Interferensi morfologi dialek betawi terhadap bahasa Indonesia dalam karangan eksposisi siswa kelas VIII di MTS Nurul Anwar Bekasi Utara Tahun pelajaran 2013/2014

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah

dan Keguruan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

oleh DIDI SURYADI NIM : 1811013000020

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN (FITK) UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1435 H./2014 M.


(2)

(3)

(4)

(5)

i

Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulloh Jakarta.

Permasalahan penelitian ini adalah Bagaimana interferensi morfologi Dialek Betawi pada morfologi bahasa Indonesia tulis siswa kelas VIII MTs. Nurul Anwar di Bekasi Utara dan bagaimana wujud interferensi tersebut. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan interferensi morfologi Dialek Betawi bahasa Indonesia tulis siswa kelas VIII MTs. Nurul Anwardi Bekasi Utara.

Pengumpulan data dilakukan dengan teknik simak dan teknik catat. Sumber data berjumlah dua puluh tujuh karangan murid yang menjadi populasi.

Dalam penelitian kualitatif ini metode yang digunakan dalam analisis data adalah metode deskriptif kualitatif dan metode padan dengan teknik dasar (pilah) dan teknik lanjutan (banding).

Berdasarkan penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa wujud interferensi morfologi Dialek Betawi terhadap bahasa Indonesia dalam karangan eksposisi siswa kelas VIII MTs. Nurul Anwar di Bekasi Utara adalah pembentukan konfiks {ke-/-an}, prefiks {ke-}, prefiks nasal {N-} beralomorf /ng/ dan /ny/, pembentukan prefiks zero, dan sufiks {-an}

Adapun pembentukan konfiks {ke-/-an} sebanyak 29,41%, prefiks {ke-} sebanyak 35,29%, prefiks nasal {N-} beralomorf /ng/ dan /ny/, sebanyak 88,23%, pembentukanprefiks zero sebanyak 76,47%, dan sufiks {-an} sebanyak 17,65%.


(6)

ii

Indonesian Language and Literature Faculty of MT and Teaching (FITK) State Islamic University Syarif Hidayatulloh Jakarta.

The problem of this research is how the morphology interference Betawi dialect written in Indonesian morphology eighth grade students of MTs. Nurul Anwar in North Jakarta and how to form the interference. The purpose of this study was to describe the morphology interference Indonesian Betawi dialect writing eighth grade students of MTs. Nurul Anwar in North Jakarta.

The data collection was done by using techniques see and record. Sources of data were twenty seven student essay into the population. In this qualitative research methods used in data analysis is qualitative descriptive method and the method match with the basic techniques (aggregated) and advanced techniques (appeal).

Based on these studies it can be concluded that the morphological form of interference against Indonesian Betawi dialect in exposition essay eighth grade students of MTs. Nurul Anwar in North Jakarta is the formation konfiks {to - / - an}, {prefix ke-}, {N} nasal prefix beralomorf / ng / and / ny /, the formation of a zero prefix, and suffix {-an}

The formation konfiks {to - / - as much as 29.41% late}, {prefix ke-} much as 35.29%, nasal prefix {N} beralomorf / ng / and / ny /, as much as 88.23%, forming the prefix zero as much as 76.47%, and the suffix -an} {much as 17.65%.


(7)

iii

pada waktunya. Sholawat dan salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Dra. Nurlena. MA.Ph.D Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dra. Hindun, M.Pd. Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus pembimbing utama yang dengan tegas dan lugas memberikan bimbingan hingga terselesaikannya penyusunan skripsi ini. 3. Seluruh Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

4. Ketua Yayasan MTs. Nurul Anwar Bekasi Utara Marhum Al-Maghfurllah Ayahanda H. Bahrudin Anwar S.Pdi. Kebaikan Ayahanda akan ku kenang selalu.

5. Kepala Sekolah MTs. Nurul Anwar Bekasi Utara Bapak Miftahuddin, S.Ag. Orang yang pertama kali yang mengantarkan saya ke UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Guru bidang studi Bahasa Indonesia di MTs. Nurul Anwar Bekasi Utara, yang telah membantu peneliti dalam melakukan penelitian ini.

6. Ayahanda dan Ibunda tercinta, Muhammad dan Hamimah yang telah memberikan banyak dukungan moril dan materil serta do’a restu dalam masa perkuliahan.

7. Istriku tercinta Nur Apriyanti dan putra-putriku yang tersayang Ananda Muhammad Daffa Al-fathir, Ananda Athaya Deva Meidina si buah hati dan belahan jantung, pengobat lelah dan penyemangat hidupku.

8. Kakakku tercinta Lilis Hartika, dan adik-adikku Meta Ahmad, Irfan Habibi, Almarhumah Irmawati, Herliana andina putri, Ari Hermawan Fahmi. Yang tercinta semoga Allah selalu memberikan kemudahan kepada kita semua.


(8)

iv

sahabatku semua yang pernah ataupun akan merasakan indahnya kebersamaan untuk jadi yang terbaik meskipun harus melawan panas, hitam dan emosi. Sukses dan terima kasih kalian selalu memberikan semangat kepada saya.

Penulis berharap semoga Allah SWT memberikan imbalan yang terbaik dari apa yang telah dikonstribusikan baik langsung maupun tidak langsung kepada penulis. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik perbaikan skripsi ini sangat diharapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.

Jakarta, Juni 2014


(9)

v

ABSRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan Masalah... 4

C. Rumusan Masalah ... 4

D. Tujuan Penelitian ... 5

E. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II LANDASAN TEORETIS A. Bahasa ... 7

B. Kedwibahasaan ... 8

C. Interferensi ... 11

D. Morfologi ... 18

E. Dialek Betawi ... 21

F. Karangan ... 25

G. Karangan Eksposisi ... 26

H. Penelitian Yang Relevan ... 26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 30

B. Metode Penelitian... 30


(10)

vi

H. Teknik Analisis Data ... 34

I. Teknik Penarikan Simpulan ... 35

BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ... 36

B. Interferensi Morfologi ... 36

1. Pola pembentukan konfiks {ke-/-an} ... 36

2. Pola pembentukan prefiks {ke-} ... 38

3. Pola pembentukan prefiks nasal {N-} ... 41

4. Pola pembentukan prefiks zero ... 46

5. Pola pembentukan sufiks {-an} ... 50

C. Profil Sekolah ... 52

BAB V PENUTUP A. Simpulan ... 58

B. Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 60 DAFTAR SINGKATAN

LAMPIRAN-LAMPIRAN BIOGRAFI PENULIS


(11)

vii

Tabel 4.3 Pola pembentukan prefiks nasal {N-} beralomorf /ng/ ... 46 Tabel 4.4 Pola Pembentukan Prefiks Zero ... 50 Tabel 4.5 Pola pembentukan sufiks {-an} ... 52


(12)

(13)

ix

3. Foto Kegiatan Kegiatan Belajar Mengajar Mengarang Karangan Eksposisi siswa Kelas VIII MTs. Nurul Anwar Bekasi Utara Kota Bekasi


(14)

1 A.Latar Belakang Masalah

Dialek Betawi sebagai salah satu dialek yang terdapat dalam bahasa daerah di Indonesia. Posisinya sebagai bahasa Ibu bagi masyarakat Betawi. Penggunaan DB (Dialek Betawi) yang manifestasinya menjelma dalam penerapan kaidah bahasa pertama (B1) menimbulkan kontak atau saling pengaruh dalam penggunaan bahasa kedua (B2). Dalam hal ini, B2 adalah bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia (BI) sebagai bahasa negara yang salah satu fungsinya sebagai bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan.

Saat ini upaya pembahasan dan peningkatan mutu BI tidak hanya ditujukan kepada guru. Namun telah terjadi reformasi yang berpusat pada murid dan reformasi peran guru hanya sebagai perantara. Hal ini biasanya berhubungan dengan rasa. Seseorang mungkin saja menguasai bahasa lisan secara fasih, namun sulit mengusai bahasa tulis dengan baik karena ragamnya. “Orang yang mengusai bahasa Indonesia ragam lisan belum tentu dapat menggunakan ragam tulis dengan baik”1. Hal senada juga mengatakan “Sebagian besar masyarakat kita masih kurang menyadari perlunya keterampilan menggunakan ragam lisan dan ragam tulis secara berimbang”2.

Padahal kemampuan berbahasa meliputi keterampilan bahasa lisan dan bahasa tulis. “Kegiatan menulis merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain, dan menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif”3. Lebih luasnya keterampilan menulis dapat digunakan untuk menyatakan keinginan, menyatakan sikap, intelektual, emosional, dan moral.

1

Ramlan A. Gani dan Mahmudah Fitriyah Z.A, Disiplin Berbahasa Indonesia,

(Jakarta: FITK PRESS, 2011) hlm. 6

2

Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia,(Jakarta: Diksi Insan Mulia, 2009) hlm. 10

3

Henry Guntur Tarigan, Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa, (Bandung: Angkasa, 2008) hlm. 3


(15)

jelas terlihat dalam banyaknya kegiatan menulis murid, seperti: keterampilan menulis karangan, pantun, sajak, surat pribadi, pengalaman, surat resmi, teks, dan pengumuman. Keterampilan menulis karangan meliputi karangan narasi, deskripsi, argumentasi, dan eksposisi. Kegiatan tersebut sebagai upaya untuk meningkatkan keterampilan menulis murid.

Kenyataan yang ada di lapangan berbeda dengan apa yang diharapkan. Pembelajaran B2 yang diberikan selama ini ternyata masih kurang. Hal ini terjadi karena guru lebih sering menekankan pada aspek pengetahuan berbahasa. Upaya pembelajaran yang ada juga belum cukup untuk dapat menghasilkan karangan yang berkualitas. Oleh karena itu seseorang juga harus memiliki keterampilan dasar menulis. “Apalagi penalaran dalam karangan karena sebagai hasil proses bernalar mungkin merupakan hasil proses deduksi, induksi, atau gabungan keduanya”4. Keterampilan dasar menulis tersebut berkaitan dengan masalah pilihan kata dan efektivitas kalimat. “Keterampilan berbahasa yang diperlukan oleh seorang penulis mencakup keterampilan menggunakan tata bahasa, tanda baca, ejaan, pengembangan ide, pembentukan kata, pemilihan kata, dan penggunaan kalimat efektif, ketelitian, kreativitas, kerapian”5.

Salah satu bidang kajian menulis adalah menulis karangan nonfiksi. Pembelajaran di sekolah mengharapkan murid mempunyai kemampuan untuk menulis karangan nonfiksi dengan menggunakan kosakata yang bervariasi dan efektif. Penulisan karangan nonfiksi dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain pemahaman, pemilihan kata, penyusunan kalimat efektif, dan penggunaan ejaan. Apabila faktor-faktor tersebut dikuasai dengan baik oleh seorang penulis, maka tujuan yang akan disampaikan dalam karangan dapat diterima dengan baik oleh pembaca.

