Peran Baitul Maal Wat Tamwil

kehidupan masyarakat. Oleh karena itu , BMT diharapkan mampu berperan lebih aktif dalam memperbaiki kondisi ini. Dengan keadaan tersebut keberadaan BMT setidaknya mempunyai beberapa peran : Menjauhkan masyarakat dari praktek ekonomi non Syariah. Aktif melakukan sosialisasi di tengah masyarakat tentang arti penting sistem ekonomi Islami. Hal ini bisa dilakukan dengan pelatihan-pelatihan mengenai cara – cara bertransaksi yang islami, misalnya supaya ada bukti dalamtransaksi, dilarang curang dalam menimbang barang, jujur terhadap konsumen dan sebagainya. a. Melakukan pembinaan dan pendanaan usaha kecil. BMT harus bersikap aktif menjalankan fungsi sebagai lembaga keuangan mikro, misalnya dengan jalan pendampingan, pembinaan, penyuluhan, dan pengawasan terhadap usaha–usaha nasabah atau masyarakat umum. b. Melepaskan ketergantungan pada rentenir, masyarakat yang masih tergantung rentenir disebabkan renternir mampu memenuhi keinginan masyarakat dalam memenuhi dana dengan segera. Maka BMT harus mampu melayani masyarakat lebih baik, misalnya selalu tersedia dana setiap saat, birokrasi yang sederhana dan lain sebagainya. c. Menjaga keadilan ekonomi masyarakat dengan distribusi yang merata. Fungsi BMT langsung berhadapan dengan masyarakat yang kompleks dituntut harus pandai bersikap, oleh karena itu langkah–langkah untuk melakukan evaluasi dalam rangka pemetaan skala prioritas yang harus diperhatikan, misalnya dalam masalah pembiayaan, BMT harus memperhatikan kelayakan nasabah dalam hal golongan nasabah dan jenis pembiayaan. 8 BMT mempunyai beberapa komitmen yang harus dijaga supaya konsisten terhadap perannya, komitmen tersebut adalah: a. Menjaga nilai-nilai Syariah dalam operasi BMT. Dalam operasinya BMT bertanggung jawab bukan saja terhadap nilai keislaman secara kelembagaan, tetapi juga nilai-nilai keislamandi masyarakat dimana BMT itu berada. Maka setidaknya BMT memiliki majelis taklim atau kelompok pengajian usrob. b. Memperhatikan permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengan pembinaan dan pendanaan usaha kecil. BMT tidak menutup mata terhadap masalah nasabahnya, tidak saja dalam spek ekonomi, tetapi aspek kemasyarakatan nasabah yang lainya. Maka BMT setidaknya ada biro konsultasi bagi masyarakat bukan hanya berkaitan dengan masalah pendanaan atau pembiayaan tetapi juga masalah kehidupan sehari-hari mereka. c. Meningkatkan profesionalitas BMT dari waktu ke waktu. Tuntutan ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan untuk menciptakan BMT yang mampu membantu kesulitan ekonomi masyarakat. Maka setiap BMT dituntut mampu meningkatkan SDM dengan melalui pendidikan dan pelatihan. 8 Muhammad Ali Daud. Sistem Indonesia Islam Zakat dan Wakaf. Jakarta: UI Press, 1988, h. 97 d. Ikut terlibat dalam memelihara kesinambungan usaha masyarakat. Keterlibatan BMT di dalam kegiatan ekonomi masyarakat akan membantu konsistensi masyarakat dalam memegang komitmen sebagai seorang nasabah. Maka BMT yang bertugas sebagai pengelola, Zakat, Infaq dan Shadaqah juga harus membantu nasabah yang kesulitan dalam masalah pembayaran kredit. 9 BMT dalam pembinaan masyarakat tentunya disini bertujuan meningkatkan kualitas usaha ekonomi untuk kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Pengertian tersebut diatas dipahami bahwa Baitul Maal Wattamwil ini berorientasi pada upaya meningkatkan kesejahteraan anggota dan masyarakat. Pada anggota ini harus diberdayakan supaya masyarakatnya dapat mandiri. Dalam meningkatkan pembinaan BMT dimulai dalam pemberian modal pinjaman modal pinjaman sedapat mungkin dapat memandirikan ekonomi pinjaman. Oleh sebab itu sangat perlu dilakukan pendampingan. Dalam pelemparan pembiayaan, BMT harus dapat menciptakan suasana keterbukaan, sehingga dapat mendeteksi berbagai kemungkinan yang timbul dari pembiayaan. Untuk mempermudah pendampingan, pendekatan pola kelompok menjadi sangat penting. Anggota dikelompokan berdasarkan usaha yang sejenis atau kedekatan tempat tinggal, sehingga BMT dapat denga mudah melakukan pendampingan. 10 9 Muhammad Ali Daud. Sistem Indonesia Islam Zakat dan Wakaf. Jakarta: UI Press, 1988, h. 102 10 Muhammad, Manajemen Baitul Maal Wat Tamwil BMT. Yogyakarta: STIS, 1998. h. 55 Peran sosial BMT akan terlihat pada definisi baitul maal, sedangkan peran bisnis BMT terlihat dari definisi baitul tamwil. Sebagai lembaga sosial, baitul maal memiliki kesamaan fungsi dan peran dengan Lembaga Amil Zakat LAZ, oleh karenanya, baitul maal ini harus didorong agar mampu berperan secara profesional menjadi LAZ yang mapan. Fungsi tersebut paling tidak meliputi upaya pengumpulan dana zakat, infaq, sedekah, wakaf dan sumber dana-dana sosial yang lain, dan upaya pensyarufan zakat kepada golongan yang paling berhak sesuai dengan ketentuan asnabiah. Sebagai lembaga bisnis, BMT lebih mengembangkan usahanya pada sektor keuangan, yakni simpan-pinjam. Usaha ini seperti usaha perbankan yakni menghimpun dana anggota dan calon anggota nasabah serta menyalurkannya kepada sektor ekonomi yang halal dan menguntungkan. Namun demikian, terbuka luas bagi BMT untuk mengembangkan lahan bisnisnya pada sektor riil maupun sektor keuangan lain yang dilarang dilakukan oleh lembaga keuangan bank. Karena BMT bukan bank, maka ia tidak tunduk pada aturan perbankan. 11 Pada aturan hukum di Indonesia, badan hukum yang paling mungkin untuk BMT adalah koperasi, baik serba usaha KSU maupun simpan pinjam KSP. Namun demikian, sangat mungkin dibentuk perundangan tersendiri, 11 Muhammad Ali Daud. Sistem Indonesia Islam Zakat dan Wakaf. Jakarta: UI Press, 1988, h. 163 mengingat, sistem operasional BMT tidak sama persis dengan perkoperasian, semisal LKM Lembaga Keuangan Mikro Syariah, dan lain-lain. 12

