Hubungan Nilai Ankle Brachial Indexs (Abi) Dengan Skor Mini Mental State Examination (Mmse) Dan Clock Drawing Test (Cdt) Pada Penderita Peripheral Arterial Disease (Pad)
HUBUNGAN NILAI ANKLE BRACHIAL INDEXS
(ABI) DENGAN SKOR MINI MENTAL STATE
EXAMINATION (MMSE) DAN CLOCK DRAWING
TEST (CDT) PADA PENDERITA PERIPHERAL
ARTERIAL DISEASE (PAD)
T E S I S
OLEH
LUHU AVIANTO TAPIHERU
REG. CHS : 15430
FA
KU LT
A
S
K
E
D
O K T E R
A
N
DEPARTEMEN NEUROLOGI
FAK. KEDOKTERAN USU / RSUP H. ADAM MALIK
MEDAN
(2)
HUBUNGAN NILAI ANKLE BRACHIAL INDEXS
(ABI) DENGAN SKOR MINI MENTAL STATE
EXAMINATION (MMSE) DAN CLOCK DRAWING
TEST (CDT) PADA PENDERITA PERIPHERAL
ARTERIAL DISEASE (PAD)
T E S I S
OLEH
LUHU AVIANTO TAPIHERU
REG. CHS : 15430
Untuk memperoleh gelar spesialis dalam program studi Ilmu Penyakit Saraf pada Program Pendidikan Dokter Spesialis I
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan
DEPARTEMEN NEUROLOGI
FAK. KEDOKTERAN USU / RSUP H. ADAM MALIK
MEDAN
(3)
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Proposal Tesis : HUBUNGAN NILAI ANKLE BRACHIAL INDEXS
(ABI) DENGAN SKOR MINI MENTAL STATE
EXAMINATION (MMSE) DAN CLOCK
DRAWING TEST (CDT) PADA PENDERITA
PERIPHERAL ARTERIAL DISEASE (PAD)
Nama : Dr. Luhu Avianto Tapiheru
No. Reg. CHS : 15430
Program Studi : Ilmu Penyakit Saraf
Pembimbing I, Pembimbing II,
Dr. Yuneldi Anwar, Sp.S(K) Prof. DR. Dr. Hasan Sjahrir, Sp.S(K)
NIP. 130 905 365 NIP. 130 702 008
Diketahui / disahkan
Ketua Departemen, Ketua Program Studi,
Prof. DR. Dr. Hasan Sjahrir, Sp.S(K) Dr. Rusli Dhanu, Sp.S(K)
NIP. 130 702 008 NIP. 131 124 054
(4)
Telah di uji pada hari Selasa, 1 Juli 2008
PANITIA PENGUJI TESIS
1. Prof. DR. Dr. Hasan Sjahrir, Sp.S(K) 2. Prof. Dr. Darulkutni Nasution, Sp.S(K) 3. Dr. Darlan Djali Chan, Sp.S
4. Dr. Yuneldi Anwar, Sp.S(K) 5. Dr. Rusli Dhanu, Sp.S(K)
6. Dr. Kiking Ritarwan, MKT, Sp.S 7. Dr. Aldy S. Rambe, Sp.S
8. Dr. Puji Pinta O. Sinurat, Sp.S 9. Dr. Khairul P. Surbakti, Sp.S 10. Dr. Cut Aria Arina, Sp.S
(5)
ABSTRAK
Latar belakang :
Peripheral Arterial Disease (PAD) merupakan salah satu bentuk yang
paling sering dari Peripheral Vascular Disease (PVD) yang merupakan
suatu penyakit aterosklerotik oklusif pada arteri yang menyuplai ekstremitas bawah. PAD merupakan salah satu faktor resiko terjadinya penyakit kardiovaskuler dan serebrovaskuler. Pasien PVD dapat menunjukkan adanya defisit neurofisiologi dan adanya disfungsi otak ringan yang terkait dengan vaskularisasi. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan nilai ABI dengan gangguan fungsi kognitif.
