masuk ke Pulau Jawa sekitar tahun 1871 Alrasjid, 1973. Ketinggian tempat tumbuh yang optimal untuk pohon sengon antara 0-800 m di atas permukaan laut. Walapun demikian pohon sengon ini masih dapat tumbuh sampai ketinggian 1.500 m di atas permukaan laut. Sengon termasuk jenis tanaman tropis, sehingga untuk tumbuhnya memerlukan suhu sekitar 18°-27°C. Pohon sengon membutuhkan batas curah hujan minimum yang sesuai, yaitu 15 hari hujan dalam 4 bulan terkering, namun juga tidak terlalu basah, dan memiliki curah hujan tahunan yang berkisar antara 2.000-4.000 mm. Pohon sengon membutuhkan kelembaban udara sekitar 50-75 Anonim, 2006. Sengon dapat tumbuh pada tanah yang tidak subur dan agak sarang, tanah kering maupun becek dan agak asin. Iklim yang paling optimal bagi pertumbuhan sengon ialah iklim basah sampai agak kering Martawijaya et. al., 1989. Selain itu, sengon lebih menyukai topografi yang relatif datar walaupun pada keadaan tertentu dapat ditanam pada areal bergelombang dan miring dengan persentase kemiringan 25 Prihmantoro, 1991.

3. Penanaman dan Pemeliharaan

Menurut Pradjadinata dan Masano 1989, penanaman dilakukan setelah hujan lebat turun pada musim penghujan, pada umumnya dalam bulan Oktober- Januari, karena bibit yang baru ditanam menghendaki banyak air dan udara lembab. Jenis kegiatan penanaman yang dilakukan berupa pembuatan dan pemasangan ajir tanam dari bahan bambu atau kayu dengan ukuran, panjang 0,5-1 m, lebar 1-1,5 cm. Pemasangan ajir dimaksudkan untuk memberikan tanda dimana bibit harus ditanam. Dengan demikian pemasangan ajir tersebut harus sesuai dengan jarak tanam yang digunakan yaitu 3x1 meter atau 3x2 meter Anonim, 2006. Untuk menghindari serangan hama boktor dibuat jarak tanam 3x3 meter atau 4x3 meter. Sistem tumpang sari yang diterapkan di wilayah Kediri ialah sistem tumpang sari dengan tanaman nanas Anonim, 2000. Kegiatan pemeliharaan yang sangat penting adalah tindakan penyiangan. Tindakan ini dilakukan untuk membebaskan tanaman pokok dari tanaman pengganggu dengan cara membersihkan gulma yang tumbuh liar di sekeliling tanaman, agar kemampuan kerja akar dalam menyerap unsur hara dapat berjalan secara optimal Anonim, 2006. Penyiangan dilakukan 2-3 kali setahun sampai tanaman berumur 2 tahun. Pada tanaman yang berumur 3-4 tahun, kegiatan penyiangan dapat dilakukan 1 kali tiap tahun Pradjadinata dan Masano, 1989. Penjarangan dilakukan untuk memberikan ruang tumbuh yang lebih leluasa bagi pohon sengon pada tegakan Anonim, 2006. Penjarangan dimulai sejak tanaman berumur 3 tahun, dan dilakukan setiap tahun. Setelah mencapai umur 10 tahun, penjarangan dilakukan 3 tahun sekali Pradjadinata dan Masano, 1989.

4. Riap dan Daur

Pohon sengon merupakan pohon yang tumbuh dengan cepat dan mudah beradaptasi dengan berbagai lingkungan. Pada umur 3 tahun tanaman ini dapat mencapai tinggi 15 meter, dengan diameter batang 11 cm Dephut, 1990. Alrasjid 1973, mengemukakan bahwa tegakan sengon dapat mencapai riap sebesar 37,4 m 3 per hektar per tahun sedangkan daur untuk sengon yang paling baik adalah sekitar 15 tahun, akan tetapi daur pada pohon sengon milik rakyat dapat dikatakan tidak pasti dan biasanya ditentukan menurut maksud dari penggunaan kayunya. Penebangan pohon di pekarangan dan kebun milik rakyat dilakukan pada umur 5-8 tahun, sedangkan di tegalan pada umur 6-12 tahun. Pohon sengon tidak lama hidupnya, pada umur 6-10 tahun sudah banyak yang mati kerena serangan hama penggerek batang Xystrocera festiva yang hebat. Pada tanah yang kurang subur, pohon ini jarang yang mencapai umur 20 tahun dan pada umumnya mati pada umur 17 tahun, sedangkan pada tanah yang subur sengon dapat mencapai umur 20-25 tahun. Untuk kayu gergajian ditetapkan daur 15 tahun Ditjen Kehutanan, 1976.

