Pedagang Kaki Lima Di Cireundeu Dan Permasalahannya

Di Cireundeu, pernah ada cap, bahwa PKL itu identik dengan “orang perantau atau bukan asli penduduk setempat”. Sebab di mana-mana terdapat pedagang kaki lima yang bertempat tinggal di daerah jawa dan sunda. Disinilah penulis membatasi masalah terhadap pedagang kaki lima, khususnya di daerah Cireundeu dan sekitarnya. 1 Pedagang kaki lima di Cireundeu biasanya sering berada di bawah tenda kaki lima adalah penjual obat, makanan dan minuman kecil, jajan tradisional, mainan anak-anak, kebutuhan sehari-hari dan sebagainya. Juga, pada umumnya yang jual harganya “miring”, lebih murah disbanding yang dijual di toko. Tidak jarang barang yang di jual di pinggir jalan dan emperan itu berkualitas rendah. Barang-barang bekas, rombeng atau loak. Bahkan di masa kini, adalah barang illegal dan bajakan. 2 Ada juga yang menerjemahkan PKL itu sebagai pedagang keliling yang menggunakan gerobak dorong rombong. Rombong ini biasanya mempunyai roda tiga, satu di depan, dua di samping kiri dan kanan, lalu kedua kaki pengganjal di bagian belakang bila berhenti. Dua kaki di bagian belakang, ada juga yang mengartikan kaki pedagang yang mendorongnya apabila sedang berjalan. Sehingga pedagang yang menggunakan gerobak dorong ini disebut PKL. 3 + Mukhtiar Manager Marketing BMT UMJ, Wawancara Pribadi, Ciputat, 02 Mei 2013 , Mukhtiar Manager Marketing BMT UMJ, Wawancara Pribadi, Ciputat, 02 Mei 2013 - Mukhtiar Manager Marketing BMT UMJ, Wawancara Pribadi, Ciputat, 02 Mei 2013 . Kehadiran para PKL ini, umumnya dilakukan oleh pedagang bermodal kecil. Mereka berjualan bukan untuk mencari kaya, tetapi sekedar memenuhi kebutuhan sehari-hari guna mengganjal perut. Sekedar untuk menghidupi keluarganya agar terbebas dari kemiskinan. Hanya itu. Sebab, mereka tidak punya modal besar untuk membeli stand dan kios di pasar atau membeli toko yang permanen. 4 Keberadaan PKL di Cirendeu biasanya pada hari-hari pasar. Namun di kota-kota pada umumnya rutin setiap hari. Ada PKL permanen dan ada pula yang tidak. PKL permanen menempati lahan tetap di tanah lapang, tanah kosong atau pinggir jalan yang tidak mengganggu kelancaran lalu lintas. Sehingga yang tidak permanen, hanya pada waktu-waktu tertentu. Tidak jarang, bahkan menutup jalan raya sama sekali di sore hingga malam hari. Kalau di desa-desa atau kota kecil peranan PKL tidak pernah menjadi masalah. Namun di daerah Cireundeu khususnya selalu menjadi problema. Tidak saja PKL itu dianggap sebagai pengganggu kelancaran lalu lintas kalau PKL itu berada di pinggir jalan raya, tetapi juga dianggap sebagai tempat bersarangnya “multi permasalahan”. Artinya, PKL itu membuat keresahan apabila mereka dengan seenaknya menempati halaman dan trotoar di depan Mukhtiar Manager Marketing BMT UMJ, Wawancara Pribadi, Ciputat, 02 Mei 2013 1 2 rumah atau toko. Kebiasaan “jelek” yang sering terjadi di Cireundeu dan sekitarnya. Kebijakan pemerintah di berbagai kota dalam menangani kegiatan ekonomi informal cukup bervariatif mulai dar penggusuran yang belakangan ini banyak dialami para pelaku ekonomi informal. Evaluasi kebijakan dapat dilakukan untuk menilai keberhasilan atau kegagalan dari suatu kebijakan. Dalam hal ini kebijakan yang berhubungnan dengan penataan PKL di Cireundeu. Untuk mengetahui sejauh mana suatu penataan dimplementasikan maka haruslah kita apakah per-kondisi syarat keberhasilan penataan? Apakah kendala utama primary obstacle bagi sebuah kesuksesan dala penataan? Pedagang Kaki Lima PKL khususnya di daerah Cireundeu, masalah pedagang kaki lima sering kali dilihat dari sisi tingkat gangguan yang ditimbulkan karena dipandang menghambat lalu lintas, merusak keindahan, membuat lingkungan menjadi kotor akibat membuat sampah sembarangan. Dalam menghadapi PKL dengan bidang kota misalnya, pemerintah setempat seringkali mengambil kebijakan yang kurang menguntungkan bagi mereka. Hal ini bisa terjadi karena kurang komprehensifnya pengetahuan tentang keberadaan PKl, khususnya di daerah Cireundeu. Padahal PKL harus dipandang dari segi positif. 5 3 Mukhtiar Manager Marketing BMT UMJ, Wawancara Pribadi, Ciputat, 02 Mei 2013 4 4 Di BMT UMJ terdapat 15 lebih pedagang kaki lima, namun penulis hanya membatasi dua saja yang bakal dijadikan studi kasus dari penelitian ini. Diantaranya pedagang baso dan somay yang berada di lingkungan Cireundeu dan sekitarnya. Sehingga dapat membantu dalam penyelesaian masalah PKL yang berada di Cireundeu.

