Kata Afiksasi pembentuk verba dalam teks berita siswa kelas VIII di SMP Darul Muttaqien Jakarta tahun pelajaran 2013/2014

3. Jenis Imbuhan Afiks Kata berimbuhan adalah kata yang telah mengalami proses pengimbuhan afiksasi. Imbuhan atau afiks adalah morfem terikat yang digunakan dalam bentuk dasar untuk pembentukan kata. 12 Berkenaan dengan jenis afiksnya, proses afiksasi itu dibedakan atas prefiksasi, yaitu proses pembubuhan prefiks awalan, konfiksasi yaitu proses pembubuhan konfiks imbuhan terbagi, infiksasi sisipan yaitu proses pembubuhan yang dilekatkan di tengah dasar, dan sufiksasi yaitu proses pembubuhan sufiks akhiran. Imbuhan afiks menurut posisinya terbagi atas empat bentuk. a. Awalan atau Prefiks Awalan atau prefiks adalah suatu unsur yang secara struktural diikatkan di depan sebuah kata dasar atau bentuk dasar. 13 Jenisnya adalah sebagai berikut: ber-, me-, pe-, per-, di-, ke-, ter-, dan se-. Awalan prefiks memiliki variasi yang berbeda-beda sesuai dengan fonem awal bentuk dasar yang dibubuhinya. Bentuk semacam itu disebut alomorf. Alomorf yaitu anggota morfem yang sama, yang variasi bentuknya disebabkan pengaruh lingkungan yang dimasukinya, misalnya morfem ber- mempunyai alomorf ber-, be-, dan bel. 14 Awalan me- memiliki alomorf mem-, men-, me-, meny-, meng-, menge-; awalan ber- memiliki alomorf ber-, be-, dan bel-. Selanjutnya awalan per- juga memiliki alomorf awalan pe-, dan pel-. Selanjutnya awalan pe- juga memiliki alomorf peng-, pem-, peny-, pen-, pe-, penge-. Berikutnya awalan yang memiliki alomorf adalah awalan ter- yaitu te-, dan tel-. 12 Achmad HP, Linguistik Umum, Jakarta: Depdikbud, 1996, cet. 1, h. 68. 13 Gorys Keraf, Tata Bahasa Indonesia, Jakarta: Nusa Indah, 1969, h. 94. 14 Depdiknas, Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan, Bandung: Pustaka Setia, 1992, Cet. X, h. 43. Contoh: Tabel 2.1 No Bentuk Dasar Imbuhan prefiks Kata berimbuhan 1. cair me- mencair 2. jalan ber- berjalan 3. lihat di- dilihat 4. kaya ter- terkaya 5. tari pe- penari 6. ajar per- pelajar 7. tahun se- setahun 8. tua ke- ketua b. Imbuhan Terbagi atau Konfiks Konfiks adalah gabungan dari dua macam imbuhan atau lebih yang bersama-sama membentuk satu arti. 15 Konfiks yang terdapat dalam Bahasa Indonesia adalah me-kan, ke-an, memper-kan, diper-kan, ber-an, pe-an, per- an, di-i, di-kan, dan se-nya. 16 Dalam buku Abdul Chaer Morfologi Bahasa Indonesia Pendekatan proses selain konfiks ada pula klofiks. Klofiks yaitu gabungan imbuhan yang tidak diimbuhkan secara bersamaan pada sebuah dasar. Adapun klofiks tersebut adalah: ber-an, dan ber-kan. Contoh Konfiks: Tabel 2.2 No Bentuk Dasar Imbuhan konfiks Kata berimbuhan 1. main me-kan memainkan 15 Keraf, op. cit., h. 115. 16 Depdiknas, op. cit., h. 106-109. 2. ada ke-an keadaan 3. soal memper- kan mempersoalkan 4. malu diper-kan dipermalukan 5. gugur ber-an berguguran 6. kirim pe-an pengiriman 7. istirahat per-an peristirahatan 8. sayang di-i disayangi 9. bawa di-kan dibawakan 10. pintar se-nya sepintar-pintarnya Contoh Klofiks: Tabel 2.3 No Bentuk Dasar Imbuhan klofiks Kata berimbuhan 1. pakai ber-an -an ber- pakai + an = pakaian ber + pakaian = berpakaian 2. istri ber-kan ber- kan- ber + istri = beristri beristri + kan = beristrikan c. Sisipan atau Infiks Sisipan atau infiks adalah semacam morfem terikat yang disisipkan pada sebuah kata antara konsonan pertama dan vokal pertama. 17 Pemakaian infiks 17 Keraf, op. cit., h. 118. terbatas pada beberapa kata saja. Infiks yang ada dalam bahasa Indonesia hanyalah: -el-, -er-, dan –em-. 18 Contoh : Tabel 2.4 No Bentuk Dasar Imbuhan infiks Kata berimbuhan 1. tunjuk -el- telunjuk 2. gigi -er- gerigi 3. gertak -em- gemertak d. Akhiran atau Sufiks Akhiran atau sufiks adalah semacam morfem terikat yang diletakkan di belakang suatu morfem dasar. 19 Macam-macam sufiks yang terdapat dalam bahasa Indonesia adalah: -an, -i, -kan, -nya, -man, -wan, -wati, sufiks asing seperti -isme, -is, -er, -if, -ir, -wi, -iah, -ni, -il akhiran –il menurut Pedoman EYD lebih baik diganti dengan -al, -nda atau –anda. 20 Contoh : Tabel 2.5 No Bentuk Dasar Imbuhan sufiks Kata berimbuhan 1. bulan -an bulanan 2. masuk -i masuki 3. bicara -kan bicarakan 4. luas -nya luasnya 5. seni -man seniman 18 Depdiknas, op. cit., h. 103. 19 Keraf, op. cit., h. 110. 20 Ibid., h. 110-115. 6. usaha -wan usahawan 7. peraga -wati peragawati 8. ego -isme egoisme 9. agama -is agamais 10. produk -if produktif 11. ayah -nda -anda ayahanda