Metode :
Studi ini merupakan studi potong lintang, dengan pengambilan sampel
non random sampling dengan metode konsekutif pada penderita yang datang berobat ke Poli Penyakit Dalam RS H. Adam Malik yang mempunyai keluhan sesuai dengan penyaki PAD. Kemudian dilakukan pengukuran ABI pada keempat anggota gerak, untuk kemudian dinilai fungsi kognitifnya. Tujuan penelitian untuk menentukan apakah ada hubungan nilai ABI dengan skore CDT dan Nilai MMSE dengan
menggunakan uji satistik Chi square, sedangkan korelasnya
menggunakan uji Spearman
Hasil :
Didapati 35 orang sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi dengan 21 orang pria dan 14 orang wanita. Nilai rerata ABI 0,79 ± 0,09, nilai rerata CDT 4,60 ± 2,26 dan nilai rerata MMSE 22,06 ± 4,66. Hubungan antara nilai ABI dengan nilai CDT diuji dengan menggunakan
uji statistik korelasi Spearman’s didapatkan hasil p = 0,0001, dengan
r = - 0,727, maka disimpulkan ada hubungan korelasi yang terbalik antara nilai ABI dengan nilai CDT. Sedangkan hubungan nilai ABI dengan nilai
MMSE setelah dilakukan uji statistik korelasi didapatkan hasil p = 0,0001,
dengan r = 0,926 ada korelasi yang positif antara nilai ABI dengan nilai MMSE.
Kesimpulan :
Terdapat hubungan korelasi yang terbalik antara nilai ABI dengan nilai i CDT. Sedangkan hubungan berkorelasi yang positif antara nilai ABI dengan nilai MMSE
Kata kunci :
Peripheral arterial disease, nilai Ankle Brachial Index, Ganguan fungsi kognitif
(6)
ABSTRACT
Background :
Peripheral Arterial Disease ( PAD) a common form of Peripheral Vascular Disease ( PVD), result from atherosclerosis of arteries that supply the lower extremities. PAD represent one of risk factor of cerebrovascular disease and cardiovascular diseases. PVD patients can show the existence of neurophysiology deficit and existence of mild brain dysfunction related to its vascular system. The aim of this research wanted to know the relation between ABI score with cognitive disorders.
Methods :
This study represent the cross sectional study, with non random sampling using consecutive method applied to patient who came to Poli Penyakit Dalam RS H. Adam Malik having sigh as according to PAD. The ABI measurement of upper limbs and lower limbs were performed first and then do the Cognitive functions test. The goal of this research is to determine whether there was a correlation between ABI score with CDT score and MMSE by using Chi square test, and Spearman correlation test. Result :
There were 35 samples fulfilling the inclusion and exclusion criteria with 21 males and 14 females. The average of ABI value was 0,79 ± 0,09, the average of CDT value was 4,60 ± 2,26 and the average MMSE score was 22,06 ± 4,66. The correlation between value of ABI with the value CDT tested by using Spearman’s correlation test, with p = 0,0001, and r - 0,727, It showed that there was inversed correlation between ABI with CDT score. Meanwhile, the correlation between value of ABI with the MMSE has positive correlation with p = 0,0001, by r = 0,926
Conclusion :
There were inversed correlation between ABI value with CDT score, and there positive correlation between value ABI with the value of MMSE . Key word :
(7)
KATA PENGANTAR
Assalamualaiku Wr.Wb.
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala berkah, rahmat dan hidayah-Nya yang telah memberikan kesempatan untuk menyelesaikan penulisan tesis ini.
Shalawat dan salam bagi junjungan Rasulullah Muhammad SAW., keluarga dan sahabatnya yang telah menunjuki kita dari alam kesesatan kealam yang penuh ilmu pengetahuan.
Tulisan ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan salah satu tugas akhir dalam Program Pendidikan spesialisasi di Bidang Penyakit Saraf di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / Rumah sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.
Pada kesempatan ini perkenankan penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada :
Yang terhormat Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. H. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan spesialisasi.
Yang terhormat Dekan Fakultas Kedokteran Sumatera Utara, Prof. Dr. T. Bahri Anwar, Sp.JP(K) yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti program pendidikan Dokter Spesialis Saraf di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
(8)
Yang terhormat Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Gontar Alamsyah, Sp.PD(KGEH), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan spesialisasi.
Yang terhormat Prof. dr. Darulkutni Nasution, Sp.S(K) (Kepala Bagian Neurologi saat penulis diterima sebagai PPDS), yang telah menerima saya untuk menjadi peserta didik serta memberikan bimbingan selama mengikuti program pendidikan spesialisasi ini.
Yang terhormat Ketua Departemen / SMF Ilmu Penyakit Saraf FK USU, Prof. Dr. dr. Hasan Sjahrir, Sp.S(K), yang telah memberikan kesempatan, kepercayaan serta bimbingan selama mengikuti program pendidikan spesialisasi ini.