B. Peran Pendamping BMT UMJ Terhadap Pedagang Kaki Lima Di Cireundeu

Pendampingan adalah membantu masyarakat baik individu maupun kelompok untuk menemukan kemampuan yang ada pada diri mereka. 6 Dan kemungkinan mereka agar mendapatkan untul mengembangkan kemampuan itu hingga mencapai kepenuhan. Dalam hal ini pendampingan dilakukan demi untuk kepentingan pihak yang didampingi bukan kepentingan orang yang mendampingi atau mencari keuntungan demi kepentingan sendiri. Sedangkan menurut Edi Suharto, pendampingan sosial merupakan strategi yang sangat menentukan keberhasilan program pemberdayaan masyarakat yang sesuai dengan prinsip-prinsip pekerjaan sosial yakni, 6 Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, Bandung: PT. Aditama, 2005, h. 93 5 6 membantu orang-orang agar mampu membantu dirinya sendiri, pemberdayaan masyarakat sangat memperlihatkan pentingnya partisipasi publik yang kuat. 7 Dalam konteks ini peranan pekerja sosial seringkali diwujudkan dalam kapasitasnya sebagai pendampingan bukan sebagai penyembuh atau pemecah masalah secara langsung. Masyarakat yang mengorganisasi diri mereka sendiri dalam masyarakatnya serta mencari atau menemukan kelemahan- kelemahan yang ada dalam dirinya, sehingga mereka mencari jalan keluar sendiri demi kebaikannya, sedangkan pihak luar atau pendampingan hanya mendorong mereka serta memberi masukan apabila diperlukan dan tidak boleh memaksakan kehendak pada mereka. BMT adalah Baitul Maal Wat Tamwil, suatu gerakan swadaya masayarakat. Masyarakat dibidang ekonomi sejak awal kehadirannya fokus untuk melayani kebutuhan finansial UMK. Dimulai sejak tahun 1992 yang merupakan respon atas kemiskinan dan pengangguran serta kurangnya permodalan dan pendampingan terhadap para pengusaha mikro dan kecil, khususnya pedagang kaki lima. Dengan adanya permodalan dari lembaga- lembaga, maka dari itu sebagai peran pendamping atau usaha untuk mendapatkan modal, Universitas Muhammadiyah di sini sangat berperan 7 Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, Bandung: PT. Aditama, 2005, h. 94