Afiksasi Pembentuk Kata Kerja verba

Ada sejumlah kata berprefiks ber- yang tidak bermakna gramatikal, melainkan bermakna idiomatikal. Misalnya: berpulang dengan makna „meninggal’, bersalin dengan makna „melahirkan’. 29 2. Prefiks per- Verba berprefiks per- adalah verba yang bisa menjadi pangkal dalam pembentukan verba inflektif. Verba berprefiks per- dapat digunakan dalam: 1 kalimat imperatif, 2 kalimat pasif yang berpola: aspek + pelaku + verba, 3 keterangan tambahan pada subjek atau objek yang berpola: yang + aspek + pelaku + verba. 30 Verba berprefiks per- memiliki makna gramatikal, yaitu: 31 Makna gramatikal „jadikan lebih’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna + keadaan atau + situasi. Contoh: percepat, ar tinya „jadikan lebih cepat’, perluas, artinya „jadikan lebih luas’, dan sebagainya. Makna gramatikal „anggap sebagai’ atau „jadikan’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna + sifat khas. Contoh: peristri , artinya „jadikan istri’, perteman, artin ya „jadikan teman’, dan sebagainya. Makna gramatikal „bagi’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna + jumlah atau + bilangan. Contoh: perlima , artinya „bagi lima’, perseribu, artinya „bagi seribu’. Verba berprefiks per- dapat menjadi pangkal dalam pembentukan verba inflektif dalam bentuk verba berklofiks memper-, diper- atau terper-, di samping prefiks per- adapula partikel per yang memiliki makna „tiap-tiap …’ atau „mulai …’. Contoh: per 1 April, artinya „mulai 1 April’. 29 Ibid., h. 112. 30 Ibid., h. 124. 31 Ibid., h. 124-126. 3. Prefiks me- Verba berprefiks me- dapat berbentuk me-, mem-, men-, meny-, meng-, dan menge-. Bentuk atau alomorf me- digunakan apabila bentuk dasarnya dimulai dengan fonem | r, l, w, y, m, n, ny dan ng |. 32 Contoh: merawat, melekat, mewarisi, meyakini, memerah, melompati, menyala, menganga. Bentuk atau alomorf mem- digunakan apabila bentuk dasarnya dimulai dengan fonem | b, p, f, dan v |. Dengan catatan fonem | b, f, dan v | tetap terwujud, sedangkan fonem | p | tidak diwujudkan, melainkan disenyawakan dengan bunyi nasal dari prefiks itu. 33 Contoh: membawa, memfitnah, memutuskan. Namun, perlu dicatat dalam kenyataan bahasa ada sejumlah kata, terutama yang berasal dari bahasa asing, yang meskipun diawali dengan fonem | p |, fonem itu tidak diluluhkan. Contoh: mempunyai, memprotes, mempengaruhi. Bentuk men- digunakan apabila bentuk dasarnya dimulai dengan fonem | d dan t |. Dengan catatan fonem | d | tetap diwujudkan sedangkan fonem | t | tidak diwujudkan melainkan disenyawakan dengan bunyi nasal yang ada pada prefiks tersebut. 34 Contoh: menduda, mendengar, menulis, menerobos. Namun, ada sejumlah kata berprefiks me-, tetapi fonem | t | pada awal bentuk dasarnya tidak diluluhkan atau disenyawakan, seperti mentradisi, mentraktor. Bentuk meny- digunakan apabila fonem awal bentuk dasarnya adalah fonem | c, j dan s |. Bunyi | ny | pada prefiks diganti atau dituliskan dengan huruf n pada dasar yang dengan fonem | c dan j|, sedangkan yang mulai dengan fonem | s |, fonem s-nya diluluhkan. 35 Contoh: mencuri lafalnya: menycuri, mencicil lafalnya: menycicil, menjual lafalnya: menyjual, menyikat, menyusul. 32 Ibid., h. 130. 33 Ibid., 34 Ibid., h. 131. 35 Ibid., h. 132. Dalam bahasa keseharian, terutama kata serapan dari bahasa asing, fonem s pada bentuk dasarnya tidak diluluhkan. Contoh: mensukseskan, mens tandarkan, mensosialisasikan. Bentuk meng- digunakan apabila bentuk dasarnya mulai dengan fonem |k, g, h, kh, a, i, u, e, dan o |. Fonem | k | tidak diwujudkan, melainkan disenyawakan dengan nasal yang ada pada prefiks itu, sedangkan fonem- fonem yang lain tetap diwujudkan. 