Yang terhormat Dr. H. Hasanuddin Rambe, Sp.S(K), (Ketua Program Studi Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara saat penulis diterima sebagai PPDS), yang telah bersedia menerima penulis menjadi peserta didik serta banyak memberi bimbingan dalam menjalankan proses pendidikan.
Yang terhormat Ketua Program Studi Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Dr. H. Rusli Dhanu, Sp.S(K) yang telah memberikan kesempatan, banyak memberikan bimbingan dan arahan dalam menjalani pendidikan spesialisasi ini.
(9)
Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada dr. Yuneldi Anwar, Sp.S(K) dan Prof. Dr. dr. Hasan Sjahrir, Sp.S(K), selaku pembimbing yang dengan sepenuh hati telah mendorong, membimbing dan mengarahkan penulis mulai dari perencanaan, pembuatan dan penyelesaian tesis ini.
Kepada guru-guru saya, (Alm) Dr. Syawaluddin Nasution, Sp.S(K), (Alm) Dr. Ahmad Syukri Batubara, Sp.S(K), Dr. LBM Sitorus, Sp.S., Dr. Darlan Djali Chan, Sp.S., Dr. Yuneldi Anwar, SP.S(K)., Dr. Irsan NHN Lubis, Sp.S., Dr. Dadan Hamdani, Sp.S., Dr. Aldy S. Rambe, Sp.S, Dr. Kiking Ritarwan, MKT, Sp.S., Dr. Puji Pinta O. Sinurat, Sp.S., Dr. Khairul P. Surbakti, Sp.S dan Dr. Cut Aria Arina, Sp.S dan lain-lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, baik di Departemen Neurologi maupun Departemen / SMF lainnya di lingkungan FK – USU / RSUP H. Adam Malik Medan, terimakasih yang setulus-tulusnya penulis sampaikan atas segala bimbingan dan didikan yang telah penulis terima.
Kepada Drs. Abdul Jalil A A, M.Kes, selaku pembimbing statistik yang telah banyak membimbing, membantu dan meluangkan waktunya dalam pembuatan tesis ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Kepada Direktur Rumah Sakit H. Adam Malik Medan, yang telah memberikan kesempatan, fasillitas dan suasana kerja yang baik sehingga penulis dapat mengikuti pendidikan spesialisasi ini sampai selesai.
(10)
Ucapan terimakasih penulis Ibu Direktur RS PTPN 2 Tembakau Deli Medan, Bapak Manajer RS PTPN 3 Sri Pamela Tebing Tinggi, dan Bapak Direktur RSUD FL. Lumbantobing Sibolga yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis sehingga penulis dapat mengikuti pendidikan spesialisasi ini sampai selesai
Ucapan terima kasih penulis kepada seluruh teman sejawat PPDS-I
Departemen Neurologi FK-USU/RSUP. H. Adam Malik Medan, yang terus memberi dorongan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan studi. Bapak Amran Sitorus, Sukirman Aribowo, Safrizal dan seluruh perawat di SMF Neurologi RSUP. H. Adam Malik Medan yang membantu penulis dalam pelayanan pasien sehari-hari.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada kedua orang tua saya, Kapt (Purn) Simon Tapiheru, BA dan Dra. Soesilowati yang telah membesarkan saya dengan penuh kasih sayang, membekali saya dengan pendidikan, kebiasaan hidup disiplin, jujur, kerja keras dan bertanggungjawab, memberikan bimbingan, dorongan, semangat dan nasehat serta do’a yang tulus agar penulis tetap sabar dan tegar dalam mengikuti pendidikan sampai selesai.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada Bapak Muhadini Bchk dan Ibu Syamsiatun sebagai orangtua dari istri saya yang telah memberikan bimbingan, dorongan, semangat dan nasehat serta do’a yang tulus agar penulis tetap sabar dan tegar dalam mengikuti pendidikan sampai selesai.
(11)
Teristimewa kepada istriku tercinta Nur Lailli Hidayati, SPd serta kedua anakku Muhammad Jabbar Rahman Tapiheru dan Jasmine Aulia Putri Tapiheru yang dengan sabar dan penuh pengertian, mendampingi dengan penuh cinta dan kasih sayang dalam suka dan duka, saya ucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya.
Kepada saudara-saudaraku beserta seluruh keluarga yang senatiasa membantu, memberi dorongan, pengertian, kasih sayang dan do’a dalam menyelesaikan pendidikan ini penulis haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Kepada semua rekan dan sahabat yang tak mungkin saya sebut satu persatu yang telah membantu saya sekecil apapun, saya haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya, semoga Allah tuhan semesta alam selalu melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua.
