3. Jenis Imbuhan Afiks
Kata berimbuhan adalah kata yang telah mengalami proses pengimbuhan afiksasi. Imbuhan atau afiks adalah morfem terikat yang digunakan dalam
bentuk dasar untuk pembentukan kata.
12
Berkenaan dengan jenis afiksnya, proses afiksasi itu dibedakan atas prefiksasi, yaitu proses pembubuhan prefiks
awalan, konfiksasi yaitu proses pembubuhan konfiks imbuhan terbagi, infiksasi sisipan yaitu proses pembubuhan yang dilekatkan di tengah dasar,
dan sufiksasi yaitu proses pembubuhan sufiks akhiran. Imbuhan afiks menurut posisinya terbagi atas empat bentuk.
a. Awalan atau Prefiks
Awalan atau prefiks adalah suatu unsur yang secara struktural diikatkan di depan sebuah kata dasar atau bentuk dasar.
13
Jenisnya adalah sebagai berikut: ber-, me-, pe-, per-, di-, ke-, ter-, dan se-. Awalan prefiks memiliki
variasi yang berbeda-beda sesuai dengan fonem awal bentuk dasar yang dibubuhinya. Bentuk semacam itu disebut alomorf. Alomorf yaitu anggota
morfem yang sama, yang variasi bentuknya disebabkan pengaruh lingkungan yang dimasukinya, misalnya morfem ber- mempunyai alomorf ber-, be-, dan
bel.
14
Awalan me- memiliki alomorf mem-, men-, me-, meny-, meng-, menge-; awalan ber- memiliki alomorf ber-, be-, dan bel-. Selanjutnya awalan per-
juga memiliki alomorf awalan pe-, dan pel-. Selanjutnya awalan pe- juga memiliki alomorf peng-, pem-, peny-, pen-, pe-, penge-. Berikutnya awalan
yang memiliki alomorf adalah awalan ter- yaitu te-, dan tel-.
12
Achmad HP, Linguistik Umum, Jakarta: Depdikbud, 1996, cet. 1, h. 68.
13
Gorys Keraf, Tata Bahasa Indonesia, Jakarta: Nusa Indah, 1969, h. 94.
14
Depdiknas, Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan, Bandung: Pustaka Setia, 1992, Cet. X, h. 43.
Contoh:
Tabel 2.1
No Bentuk Dasar
Imbuhan prefiks Kata berimbuhan
1. cair
me- mencair
2. jalan
ber- berjalan
3. lihat
di- dilihat
4. kaya
ter- terkaya
5. tari
pe- penari
6. ajar
per- pelajar
7. tahun
se- setahun
8. tua
ke- ketua
b. Imbuhan Terbagi atau Konfiks
Konfiks adalah gabungan dari dua macam imbuhan atau lebih yang bersama-sama membentuk satu arti.
15
Konfiks yang terdapat dalam Bahasa Indonesia adalah me-kan, ke-an, memper-kan, diper-kan, ber-an, pe-an, per-
an, di-i, di-kan, dan se-nya.
16
Dalam buku Abdul Chaer Morfologi Bahasa Indonesia Pendekatan proses selain konfiks ada pula klofiks. Klofiks yaitu
gabungan imbuhan yang tidak diimbuhkan secara bersamaan pada sebuah dasar. Adapun klofiks tersebut adalah: ber-an, dan ber-kan.
Contoh Konfiks:
Tabel 2.2
No Bentuk Dasar
Imbuhan konfiks Kata berimbuhan
1. main
me-kan memainkan
15
Keraf, op. cit., h. 115.
16
Depdiknas, op. cit., h. 106-109.
2. ada
ke-an keadaan
3. soal
memper- kan mempersoalkan
4. malu
diper-kan dipermalukan
5. gugur
ber-an berguguran
6. kirim
pe-an pengiriman
7. istirahat
per-an peristirahatan
8. sayang
di-i disayangi
9. bawa
di-kan dibawakan
10. pintar se-nya
sepintar-pintarnya
Contoh Klofiks:
Tabel 2.3
No Bentuk Dasar
Imbuhan klofiks Kata berimbuhan
1. pakai
ber-an -an
ber- pakai + an = pakaian
ber + pakaian = berpakaian 2.
istri ber-kan
ber- kan-
ber + istri = beristri beristri + kan = beristrikan
c. Sisipan atau Infiks
Sisipan atau infiks adalah semacam morfem terikat yang disisipkan pada sebuah kata antara konsonan pertama dan vokal pertama.