36 Contoh: mengirim, menggali, mengiris, mengumpulkan. Bentuk menge- digunakan apabila bentuk dasarnya terdiri dari sebuah suku kata. Contoh: mengebom, mengecat, mengetes. Perlu dibedakan adanya dua macam prefiks me-, yaitu prefiks me-inflektif dan prefiks me- derivatif. Beda keduanya prefiks me- inflektif secara gramatikal dapat diganti dengan prefiks di- inflektif atau prefiks ter- inflektif. Prefiks me- derivatif tidak dapat diganti dengan prefiks di- maupun prefiks ter-. 37 Bentuk dasar verba berprefiks me- inflektif memiliki komponen makna + tindakan dan + sasaran. Jadi, bentuk dasar dalam pembentukan verba inflektif, selain berbentuk morfem dasar atau akar juga termasuk verba bersufiks –kan, bersufiks –i, berprefiks per-, berkonfiks per-kan, dan berkonfiks per-i. Verba berprefiks me- inflektif memiliki makna gramatikal „melakukan dasar’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna + tindakan dan + sasaran. Contoh: menulis, artin ya, „melakukan tulis’. Verba berprefiks me- inflektif memiliki makna gramatikal „melakukan kerja dengan alat’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna + tindakan dan + 36 Ibid., 37 Ibid., h. 134. alat. Contoh: memahat , artinya „melakukan kerja dengan alat pahat’, mengunci „melakukan kerja dengan alat kunci’. Verba berprefiks me- inf lektif memiliki makna gramatikal „melakukan kerja dengan bahan’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna + tindakan dan + bahan. Contoh: mengecat, artinya, „melakukan kerja dengan bahan cat’, menyemen, artinya „melakukan kerja dengan bahan semen’. Selanjutnya, verba berprefiks me- inflektif memiliki makna gramatikal „membuat dasar’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna +tindakan dan + benda hasil. Contoh: mematung, artinya, „membuat patung’, menggambar, artinya, „membuat gambar’. Selain verba berprefiks me- inflektif ada juga verba berprefiks me- derivatif yaitu verba yang memiliki makna gramatikal „makan, minum, mengisap’ bentuk dasarnya memiliki komponen makna + makanan atau + minuman atau + isapan. Contoh: menyate , artinya „makan sate’ dan merokok , artinya „mengisap rokok’. Makna gramatikal menyoto dan menyate bisa menjadi „membuat’ tergantung pada konteks kalimatnya. Verba berprefiks me- derivatif memiliki makna gramatikal „mengeluarkan dasar’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna + bunyi atau + suara. Contoh: mengeong, artinya, „mengeluarkan bunyi ngeong’ dan mencicit, art inya „mengeluarkan bunyi cicit’. Verba berprefiks me- derivatif memiliki makna gramatikal „menjadi dasar’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna + keadaan warna, bentuk, situasi. Contoh: menua, artinya„menjadi tua’, memerah, artinya „menjadi meah’. Verba berprefiks me- derivatif memiliki makna gramatikal „menjadi seperti’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna + sifat khas. Contoh: membatu, artinya „menjadi seperti batu’, mengapur, artinya, „menjadi seperti kapur’. Verba berprefiks me- derivatif memiliki makna gramatikal „menuju’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna + arah. Contoh: mengudara, artinya „menuju udara’, menepi, artinya „menuju tepi’. Selanjutnya, verba berprefiks me- derivatif memiliki makna gramatikal „memperingati’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna + bilangan, + hari atau + bulan. Contoh: menujuh bulan, artinya „memperingati bulan ketujuh kehamilan’, menyeratus hari, artinya „memperingari hari keseratus kematian’. 