B. Kata Kerja verba

Kata kerja verba adalah kata yang menyatakan tindakan. Ciri-ciri kata kerja verba dapat diketahui dengan mengamati 1 perilaku semantik, 2 perilaku sintaksis, dan 3 bentuk morfologisnya. 21 Secara umum verba dapat diidentifikasi dan dibedakan berdasarkan kelas kata yang lain, terutama dari adjektiva karena ciri-ciri berikut : Pertama, verba memiliki fungsi utama sebagai predikat dalam kalimat walaupun dapat juga mempunyai fungsi lain. Kedua, verba mengandung makna inheren perbuatan aksi, proses, atau keadaan yang bukan sifat atau kualitas. Ketiga, verba, khususnya yang bermakna keadaan, tidak dapat diberi prefiks ter- yang berarti „paling’. Verba, seperti mati atau suka, misalnya tidak dapat diubah menjadi termati atau tersuka. Keempat, pada umumnya, verba tidak dapat digabung dengan kata-kata yang menyatakan kesangatan. Tidak ada bentuk seperti agak belajar, sangat pergi, dan bekerja sekali, meskipun ada bentuk seperti sangat berbahaya, agak mengecewakan, dan mengharapkan sekali. 22 Dari segi sintaksisnya, ketransitifan verba ditentukan oleh dua faktor, yaitu 1 adanya nomina yang berdiri di belakang verba yang berfungsi sebagai objek 21 Ida Bagus Putrayasa, Analisis Kalimat fungsi, kategori, peran, Bandung: PT. Refika Aditama. 2007, Cet. I. h. 76. 22 Ibid., h. 76-77. dalam kalimat aktif dan 2 kemungkinan objek itu berfungsi sebagai subjek dalam kalimat pasif. Dengan demikian, pada dasarnya verba terdiri atas verba transitif dan verba taktransitif intransitif. 23 Verba transitif adalah verba yang memerlukan nomina sebagai objek dalam kalimat aktif, dan objek itu dapat berfungsi sebagai subjek dalam kalimat pasif. Verba taktransitif adalah verba yang tidak memerlukan nomina di belakangnya yang dapat berfungsi sebagai subjek dalam kalimat pasif. Pada dasarnya, bahasa Indonesia mempunyai dua bentuk verba, yakni 1 verba asal adalah verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks sintaksis, dan 2 verba turunan adalah verba yang harus atau dapat memakai afiks bergantung pada tingkat keformalan dan atau pada posisi sintaksisnya. Selanjutnya, verba turunan dibagi menjadi tiga subkelompok, yakni a verba yang dasarnya adalah dasar bebas misalnya, darat, tetapi memerlukan afiks supaya dapat berfungsi sebagai verba mendarat, b verba yang dasarnya adalah bebas misalnya, baca yang dapat pula memiliki afiks membaca, dan c verba yang dasarnya adalah dasar terikat misalnya, temu yang memerlukan afiks bertemu. 24