5. Manfaat dan Kegunaan

Pohon sengon merupakan pohon yang serba guna. Dari mulai daun hingga perakarannya dapat dimanfaatkan untuk beragam keperluan. Daun sengon dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak yang sangat baik dan mengandung protein tinggi. Akarnya dapat membuat tanah di sekitarnya menjadi lebih subur karena sistem perakaran sengon banyak mengandung nodul akar sebagai hasil simbiosis dengan bakteri Rhizobium. Keberadaan nodul akar dapat membantu porositas tanah dan penyediaan unsur nitrogen dalam tanah Anonim, 2006. Kayu sengon dapat dimanfaatkan untuk industri kayu pertukangan dan peti kemas Atmosuseno, 1998. Selain itu, sengon banyak digunakan oleh penduduk di daerah Jawa Barat sebagai bahan baku kayu untuk membuat perumahan, papan serat, papan partikel dan juga kayu bakar Martawijaya et al, 1989.

B. Tinjauan umum Xystrocera festiva Pascoe

1. Klasifikasi Serangga

Hama utama tegakan sengon ini merupakan hama penggerek kulit dan batang, termasuk ke dalam : Ordo : Coleoptera Famili : Cerambycidae Genus : Xystrocera Spesies : Xystrocera festiva Nama daerah : Boktor sengon, Wowolan, Uter-uter

2. Daerah penyebaran, pohon inang dan populasi

Survei yang dilakukan pada awal tahun 60-an menunjukkan bahwa hama ini telah tersebar di seluruh tegakan sengon di Pulau Jawa, mulai dari dataran rendah sampai ketinggian ±1000 meter dpl, di daerah berilkim basah maupun kering Notoatmodjo, 1963. Di luar Pulau Jawa, hama ini terdapat di Pulau Kalimantan dan Sumatera. Hama ini juga menyerang sengon di Malaysia dan Filipina. Di Indonesia bagian timur, yaitu di Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya serta Kepulauan Nusa Tenggara belum ditemukan adanya serangan boktor pada tanaman sengon. Pohon inang yang biasa diserang ialah Sengon, pohon inang lainnya ialah : Albizia chinensis, Albizia lebbeck, Albizia sumatrana dan Pithecolobium jiringa, dll Husaeni, 2001. Menurut Tarumingkeng 1992, populasi adalah sehimpunan individu atau kelompok individu suatu jenis makhluk hidup yang tergolong dalam satu spesies atau kelompok lain yang dapat melangsungkan interaksi genetik dengan jenis yang bersangkutan, dan pada suatu waktu tertentu menghuni suatu wilayah atau tata ruang tertentu. Adapun sifat-sifat khas yang dimiliki oleh suatu populasi adalah kerapatan densitas, laju kelahiran natalitas, laju kematian mortalitas, sebaran distribusi umur, potensi biotik, sifat genetik, perilaku dan pemencaran dispersi.