17
Pemakaian infiks
17
Keraf, op. cit., h. 118.
terbatas pada beberapa kata saja. Infiks yang ada dalam bahasa Indonesia hanyalah: -el-, -er-, dan
–em-.
18
Contoh :
Tabel 2.4
No Bentuk Dasar
Imbuhan infiks Kata berimbuhan
1. tunjuk
-el- telunjuk
2. gigi
-er- gerigi
3. gertak
-em- gemertak
d. Akhiran atau Sufiks
Akhiran atau sufiks adalah semacam morfem terikat yang diletakkan di belakang suatu morfem dasar.
19
Macam-macam sufiks yang terdapat dalam bahasa Indonesia adalah: -an, -i, -kan, -nya, -man, -wan, -wati, sufiks asing
seperti -isme, -is, -er, -if, -ir, -wi, -iah, -ni, -il akhiran –il menurut Pedoman
EYD lebih baik diganti dengan -al, -nda atau –anda.
20
Contoh :
Tabel 2.5
No Bentuk Dasar
Imbuhan sufiks Kata berimbuhan
1. bulan
-an bulanan
2. masuk
-i masuki
3. bicara
-kan bicarakan
4. luas
-nya luasnya
5. seni
-man seniman
18
Depdiknas, op. cit., h. 103.
19
Keraf, op. cit., h. 110.
20
Ibid., h. 110-115.
6. usaha
-wan usahawan
7. peraga
-wati peragawati
8. ego
-isme egoisme
9. agama
-is agamais
10. produk -if
produktif 11. ayah
-nda -anda ayahanda
B. Kata Kerja verba
Kata kerja verba adalah kata yang menyatakan tindakan. Ciri-ciri kata kerja verba dapat diketahui dengan mengamati 1 perilaku semantik, 2 perilaku
sintaksis, dan 3 bentuk morfologisnya.
21
Secara umum verba dapat diidentifikasi dan dibedakan berdasarkan kelas kata yang lain, terutama dari adjektiva karena
ciri-ciri berikut : Pertama, verba memiliki fungsi utama sebagai predikat dalam kalimat
walaupun dapat juga mempunyai fungsi lain. Kedua, verba mengandung makna inheren perbuatan aksi, proses, atau keadaan yang bukan sifat atau kualitas.
Ketiga, verba, khususnya yang bermakna keadaan, tidak dapat diberi prefiks ter- yang berarti „paling’. Verba, seperti mati atau suka, misalnya tidak dapat diubah
menjadi termati atau tersuka. Keempat, pada umumnya, verba tidak dapat digabung dengan kata-kata yang menyatakan kesangatan. Tidak ada bentuk
seperti agak belajar, sangat pergi, dan bekerja sekali, meskipun ada bentuk seperti sangat berbahaya, agak mengecewakan, dan mengharapkan sekali.
22
Dari segi sintaksisnya, ketransitifan verba ditentukan oleh dua faktor, yaitu 1 adanya nomina yang berdiri di belakang verba yang berfungsi sebagai objek
21
Ida Bagus Putrayasa, Analisis Kalimat fungsi, kategori, peran, Bandung: PT. Refika Aditama. 2007, Cet. I. h. 76.
22
Ibid., h. 76-77.
dalam kalimat aktif dan 2 kemungkinan objek itu berfungsi sebagai subjek dalam kalimat pasif. Dengan demikian, pada dasarnya verba terdiri atas verba
transitif dan verba taktransitif intransitif.
23
Verba transitif adalah verba yang memerlukan nomina sebagai objek dalam kalimat aktif, dan objek itu dapat
berfungsi sebagai subjek dalam kalimat pasif. Verba taktransitif adalah verba yang tidak memerlukan nomina di belakangnya yang dapat berfungsi sebagai
subjek dalam kalimat pasif. Pada dasarnya, bahasa Indonesia mempunyai dua bentuk verba, yakni 1
verba asal adalah verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks sintaksis, dan 2 verba turunan adalah verba yang harus atau dapat memakai afiks
bergantung pada tingkat keformalan dan atau pada posisi sintaksisnya. Selanjutnya, verba turunan dibagi menjadi tiga subkelompok, yakni a verba
yang dasarnya adalah dasar bebas misalnya, darat, tetapi memerlukan afiks supaya dapat berfungsi sebagai verba mendarat, b verba yang dasarnya adalah
bebas misalnya, baca yang dapat pula memiliki afiks membaca, dan c verba yang dasarnya adalah dasar terikat misalnya, temu yang memerlukan afiks
bertemu.
24
C. Afiksasi Pembentuk Kata Kerja verba
Kata berimbuhan ialah bentuk kata jadian dengan menambahkan imbuhan afiks terhadap kata dasar.