4. Prefiks di- Ada dua macam verba berprefiks di-, yaitu verba berprefiks di-inflektif dan verba berprefiks di- derivatif. Verba berprefiks di- inflektif adalah verba pasif. Makna gramatikalnya adalah kebalikan dari bentuk aktif verba berprefiks me- inflektif. Selanjutnya, pada verba berprefiks di- derivatif sejauh data yang diperoleh hanya ada kata dimaksud, yang lain tidak ada. 38 5. Prefiks ter- Ada dua macam verba berprefik ter- yaitu verba berprefiks ter- inflektif dan verba berprefiks ter- derivatif. Verba berprefiks ter- inflektif adalah verba pasif keadaan dari verba berprefiks me- inflektif. 39 Makna gramatikal verba berprefiks ter- inflektif, selain sebagai kebalikan pasif keadaan dari verba berprefiks me- inflektif, juga memiliki makna gramatikal. Verba berprefiks ter- inflektif memiliki makna gramatikal „dapat sanggup’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna + tindakan dan + sasaran. Contoh: terbawa , artinya „dapat dibawa’, terangkut, artinya „dapat diangkut’. Selanjutnya verba ini juga memiliki makna gramatikal „tidak 38 Ibid., h. 138-139. 39 Ibid., h. 139-141. sengaja’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna + tindakan dan + sasaran. Contoh: terlihat , artinya „tidak sengaja dapat dilihat’, terbaca , artinya „tidak sengaja dibaca’. Selain itu, verba ini juga memiliki makna gramatikal „sudah terjadi’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna + tindakan dan + keadaan. Contoh: terjepit , artinya „sudah terjadi jepit’, tertabrak, artinya „sudah terjadi tabrak’, dan sebagainya. Verba ini juga memiliki makna gramatikal „yang di dasar’ apabila digunakan sebagai istilah bidang hukum. Contoh: tertuduh , artinya „yang dituduh’, terdakwa, artinya „yang didakwa’. Seperti yang telah dipaparkan di atas, selain verba berprefiks ter- inflektif, verba berprefiks ter- derivatif juga memiliki makna gramatikal, yaitu makna gramatikal „paling’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna + keadaan. Contoh: terbaik , artinya „paling baik’. Selain itu, verba ini juga memiliki makna gramatikal „dalam keadaan’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna + keadaan dan + kejadian. Contoh: terpasang , artinya „dalam keadaan pasang’, terdampar, artinya „dalam keadaan dampar’. Makna gramatikal yang lain yaitu makna gramatikal „terjadi dengan tiba- tiba’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna + kejadian. Contoh: terpeluk , artinya „tiba-tiba memeluk’, teringat, artinya „tiba-tiba ingat’. 6. Prefiks ke- Verba ini digunakan dalam bahasa ragam tidak baku. Fungsi dan makna gramatikalnya sepadan dengan verba berprefik ter-. 40 Contoh: kebaca sepadan dengan terbaca, kebawa sepadan dengan terbawa. 40 Ibid., h. 141-142. 7. Konfiks dan Klofiks ber-an Verba ini memiliki dua macam proses pembentukan. Pertama, yang berupa konfiks, artinya prefiks ber- dan sufiks –an itu diimbuhkan secara bersamaan sekaligus pada sebuah bentuk dasar. Kedua, yang berupa klofiks artinya prefiks ber- dan sufiks –an itu tidak diimbuhkan secara bersamaan pada sebuah dasar. Ber-an sebagai konfiks memiliki satu makna, sedangkan ber-an sebagai klofiks memiliki makna yang terpisah. Makna gramatikal verba berkonfiks ber-an adalah: „banyak serta tidak teratur’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna + tindakan, + sasaran dan + gerak. Contohnya: berlompatan „banyak yang lompat dan tidak teratur’. Makna gramatikal „saling’ atau „berbalasan’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna + tindakan, + sasaran dan + gerak. Contohnya: bermusuhan „saling memusuhi’. 