3. Morfologi, Biologi dan Siklus Hidup Serangga .

Telur berbentuk lonjong berukuran 2x1 mm, mula-mula berwarna hijau- kuning dan setelah tua, warnanya kuning dan keras. Telur diletakkan mengelompok, satu sama lain dilekatkan oleh perekat yang tidak berwarna. Kelompok-kelompok telur biasanya terdapat pada bekas patahan cabang atau retakan-retakan kulit bekas serangan Natawiria, 1973. Menurut Suharti et. al. 1993, letak telur dengan yang lain berkelompok dengan jumlah sekitar 41-237 butir. Stadium telur adalah 28-32 hari dengan rata-rata 30 hari Larva yang baru menetas berbentuk silindris, berwarna putih kotor, kekuning-kuningan. Larva dewasa mempunyai panjang sampai 5,2 cm. Larva yang baru menetas secara berkelompok menggerek kulit batang hingga akhirnya mencapai bagian kayu. Serangan awal ditandai dengan terjadinya perubahan pada warna kulit batang dari putih keabuan menjadi merah kecoklatan. Warna tersebut disebabkan oleh adanya serbuk gerek yang berasal dari kulit batang. Sebagian besar kehidupan larva berlangsung pada kayu gubal. Pupa berwarna putih kekuning-kuningan dengan ukuran 30x10 mm. Kumbang X. festiva aktif pada waktu senja. Di laboratorium Entomologi Pusat Litbang Hutan Bogor, kumbang keluar mulai pukul 18.00 sedangkan di Malang kumbang keluar mulai pukul 16.00. Kumbang berwarna coklat kekuning- kuningan agak mengkilap, di bagian pinggir dari elytra dan sekeliling pronotum terdapat garis lebar yang berwarna hijau kebiruan yang mengkilap. Menurut Notoatmodjo 1963 waktu perkawinan dan bertelur terjadi beberapa jam setelah kumbang keluar. Waktu bertelur hanya terjadi dalam satu hari dan kebanyakan kumbang hanya bertelur sampai 2 kali dalam waktu 2-8 hari. Umur kumbang betina rata-rata 2-5 hari dan kumbang jantan rata-rata 7 hari. Siklus hidup X. festiva lebih kurang 6 bulan Natawiria, 1973. Kumbang boktor tidak dapat terbang jauh, satu kali terbang hanya mencapai jarak 3-4 m, dengan ketinggian terbang 0,5-1 m tetapi kadang-kadang mencapai 2 m. Untuk mencapai jarak yang jauh ia harus terbang beberapa kali. Penyebaran ke tempat yang lebih jauh dibantu oleh tiupan angin. Oleh karena itu, serangan hama ini pada pohon sengon terjadi pada pohon-pohon yang tumbuh berdekatan dan kadang-kadang satu pohon mendapat serangan beberapa kali Natawiria, 1973.

4. Cara Penyerangan dan Aspek-Aspek Serangan

Fase hidup Xystrocera festiva yang paling merusak ialah fase larva. Larva- larva yang baru menetas akan segera memakan kulit bagian dalam dan bagian luar dari kayu gubal, membentuk saluran-saluran sedalam 0,5 mm ke arah bawah batang. Saluran gerek ini seluruhnya tertutup oleh ekskremen yang dihasilkan larva. Saluran gerek ini biasanya saling berhubungan continue dan arahnya tidak beraturan, biasanya vertikal. Semakin ke arah bawah saluran gerek ini semakin melebar karena ukuran larva yang memakannya semakin besar. Dari bagian batang yang rusak akan keluar cairan berwarna coklat atau hitam. Setiap saluran dicirikan oleh adanya suatu lubang dan serbuk gerek pada permukaan kulit; banyak serbuk gerek bervariasi tergantung pada umur dan banyaknya larva yang hidup bersama di dalam kulit. Serbuk gerek yang menempel pada permukaan kulit atau yang jatuh ke lantai hutan sering digunakan sebagai petunjuk adanya serangan hama ini Husaeni, 2001. Pada saat larva menjadi pupa, ia akan membuat lubang gerek ke dalam kayu gubal kemudian membelok keatas. Bentuk lubang gereknya oval berukuran 0.75-1,33 cm, dalamnya mencapai 20 cm. Larva akan berkepompong di ujung lubang gerek, kepala menghadap ke arah bawah. Pupa dilindungi oleh lapisan kerak kapur Kalsium karbonat Husaeni,2001. Kumbang yang baru terbentuk akan keluar dari lubang gerek dengan cara menerobos kerak kapur, menuju ujung bawah lubang gerek kemudian melubangi kulit batang yang tidak dimakan larvanya Husaeni,2001. Serangan Xystrocera festiva pada tegakan sengon sudah terjadi sejak tegakan berumur 3 tahun, yaitu pada saat diameter batang sekitar 10-12 cm dan tinggi pohon mencapai 16 m. Letak serangan pada pohon adalah mulai dari pangkal batang sampai ketinggian lebih dari 10 m. Kerusakan yang ditimbulkan oleh larva ialah kerusakan kulit bagian dalam dan kayu gubal pohon inang. Akibatnya kulit akan mati, terkelupas dan jatuh. Bila tidak terjadi serangan berikutnya pertumbuhan pohon yang cepat akan dapat menyembuhkan luka-luka tersebut, dengan cara pembentukan kalus. Akan tetapi perusakan oleh hama ini sering terjadi berulang-ulang untuk beberapa tahun, sehingga banyak pohon yang mati atau patah. Kerusakan tersebut akan menurunkan volume dan kualitas kayu pertukangan yang dihasilkan Husaeni, 2001.