4

Sabarti Akhadiah., Maidar G. Arsjad.,Sakura H. Ridwan. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. (Jakarta: P.T.Gelora Aksara Pratama Erlangga , 1988) hlm. 41

5

Novi Resmini, Yayah Churiyah dan Nenden Sundhori, Membaca dan Menulis di SD dan teori Pengajarannya,(Bandung: UPI PRESS, 2006) edisi kesatu


(16)

menulis karangan nonfiksi adalah penggunaan bahasa. Seseorang yang akan melakukan kegiatan menulis karangan eksposisi harus memperhatikan ragam bahasa yang akan digunakan. Ragam bahasa yang digunakan dalam karangan eksposisi adalah ragam bahasa Indonesia baku atau bahasa standar. Berkaitan dengan penggunaan bahasa baku, pada kenyataannya masih ditemukan penyimpangan-penyimpangan pemakaian bahasa pada karya tulis yang ada. Penyimpangan dalam hal ini berupa interferensi. Interferensi terjadi sebagai bentuk penyimpangan bahasa dari norma bahasa yang terjadi dalam tuturan dwibahasawan sebagai akibat pengenalan lebih dari satu bahasa. Dwibahasawan adalah orang yang dapat menggunakan dua bahasa sebagai alat komunikasinya.

Penggunaan BI dalam bidang pendidikan formal dan bahasa daerah dalam pergaulan merupakan salah satu bukti bahwa murid di MTs.Nurul Anwar Bekasi Utara adalah dwibahasawan. Kontak bahasa para dwibahasawan memacu timbulnya interferensi, baik lisan ataupun tulisan.

Masuknya pengaruh DB (Dialek Betawi) ke dalam bahasa tulis BI murid di MTs. Nurul Anwar Bekasi Utara menimbulkan interferensi. Adanya saling mempengaruhi bahasa. Peristiwa interferensi juga digunakannya unsur-unsur bahasa lain dalam menggunakan suatu bahasa, yang dianggap sebagai suatu kesalahan karena menyimpang dari kaedah atau aturan bahasa yang digunakannya. Kalau dilacak penyebab terjadinya interferensi ini adalah terpulang pada kemampuan si penutur dalam menggunakan bahasa tertentu sehingga dia dipengaruhi oleh bahasa lain. “Biasanya interferensi ini terjadi dalam menggunakan bahasa kedua (B2), dan yang berinterferensi ke dalam bahasa kedua itu adalah bahasa pertama atau bahasa Ibu”6.

6

Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik Suatu Pengantar (Jakarta: PT Rineka Cipta 1995)Cetakan pertama, hlm 158-159


(17)

Morfologi Dialek Betawi Terhadap Bahasa Indonesia dalam Karangan Eksposisi pada Siswa Kelas VIII di MTs. Nurul Anwar Bekasi Utara”.Dengan demikian diharapkan semua murid dapat berperan serta dalam proses perkembangan B2 yang baik dan benar, serta semakin mengukuhkan posisi BI sebagai bahasa nasional.

B.Batasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada masalah interferensi yang terjadi pada tataran morfologi. Antara lain sebagai berikut:

1. Interferensi morfologi dialek Betawi terhadap bahasa Indonesia dalam karangan eksposisi pada siswa kelas VIII di MTs. Nurul Anwar Bekasi Utara.

2. Implikasi kajian interferensi morfologi dialek Betawi terhadap bahasa Indonesia dalam karangan eksposisi pada siswa kelas VIII di MTs. Nurul Anwar Bekasi Utara dalam pembelajaran menulis.

C.Rumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana interferensi morfologi dialek Betawi terhadap bahasa Indonesia dalam karangan eksposisi pada siswa kelas VIII di MTs. Nurul Anwar Bekasi Utara dan bagaimana wujud interferensi itu?

2. Bagaimana implikasi kajian interferensi morfologi dialek Betawi terhadap bahasa Indonesia dalam karangan eksposisi pada siswa kelas VIII di MTs. Nurul Anwar Bekasi Utara dalam pembelajaran menulis karangan eksposisi?


(18)

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan:

1. Untuk mendeskripsikan interferensi morfologi dialek Betawi terhadap bahasa Indonesia dalam karangan eksposisi pada siswa kelas VIII di MTs. Nurul Anwar Bekasi Utara.

2. Mendeskripsikan implikasi kajian interferensi morfologi dialek Betawi terhadap bahasa Indonesia dalam karangan eksposisi pada siswa kelas VIII di MTs. Nurul Anwar Bekasi Utara dalam pembelajaran menulis karangan eksposisi.

E.Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoretis maupun praktis.

1. Manfaat teoretis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan disiplin ilmu linguistik, terutama anakes ”analisis kesalahan berbahasa’’.

b. Penelitian ini diharapkan juga dapat menambah wawasan pembaca tentang adanya penyimpangan dalam penggunaan bahasa tulis murid-murid kelas VIII di MTs. Nurul Anwar Bekasi Utara.

2. Manfaat praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan positif bagi perkembangan strategi pengajaran bahasa di MTs dalam pembinaan bahasa daerah dan bahasa Indonesia yang baik.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mendukung program pemerintah dalam memperbaiki pengembangan dan pembinaan bahasa daerah dan bahasa Indonesia yang baik.

c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan murid dalam menggunakan bahasa, khususnya interferensi. Sehingga murid dapat memahami dan akan mengurangi kesalahan yang ada.


(19)

Bahasa Indonesia, sehingga lebih peka terhadap kesalahan berbahasa pada murid (bahasa tulis).


(20)

7 A. Bahasa

Bahasa adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan (bahasa isyarat), dengan tujuan menyampaikan maksud atau kemauan kepada lawan bicaranya atau orang lain. “Bahasa dipakai untuk berkomunikasi dan terbentuk dari bunyi-bunyi”7. Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat.

“Bahasa Indonesia merupakan bahasa negara yang peraturanya dituangkan dalam pasal 36 Undang-Undang Dasar 1945”8. Oleh karena itu, bahasa Indonesia resmi digunakan dalam berbagai bidang, antara lain dalam penyelenggaraan pemerintahan, pendidikan, dan pengembangan ilmu pengetahuan. Sesuai dengan perananya sebagai alat komunikasi, resmi, bahasa Indonesia pun digunakan baik secara lisan maupun tertulis. Bahasa Indonesia yang digunakan secara lisan lebih mudah dipahami daripada digunakan secara tertulis. Secara lisan, bahasa Indonesia digunakan secara langsung antar penutur. Karena berhadapan secara langsung, bahasa lisan tidak memerlukan banyak aturan.

Bahasa memiliki beberapa fungsi yang dapat dibagi menjadi fungsi umum dan fungsi khusus. Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat untuk berekspresi, berkomunikasi dan alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial. Sedangkan fungsi bahasa secara khusus adalah untuk mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari, mewujudkan seni (sastra), mempelajari naskah-naskah kuno, dan untuk mengeksploitasi ilmu pengetahuan dan teknologi.“Dalam komunikasi antar individu, setiap kalimat

7

A. Gani dan Mahmudah Fitriyah Z.A., Op. Cit, hlm. 1

8

Permendiknas nomor 46 tahun 2009. Pedoman Umum EYD” Ejaan Bahasa


(21)

yang diucapkan mempunyai fungsi yang khusus, kadang-kadang fungsinya ialah memberitahukan, menanyakan, atau memperingatkan tentang suatu fakta. “Dalam hal ini pembicara mengharapkan bahwa lawan bicaranya dapat menangkap atau mengerti fungsi dari kalimat yang diucapkan pembicara tersebut”9.

Dijelaskan bahwa bahasa dapat dibagi menjadi dua aspek, yaitu hakikat dan fungsinya.“Ciri-ciri yang merupakan hakikat bahasa itu antara lain adalah bahwa bahasa itu sistem lambang, berupa bunyi, bersifat arbiter, produktif, dinamis, beragam, dan manusiawi”10. Selanjutnya, fungsi bahasa adalah alat komunikasi manusia baik tertulis maupun lisan. “Namun fungsi ini sudah mencakup lima fungsi dasar diantara ekspression, information, eksploration, persuasion, dan entertainment”11.

B. Kedwibahasaan

Dilihat dari jumlah bahasa yang digunakan dalam suatu masyarakat bahasa ada masyarakat bahasa yang menggunakan satu bahasa dan ada masyarakat bahasa yang menggunakan dua bahasa atau lebih.

Zaman yang terus maju, ilmu pengetahuan tentang masalah kebahasaan pun turut berkembang. Pengertian kedwibahasaan sebagai salah satu gejalah kebahasaan turut pula berkembang. Kedwibahasaan adalah istilah yang pengertiannya bersifat nisbi (relatif). Kenisbian tersebut terjadi karena batas seseorang untuk dapat disebut dwibahasawan itu bersifat arbiter.

Masyarakat Indonesia mengenal bahasa daerah atau bahasa ibu sebagai B1. Mereka menggunakan B1 sebagai bahasa pengantar dalam berkomunikasi, sebelum mengenal dan menguasai BI sebagai bahasa kedua. Keadaan seperti inioleh para sosiolinguis lazim disebut dengan masyarakat yang bilingual atau masyarakat yang berdwibahasa. Istilah kedwibahasaan mula-mula diperkenalkan pada permulaan abad ke-20. “Kedwibahasaan adalah perihal

9Samsunuwiyati Mar’at,

Psikolinguistik Suatu Pengantar, (Bandung: PT Refika Aditama 2011) hlm. 31

10

Chaer dan Leonie Agustina, Op. Cit, hlm. 14

11 Ibid


(22)

pemakaian dua bahasa” dan “ dwibahasawan adalah orang dapat berbicara dalam dua bahasa12 Selain itu,“kedwibahasaan diartikan sebagai pengetahuan dua bahasa (knowledge of twolanguage)”13. Dalam kedwibahasaan seorang dwibahasawan tidak harus menguasai secara aktif dua bahasa, tetapi cukuplah mengetahui secara pisitif dua bahasa. Kedwibahasaan adalah penggunaan dua bahasa oleh seseorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian. Hal ini mengisyaratkan bahwa untuk dapat menggunakan dua bahasa tentunya seseorang harus menguasai dua bahasa, yaitu BI dan B2.

Van Overbeke berpendapat “bahwa kedwibahasaan adalah kemampuan sarana sunah atau wajib bagi komunikasi dua arah yang efesien antara dua atau lebih dunia yang berbeda yang menggunakan dua sistem linguistik yang berbeda”14

. Seorang dwibahasawan dapat berganti dari satu bahasa ke bahasa lain. Misalnya, seseorang sedang menggunakan bahasa A tetapi unsur yang dipakai ialah struktur atau unsur bahasa B atau sebaliknya, Kejadian seperti ini disebut dengan istilah interferensi. “Weinreich menyebutkan “adanya perubahan sistem suatu bahasa sehubungan dengan adanya persentuhan bahasa tersebut dengan unsur-unsur bahasa lain yang dilakukan oleh penutur yang bilingual”15.