41 Selanjutnya, yang memiliki makna gramatikal „saling berada di’. Apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna + benda, + letak dan + tempat. Contohnya: berseberangan „saling berada di seberang’, dan berhadapan „saling berada di hadapan’. Bentuk ber-an pada sebuah verba mungkin bisa berupa konfiks mungkin juga berupa klofiks, tergantung pada konteks kalimatnya. Contoh klofik ber-an misalnya pada kata berpakaian. Imbuhan ber-an pada kata berpakaian dapat diimbuhkan terpisah, misalnya : pakai + an = pakaian, selanjutnya kata pakaian dibubuhi prefiks ber- menjadi berpakaian. Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa klofiks ber-an memiliki makna yang berbeda-beda. Kata pakaian memiliki makna “baju atau kain yang menutupi tubuh ” namun kata pakaian jika dibubuhi prefiks 41 Ibid., h. 112-115. ber- maka akan membentuk kata berpakaian, kata berpakaian memiliki makna “menggunakan baju atau menggunakan bahan yg menutupi tubuh”. 8. Klofiks ber-kan Verba berklofiks ber-kan dibentuk dengan proses, mula-mula kepada bentuk dasar diimbuhkan prefiks ber-, lalu diimbuhkan pula sufiks –kan. Contoh: pada kata dasar senjata diimbuhkan prefiks ber- menjadi bersenjata, lalu pada bersenjata diimbuhkan pula sufiks –kan sehingga menjadi bersenjatakan. 42 Verba berklofiks ber-kan juga tidak banyak, contohnya: bermodalkan, berselimutkan, berdasarkan. 9. Konfiks per-kan Verba berkonfiks per-kan adalah verba yang bisa menjadi pangkal dalam pembentukan verba inflektif berprefiks me-, berprefiks di- atau berprefiks ter-. 43 Verba berkonfiks per-kan memiliki makna gramatikal „jadikan bahan per-an ’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna + kegiatan . Contohnya: pertanyakan , artinya „jadikan bahan pertanyaan’. Selanjutnya, memiliki makna gramatikal ’lakukan supaya dasar’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna + keadaan. Contohnya: perbedakan, artinya „lakukan supaya beda’. Verba berkonfiks per-kan memiliki makna gramatikal „jadikan me-’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna + tindakan. Contoh: perdengarkan, artinya „jadikan orang lain mendengar’. Selanjutnya, memiliki makna gramatikal „jadikan ber-’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna + kejadian. Contoh: pertemukan , artinya „jadikan bertemu’. 42 Ibid., h. 115-116. 43 Ibid., h. 126-128. 10. Konfiks per-i Verba berkonfiks per-i adalah verba yang dapat menjadi pangkal dalam pembentukan verba inflektif berprefiks me- inflektif, di- inflektif, atau ter- inflektif. 44 Verba berkonfiks per-i memiliki makna gramatikal „lakukan supaya jadi’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna + keadaan. Contoh: perbarui , artinya „lakukan supaya jadi baru’, perbaiki, artinya „lakukan supaya jadi baik’. Selanjutnya, memiliki makna gramatikal „lakukan dasar pada objeknya’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna + tindakan dan + lokasi. Contoh: persetujui , artinya „lakukan setuju pada objeknya’. 11. Konfiks ke-an Ada dua macam konfiks ke-an, yaitu konfiks ke-an yang membentuk verba dan konfiks ke-an yang membentuk nomina. 45 Verba berkonfiks ke-an termasuk verba pasif, yang tidak dapat dikembalikan ke dalam verba aktif, seperti verba pasif di- dan verba pasif ter-. Verba berkonfiks ke-an memiliki makna gramatikal „terkena, menderita, mengalami dasar’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna + peristiwa alam atau + hal yang tidak enak. Contoh: kebanjiran , artinya „terkena banjir’, kedinginan, artinya „menderita dingin’. Selanjutnya, verba berkonfiks ke-an memilik ma kna gramatikal „agak dasar’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna + warna. Contoh: kebiruan , artinya „agak biru’, kekuningan, artinya „agak kuning’. 