C. Afiksasi Pembentuk Kata Kerja verba

Kata berimbuhan ialah bentuk kata jadian dengan menambahkan imbuhan afiks terhadap kata dasar. 25 Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan, a fiksasi pembentuk verba adalah pembubuhan morfem terikat yang berupa afiks kepada morfem dasar untuk membentuk verba. Dalam bahasa Indonesia, verba merupakan kata yang pada umumnya mempunyai ciri bentuk berawalan me-, di-, 23 Ibid., h. 78. 24 Ibid., h. 79-80. 25 Abdullah Ambary, Intisari Tatabahasa Indonesia, Jakarta: DJATNIKA Bandung, 1979, h. 52. ber-, ter-, per-, dan ada pula yang berbentuk ke-an. 26 Menurut Abdul Chaer, ada 13 afiks pembentuk verba, yaitu sebagai berikut: 1. Prefiks ber- Bentuk dasar dalam pembentukan verba dengan prefiks ber- dapat berupa: 1 morfem dasar terikat, misalnya pada kata bertempur, berkelahi, 2 morfem dasar bebas, misalnya pada kata bekerja, bernyanyi, 3 bentuk turunan berafiks, misalnya berpakaian, beraturan, 4 bentuk turunan reduplikasi, misalnya berlari-lari, berkeluh-kesah, 5 bentuk turunan hasil komposisi, misalnya, pada kata berjual beli, bertemu muka. 27 Makna gramatikal verba berprefiks ber- yang dapat dicatat, antara lain yang menyatakan: 28 „mempunyai dasar’ atau „ada dasar nya’, apabila bentuk dasarnya mempunyai komponen makna + benda, + umum, + milik dan atau + bagian. Contoh: berayah „mempunyai ayah’, berkewajiban „mempunyai kewajiban’, beristri „mempunyai istri’, berjendela „ada jendelanya’. Makna gramatikal „memakai’ atau „mengenakan’ apabila bentuk dasarnya mempunyai komponen makna + pakaian atau + perhiasan. Contoh: bertopeng „memakai topeng’,berkalung „memakai kalung’, bersepatu „memakai sepatu’. Selanjutnya, mempunyai makna gramatikal „mengendarai’, „menumpang’ atau „naik’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna + kendaraan. Contoh: bermobil „naik mobil’, berkereta „menumpang kereta’, berkuda „naik kuda’. Makna gramatikal „berisi’ atau „mengandung’ apabila bentuk dasarmya memiliki komponen makna + benda, + dalaman, atau 26 Dendy Sugono dan Titik Indiyastini, Verba dan Komplementasinya, Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1994, h. 16. 27 Abdul Chaer, Morfologi Bahasa Indonesia pendekatan proses, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2008, Cet. I. h. 106-107. 28 Ibid., h. 107. + kandungan. Contoh: beracun „mengandung racun’, berkuman „mengandung kuman’, berair „berisi air’. Makna „mengandung’ atau „berisi’, bisa juga bermakna „mempunyai’ atau „ada dasarnya’. Makna gramatikal „mengeluarkan’ atau „menghasilkan’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna + benda, + hasil atau + keluar. Contoh: bertelur „mengeluarkan telur’, berproduksi „menghasilkan produk’. Makna gramatikal „mengusahakan’ atau „mengupayakan’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna + bidang usaha. Contoh: bersawah „mengerjakan sawah’, bercocok tanam „mengusahakan cocok tanam’. Berikutnya, mempunyai makna gramatikal „melakukan kegiatan’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna + benda dan + kegiatan. Contoh: berdiskusi „melakukan diskusi’, berekreasi „melakukan rekreasi’. Makna gramatikal „mengalami’ atau „berada dalam keadaan’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna + perasaan batin. Contoh: bergembira „dalam keadaan gembira’, bersedih „dalam keadaan sedih’. Makna gramatikal „menyebut’ atau „menyapa’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna + kerabat dan + sapaan. Contoh: berkakak „menyebut kakak’, bertuan „memanggil tuan’. Berkakak dan yang lainnya dapat juga bermakna gramatikal „mempunyai’. Maka dalam hal ini konteks kalimat sangat menentukan makna gramatikalnya itu. Makna gramatikal „kumpulan’ atau „kelompok’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna + jumlah atau + hitungan. Contoh: bertujuh „kumpulan dari tujuh orang’, bertiga „kumpulan dari tiga orang’. Makna gramatikal „memberi’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna + benda dan + berian. Contoh: bersedekah „memberi sedekah’, berceramah „memberi ceramah’.