5. Pengendalian .

a. Pengendalian secara fisikmekanis.

Notoatmodjo 1963 menganjurkan pengendalian boktor secara mekanis dengan sistim ’tebang-sakit’ dan cara pengeletekan penyesetan kulit batang pada tanaman yang terserang. Cara ini telah dicoba di Gerbo, Malang Utara. Cara tersebut adalah sebagai berikut : • Menebangmembuang semua pohon yang terserang sambil membinasakan hama yang terdapat di pohon tersebut. • Bagi serangan awal di mana larva masih berada di bawah kulit kayu dapat dilakukan dengan pengeletekan kulit dan membinasakan semua larvanya. • Melakukan pemeriksaan secara rutin dan intensif dalam jangka waktu disesuaikan dengan keadaan untuk menjaga kemungkinan adanya infeksi baru

b. Pengendalian Secara Kimiawi Insektisida.

Pengendalian X. festiva secara kimiawi selain biayanya mahal, secara teknis juga sukar untuk dilaksanakan. Nurhayati 2001, pernah mencoba menggunakan jenis insektisida sistemik yaitu Perfekthion 400 EC pada berbagai tingkat konsentrasi dengan cara menyemprotkan insektisida pada permukaan pohon yang terserang X. festiva. Tingkat konsentrasi yang digunakan yaitu 0 ccl kontrol, 2 ccl, 4 ccl, 6 ccl, 8 ccl dan 10 ccl. Peningkatan konsentrasi Perfekthion dapat mengakibatkan efikasi tingkat keampuhan yang semakin tinggi dalam mematikan larva boktor sengon. Menurut Nurhayati 2001, berdasarkan tingkat keampuhan efikasi insektisida Perfekthion 400 EC pada selang waktu 3 minggu setelah penyemprotan, terlihat bahwa konsentrasi insektisida yang sudah cukup efektif untuk pengendalian hama boktor sengon adalah 6 ccl. Insektisida lain yang telah dicoba untuk memeberantas boktor sengon adalah Dimecron 100 yang merupakan salah satu insektisida sistemik. Setiap pohon yang terserang disemprot dengan Dimecron 100 berkonsentrasi 0.5 dengan dosis 75 cc cairan semprot per pohon. Ternyata insektisida ini dapat mematikan larva yang berumur sampai 2 bulan tetapi tidak dapat mematikan larva yang berumur lebih tua dan larva-larva yang telah menggerek ke dalam kayu gubal Sidabutar dan Natawiria, 1973 dalam Husaeni, 2001. c. Pengendalian secara biologis. Pengendalian secara biologis yaitu usaha pengendalian dengan memanfaatkan musuh alami dari hama tersebut yang tersedia di lapangan. Pengendalian secara biologi yang telah dikaji keampuhannya adalah dengan menggunakan parasitoid telur boktor dan jamur patogen larva. 1. Pelepasan parasitoid telur Serangga parasitoid yang menyerang telur boktor sengon adalah Anagyrus sp. dan secara alami biasa memarasit kelompok telur boktor sengon dengan tingkat serangan tingkat parasitisasi rata-rata 20. Setelah tegakan sengon yang diserang hama boktor dilepasi parasitoid telur sebanyak ± 5000 ekor, ternyata dari setiap kelompok telur boktor, rata-rata 45 terserang parasitoid, 21 tidak menetas dan hanya 34 yang menetas menjadi larva. Oleh karena itu, pelepasan parasitoid telur cukup berpengaruh dalam mengendalikan serangan hama boktor dengan cara mengurangi jumlah larva yang menetas Husaeni dan Kasno, 1997. 2. Penyemprotan dengan jamur patogen Pengendalian larva boktor sengon bisa dilakukan dengan cara penyemprotan jamur patogen, salah satu jamur yang digunakan ialah Beauveria bassiana. Penyemprotan sebaiknya dilakukan pada saat serangan hama pada tahap awal karena larva boktor masih muda dan berukuran kecil. Penggunaan jamur Beauveria bassiana dalam bentuk suspensi 200 gram6 liter air atau 200 gram8 liter air dapat mematikan semua anggota koloni larva boktor pada tegakan sengon sampai mencapai 95 Suharti et. al., 1998 BioMeteor adalah bioinsektisida berbahan aktif jamur Metharhizium anisopliae. BioMeteor sangat efektif untuk pengendalian hama tanaman dalam tanah seperti hama boktor tebu Dorysthenes sp. dan boktor sengon Xystrocera festiva serta hama tanaman lainnya Anonim, 2006. Untuk pengendalian hama di dalam tanah digunakan bioMeteor dengan cara ditaburkan dalam dosis 100 kgha untuk bentuk tepung, atau 200 kgha untuk bentuk butiran. Penggunaan bioMeteor untuk hama tanaman dapat disemprotkan dengan dosis 10 gramliter air untuk bentuk tepung, dan 20 gramliter air untuk bentuk butiran Anonim, 2006. Keunggulan bioinsektisida Strain Metharhizium anisopliae ialah : • Strain Metharhizium anisopliae selalu diperbaiki dan disesuaikan dengan hama sasaran • Produk dikemas khusus sehingga tahan lama dalam penyimpanan • Mudah diaplikasikan • Pengendalian mutu produk dilakukan oleh tenaga ahli yang profesional Aman terhadap tanaman dan lingkungan Anonim, 2006. III. KEADAAN UMUM LOKASI