44 Ibid., h. 128-129. 45 Ibid., h. 142-143. 12. Sufiks –kan Dalam prosesnya, sufiks –kan, bila diimbuhkan pada dasar yang memiliki komponen makna + tindakan dan + sasaran akan membentuk verba bitransitif, yaitu verba yang berobjek dua. Verba bersufiks –kan memiliki makna gramatikal „jadikan’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna + keadaan atau + sifat khas. Contoh: tenangkan , artinya „jadikan tenang’, satukan, artinya „jadikan satu’. 46 Selanjutnya, memiliki makna gramatikal „jadikan berada di’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna + tempat atau + arah. Contoh: daratkan , artinya „jadikan berada di darat’, tempatkan, artinya „jadikan berada di tempat’, dan sebagainya. Memiliki makna gramatikal „lakukan untuk orang lain’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna + tindakan dan + sasaran. Contoh: bacakan , artinya „lakukan baca untuk orang lain’, bawakan, artinya „lakukan bawa untuk orang lain’. Memiliki makna gramatikal „lakukan akan’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna + tindakan dan + sasaran. Contoh: kabulkan, artinya „lakukan kabul akan’, hapuskan, artinya „lakukan hapus akan’. Selanjutnya, memiliki makna gramatikal „bawa masuk ke’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna + ruang. Contoh: asramakan , artinya „bawa masuk ke asrama’, gudangkan, artinya „bawa masuk ke gudang’. 13. Sufiks –i Verba bersufiks –i adalah verba transitif, yang berlaku juga sebagai pangkal stem dalam pembentukan verba inflektif. 47 Bahasa inflektif adalah bahasa yg menggunakan perubahan bentuk kata dl bahasa fleksi yg menunjukkan berbagai hubungan gramatikal spt deklinasi nomina, 46 Ibid., h. 116-119. 47 Ibid., h. 119-124. pronomina, adjektiva, dan konjugasi verba. 48 Verba bersufiks –i memiliki makna gramatikal „berulang kali’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna + tindakan dan + sasaran. Contoh: lempari, artinya „pekerjaan lempar dilakukan berulang kali’, potongi, artinya „pekerjaan potong dilakukan berulang kali’, dan sebagainya. Makna gramatikal „tempat’ apabila bentuk dasarnya mempunyai komponen makna + tempat. Contoh: lewati , artinya „lakukan lewat di …’, jalani, artinya „lakukan jalan di …’. Makna gramatikal „merasa sesuatu pada’ apabila bentuk dasarnya mempunyai komponen makna + sikap batin atau + emosi. Contoh: kasihi, artinya „merasa kasih pada’, sukai, artinya „merasa suka pada’. Memiliki makna gramatikal „memberi’ atau „membubuhi’ apabila bentuk dasarnya mempunyai komponen makna + bahan berian. Contoh: nasihati, artinya „beri nasihat pada’, gulai, artinya „beri gula pada’. Makna gramatikal „jadikan’ atau „sebabkan’ apabila bentuk dasarnya mempunyai komponen makna + keadaan atau +sifat. Contoh: dekati , artinya „jadikan dekat’, kurangi , artinya „jadikan kurang’. Makna gramatikal „lakukan pada’ apabila bentuk dasarnya mempunyai komponen makna + tindakan dan + tempat. Contoh: siasati , artinya „lakukan siasat pada’, tulisi, artinya „lakukan tulis pada’. Sufiks –i tidak dapat diimbuhkan pada bentuk dasar yang diakhiri dengan vokal –i atau diftong ai. Contoh bentuk „mandii’, „belii’, tidak berterima. 48 Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Jakarta: PT. Gramedia, 2008, Cet. I, h. 535.