“Hardin dan Riley Kedwibahasaan selalu berkembang cenderung meluas karena istilah kedwibahasaan itu bersifat nisbi (relatif)”16. Jarang sekali orang benar-benar dapat menggunakan dua bahasa dengan sama baiknya. Selanjutnya batasan pengertian kedwibahasaan dikemukakan oleh Stork bahwa “satu daerah atau masyarakat tempat dua bahasa berada disebut daerah atau masyarakat yang berdwibahasa. Orang yang menggunakan dua bahasa oleh seorang penutur atau masyarakat ujaran disebut

12

Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Kedwibahasaan (Bandung: Angkasa 2009) hlm. 3

13Ibid,

hlm. 2

14

Ibid, hlm. 4

15

Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik Perkenalan Awal (Jakarta: PT Rineka Cipta-Ed rev 2010) hlm. 120

16


(23)

dwibahasawan”17.Dari beberapa pendapat pakar bahasa di atas, dapat disimpulkan bahwa kedwibahasaan adalah pemakaian dua bahasa secara bergantian, baik secara lisan maupun tertulis oleh satu individu atau kelompok masyarakat. Kedwibahasaan dapat terjadi apabila ada dua bahasa atau lebih dalam masyarakat. Keadaan sepertiini terdapat pula di negara kita, di samping bahasa Indonesia terdapat juga bahasa daerah. Istilah penting yang berhubungan dengan kedwibahasaan antara lain adalah dwibahasawan. Dwibahasawan adalah seseorang yang yang mempunyai kemampuan menggunakan dua bahasa secara berganti-ganti. Lado menjelaskan bahwa “seorang dwibahasawan merupakan kemampuan berbicara dua bahasa dengan sama atau hampir sama baiknya, maksudnya menguasai kedua bahasa yang dimilikinya sama fasih, tetapi cukup apabila ia dapat menyatakan diri dalam dua bahasa tersebut atau dapat memahami apa yang dikatakan atau ditulis dalam bahasa itu”18. Bloomfield menekankan bahwa “seseorang baru disebut dwibahasawan apabila mereka memiliki memampuan menggunakan dua bahasa yang sama baiknya. Hampir setiap warga negara Indonesia dapat menguasai bahasa Indonesia secara baik di samping bahasa daerahnya masing-masing. Weinreich mengemukakan tipe kedwibahasawan tersebut didasarkan pada derajat atau tingkat penguasaan seseorang terhadap keterampilan berbahasa”19. Mereka menguasai kedua bahasa itu secara baik, mereka tidakdapat menggunakan kedua bahasa itu secara sembarangan Maksudnya, mereka menggunakan bahasa tersebut tidak pada sembarang tempat, sembarang situasi, dan bahasa daerah dan bahasa asing. Penggunaan bahasa-bahasa tersebut harus sesuai dengan pola pemakaian bahasa yang sesuai dengan fungsi kemasyarakatan, situasi serta konteksnya.

Setiap bahasa mempunyai fungsi dan peranan masing-masing. Lamuddin Finoza “dalam literatur bahasa para ahli merumuskan fungsi bahasa secara umum ada empat: sebagai alat berkomunikasi, alat

17

Nuryani dan Dona Aji karunia Putra, Psikolinguistik (Jakarta Ciputat-Tangerang Selatan: Mazhab Ciputat 2013) hlm.176

18Ibid,

hlm. 176


(24)

mengekspresikan diri, alat berintegrasi dan beradaptasi sosial, alat kontrol sosial dan sebagai alat untuk berpikir dan secara khusus bahwa fungsi bahasa yang harus kita pahami ada dua yaitu: Sebagai bahasa nasional dan bahasa negara”20. Hal senada juga sebutkan secara umum “fungsi bahasa ada tiga: alat komunikasi, alat ekspresi, dan alat berpikir, ketika seseorang menggunakan bahasa ada sesuatu yang ingin disampaikan berupa informasi , informasi tersebut bisa ditrasformasi dua arah seperti dialog dan yang disampaikan searah seperti pidato”21

. Maka bahasa daerah lazim digunakan dalam situasi pembicaraan yang tidak resmi, kekeluargaan, kedaerahan, dan tradisional bahasa Indonesia atau bahasa nasional digunakan dalam situasi pembicaraan yang bersifat kenegaraan, kedinasan, keilmuan, kenasionalan, dan modern. Situasi kebahasaan seperti ini memungkinkan terjadinya penggunaan bahasa yang tumpang tindih karena adanya kontak bahasa. Jadi, dapat disimpulkan bahwa dwibahasawan adalah seseorang yang memiliki kemampuan dalam menggunakan dua bahasa atau lebih secara bergantian.

Akibat dari masyarakat yang bilingual ditambah dengan adanya kontak bahasa, muncul berbagai peristiwa bahasa antara lain berupa peminjaman unsur kebahasaan, peminjaman dengan pengubahan, alih kode dan campur kode, serta interferensi baik secara lisan maupun secara tertulis. Dari beberapa pengertian tentang dwibahasawan, maka penggunaan BI dalam bidang pendidikan formal dan bahasa daerah dalam pergaulan merupakan salah satu bukti bahwa murid MTs. Nurul Anwar Bekasi Utara adalah dwibahasawan

C. Interferensi

1. Pengertian Interferensi

“Interferensi adalah penyimpangan norma bahasa yang terjadi di dalam ujaran dwibahasawan karena keakrabannya terhadap lebih dari satu bahasa

20

Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia (Jakarta: Diksi Insan Mulia 2009) hlm. 2

21


(25)

yang menyebabkan terjadinya kontak bahasa. Maka dalam peristiwa interferensi juga digunakan unsur-unsur bahasa lain”22.

Dikatakan sebagai peristiwa pemakaian unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa lain yang terjadi pada segala tingkat unsur kebahasaan, yaitu cara mengungkapkan kata dan kalimat, cara membentuk frasa dan kalimat, cara membentuk kata dan ungkapan, dan cara memberikan arti kata-kata tertentu. “Interferensi adalah penggunaan unsur bahasa lain oleh bahasawan yang bilingual secara individu dalam suatu bahasa, ciri-ciri bahasa lain itu masih kentara” 23

.

Dilihat dari segi “kemurnian bahasa”, interferensi pada tingkat apapun (morfologi, fonologi, dan sintaksis) merupakan “penyakit”, sebab merusak bahasa”24

. Weinreich25 mengemukakan “beberapa istilah mengenai interferensi. la menyebut adanya interferensi perlakuan (performan ceinterference) dan interferensi sistemik (systemic interference)”. Interferensi perlakuan sering terjadi pada seorang dwibahasawan yang sedang belajar bahasa kedua. Interferensi sistemik akan terlihat dalam bentuk perubahan satu bahasa dengan unsur-unsur atau struktur bahasa yang lain. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa interferensi sistemik menunjukkan gejala perubahan sistem sebuah bahasa akibat pengaruh bahasa lain.

Berkenaan dengan proses interferensi, “ada tiga unsur pokok, yaitu: (1) bahasa sumber (2) bahasa penyerap dan (3) unsur serapan”26. Dalam peristiwa kontak bahasa pada saat tertentu bahasa yang menjadi sumber serapan dapat beralih peran menjadi bahasa penerima, dan demikian pula sebaliknya. Akibatnya interferensi dapat terjadi secara timbal-balik. Interferensi BI dengan DB (Dialek Betawi) terjadi secara timbal-balik. Dari pendapat beberapa pakar di atas, dapat disimpulkan bahwa interferensi merupakan gejala bahasa yang terjadi akibat terjadinya kontak bahasa. Interferensi dianggap menyimpang

22

Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Op. Cit, hlm. 120

23

Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik (Jakarta: Gramedia 1984) hlm. 84

24

Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Op. Cit. hlm. 125

25Ibid.

hlm. 122

26Ibid.


(26)

dalam bahasa karena sebenarnya unsur serapan yang digunakan sudah ada padanannya dalam bahasa penyerap.

2. Faktor Penyebab Timbulnya Interferensi

Menurut Weinrich penyebab terjadinya interferensi adalah sebagai berikut: (1) kedwibahasaan para peserta tutur, (2) tipisnya kesetiaan pemakai bahasa penerima, (3) tidak cukupnya kosakata bahasa penerima dalam menghadapi kemajuan dan pembaharuan, (4) menghilangnya kata-kata yang jarang digunakan,dan (5) kebutuhan akan sinonim. Oleh Hartman dan Stork “ditambah lagi satu faktor, yaitu karena terbawanya kebiasaan ujaran bahasa ibu atau dialek ke dalam bahasa”27

.

Kedwibahasaan peserta tutur dapat mengakibatkan terjadinya interferensi, baik yang berupa bahasa daerah maupun bahasa asing. Dapat dikatakan demikian karena di dalam diri penutur yang dwibahasawan terjadi kontak bahasa yang selanjutnya dapat mengakibatkan munculnya interferensi. Tipisnya kesetiaan pemakai bahasa penerima cenderung akan menimbulkan sikap yang kurang positif. Sikap ini dapat terlihat dalam bentuk pengabaian kaidah bahasa penerima yang digunakan dalam pengambilan unsur-unsur bahasa sumber yang dikuasainya secara tidak terkontrol. Akibatnya muncul berbagai bentuk interferensi dalam bahasa penerima, baik secara lisan maupun tertulis. Kosakata yang dimiliki oleh suatu bahasa umumnya hanya terbatas pada pengungkapan di dalam masyarakat yang bersangkutan. Oleh karena itu, jika masyarakat berinteraksi dengan kehidupan luar yang belum dikenalnya, mereka umumnya bertemu dan mengenal konsep-konsep baru yang dirasa perlu untuk dimiliki.

Untuk menghadapi situasi seperti di atas, pemakai bahasa secara sengaja menyerap atau meminjam kosakata baru dari bahasa sumber yang memuat konsep-konsep baru itu. Hal ini dilakukan karena tidak cukupnya kosakata yang dimiliki akibat menghadapi kemajuan dan pembaharuan. Faktor

27Ibid


(27)

keterbatasan kosakata yang dimiliki oleh suatu bahasa dapat menimbulkan interferensi.

Berkaitan dengan masalah sinonim, kiranya kontribusi terutama dari interferensi itu adalah dalam bidang kosakata. Suwito menyebutkan bahwa “Interferensi dalam bahasa Indonesia dan bahasa-bahasa Nusantara berlaku bolak-balik artinya, unsur bahasa daerah bisa memasuki bahasa Indonesia dan bahasa Indonesia banyak memasuki bahasa-bahasa daerah. Tetapi dengan bahasa asing, bahasa Indonesia hanya menjadi bahasa penerima dan tidak pernah menjadi pemberi. Pengambilan kosakata yang sudah ada sinonimnya atau unsur pinjaman yang ada padanannya timbul karena sifat fungsi pemakai dan mungkin jarang dihubungkan dengan tipisnya ideologi tentang kesetiaan terhadap bahasa penerima”28. Untuk menghindari pemakaian kata yang sama secara berulang-ulang yang dapat menimbulkan kebosanan pemakai bahasa dapat menggunakan sinonim. Dengan adanya sinonim pemakai bahasa dapat lebih bervariatif dalam memilih kata-kata. Dengan menggunakan sinonim berarti telah terjadi penyerapan atau peminjaman kosakata dari bahasa sumber untuk menambah kesinoniman dalam bahasa penerima. Hal ini dapat mendorong terjadinya interferensi. Terbawanya kebiasaan dalam bahasa ibu pada bahasa penerima yang sedang dipergunakan terjadi karena kurangnya kontrol bahasa dan karena kurangnya penguasaan terhadap bahasa penerima. Hal ini biasanya terjadi pada dwibahasawan yang sedang belajar bahasa kedua, baik bahasa nasional maupun bahasa asing. Dwibahasawan kadang-kadang tidak sadar menggunakan unsur-unsur bahasa ibu yang sudah dikenalnya pada saat menggunakan bahasa kedua. Kesulitan yang dihadapi oleh pemakai bahasa dalam menggunakan bahasa kedua terjadi karena perbedaan tingkat penguasaan bahasa itu. Hal itu mengakibatkan dwibahasawan menggunakan unsur-unsur bahasa yang telah dikuasainya,

yang dalam hal ini adalah bahasa ibu.