A. Letak dan Luas Daerah Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di RPH Pandantoyo yang merupakan bagian dari kawasan hutan BKPH Pare, KPH Kediri, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. BKPH Pare terdiri dari 5 RPH yaitu RPH Jatirejo, RPH Kandangan, RPH Manggis, RPH Besowo, dan RPH Pandantoyo. Kawasan hutan BKPH Pare terletak di lereng Gunung Kelud dan Gunung Anjasmoro yang terbagi menjadi 4 blok hutan yaitu : 1. Blok hutan Jumlang, yaitu wilayah RPH Kandangan, yang terletak di lereng Gunung Anjasmoro. 2. Blok hutan Gadungan, yaitu wilayah RPH Manggis dan Jatirejo, yang terletak di lereng Gunung Kelud. 3. Blok hutan Ngancar, yaitu wilayah RPH Pandantoyo, yang terletak di lereng Gunung Kelud. 4. Blok hutan Kelud Luksono, yaitu wilayah RPH Besowo yang terletak di lereng Gunung Kelud. Luas kawasan hutan BKPH Pare adalah 9167, 70 Ha, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Luas kawasan hutan BKPH Pare, KPH Kediri RPH Luas Ha Kelas Perusahaan Kandangan 915 Jati Besowo 3576,5 Mahoni Manggis 1447,7 Sengon dan Jabon Jatirejo 1922,6 Sengon dan Jabon Pandantoyo 1305,9 Sengon Jumlah 9167.7 - Sumber : Kantor BKPH Pare, KPH Kediri Tahun 2005. Secara administratif, wilayah hutan RPH Pandantoyo berada di Kecamatan Ngancar, Kabupaten DT II Kediri. Ada 4 desa yang berbatasan langsung dengan wilayah hutan RPH Pandantoyo, yaitu : 1. Di sebelah utara berbatasan dengan Desa Babadan 2. Di sebelah barat berbatasan dengan Desa Sugihwaras 3. Di sebelah selatan berbatasan dengan Desa Manggis 4. Di sebelah timur berbatasan dengan Desa Ngancar Rincian luas kawasan hutan RPH Pandantoyo, BKPH Pare, KPH Kediri, dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Peruntukan Lahan di Kawasan Hutan RPH Pandantoyo, BKPH Pare, KPH Kediri. Peruntukan Lahan Luas Ha dari luas keseluruhan RPH Hutan Produksi - Jati - Mahoni - Johar - Acasia - Glericidae - Pinus - Sengon 26.6 39.5 7 6.4 1.5 57.80 1132.80 1.46 2.17 0.38 0.35 0.08 3.18 62.25 Hutan Lindung 416.30 22.89 LDTI 117 6.43 TBP 14.8 0.81 Jumlah 1305.9 100 Sumber : Kantor BKPH Pare, KPH Kediri Tahun 2005

B. Topografi dan Jenis Tanah