Dokumen yang terkait

Peningkatan keterampilan menulis teks berita jenis straight news melalui teknik pengamatan objek langsung pada siswa kelas VIII MTS Al- Ishlahat Kota Tangerang

1 9 125

Peningkatan apresiasi puisi dengan media Mind mapping pada siswa kelas VIII tahun pelajaran 2010-2011 ptk di MTs Muhammadiyah 1 Ciputat

3 17 294

Penggunaan kata depan dalam karangan deskripsi siswa kelas VIII semester genap Madrasah Tsanawiyah Al-Ihsan Jakarta Tahun pelajaran 2013/2014

0 5 153

Perbandingan hasil belajar siswa dan siswa kelas VIII pada pelajaran agama di MTS Jamiat Kheir Jakarta Pusat

0 17 114

Analisis kesalahan penggunaan kata baku dalam pembelajaran menulis laporan perjalanan siswa kelas VIII di SMP Al-Hidayah Lebak Bulus Jakarta

0 3 117

Peningkatan keterampilan menulis narasi dengan media teks wacana dialog: penelitian tindakan pada siswa kelas VII MTs Negeri 38 Jkaarta tahun pelajaran 2011-2012

4 39 107

Analisis kesalahan penentuan ide pokok dalam karangan eksposisi siswa kelas x semester 1 di MA Annajah Jakarta Tahun pelajaran 2013/2014

0 41 180

Interferensi morfologi dialek betawi terhadap bahasa Indonesia dalam karangan eksposisi siswa kelas VIII di MTS Nurul Anwar Bekasi Utara Tahun pelajaran 2013/2014

0 9 108

Afiksasi pembentuk verba dalam teks berita siswa kelas VIII di SMP Darul Muttaqien Jakarta tahun pelajaran 2013/2014

3 16 92

Peningkatan kemampuan menulis teks berita dengan menggunakan media audio visual siswa kelas VIII semester II SMPN 2 Tangerang Selatan Tahun pelajaran 2013/2014

3 35 174