28Ibid,


(28)

3. Macam-Macam Interferensi

Interferensi sebagai gejala umum dalam peristiwa bahasa merupakan akibat dari kontak bahasa. Interferensi dibagi menjadi empat macam yang masing-masing dijelaskan sebagai berikut: (1) peminjaman unsur suatu bahasa ke dalam tuturan bahasa lain dan dalam peminjaman itu ada aspek tertentu yang ditransfer. Hubungan antara bahasa yang dipinjam unsur-unsurnya disebut bahasa sumber, sedangkan bahasa penerima disebut bahasa peminjam. Aspek yang ditransfer dari bahasa sumber ke dalam bahasa penerima disebut aspek importasi, (2) penggantian unsur bahasa dengan padanannya ke dalam suatu tuturan bahasa yang lain, di dalam penggantian ada yang dinamakan dengan substitusi, yakni aspek dari suatu bahasa yang disalin kebahasa lain, (3) penerapan hubungan ketatabahasaan bahasa A ke dalam morfem bahasa B juga dalam kaitan tuturan bahasa B, atau pengingkaran hubungan ketatabahasaan bahasa B yang tidak ada modelnya dalam bahasa A, dan (4)perubahan fungsi morfem melalui jati diri antara satu morfem bahasa B tertentu dengan morfem bahasa A tertentu, yang menimbulkan perubahan (perluasan maupun pengurangan) fungsi-fungsi morfem bahasa B berdasarkan tata bahasa A.

Adapun dilihat dari segi sifatnya interferensi dibedakan menjadi tiga macam bagian, yaitu: (1) interferensi aktif, (2) interferensi pasif, dan (3) interferensi varisional. Inteferensi aktif adalah adanya kebiasaan dalam berbahasa daerah dipindahkan ke dalam bahasa Indonesia; yang bersifat pasif adalah penggunaan beberapa bentuk bahasa daerah oleh bahasa Indonesia karena dalam bahasa Indonesia tidak ada; interferensi varisional adalah kebiasaan menggunakan ragam tertentu ke dalam bahasa Indonesia.

Bentuk interferensi lain, yaitu ada lima macam seperti: (1) interferensi fonologi, (2) interferensi morfologi, (3) interferersi sintaksis, (4) interferensi leksikon, dan (5) interferensi semantik. Peristiwa interferensi dapat terjadi dalam bidang-bidang tata bunyi, tata bentuk, tata kalimat, tata kata, dan tata makna. Macam-macam interferensi yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah interferensi morfologi (tata Bentuk).


(29)

Masuknya pengaruh bahasa daerah ke BI sekaligus membawa interferensi, salah satu sasarannya adalah morfologi. Sebagai contoh adalah imbuhan. Bila dibandingkan pemakaian awalan BI sekarang dengan pemakaiannya dalam bahasa Melayu dahulu perubahan awalan jelas kelihatan. Ada unsur yang dahulu dipakai dalam Dialek Melayu sebagai awal BI, sekarang tidak dipakai lagi, dan sebaliknya. ada juga imbuhan dan bahasa daerah yang lain tiba-tiba muncul dalam BI, menggeser kedudukan imbuhan lain, misalnva imbuhan, {ke-}. Interferensi di bidang morfologi dari bahasa daerah ke BI terjadi apabila morfologi bahasa daerah mempengaruhi morfologi BI dan menyebabkan penyimpangan. Bisa berupa penyerapan afiks, bisa penghilangkan afiks, dan bisa bersaing pemakaiannya. ”Interferensi morfologi terjadi apabila dalam pembentukan katanya sesuatu bahasa menyerap afiks-afiks bahasa lain.” 29 dan Abdul Chaer dan Leony Agustina, juga mengemukakan bahwa “interferensi morfologi, antara lain terdapat dalam pembentukan kata dengan afiks”30.Interferensi morfologi terjadi karena adanya pembentukan kata dengan menggunakan afiks bahasa pertama ke dalam bahasa kedua (bahasa target) atau sebaliknya. Seperti dikatakan31 Suwito bahwa “interferensi morfologi terjadi apabila dalam pembentukan kata-kata suatu bahasa menyerap afiks-afiks bahasa lain”. Dalam hal ini sistem pembentukan kata bahasa Betawi berpengaruh terhadap pembentukan kata bahasa Indonesia baku.

Dengan demikian bentuk katabahasa Indonesia menjadi bentuk kata tidak baku Interferensi di bidang tata bahasa dapat terjadi kalau dwibahasawan mengidentifikasi morfem, kelas morfem, atau hubungan ketatabahasaan padasistem bahasa pertama dan mempraktekannya dalam tuturannya pada bahas kedua atau sebaliknya. Contoh dari jenis interferensi ini adalah: (1) Di desaku setiap panen tiba kelihatan ramai. Kata kelihatan

29

Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik: Perkenalan Awal, Op. Cit.

hlm. 123

30Ibid

, hlm 123

31

Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik Suatu Pengantar, Op. Cit., hlm. 162


(30)

terpengaruh bahasa Betawi, (2)…sampai aku dan adikku ketiduran. Ketiduran

berasal dari kata tidur dan mendapat imbuhan {ke-an}. (3) Aku solat bersama-sama di Masjid ketemu kawan-kawanku. Bentukan kata ketemu berstruktur bahasa Betawi. Afiks {ke-}. Bentukan kata yang baku adalah terlihat, tertidur dan bertemu. Berdasarkan data yang telah dikumpulkan oleh Muhajir32”salah satu jenis interferensi morfologi adalah penggunaan afiks nasal”. Pembentukan kata dalam DB (Dialek Betawi) afiks nasal {N} merupakan salah satu alat yang digunakan sebagai pembentuk kata. Fonem awal /k, p, t, s/ dalam DB (Dilek Betawi) luluh apabila ditambah dengan afiks nasal seperti halnya dalam BI. Akibatnya fonem yang muncul adalah fonem yang homorgan. Namun, berbeda dengan bahasa Indonesia fonem /c/ dalam DB juga luluh dalam proses tersebut. Muhajir33, bahwa “pembentukan kata dengan prefiks {N-} Prefiks {N} mempunyai alomorf /m-/, /n-/.

Variasi bentuk kata dengan prefiks {N} menurut Muhajir34 sebagai berikut:

a) {N} berbentuk /m/ apabila morfem dasar bermula dengan /p, b, w/, tetapi /p, w/luluh.

b) {N} berbentuk /n/ apabila morfem dasar bermula dengan /t, th, d, dh/ yang dalam hal ini /t, th/ luluh.

c) {N} berbentuk /ng/ apabila morfem dasar bermula dengan vokal dan /k, g, r , l, y/, tetapi /k/ luluh.

d) {N} berbentuk /ny/ apabila morfem dasar bermula dengan /s, c, j/ tetapi s, c, luluh.

e) {N} berwujud /nge/ apabila morfem dasar terdiri atas satu suku,{N} berwujud kosong atau zero, apabila morfem dasar bermula dengan nasal “Interferensi morfologi juga terjadi dalam pembentukan kata yang unsurnya berupa gabungan unsur DB dan BI. Kata yang dimaksud terbentuk dari penggabungan kata dasar yang berasal dari DB dan afiks

32

Muhajir. Morfologi Dialek Jakarta Afiksasi dan Reduplikasi (Jakarta: Djambatan Anggota IKAPI 1984)hlm. 48-50

33Ibid,

hlm. 48

34Ibid


(31)

dari bahasa Indonesia” 35

. Pembentukan unsur gabungan itu oleh pemakai tampaknya dimaksudkan untuk memberikan kesan bahwa bentukan kata yang digunakan berupa kata bahasa Indonesia. Meskipun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa dalam bentukan kata semacam itu terdapat interferensi bahasa. Bentukan kata dengan sufiks {-an} dalam DB mempengaruhi pembentukan kata dalam BI. Contoh: kaum kantoran di kota menjadi lebih konsumtif. Dalam bahasa Indonesia kata benda yang digunakan untuk menyatakan tempat tidak perlu lagi ditambah dengan sufiks {-an}. Jadi, bentuk dalam bahasa Indonesia bukan kantoran, melainkan kantor.

D. Morfologi

1. Pengertian Morfologi

Sebelum menjelaskan interferensi morfologi, penulis ingin menjelaskan pengertian morfologi dari beberapa ahli. Secara etimologi atau asal usul kata, kata morfologi berasal dari “morf” yang berarti bentuk, dan kata logi atau logos yang artinya “ilmu”. Jadi secara harfiah kata morfologi berarti ilmu mengenai bentuk”36. “Morfologi ialah mengidentifikasikan satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal”37. Ramlan menyatakan bahwa “Morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata atau morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik”38. Morfem menurut Hockett dalam Muhajir, adalah “elemen terkecil yang secara individual mengandung arti”39. Dengan kata lain, jika ada bagian dari kata yang tidak memiliki arti tidak dapat dikaji dalam

35

Mustakim, Op. Cit., hlm. 34

36

Hindun,Kebahasaan (Morfologi dan Sintaksis). (Jakarta: MC.MAZHAB CIPUTAT. 2014) hlm. 20

37

J.W.M. Verhaar. Asas-Asas Linguistik Umum. (Yogyakarta: GADJAH MADA UNIVERSITY PRESS. 2010) hlm. 97

38

Henry Guntur Tarigan. Pengajaran Morfologi.(Bandung: Angkasa 2009) hlm. 4

39


(32)

morfologi. Jadi, morfologi merupakan cabang ilmu bahasa yang mempelajari kata dan pembentukan kata yang mengandung arti.

Morfologi atau morfemik adalah telaah morfem. Morfologi dapat dibagi menjadi dua tipe analisis yaitu:

a. Morfologi Sinkronik b. Morfologi Diakronik

Morfologi sinkronik menelaah morfem-morfem dalam satu cakupan waktu tertentu, baik waktu lalu ataupun waktu kini. Pada hakikatnya, morfologi sinkronik adalah sesuatu analisis linear, yang mempertanyakan apa-apa yang merupakan komponen leksikal dan konponen sintaktik kata-kata dan bagaimana caranya komponen-komponen tersebut menambahkan, mengurai, atau mengatur kembali dirinya di dalam berbagai konteks. Morfologi Sinkronik tidak ada keterkaitan atau tidak menaruh perhatian pada sejarah atau asal-usul kata dalam bahasa kita.

Morfem diakronik menelaah sejarah atau asal-usul kata, dan mempermasalahkan mengapa misalnya pemakaian kata kini berbada dengan pemakaian kata pada masa lalu.

Setiap orang yang menaruh perhatian besar terhadap masalah kata dan morfem beserta maknanya, mau tidak mau menelusuri masalah sinkronik dan diakronik ini.