D. Berita

1. Hakikat Berita Menurut KBBI ada beberapa pengertian berita, yaitu cerita atau keterangan mengenai kejadian atau peristiwa yang hangat. Berita juga diartikan sebagai kabar, laporan dan pemberitahuan, atau pengumuman. 49 Berita menurut Pers Timur dan Pers Barat. Menurut Pers Timur berita adalah suatu „proses’, proses yang ditentukan arahnya. Berita tidak didasarkan pada maksud untuk memuaskan nafsu „ingin tahu’ segala sesuatu yang „luar biasa’ dan „menakjubkan’, melainkan pada keharusan ikut berusaha „mengorganisasikan pembangunan dan pemeliharaan Negara sosialis’. Berbeda dengan Pers Timur, Pers Barat memandang berita itu sebagai „komoditi’, sebagai „barang dagangan’ yang dapat diperjual belikan. 50 Dari pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan berita adalah sebuah peristiwa atau laporan mengenai fakta atau opini yang baru saja terjadi dan penting untuk diketahui oleh khalayak. Ada dua jenis berita, pertama, berita yang terpusat pada peristiwa yang khas menyajikan peristiwa hangat yang baru terjadi, dan umumnya tidak diinterpretasikan, dengan konteks yang minimal, tidak dihubungkan dengan situasi dan peristiwa yang lain. Kedua, berita yang berdasarkan pada proses yang disajikan dengan interpretasi tentang kondisi dan situasi dalam masyarakat yang dihubungkan dalam konteks yang luas dan melampaui waktu. Berita semacam ini muncul di halaman opini berupa editorial, artikel, 49 Suhaimi dan Rulli Nasrullah, Bahasa Jurnalistik, Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009, h. 27. 50 Hikmat Kusumaningrat, Jurnalistik Teori dan Praktek, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005, h. 32-33. dan surat pembaca, sedangkan di halaman lain berupa komentar, laporan khusus, atau tulisan feature. 51 2. Menulis Berita Dalam menulis berita, struktur penulisan berita mengikuti pola yang disebut sebagai piramida terbalik. Manfaat dari pola piramida terbalik ini antara lain: pertama, nilai sebuah berita dapat ditulis dengan langsung tanpa penjelasan yang lebih panjang atau detail sehingga publik dapat memahami apa maksud dari isi berita tersebut dalam waktu singkat tanpa harus membaca keseluruhan berita tersebut; kedua, keterbatasan kolom atau ruang di surat kabar atau tabloid menyebabkan berita yang ditulis dalam pola piramida terbalik ini memudahkan redaktur atau editor untuk melakukan penyederhanaan panjang tulisan berita dan biasanya pertama kali kalimat yang akan dihilangkan dipendekkan adalah kalimat atau paragraf yang berada di kerucut bawah dalam pola piramida terbalik ini. 52 Dalam pola piramida terbalik ini jurnalis mempertaruhkan beritanya di dalam lead atau teras berita. Ini dianggap penting, karena lead merupakan paragraf pembuka yang mengantarkan khalayak pembaca untuk masuk ke dalam penjelasan berita. Apabila lead tidak ditulis dengan menarik, maka jangan berharap jika berita akan dibaca. 53 Cara menulis berita juga berbeda-beda. Berita langsung biasanya ditulis dengan gaya piramida terbalik, di mana semua yang dianggap paling penting diletakkan pada lead atau intro. Karena itu, lead mencakup semua unsur berita 51 Luwi Ishwara, Catatan-catatan Jurnalisme Dasar, Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara. 2007, Cet. 3. h. 51-52. 52 Suhaimi dan Rulli Nasrullah, Bahasa Jurnalistik, Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009, h. 30. 53 Ibid., h. 31 yang lazim disebut 5 W + 1 H, yaitu 54 what apa peristiwa yang terjadi; who siapa yang terlibat dalam peristiwa; where di mana peristiwa terjadi; when kapan peristiwa terjadi; why mengapa terjadi; how bagaimana peristiwanya. Gaya penulisan yang biasanya menarik perhatian ialah tulisan yang mampu menjelaskan masalah yang pelik dengan cara sederhana dan mudah dipahami. Agar berita itu mudah dimengerti oleh khalayak, selain logis juga harus dihindari penggunaan istilah-istilah yang tidak lazim bagi khalayak. Selain itu penggunaan kata-kata haruslah ekonomis. Kata-kata yang tidak perlu sebaiknya dibuang, dan kata-kata yang digunakan hendaknya yang sedikit suku katanya. Kata-kata yang terdiri banyak suku katanya sebaiknya dihindari. 55 Jadi, dapat ditarik kesimpulan, berita yang berkualitas yaitu berita yang menggunakan kalimat yang baik. Kalimat yang baik ialah kalimat yang tidak lebih dari 20 kata, tetapi juga tidak terlalu pendek. Selain itu, kalimat yang digunakan juga harus efektif sehingga dimengerti oleh khalayak.

