Batasan dan Rumusan Masalah
                                                                                Jika  kata  cepat  dipotong  lagi,  maka  ce-  dan –pat  masing-masing  tidak
mempunyai  makna.  Bentuk  mem-,  per-,  dan  cepat  disebut  morfem.  Morfem adalah  kesatuan  yang  ikut  serta  dalam  pembentukan  kata  dan  yang  dapat
dibedakan artinya.
5
Para  tata  bahasawan  tradisional  biasanya  memberi  pengertian  terhadap kata berdasarkan arti dan ortografi. Menurut mereka kata adalah satuan bahasa
yang memiliki satu pengertian; atau kata adalah deretan huruf yang diapit oleh dua  buah  spasi,  dan  mempunyai  satu  arti.
6
Kata  mendapatkan  tempat  yang penting  dalam  analisis  bahasa  dan  kata  adalah  satu  kesatuan  sintaksis  dalam
tutur  atau  kalimat.  Kata  dapat  merupakan  satu  kesatuan  penuh  dan  komplet dalam  ujar  sebuah  bahasa,  kecuali  partikel.  Kata  dapat  ditersendirikan  atau
dapat dipisahkan dari yang lain dan dipindahkan pula.
7
Dari uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa dengan adanya proses morfologis  maka  akan  terbentuk  kata.  Proses  morfologis  ialah  cara
pembentukan  kata-kata  dengan  menghubungkan  morfem  yang  satu  dengan morfem  yang  lain.
8
Dari  pengertian  tersebut,  penulis  menyimpulkan  bahwa proses morfologis ialah peristiwa pembentukan kata dari morfem. Suatu kata
yang  sudah  terbentuk  belum  tentu  dapat  dikatakan  jadi  atau  siap  pakai. Artinya,  pemakaian  kata  dasar  saja  tidak  cukup  dalam  suatu  kalimat,  tetapi
memerlukan  kata-kata  yang  berbentuk  lain,  dalam  hal  ini  misalnya  kata berimbuhan berafiks.
2. Hakikat Kata Berimbuhan Afiksasi
Berkomunikasi  merupakan  kebutuhan  menyampaikan  pesan  atau informasi  kepada  orang  lain  dalam  kehidupan  sehari-hari.  Kelancaran
5
Gorys Keraf, Tata Bahasa Indonesia, Jakarta: Nusa Indah, 1969,  h. 52.
6
Abdul Chaer, Linguistik Umum, Jakarta: Rineka Cipta, 2007, Cet. III,  h. 162.
7
Jos Daniel Parera,  Morfologi Bahasa, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2007, h. 4.
8
Samsuri, Analisis Bahasa, memahami bahasa secara ilmiah, Jakarta: Erlangga, 1978, h. 188.
komunikasi sangat dibutuhkan semua orang, oleh karena itu susunan-susunan kata  yang  digunakan  harus  baik  dan  benar.  Maka,  jika  pesan  disampaikan
dengan  baik  dan  benar,  pastilah  komunikasi  yang  terjadi  berjalan  dengan lancar,  sesuai  yang  diharapkan.  Agar  dapat  berkomunikasi  dengan  lancar,
maka  kita  perlu  mengetahui  susunan-susunan  bahasa  yang  sesuai  dengan kaidah bahasa Indonesia, salah satunya pembubuhan afiks.
Afiks  ialah  suatu  satuan  gramatikal  terikat  yang  di  dalam  suatu  kata merupakan  unsur  yang  bukan  kata  dan  bukan  pokok  kata,  yang  memiliki
kesanggupan  melekat  pada  satuan-satuan  lain  untuk  membentuk  kata  atau bentuk  kata  baru.
9
Dalam  buku  Francis  Katamba  menulis “an  affix  is  a
morpheme  which  only  occurs  when  attached  to  some  other  morpheme  or morphemes  such  as  a  root  or  stem  or  base.”
10
Menurutnya  afiks  adalah morfem yang muncul hanya jika menempel pada satu morfem lain atau lebih.
Lebih  lanjut  Rochelle  Lieber  dalam  bukunya  mengungkapkan “linguists
define  a  morpheme  as  the  smallest  unit  of  language  that  has  its  own meaning.”
11
Ia mendeskripsikan morfem sebagai bentuk terkecil dari bahasa. Dari berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa imbuhan afiks
sangat  diperlukan  dalam  pembentukan  kata-kata  baru  yang  akan  mengalami proses  morfologis.  Kata  berimbuhan  berafiks  dapat  dibagi  atas  kata-kata
yang  mengandung  prefiks,  konfiks,  klofiks,  infiks,  dan  sufiks.  Penulis  akan menguraikan  kata-kata  berimbuhan  berafiks  pembentuk  verba,  yaitu  mula-
mula prefiks, konfiks, klofiks, kemudian infiks, dan akhirnya sufiks.
9
M. Ramlan, Ilmu Bahasa Indonesia MORFOLOGI Suatu Tinjauan Deskriptif , Yogyakarta: C.V. Karyono, 2009, Cet. 13, h. 55.
10
Francis Katamba, Modern Linguistics: Morphology, London: The Macmillan Press LTD, 1993, h. 44.
11
Rochelle Lieber, Introducing Morphology, New York: Cambridge University Press, 2010, h. 3.
                                            
                