B. Pedagang Kaki lima 1. Pengertian Pedagang Kaki Lima

Sektor informal sangat menarik karena kemandiriannya dalam menciptakan lapangan kerja dan menyediakan barangjasa murah serta reputasinya sebagai katup pengaman yang dapat mencegah merajalelanya pengangguran dan keresahan sosial. Disamping itu sektor informal sangat menarik karena dapat memberikan gambaran secara menyeluruh tentang kecenderungan sosial ekonomi kepada penentu kebijakan. 13 Pedagang Kaki Lima PKL merupakan kelompok tenaga kerja yang banyak di sektor informal. PKL juga memiliki potensi untuk menciptakan dan memperluas lapangan kerja, terutama bagi tenaga kerja yang kurang memiliki kemampuan dan keahlian yang memadai untuk bekerja di sektor formal karena rendahnya tingkat pendidikan yang mereka miliki. PKL sebagai tulang punggung ekonomi masyarakat lemah, membutuhkan perhatian lebih dari pemerintah dalam hal penyelenggaraan iklim yang kondusif bagi berkembangnya usaha mereka. 14 12 Muhammad Ali Daud. Sistem Indonesia Islam Zakat dan Wakaf. Jakarta: UI Press, 1988, h. 164 13 Imamuddin, Yuliadi. Ekonomi Islam Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001, h. 47 14 Imamuddin, Yuliadi. Ekonomi Islam Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001, h. 49 Pedagang Kaki Lima PKL merupakan salah satu sektor informal yang dominan di daerah perkotaan, sebagai wujud kegiatan ekonomi skala kecil yang menghasilkan dan atau mendistribusikan barang dan jasa. 15 Barang-barang yang dijual yaitu barang-barang convenience berkategori menyenangkan seperti makanan hingga souvenir. PKL menjajakan dagangannya berkeliling atau mengambil tempat di trotoar dan emper toko.

2. Karakteristik Pedagang Kaki Lima

Pedagang kaki lima seperti halnya kegiatan informal, memiliki ciri-ciri atau karakteristik yaitu: a. Tidak terorganisasi secara baik. b. Tidak memiliki ijin usaha yang sah, pola kegiatan tidak teratur tidak ada jam kerja. c. Usahanya tidak kontinyu mudah berganti usaha . d. Modal usaha relatif kecil barang dagangan milik sendiri ataupun milik orang lain. e. Teknologi yang digunakan sangat sederhana, dan umumnya tingkat pendidikan rendah. 16 Pedagang kaki lima yang tumbuh di sekitar Cireundeu tidak terencana dan memiliki keragaman dalam bentuk maupun jasa pelayanannya. 15 http:id.shvoong.comsocial-sciencessociology2205244-definisi-pedagang- kakilimaixzzW3rSi9Etanggal10jam04 16 http:id.shvoong.comsocial-sciencessociology2205244-definisi-pedagang- kakilimaixzzW3rSi9Etanggal10jam04