E. Penelitian yang Relevan

Siti Merkhamah 2012 dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Afiksasi Pembentukan Nomina dalam Induk Opini Surat Kabar Pos Kota Sebagai Sumber Belajar”, membahas bentuk afiksasi pembentukan nomina. Data yang diambil yaitu dari surat kabar Pos Kota. Adapun data yaitu berupa kata untuk analisis afiksasi. Penelitian ini difokuskan pada analisis morfologi kata bahasa Indonesia pada surat kabar Pos Kota khususnya pada proses afiksasi nomina. Peneliti juga memfokuskan bahwa media massa bisa dijadikan sumber belajar. Ani Nurhayati 2011 dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Kata Berimbuhan Dalam Karangan Deskripsi Siswa Kelas X SMK Nusantara, Legoso, 54 Sudirman Tebba, Jurnalistik Baru. Jakarta: Kalam Indonesia. 2005, h. 56-57 55 Ibid., h. 61-62 Ciputat, Tangerang Tahun Pelajaran 20112012”, membahas bentuk kata berimbuhan dalam karangan deskripsi siswa kelas X SMK Nusantara, Legoso, Ciputat, Tangerang tahun pelajaran 20112012. Data yang diambil yaitu dari karangan deskripsi siswa kelas X SMK Nusantara. Dalam penelitian ini, peneliti mengumpulkan karangan yang telah ditulis oleh siswa. Karangan siswa itulah yang akan dijadikan data penelitian. Droe Iswatiningsih 2000 dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia pada Karya Tulis Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Angkatan 19992000 Universitas Muhammadiyah Malang”, menguraikan pentingnya bahasa dalam berkomunikasi baik bahasa lisan maupun tulis, penggunaan bahasa dalam berkomunikasi harus cermat dan teliti. Droe Iswatiningsih mengkaji secara keseluruhan kesalahan berbahasa dalam sebuah karya tulis mahasiswa tidak hanya kesalahan dalam bidang morfologi pembentukan kata berimbuhan „afiksasi’, tetapi juga kesalahan dalam ejaan, sintaksis, dan kata mubazir. Sementara penulis skripsi ini membatasi kajian hanya pada analisis bidang morfologi saja, juga penulis lebih sempit lagi membatasi kajiannya, yakni kesalahan pembentukan kata berimbuhan afiksasi. Sinta Dewi 2010 meneliti “Struktur Afiksasi meN- pada Kata Dasar Berfonem awal k, p, s, t dan Implementasinya terhadap Masyarakat Pengguna Bahasa”. Hasil penelitian yang ditemukan Sinta Dewi adalah bentuk-bentuk bersaing kata berimbuhan meN- dengan kata dasar berfonem awal p, t, k, s baik di artikel koran, tayangan berita di televisi, maupun di masyarakat umum. Ermanto 2007 meneliti “Hierarki Afiksasi pada Verba Bahasa Indonesia dari Perspektif Morfologi Derivasi dan Inf leksi”. Penulis menguraikan afiksasi yang terjadi pada verba B1 yang dijelaskan dari perspektif morfologi derivasi dan infleksi. Sumber data yang diperoleh peneliti yaitu dari tajuk rencana surat kabar Kompas, majalah Tempo, majalah Intisari, jurnal Linguistik Indonesia.

Dokumen yang terkait

Peningkatan keterampilan menulis teks berita jenis straight news melalui teknik pengamatan objek langsung pada siswa kelas VIII MTS Al- Ishlahat Kota Tangerang

1 9 125

Peningkatan apresiasi puisi dengan media Mind mapping pada siswa kelas VIII tahun pelajaran 2010-2011 ptk di MTs Muhammadiyah 1 Ciputat

3 17 294

Penggunaan kata depan dalam karangan deskripsi siswa kelas VIII semester genap Madrasah Tsanawiyah Al-Ihsan Jakarta Tahun pelajaran 2013/2014

0 5 153

Perbandingan hasil belajar siswa dan siswa kelas VIII pada pelajaran agama di MTS Jamiat Kheir Jakarta Pusat

0 17 114

Analisis kesalahan penggunaan kata baku dalam pembelajaran menulis laporan perjalanan siswa kelas VIII di SMP Al-Hidayah Lebak Bulus Jakarta

0 3 117

Peningkatan keterampilan menulis narasi dengan media teks wacana dialog: penelitian tindakan pada siswa kelas VII MTs Negeri 38 Jkaarta tahun pelajaran 2011-2012

4 39 107

Analisis kesalahan penentuan ide pokok dalam karangan eksposisi siswa kelas x semester 1 di MA Annajah Jakarta Tahun pelajaran 2013/2014

0 41 180

Interferensi morfologi dialek betawi terhadap bahasa Indonesia dalam karangan eksposisi siswa kelas VIII di MTS Nurul Anwar Bekasi Utara Tahun pelajaran 2013/2014

0 9 108

Afiksasi pembentuk verba dalam teks berita siswa kelas VIII di SMP Darul Muttaqien Jakarta tahun pelajaran 2013/2014

3 16 92

Peningkatan kemampuan menulis teks berita dengan menggunakan media audio visual siswa kelas VIII semester II SMPN 2 Tangerang Selatan Tahun pelajaran 2013/2014

3 35 174