Secara singkat yang menjadi garapan morfologi sinkronik adalah sebagai berikut:

1). Morfem leksikal dan morfem sintaktik 2). Morfem bebas dan morfem terikat 3). Morfem dasar dan morfem imbuhan

Bagian yang menjadi garapan morfologi diakronik adalah: 1) Aneka Proses Etimologi

a). analogi b). remajemukan c). reduplikasi d). derivasi


(33)

e). formasi surut f). kreasi- dasar g). penyingkatan

2) Aneka, arah perubahan etimologis, yang mencakup a). deteriorasi

b). elevasi c). spesialisasi d). kongkretisasi e). ekstensi f). metaforisasi g). Radiasi

2. Lingkup kajian morfologi

lingkup kajian morfologi adalah ilmu yang menelaah satuan-satuan gramatik:

a. Kata, dan b. Morfem

Dengan demikian, dapat kita kita simpulkan bahwa bahasa adalah ilmu yang menelaah satuan-satuan gramatik:

1). Wacana 2). Kalimat 3). Klausa 4). Frase 5). Kata, dan 6). morfem

3. Kedudukan morfologi dalam Gramatikal bahasa Indonesia

Morfologi adalah cabang linguistik yang mengidentifikasi satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal. Morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata. Atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa “morfologi mempelajari sebeluk-beluk bentuk kata serta fungsi


(34)

perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik”40

.

E. Dialek Betawi 1. Definisi Dialek

Dialek melayu Jakarta, bahasa melayu yang dipakai di wilayah ibu kota Republik Indonesia, merupakan “pulau bahasa” di kawasan bahasa Sunda yang umumnya dipakai di daerah Jawa Barat”41. Orang Jakarta asli menyebut dirinya orang Betawi atau orang melayu Betawi atau orang selam (baru setelah kemerdekaan tercapai, nama mereka lebih dikenal dengan sebutan orang Jakarta). Bahasa yang digunakan disebutnya bahasa melayu atau dialek Betawi42.

Bahasa Betawi, sebagai alat komunikasi verbal yang digunakan di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Bahasa Betawi sebenarnya hanyalah sebuah dialek areal dari bahasa Melayu. Bahasa Betawi bukan sebuah bahasa yang mandiri. Namun, kalau di sini disebut sebuah bahasa adalah lantaran selama ini kita telah bisa menggunakan istilah bahasa untuk mewadahi berbagai konsep atau makna.

Bahasa betawi merupakan salahsatu dialek areal dari bahasa Melayu, maka banyak ungkapan Betawi yang juga terdapat dalam bahasa Melayu umum atau bahasa Indonesia. Maka bahasa betawi merupakan salahsatu dialek regional dari bahasa Melayu yang digunakan oleh penduduk di wilayah penduduk Jakarta dan sekitarnya. Karena merupakan dialek regional dari bahasa Melayu, maka banyak persamaan yang kita dapati antara bahasa Betawi dengan bahasa Melayu umum atau bahasa Indonesia. Namun demikian, ada juga perbedaanya, terutama dilihat dari segi lafal dan sejumlah kosakata.

40

http://id.wikipedia,org/wiki/linguistik. hari Rabu, tanggal 16-05-2014, pukul 08.10 wib

41

Muhajir. Op. Cit., hlm. 1

42

Abdul Chaer, Harimurti Kridalaksana . Kamus Dialek Jakarta. (Jakarta: Masup Jakarta 2009) hlm. xxiii


(35)

2. Ragam Dialek Betawi

“Secara garis besar dialek Jakarta terbagi menjadi dua Subdialek yang disebut subdialek dalam kota dan subdialek pinggiran”43

. Subdialek pinggiran, yang dipakai di pinggiran kota Jakarta, juga sering disebut “ betawi Ora” atau “Melayu Ora”. Sebutan itu timbul oleh karena di pinggiran kota, kata ora atau „tidak’ yang berasal dari bahasa jawa sering

dipakai berdampingan dengan kata yang searti kaga’ „tidak’. Sebutan itu

menggambarkan bahwa dalam subdialek itu banyak terdapat kata-kata yang berasal dari bahasa jawa, yang dipakai di pinggira kota, dan tidak dipakai dalam subdialek dalam kota.

Selain adanya beberapa perbedaan kosakata antara subdialek itu, juga terdapat perbedaan ciri fonologis yang memisahkan kedua subdialek itu. Dalam subdialek Dalam Kota sebagian besar vokal akhir, yang dalam bahasa Indonesia diucapkan „a’, diucapkan dengan vokal e seperti aye „saya’, ape „apa’, mangge „mangga’ dan sebagainya. Pada subdialek pinggiran kata yang sama itu diucapkan sayah „saya’apah „apa’ dan manggah„mangga’; atau saya’, apa’ dan manggah’. Selain itu konsonan-konsonan b, d, g, dan h jarang sekali muncul pada posisi akhir, sebaliknya dalam subdialek pinggiran keempat konsonan itu dapat muncul dalam posisi tersebut44. Sekarang sebagai akibat urbanisasi yang terus menerus terjadi dan akibat pemakaian Bahasa Indonesia yang makin luas, batas antar subdialek itu makin kabur sebelum sempat diteliti lokasinya. Bahkan depat diperkirakan batas antara subdialek itu telah bergeser. Sebab pendatang baru yang kemudian bercampur dengan penduduk asli atau penduduk yang telah lama tinggal di Jakarta, dan batas-batas tertententu langsung menggunakan dialek Jakarta dalam pergaulan mereka dengan tetangga, di pasar, dan di tempat kerja. Hal itu sedikit banyak tentunya mewarnai dialek dewasa ini, dan menambah kaburnya batas antar subdialek yang telah digambarkan di atas.

43

Muhajir, Op.Cit. hlm. 5

44Ibid


(36)

Selain itu, hingga kini pembangunan besar-besaran, baik yang dilakukan oleh pemerintah daerah maupun oleh swasta, mengakibatkan berpindahnya penduduk asli yang tanahnya terkena oleh penggusuran. Pada umumnya penduduk asli itu berpindah tempat kedaerah-daerah yang lebih ke pinggir, misalnya pembangunan daerah kebayoran baru yang memaksa penduduk berpindah ke daerah yang lebih pinggir. Demikian juga pembangunan perumahan di daerah Grogol, dan pembangunan Istana Olah Raga Senayan pada tahun 1955 menyebabkan ke pinggir lagi. pun pembangunan perumahan di Cijantung, dan kawasan industri Pulogadung. Kesemuanya telah mengancam puradukkan daerah-daerah yang mulanya mempuyai batas geografis subdialek.

Dalam situasi kebahasaan semacam itu, penutur subdialek dalam kota sebagai data untuk analisis morfologi.

3. Contoh Dialek

Contoh yang penulis tampilkan adalah morfologi atau “bentuk kata” Subdialek Betawi pinggiran dalam karangan siswa-siswi, karena penulis sadar bahwa penulis bukan subdialek dalam kota begitupun siswa-siswi yang penulis ajar.

a). Interferensi Morfologi Dialek Betawi konfiks {ke-/-an} NO Kata Asal Interferensi DB BI Baku

1 tidur ketiduran tertidur

2 lihat kelihatan terlihat

3 tinggal ketinggalan tertinggal

b). Interferensi Morfologi Dialek Betawi prefiks {ke-}

NO Kata Interferensi DB Bahasa

Indonesia Baku

1 temu ketemu bertemu

2 telan ketelan tertelan

3 tabrak ketabrak tertabrak

4 ambil keambil terambil


(37)

c). Interferensi Morfologi Dialek Betawi Prefiks nasal {N-} beralomorf /ng/ke/ ň/

NO Kata Dasar Interferensi DB Bahasa Indonesia Baku

1 kantuk ngantuk mengantuk

2 kasih ngasih mengasih

3 kejar ngejar mengejar

4 aku ngaku mengaku

5 alir ngalir mengalir

6 hanyut nganyut terhanyut

7 isi ngisi mengisi

8 ambil ngambil mengambil

9 iris ngiris mengiris

10 sapu nyapu menyapu

11 sangkut kesangkut sangkut d). Interferensi Morfologi Dialek Betawi prefiks zero

NO Kata Dasar Interferensi DB Bahasa

IndonesiaBaku 1 tambah menambah-tambah bertambah

2 suka cita suka cita bersuka cita

3 ramai ramai-ramai beramai-ramai

4 lari lari-lari berlari-lari

5 jalan jalan-jalan berjalan-jalan 6 istirahat istirahat beristirahat

7 belanja belanja berbelanja


(38)

e). Interferensi Morfologi Dialek Betawi sufiks {-an}

No Kata Dasar Interferensi DB Bahasa Indonesia Baku

1 sekolah sekolahan sekolah

2 sepatu sepatuan bersepatu

3 sepeda sepedaan bersepeda

F. Karangan

Untuk memulai mengembangkan diri agar dapat mengarang suatu tulisan apapun, seorang penulis perlu terlebih dahulu mengerti dan memahami pengertian karangan. Sebelumnya merumuskan pengertian karangan, perlu diketahui terlebih dahulu makna kata mengarang. Mengarang berarti “menyusun” dan “merangkai”.

Selain karangan dapat menerangkan ide pikiran pengarang, karangan juga dapat menggambarkan suatu hal yang ingin disampaikan pengarang, baik itu berupa gambar, grafik, dan lain-lain. Sehingga karangan juga dapat mewakili pengarang dalam hal apapun.

Finoza mengatakan “mengarang berarti menyusun atau merangkai. Karangan adalah hasil dari pekerjaan menyusun atau merangkai”45. Menurut Widyamartaya dan Sudiarti “mengarang adalah keseluruhan rangkaian kegiatan seseorang untuk mengungkapkan gagasan dan menyampaikannya melalui bahasa tulis kepada pembaca untuk dipahami”46.

Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan oleh para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa karangan adalah seluruh rangkaian perbuatan seseorang dalam mengolah gagasan, pikiran, dan perasaan yang dituangkan melalui bahasa tulis kepada pembaca untuk dipahami. Perlu diketahui bahwa “karangan dapat dibedakan atas enam jenis, yaitu: deskripsi (perian), narasi (kisahan), eksposisi (paparan), argumentasi (bahasan), persuasi (ajakan),

45

Lamuddin Finoza, Op.Cit. hlm. 233

46Ibid,


(39)

campuran atau kombinasi. Dalam penelitian ini penulis fokus pada karangan eksposisi (paparan)”47.

G. Karangan Eksposisi

Untuk lebih jelasnya kata eksposisi dipungut dari kata bahasa inggris eksposition sebenarnya berasal dari bahasa latin “membuka” atau “memulai”, memang karangan eksposisi merupakan wacana yang bertujuan untuk memberi tahu, mengupas, menguraikan, atau menerangkan sesuatu.

Dalam karangan eksposisi, masalah yang dikomunikasikan terutama adalah pemberitahuan atau informasi. Hasil karangan eksposisi yang berupa informasi dapat kita baca sehari-hari di dalam media masa berta di-expose atau dipaparkan dengan tujuan memperluas pandangan dan pengetahuan pembaca. Pembaca tidak dipaksa untuk menerima pendapat penulis, tetapi setiap pembaca sekedar diberi tahu bahwa ada orang yang berpendapat demikian. “Mengingat karanganya bersifat memaparkan sesuatu, eksposisi juga dapat disebut karangan paparan”48.

H. Penelitian yang Relevan

Interferensi harus ditangani sedini mungkin, terutama dalam dunia pendidikan. Interferensi merupakan pelanggaran berbahasa yang berakibat merusak bahasa Indonesia. Cara mencegah penyebaran interferensi adalah dengan melakukan penelitian mengenai interferensi yang terjadi dalam dunia pendidikan dan memperbaiki sedini mungkin.