25
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan,
a
fiksasi pembentuk verba adalah pembubuhan morfem terikat yang berupa afiks kepada
morfem dasar untuk membentuk verba. Dalam bahasa Indonesia, verba merupakan kata yang pada umumnya mempunyai ciri bentuk berawalan me-, di-,
23
Ibid., h. 78.
24
Ibid., h. 79-80.
25
Abdullah Ambary, Intisari Tatabahasa Indonesia, Jakarta: DJATNIKA Bandung, 1979, h. 52.
ber-, ter-, per-, dan ada pula yang berbentuk ke-an.
26
Menurut Abdul Chaer, ada 13 afiks pembentuk verba, yaitu sebagai berikut:
1. Prefiks ber-
Bentuk dasar dalam pembentukan verba dengan prefiks ber- dapat berupa: 1 morfem dasar terikat, misalnya pada kata bertempur, berkelahi,
2 morfem dasar bebas, misalnya pada kata bekerja, bernyanyi, 3 bentuk turunan berafiks, misalnya berpakaian, beraturan, 4 bentuk turunan
reduplikasi, misalnya berlari-lari, berkeluh-kesah, 5 bentuk turunan hasil komposisi, misalnya, pada kata berjual beli, bertemu muka.
27
Makna gramatikal verba berprefiks ber- yang dapat dicatat, antara lain yang menyatakan:
28
„mempunyai dasar’ atau „ada dasar nya’, apabila bentuk dasarnya mempunyai komponen makna + benda, + umum, +
milik dan atau + bagian. Contoh: berayah „mempunyai ayah’,
berkewajiban „mempunyai kewajiban’, beristri „mempunyai istri’, berjendela
„ada jendelanya’. Makna gramatikal „memakai’ atau „mengenakan’ apabila bentuk dasarnya mempunyai komponen makna + pakaian atau +
perhiasan. Contoh: bertopeng „memakai topeng’,berkalung „memakai
kalung’, bersepatu „memakai sepatu’. Selanjutnya, mempunyai makna gramatikal „mengendarai’, „menumpang’
atau „naik’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna + kendaraan. Contoh: bermobil
„naik mobil’, berkereta „menumpang kereta’, berkuda
„naik kuda’. Makna gramatikal „berisi’ atau „mengandung’ apabila bentuk dasarmya memiliki komponen makna + benda, + dalaman, atau
26
Dendy Sugono dan Titik Indiyastini, Verba dan Komplementasinya, Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1994, h. 16.
27
Abdul Chaer, Morfologi Bahasa Indonesia pendekatan proses, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2008, Cet. I. h. 106-107.
28
Ibid., h. 107.
+ kandungan.
Contoh: beracun
„mengandung racun’, berkuman „mengandung kuman’, berair „berisi air’. Makna „mengandung’ atau „berisi’,
bisa juga bermakna „mempunyai’ atau „ada dasarnya’. Makna gramatikal „mengeluarkan’ atau „menghasilkan’ apabila bentuk dasarnya memiliki
komponen makna + benda, + hasil atau + keluar. Contoh: bertelur „mengeluarkan telur’, berproduksi „menghasilkan produk’. Makna gramatikal
„mengusahakan’ atau „mengupayakan’ apabila bentuk dasarnya memiliki
komponen makna + bidang usaha. Contoh: bersawah „mengerjakan sawah’,
bercocok tanam „mengusahakan cocok tanam’.
Berikutnya, mempunyai makna gramatikal „melakukan kegiatan’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna + benda dan + kegiatan.
Contoh: berdiskusi „melakukan diskusi’, berekreasi „melakukan rekreasi’.
Makna gramatikal „mengalami’ atau „berada dalam keadaan’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna + perasaan batin. Contoh: bergembira
„dalam keadaan gembira’, bersedih „dalam keadaan sedih’. Makna gramatikal „menyebut’ atau „menyapa’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen
makna + kerabat dan + sapaan. Contoh: berkakak „menyebut kakak’,
bertuan „memanggil tuan’. Berkakak dan yang lainnya dapat juga bermakna
gramatikal „mempunyai’. Maka dalam hal ini konteks kalimat sangat menentukan makna gramatikalnya itu.
Makna gramatikal „kumpulan’ atau „kelompok’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna + jumlah atau + hitungan. Contoh: bertujuh
„kumpulan dari tujuh orang’, bertiga „kumpulan dari tiga orang’. Makna gramatikal „memberi’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna +
benda dan + berian. Contoh: bersedekah „memberi sedekah’, berceramah
„memberi ceramah’.