Berdasarkan penelitian relevan yang penulis dapatkan, penelitian mengenai interferensi bukan hanya kali ini saja dilakukan, melainkan sudah banyak penelitian yang membahas mengenai interferensi. Adanya penelitian tersebut, belum cukup bagi penulis untuk menjawab persoalan yang terjadi dalam dunia pendidikan. Seperti:

47Ibid

, hlm. 238-246

48Ibid,


(40)

Penelitian Yarlis Safitri (2002) yang berjudul Interferensi Fonologis dan Morfologis Dialek Jakarta dalam Berpidato Siswa SLTPN 104 Jakarta Selatan” yang menyimpulkan bahwa ada 27,84% kalimatyang terinterferensi fonologis dan morfologis dalam berpidato pada siswa SLTPN 104 dan 72, 16% kalimat yang tidak mengandung interferensi fonologis dan morfologis.

Adapun perbedaan penelitian Yarlis Safitri dengan skripsi ini adalah: Penelitian Yaris Safitri tentang “Interferensi Fonologis dan Morfologis Dialek

Jakarta dalam Berpidato Siswa SLTPN 104 Jakarta Selatan” dilakukan di sekolah SLTPN 104 pada tahun 2002, dengan hasil penelitian ada 27,84% kalimat yang terinterferensi fonologis dan morfologis dalam berpidato pada siswa SLTPN 104 dan 72,16% kalimat yang tidak mengandung interferensi fonologis dan morfologis. Sedangkan skripsi ini tentang “Interferensi Morfologi Dialek Betawi Terhadap Bahasa Indonesia dalam Karangan

Eksposisi pada Siswa Kelas VIII di Mts. Nurul Anwar Bekasi Utara” dilakukan di Mts. Nurul Anwar Bekasi Utara tahun 2014, dengan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa interferensi sistem dan wujud morfologi Dialek Betawi pada morfologi bahasa Indonesia tulis siswa kelas VIII MTs. Nurul Anwar di Bekasi Utara adalah pembentukan konfiks {ke-an} sebanyak 29,41%, prefiks {ke-} sebanyak 35,29%, prefiks nasal {N-}beralomorf /ng/ dan /ny/, sebanyak 88,23%, pembetukkan prefiks zero sebanyak76,47%, dan sufiks {-an} sebanyak 17,65%.

Penelitian Sugeng Nuryadi (2002) yang berjudul Interferensi Leksikal Dialek Jakarta dalam Karangan Siswa Kelas 6 SD di kelurahan Petir Kecamatan Cipondoh Tangerang, juga menyimpulkan bahwa terdapat interferensi Dialek Jakarta pada karangan siswa kelas 6 SD kelurahan Petir. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa adanya interferensi dalam karangan siswa sebanyak 56,66% dan karangan yang tidak terinterferensi sebanyak 43,33%.

Adapun perbedaan penelitian Sugeng Nuryadi dengan skripsi ini adalah: Penelitian Sugeng Nuryadi tentang “Interferensi Leksikal Dialek Jakarta dalam Karangan Siswa Kelas 6 SD di kelurahan Petir Kecamatan


(41)

Cipondoh Tangerang” dilakukan di sekolah SD Kelurahan Petir pada tahun 2002, dengan hasil penelitian menyimpulkan bahwa adanya interferensi dalam karangan siswa kelas 6 SD Kelurahan Petir Kecamatan Cipondoh Tangerang sebanyak 56,66% kalimat yang terinterferensi leksikal Dialek Jakarta pada karangan siswa kelas 6 SD di Kelurahan Petir Kecamatan Cipondoh Tangerang dan karangan yang tidak terinterferensi leksikal Dialek Jakarta sebanyak 43,33%. Sedangkan skripsi ini tentang “Interferensi Morfologi Dialek Betawi Terhadap Bahasa Indonesia dalam Karangan Eksposisi pada

Siswa Kelas VIII di Mts. Nurul Anwar Bekasi Utara” dilakukan di Mts. Nurul Anwar Bekasi Utara tahun 2014, dengan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa interferensi sistem dan wujud morfologi Dialek Betawi pada morfologi bahasa Indonesia tulis siswa kelas VIII Mts. Nurul Anwar di Bekasi Utara adalah pembentukan konfiks {ke-an} sebanyak 29,41%, prefiks {ke-} sebanyak 35,29%, prefiks nasal {N-}beralomorf /ng/ dan /ny/, sebanyak 88,23%, pembetukkan prefiks zero sebanyak76,47%, dan sufiks {-an} sebanyak 17,65%.

Selanjutnya penelitian Karjaya (1990) yang berjudul “Interferensi Morfologi dalam penggunaan Bahasa Indonesia oleh Murid Sekolah Dasar di Cirebon yang Berbahasa Pertama Bahasa Jawa Cirebon”, juga menyimpulkan bahwa interferensi morfologi (interferensi bentuk kata, afiks, dan pengulangan) terdapat pada penggunaan bahasa Indonesia berbentuk tulisan pada Sekolah Dasar yang berbahasa pertama bahasa Jawa Cirebon.

Adapun perbedaan penelitian Karjaya dengan skripsi ini adalah: penelitian Karjaya tentang ”Interferensi Morfologi dalam penggunaan Bahasa Indonesia oleh Murid Sekolah Dasar di Cirebon yang Berbahasa Pertama Bahasa Jawa Cirebon”. Dilakukan di SD Cirebon pada tahun 1990, dengan

hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa interferensi morfologi (interferensi bentuk kata, afiks, dan pengulangan) terdapat pada penggunaan bahasa Indonesia berbentuk tulisan pada Sekolah Dasar yang berbahasa pertama bahasa Jawa Cirebon. Sedangkan skripsi ini tentang “Interferensi Morfologi Dialek Betawi Terhadap Bahasa Indonesia dalam Karangan Eksposisi pada


(42)

Siswa Kelas VIII di Mts. Nurul Anwar Bekasi Utara” dilakukan di Mts. Nurul Anwar Bekasi Utara tahun 2014, dengan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa interferensi sistem dan wujud morfologi Dialek Betawi pada morfologi bahasa Indonesia tulis siswa kelas VIII Mts. Nurul Anwar di Bekasi Utara adalah pembentukan konfiks {ke-an} sebanyak 29,41%, prefiks {ke-} sebanyak 35,29%, prefiks nasal {N-}beralomorf /ng/ dan /ny/, sebanyak 88,23%, pembetukkan prefiks zero sebanyak76,47%, dan sufiks {-an} sebanyak 17,65%.

Berdasarkan ketiga hasil penelitian di atas maka peneliti belum menemukan interferensi Dialek Betawi dalam karangan siswa. Maka dari itu peneliti ingin mengetahui atau melihat bentuk-bentuk interferensi Dialek Betawi pada siswa MTs. Nurul Anwar Bekasi Utara. Penelitian ini merupakan penelitian terkini yang berusaha memperkaya khazanah penelitian tentang interferensi dalam aspek morfologi. Dengan demikian hasilnya diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran Bahasa Indonesia.


(43)

30 A. Pendekatan Penelitian

Pendekatan ini menggunakan pendekatan kualitatif. Artinya data yang dikumpulkan bukan berupa angka-angka, melainkan data tersebut berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, dokumen pribadi, catatan memo, dan dokumen resmi lainya. Menurut sudaryanto “bahwa metode kualitatif adalah metodepengkajian atau metode penelitian suatu masalah yang tidak didesain atau dirancang menggunakan prosedur-prosedur statistik hanya Deskriptif saja”49. Tujuan dari penelitian ini adalah ingin menggambarkan realita empirik di balik fenomena secara mendalam rinci dan tuntas. Oleh karena itu, penggunaan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini adalah dengan mencocokan antara realita empirik dengan teori yang berlaku dengan menggunakan metode deskriptif. Pendekatan kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk mencari data secara merata dari peserta didik secara komprehensif tentang interferensi morfologi pada siswa yang berlatar belakang dialek Betawi dalam bahasa Indonesia.

B. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif. “Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistik atau cara kuantifikasi lainnya”50.“Penelitian kualitatif pada umumnya berusaha membentuk atau membangun teori melalui data yang terkumpul, penelitian deskriptif kualitatif, yang dimaksud dengan „kualitatif’ adalah datanya dan data kualitatif adalah data yang diujudkan dalam kata keadaan”51. Ia juga

49Ibid,

hlm. 20

50

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2013) hlm.6

51

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian suatu pendekatan praktik (Jakarta: PT. Rineka Cipta2010) hlm. 21


(44)

berpendapat, “secara umum dinyatakan bahwa metode kualitatif adalah metode pengkajian atau metode penelitian suatu masalah yang tidak didesain atau dirancang menggunakan prosedur-prosedur statistik hanya Deskriptif saja”52.

Metode deskriptif adalah desain yang di dalamnya terdapat upaya mendeskripsikan, mencatat, analisis, dan menginterpretasikan kondisi-kondisi yang terjadi atau ada. Dalam hal ini penulis akan mendeskripsikan tipe-tipe kesalahan berbahasa tulis yang dilakukan oleh siswa yang berlatar belakang bahasa Betawi dalam berbahasa Indonesia. Pengklasifikasian dilakukan berdasarkan interferensi pada kategori gramatikal (morfologi).

C. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah di Bekasi Utara jalan KH. Mukhtar Thabrani No. 4 (Arah Pesona Anggrek) Kaliabang Nangka Kel. Perwira Kec. Bekasi Utara – Kota Bekasi. tempat di mana penelitian akan dilakukan beserta jalan dan kotanya, dalam penelitian terhadap interferensi morfologi Dialek Betawi ke dalam bahasa Indonesia pada karangan siswa banyak ditemukan masyarakat yang dwibahasawan. Salah satu diantaranya adalah masyrakat B1 Dialek Betawi dan B2 bahasa Indonesia. Di daerah Bekasi, dialek Betawi merupakan bahasa yang digunakan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian terhadap karangan pada Siswa kelas VIII dengan judul “Interferensi Morfologi Dialek Betawi terhadap Bahasa Indonesia dalam Karangan Eksposisi pada siswa kelas VIII di MTs. Nurul Anwar Bekasi Utara”.

D. Data dan Sumber Data

Dua hal pokok yang harus ada dalam sumber penelitian adalah data dan sumber data. Sudaryanto menyatakan bahwa “data adalah informasi atau

52Ibid,


(45)

bahan yang disediakan oleh alam yang harus dicari dan disediakan dengan sengaja oleh peneliti yang sesuai dengan masalah yang diteliti”53.

Dalam penelitian ini, yang menjadi sumber data penelitian adalah karangan eksposisi murid kelas VIII, di MTs. Nurul Anwar Bekasi Utara. Sumber data yang diambil berjumlah dua puluh tujuh karangan murid yang dipilih. Data pada penelitian ini adalah kata, frasa dan kalimat yang tidak sesuai dengan morfologi.

E. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik simak dengan membaca sumber data tertulis, kemudian dilakukan inventarisasi dengan teknik catat, yaitu mencatat data-data yang terkumpul. Data yang terkumpul dan tercatat adalah data yang berupa kata, frasa dan kalimat yang mengandung interferensi. Data yang telah dicatat, kemudian diklasifikasikan berdasarkan bentuknya, morfologi.

F. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan upaya yang dilakukan untuk mengklasifikasi dan mengelompokkan data. Pada tahap ini dilakukan upaya mengelompokkan, menyamakan data yang sama dan membedakan data yang memang berbeda, serta menyisihkan pada kelompok lain data yang serupa, tetapi tidak sama. “Dalam rangka pengklasifikasian dan pengelompokkan data tentu harus didasarkan pada apa yang menjadi tujuan penelitian”54.

Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. Penelitian ini menggunakan metode padan untuk menentukan adanya interferensi morfologi. Sudaryanto menyatakan “bahwa objek sasaran

53

Sudaryanto, Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa:Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan secara Lingustik (Yogyakarta: Duta Wacana, 1993) hlm. 3

54

Mahsun, M.S., Metode Penelitian Bahasa (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007) hlm. 253


(46)

penelitian ini berdasarkan keselarasan, kesesuaian, kecocokan, atau kesamaan dengan penentu yang sekaligus menjadi standar atau pembakunya”55.

Sudaryanto mengemukakan “dua teknik yang dapat digunakan dalam pengolahan data ini, yaitu teknik dasar (pilah) dan teknik lanjutan (banding)”56. Sudaryanto membedakan “teknik dasar (pilah) unsur penentu dibagi menjadi lima, yaitu referen, organ wicara, tulisan, mitra wicara, dan

language yang lain”57. “Sedangkan teknik lanjutan (banding) dibedakan menjadi tiga, yaitu hubung banding menyamakan, hubung banding memperbedakan, dan hubung banding menyamakan hal pokok”58. Dalam penelitian ini hanya digunakan tiga teknik, yaitu teknik pilah referen, teknik hubung banding menyamakan, dan teknik hubung banding memperbedakankan.

1. Teknik Pilah Referen

Teknik pilah referen menurut Sudaryanto adalah “teknik untuk membagi satuan lingual kata menjadi berbagai jenis”59. Dalam penelitian ini data jenis bentuk interferensi, yaitu bentuk morfologi.

2. Teknik Hubung Banding Menyamakan

Teknik ini dilakukan dengan cara menyamakan bentuk sistem morfologi yang terjadi pada interferensi bahasa Indonesia akibat pengaruh Dialek Betawi dengan bentuk bahasa Betawi aslinya.

3. Teknik Hubung Banding Memperbedakan

Setelah mendapatkan kesamaan bentuk yang terjadi pada sistem morfologi, kemudian dilanjutkan dengan teknik hubung banding memperbedakan. Teknik ini membedakan sistem Dialek Betawi dan sistem bahasa Indonesia. Setelah diketahui perbedaan kedua sistem, maka akan diberikan bentuk kata yang benar dan sesuai dengan sistem bahasa

55

Sudaryanto Op.Cit. hlm. 13

56

Ibid, hlm. 21

57Ibid,

hlm. 23

58 Ibid

, hlm. 27

59Ibid


(47)

Indonesia sehingga dapat memperjelas interferensi yang terjadi akibat pengaruh sistem Dialek Betawi bentuk morfologi.

G. Instrumen penelitian

“Instrumen adalah alat untuk memperoleh informasi dan sumber data”60. Keberhasilan penelitian ditentukan oleh instrumen yang digunakan, karena data yang diperoleh melalui instrumen. Alat pengambilan harus dirancang dan dibuat sedemikian rupa, sehingga menghasilkan data empiris. Instrumen penelitian ini dibantu dengan timbal (observasi) atau nontes. Dibuat oleh peneliti sendiri untuk mencatat data berupa kalimat yang terdapat interferensi morfologi awalan kata kata kerja prenasal pada karangan siswa, Contoh;

Interferensi Morfologi Awalan Kata Kerja

No Kata Dasar Interferensi DB Bahasa Indonesia Baku

H. Teknik Analisis Data

Setelah analisis dilakukan maka dilanjutkan dengan teknik penyajian. Sudaryanto menyatakan “bahwa penulisan hasil analisis tentu saja memprasyaratkan kelayakan baca demi pemanfaatan yang terikat pada tujuan tertentu. Untuk itulah dimanfaatkan cara-cara penyajian kaidah yang bersifat informal dan formal”61.

Pada penelitian ini, digunakan teknik penyajian informal dan formal. Teknik penyajian informal dilakukan dengan perumusan dengan kata-kata. Sudaryanto menyatakan “bahwa teknik penyajian formal adalah teknik penyajian dengan perumusan dengan tanda dan lambang-lambang”62.Tanda yang digunakan pada penelitian ini adalah tanda tambah (+) yang menyatakan

60

Suharsimi Arikunto., Op. Cit, hlm. 136

61

Sudaryanto. Op.Cit.hlm. 144

62Ibid,


(48)

penambahan antara bagian satu dengan lainya, tanda panah (→) menyatakan perubahan bentuk menjadi bentuk lain, tanda kurung biasa (()) untuk memisahkan morfem, frasa atau yang lain, tanda kurung kurawal ({}) untuk menyatakan imbuhan yang dimaksud, tanda kurung dengan garis miring (/ /) untuk menyatakan pemisahan dalam proses perubahan bentuk kata.

I. Teknik Penarikan Simpulan

Berdasarkan hasil dari penelitian, penarikan simpulan dilakukan secara induktif. Penarikan simpulan secara induktif yaitu penarikan simpulan yang bertolak dari pandangan yang bersifat khusus untuk menghasilkan kesimpulan secara umum.


(49)

BAB IV

PEMBAHASAN

A.Deskripsi Data

Bentuk-bentuk interferensi Dialek Betawi pada karangan siswa dapat terlihat lebih mudah jika dideskripsikan. Banyak interferensi morfologi yang sering muncul dalam karangan tersebut, seperti: interferensi konfiks ke-/-an,

prefiks ke-, prefiks nasal N-.prefiks zero (bentuk kata ulang), sufiks–an

B.Interferensi Morfologi

1. Pola pembentukan konfiks {ke-/-an}

Pola pembentukan kata dengan konfiks {ke-/-an} merupakan peristiwa interferensi morfologi yang menyatakan makna “ketidaksengajaan”. Berikut ini wujud interferensi morfologi DB ke dalam BI sebagai akibat penggunaan konfiks {ke-/-an}.

a. “Di perjalanan aku dan adikku bernyanyi-nyanyi sampai-sampai aku dan adikku ketiduran”. (DN 1).

b. “Ayah ketiduran di sofa karena Ayah kecapean.” (DN 26).

Bentuk ketiduran pada penggalan kalimat di atas merupakan interferensi yang terjadi pada BI dari KD+ {ke-/-an}. Bentuk ini memiliki kata asal

tidur, kemudian interferensi yang terjadi adalah ketiduran, namun dalam Bahasa Indonesia telah terdapat bentukan untuk makna “ketidaksengajaan” ini, yaitu tertidur. Bentuk ini merupakan wujud interferensi DB yang terjadi pada BI karena pada pembentukannya dipengaruhi oleh sistem morfologi DB dari tidur mendapat konfiks {ke-/-an}. Sebagai berikut.

1) /tertidur/ (BI) 2) /ketiduran/ (DB) 3) /tidur/+{ke-/an}

4) /ke-tidur-an/


(50)

Pembentukan DB tersebut berpengaruh terhadap bahasa murid, sehingga digunakan kata ketiduran dalam karangan berbahasa Indonesia. Padahal penggunaan bentuk ketiduran adalah salah atau tidak baku dalam BI. Menurut BI baku, untuk menyatakan ketidaksengajaan tidur maka KD tidur + prefik {ter-} menjadi tertidur. Prefiks {ter-} pada tertidur memiliki makna “ketidaksengajaan”. Dengan kata lain, bentuk ketiduran (DB) berpadanan dengan tertidur (BI).

Jadi kalimat yang benar untuk penggalan kalimat tersebut (DN 26) adalah: “Di perjalanan, aku dan adikku bernyanyi-nyanyi hingga .” tertidur.”, “ Ayah tertidur di sofa karena kelelahan.”

c. Di sawah sudah banyak orang-orang yang berlalu lalang untuk panen di sawah mereka yang sudah kelihatanmenguning dan merunduk.” (DN 14). d. “Di desaku setiap panen tiba kelihatan ramai karena hasil panen yang

dihasilkan akan di beli langsung oleh koperasi”. (DN 15)

Bentuk kata kelihatan adalah wujud interferensi DB pada karangan BI murid. Kata asal adalah lihat, kemudian interferensi yang terjadi adalah

kelihatan. Dalam bahasa Indonesia telah terdapat bentukan untuk menyatakan makna ini, yaitu terlihat. Kata kelihatan terbentuk dari KD lihat + {ke-/-an} pola pembentukan ini dipengaruhi oleh sistem pembentukan DB dengan konfiks {ke-/-an} dan dengan kata dasar lihat, sebagai berikut:

1) /lihat/+{ke-+-an} 2) /ke-lihat-an/

3) /lihat/

Menurut BI baku, pola pembentukan untuk menyatakan ketidaksengajaan dalam melihat adalah sebagai berikut.

KD lihat+prefiks {ter-} menjadi terlihat {ter-}+/lihat/ - terlihat.

Jadi berdasarkan BI baku, penggunaan pembentukan yang benar adalah: “Di sawah sudah banyak orang-orang yang berlalu lalang untuk panen di sawah mereka yang sudah terlihat menguning dan merunduk”. “Di desaku


(51)

setiap panen tiba terlihat ramai karena hasil panen yang dihasilkan akan di beli langsung oleh koperasi”.

e. ”Aku siap berangkat bersama. Namun Aku masih ketinggalan sarungku, tapi temanku Sidiq ketinggalan aku pun kerumah Dia...” (DN 21)

Bentuk kata ketinggalan merupakan interferensi berasal dari KD tinggal

mendapat konfiks {ke-/-an}. Kemudian tejadi interferensi DB, yaitu bentuk ketinggalan pembentukan ini dipengaruhi sistem DB yang kemudian berpengaruh pada bahasa murid, sehingga digunakan kata

ketinggalan dalam karangan BI. Padahal penggunaan bahasa tersebut tidak tepat dalam BI. Menurut BI baku, kata dasar tinggal + prefiks {ter-} menjadi tertinggal. Jadi kalimat yang benar adalah : ”Aku siap berangkat bersama. Namun sarungku tertinggal, temanku Sidiq juga tertinggal dan aku pun kerumah Dia.”

Tabel 4.1

Pola pembentukan konfiks {ke-/-an}

No Kata Asal Interferensi DB BI Baku Keterangan

1 Tidur ketiduran tertidur DN 1, 26

2 Lihat kelihatan terlihat DN 14,15

3 tinggal ketinggalan tertinggal DN 21

2. Pola pembentukan prefiks {ke-}

Pola pembentukan kata dengan prefiks {ke-} DB ke dalam pembentukan kata BI baku merupakan interferensi morfologi. Hal ini disebabkan imbuhan yang digunakan {ke-} berasal dari DB. Adapun bentuk baku pada pembentukan BI adalah {ter-} atau {ber-}.

Pada penelitian ini terdapat data interferensi morfologi sebagai akibat diterapkannya prefiks {ke-} dari DB ke dalam BI, sebagai berikut:


(1)

'',*

s

:l::::::::"::::::::.

#'eq& N o . ,

" i i t"l's{dl$W\

,nffiljo

Cetakan, l': ri'i: - ': n-o,tt "", l ,'rl ; ,,,. 'l:.:!::i i tl

: l*u*.

*'i

Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnaka n

Nonror 46.2009 2011

8 Psikolinguistik Suatu Pengantar Samsunuwiyati Mar'at Bandung:PT. Refika

Adi.tama, cet, k e - 3 2 0 1 I

9, 8 ,

?

9

Pengajaran Kedwibahasaa n

Henry

Guntur

Tarigan

B a n d u n g : Angkasa, edisi revisi 2009

1 6 ,

1 7

1 8 ,

1 n

I 0 , 1 0 , 1 0 , I I

l 0

Sosiolinguistik Perkenalan Awal

Abdul Chaer dan Leonie Agustina

Jakarta: PT, Rineka Cipta edisi revisi 2010

1 9 ,

2 6 ,

28,

29,

3 0 ,

3 1 ,

3 4 ,

1 0 , 1 3 , 1 3 , 1 3 ,

1 4 , 1 4 , 1 5 , 1 7 , 1 7 ,

l 1 Psikolinsuistik

Nuryani dan Dona Aji I(arunia Putra

Jakarta: Mazhab C i p u t a t 2 0 1 3

21

22

Z J

1 1 , l l

I l ,

P

Y

t2

KamusLinguistik

Harimurti Kridalaksana

Jakbrta: Gramedia, cet. k e - 3 2 0 1 1

) 7

1 0 ,

P

l 3 Morfologi Dialek Jakarta Afiksasi dan Reduplikasi Muhadjir Jakarta: Djambatan Anggota IKAPI 1984 a n

3 8 , 39, 44, 4 6 , 4 8 , ,

49,' 6 4 , 6 5

1

8 , 1

8 ,

7 8 , 2 0 ,

) ' ) ) ? ,

) 4 4 7


(2)

/

- . . . l

No-;

i';4ii::.

!;:r"-::i11,W

jlu",

uf,u"

'

'l$iir . lPCnCrbit.

Kota, ' Cetakan, ii..l' T a li:' ii,ll-: l'',

' ]

ffibTtl

: : p g f g . : r

;:. ,:1;-:?jiI;:1]iili

. : :1] ir:: :::1,:r t., t:

,-ffii:1'r=

,:skripsi

r lrTanda '

ifi,trghii

P e m b i m - b i n e

t 4

Kebahasaan (Morfologi dan Sintaksis)

H i n d u n

Jakarta: Mazhab

Ciputat 2014

4 1 1 0 ^1

1\l

I

)

V

l 5 Asas-asas Linguistik Umum

J.W.M, Verhaar

Yogyakarta: UGM. Gadja Mada

U n i v e r s i t y Press, cet. lce-7 2 0 1 0

4 2 ,

) o

I

V

l 6

Pengajaran Morfologi

IJenry Guntur Tarigan

B a n d u n g :

Angkasa 2009

4 3 ,

20,

t 7

Linguistik, kedudukan morfologi dalam gramatikal bahasa Indonesia http://id.wikipedia .org/wiki/linguisti K

wikipedia, hari R a b u , l 6 0 5 -2 0 1 4 p u k u l 0 8 .

l 0 w i b

4 5 , ) 1

\ I 1 8 Kamus Ungkapan Peribahasa Betawi Abdul Chaer Jakarta: Masup, cet.

ke-1 2009

47, ) )

?

l 9

Metodologi Penelitian I(ualitatif

Lexy J. Meleong

Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

cet. ke-24 2007

5 0

2 8

t 1

r

2 0

Prosedur Penelitian suatn Pendekatan Praktik Suharsimi Arikunto

Jakarta: PT. Rineka Cipta, c e t . k e - 1 4 2010

5 1 , \ ) 5 3 , 6 1

28,28,

2 9 , 3 6

I

r

2 l

Metode dan AnekaTeknik Analisis

Sudaryanto Yogyakarta Duta Wacana: University

5 4 , 56,,

\ 7

5 8 ,

3 4 , 3 5 ,

? 5 1 5

J J ) r v )


(3)

j:1,'lr:,-, ..l;T&i"r.r; , :

--"rfeppib,lft

;'.] :..r.l4ii;i.,. :,:.;t

q;ir::'i::if e+*ilt#::::rlil Tal

mp..,;

,:;.I'..p,,pf

'.i

'ifote,'tt

:i:{::f, $-1ial

!il$:

,d,4ILg4ll.". ,iPembim.,

'..'"i[!.nti,-Bahasa Press, I 993 59,

60, 6 2 , 6 3 ,

a - a 1

22

Metode Penelitian Bahasa

Mahsun, M.S

Jakarta: Rajawali Pers, e d i s i r e v i s i 2407

5 5

5.+

n

I

/

V


(4)

,f

K E M E N T E R I A N A G A M A U I N J A K A R T A

F I T K

Jl. lr. H. Juanda No 95 Ciputat 15412 lndanesia

FoRM (FR)

SU RAT BIMBIT...!GAN

SKRIPSI

N o n r o r : U n . 0 I /F . 1 / K N ' { . 0 1 . 3 I .. . . 1 2 0 1 4 [,amp. ;

-flal : Birnbingan Skripsi

I { e n a , 4 o V f l r

! : .

D r a . li i r r c i r r n , . V . P d . P e m b i m b i n g S k r i p s i

Fakr-rltas Ilmu Tarbiyalr dan l(eguruan U IN Syarif HidayatLr I lah

Jakarta.

A s s alo nnt.' ctl. q i k.unt vvr.u, b.

N a m a N I M Jurusarr Semester

Tembusan: l . D e k a n F I T I ( 2. Mahasisr,va ybs.

rl

Dengan ini diharapkan kesediaan Saudara untuk (materi/teknis) penuIisan skripsi mahasiswa:

rnenj4di

"'l

DIDI SURYAD]

8 0 r

1

r 1 3 0 0 0 r 9

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia V l l l ( D e l a p a n )

dalarn

l(arangan

El<sposisi

pacla

Siswa

l(elas

VIII di MTs.

Nurul

Anwar

Bekasi

Uriqrfi

S

Genap'faliun

Pelajaran

201312014

I i iii

t i i l r

Jr,rdul tersebut telah disetLrjui oleh Jurusan yang bersangkutan pada tanggal 29 ll'4qifbt abstraksi/or.rtline terlampir. Saudara dapat melakukan perubalian redaksiorral pada jr]r{tif t t Apabila perubahan substarrsiaI dianggap perlu, mohorr pembinrbittg InenghLrbrlrf$i terlebih dahulr"r.

Birnbingarr skripsi ini diharapkan selesai dalam waktu 6 (enam) bulan, dan selama 6 (enam) bulan berikr"rtnya tanpa surat perpanjangan.

Atas perhatran darr kerja sarna Saudara. liarni ucapkart terilna kasih. Wa,s's q Iam t r' a I a i kum vvr,vt b

sastra

r ,aii'ftsi1

iyalt ZA. NI.PiJ

claoat

fl

, 0 . / . . \

t"*.''

T*{'$#


(5)

#

N o m o r

: U n . 0 1 / F .

1

/ K M . 0 1

. 3 1 . . . 1 2 0 1 4

Lamp.'. Outline/Proposal

Hal : Permohonan

lzin Penelitian

KepaCa

Yth.

eapak

wtittahuciciin,

S Ag

K e p a l a

l / T s N u r u l A n w a r

B e k a s i

d i

Tempat

Assal

am u' al aiku

m wr.wb.

Dengarr

hormat

kami

sampaikan

bahwa,

Jakarta, 4 April2014

: Didi

Suryadi

: 8 0 1 1 1 1 3 0 0 0 1 9

: Pendidikan

Bahasa

darr

Sastra

Indonesia

S e m e s t e r : Vlll (delapan)

Judul

Skripsi : Interferensi

Morfologi

Dialek

Betawi

Terhadap

Bahasa

Indonesia

N a m a N I M J u r u s a n

Tembusan: 1 . D e k a n F I T K

2. Pembantu Dekan Bidang Akademik 3. Mahasiswa yang bersangkutan

Celam Kar_arrgan Ekspciip?daSiilUa K.e|as Vl|| di MTs NurulAnwar Bekasi Utara Semester Genap

Tahun Pelajaran

20131201

4

adalah

benar

mahasiswa/i

Fakultas

llmu Tarbiyah

dan Keguruan

UIN Jakarta

yang

sedang menyusun skripsi, dan akan mengadakan

penelitian (riset) di

instansi/sekolah/madrasah

yang

Saudara

pimpin.

Untuk itu kami mohon Saudara dapat mengizinkan

mahasiswa

tersebut

m e l a k s a n a k a n

p e n e l i t i a n

d i m a k s u d .

Atas perhatian

dan kerja

sama

Saudara,

kami

ucapkan

terima

kasih.

Wassal

am u' al aiku

m wr.wb.

Sastra Indorresia

h fitrivah ZA. M.Pd

KEMENTERIAN

AGAMA

6fl'% urN

JAKARTA

* *r*q. r FITK

% d { # & S j L t t . H J u a n d a N o g s c t p u t a t t s 4 l 2 t n d o n e s a

FORM

(FR)

No. Dokumen : FITK-FR-AKD-082 Tgl. Terbit : 1 Maret 2010 N o . R e v i s i ; . 0 1

H a l 1 t 1

SURAT

PERMOHONAN

IZIN

PENELITIAN

I

,.ri i,{ td \?


(6)

RIWAYAT PENULIS

Didi Suryadi, lahir di Bekasi, 16 November 1984 dari

seorang ibu yang bernama Hamimah, dan seorang ayah

bernama Muhammad. Penulis bertempat tinggal di

Bekasi Kampung Rawa Bugel Jalan Rawa Jaya N0.4

RT.04/03 Kelurahan Marga Mulya, Kecamatan Bekasi

Utara. Menikmati masa pendidikan sejak Madrasah

Ibtidaiyah Bidayatul Hidayah tahun 1997, Sekolah

Menengah Pertama Bidayatul Hidayah tahun 2000,

Sekolah Menengah Umum Attaqwa tahun 2003, Sekolah tinggi Agama Islam

Siliwangi Bandung Fakultas Tarbiyah jurusan PGSD/MI (D2), Rumpun Belajar

Bekasi 2006, sampai perguruan tinggi, S-1 (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta),

Fakultas Tarbiyah jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia(PBSI) tahun

2014.

Sejak tahun 2004 sampai sekarang menjadi tenaga pengajar (Guru) di

MTs. Nurul Anwar Bekasi Utara Tahun 2003 sampai sekarang, menjadi tenaga

pengajar TPA/TPQ di Yayasan Al-Hidayah Unit 031 Harapan Jaya Bekasi Utara,

guru privat mengaji dan guru esktrakulikuler BTQ (bimbingan tilawatil qur’an),

Vocal Marawis, Hadroh, Gamboes, Rawi, dan guru Bahasa Inggris di TK

Yayasan Al-Hidayah Unit 031 Harapan Jaya Bekasi Utara.

Selanjutnya, tanggal 30 Nopember 2008 menikah dengan Nur Apriyanti

yang dikaruniai dua orang anak si buah hati, belahan jantung, pengobat lelah, dan

penyemangat hidup yaitu yang bernama Ananda Muhammad Daffa Al-Fathir dan

Ananda Athaya Deva Meidina. Aktif sebagai MC (pembawa acara) dalam

berbagai kegiatan kemasyarakatan, Khotib Jumat, Muadzin dan Bilal di

Masjid-masjid dengan niat mencari ridho Allah SWT, menuai pahala, dengan sedikit ilmu

yang penulis punya. Dengan harapan menjadi orang yang bermanfaat untuk alam

sekitar, yang kehadirannya dinantikan dan ketiadaannya ditanyakan.