Dengan segala keterbatasan, penulis menyadari dalam penelitian dan penulisan tesis ini masih dijumpai banyak kekurangan, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak untuk kebaikan dimasa yang akan datang. Akhirnya penulis mengaharapkan semoga penelitaian dan tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.
Amin.
Wassalamualaikum Wr. Wb
Medan, Juli 2008
(12)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama lengkap : Dr. Luhu A. Tapiheru
Tempat/Tanggal lahir : Subang (JABAR), 20 Juni 1968
Agama : Islam
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil
NIP : 140 355 639
Pangkat/Golongan : III B / Penata Muda Tk. I
Nama Ayah : Kapt (Purn) Simon Tapiheru, BA
Nama Ibu : Dra. Soesilowati
Nama Istri : Nur Lailli Hidayati, SPd
Nama Anak : 1. Muhammad Jabbar Rahman Tapiheru
2. Jasmine Aulia Putri Tapiheru
Riwayat Pendidikan
1. Sekolah Dasar di SD Angkasa I Bandung, tamat tahun 1981.
2. Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 9 Bandung, tamat tahun 1984
3. Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 4 Bandung, tamat tahun 1987. 4. Fakultas Kedokteran di Universitas Sebelas Maret Solo, tamat tahun
(13)
Riwayat Pekerjaan
1. Dokter Puskesmas Garoga, Kecamatan Garoga, Kabupaten Tapanulii Utara, tahun 1997-1998
2. Kepala Puskesmas Parmonangan, Kecamatan Parmonangan,
Kabupaten Tapanuli Utara, tahun 1998-2000
3. Dokter Rumah Sakit Umum Tarutung, Kabupaten Tapanuli Utara, tahun 2000 - sekarang
(14)
DAFTAR ISI
halaman
ABSTRAK ………. i
KATA PENGANTAR………. iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ……… viii
DAFTAR ISI……… x
DAFTAR SINGKATAN………. xii
DAFTAR TABEL……… xvi
DAFTAR LAMPIRAN……… xviii
BAB I PENDAHULUAN……… 1
I.1. Latar belakang... 1
I.2. Perumusan masalah... 5
I.3. Tujuan penelitian………. 6
I.4. Hipotesis... 6
I.5. Manfaat penelitian... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……… 8
II.1. PERIPHERAL ARTERIAL DISEASE (PAD)…………. 8
II.1.1. Definisi………. 8
II.1.2. Epidemiologi……… 8
(15)
II.1.4 . Gejala Klinis... 14
II.1.5. Diagnosis………. 14
II.2. GANGGUAN FUNGSI KOGNITIF... 15
II.2.1. Definisi ... 15
II.2.2. Faktor-faktor yang berperan dalam gangguan fungsi kognitif... 15
II.2.3. Tanda awal Gangguan Fungsi Kognitif... 17
II. 2. 4. Alat Ukur menilai Fungsi Kognitif... 19
II.3. GANGGUAN FUNGSI KOGNITIF DIHUBUNGKAN DENGAN PERIPHERAL ARTERIAL DISEASE (PAD).. 22
II. 4. KERANGKA KONSEPSIONAL... 24
BAB III METODE PENELITIAN... 25
III.1. Tempat dan waktu... 25
Iii.2. Subjek penelitian... 25
Iii.3. Batasan operasional... 28
Iii.4. Rancangan penelitian... 33
Iii.5. Pelaksanaan penelitian... 33
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……… 38
IV.1. Hasil penelitian………. 38
IV.1.1. Karakteristik penelitian……… 38
(16)
IV.1.3. Distribusi Sampel Berdasarkan PAD………… 40 IV.1.4. Distribusi Sampel Berdasarkan Gangguan
Fungsi Kognitif……….. 41
IV.1.5. Perbedaan antara Jenis Kelamin dengan
Nilai rerata ABI……….. 42
IV.1.6. Perbedaan antara Jenis Kelamin dengan
Keparahan PAD……… 42 IV.1.7. Hubungan Antara Kelompok Umur dengan
nilai rerata ABI……….. 43
IV.1.8. Hubungan Antara Kelompok Umur dengan
PAD……… 44
IV.1.9. Hubungan antara lamanya menderita
hipertensi dengan nilai rerata ABI………. 45
IV.1.10. Hubungan antara lamanya menderita
diabetes melitus dengan nilai rerata ABI…….. 46 IV.1.11. Perbeaan antara jenis kelamin dengan
nilai rerata CDT dan rerata nilai MMSE……... 46
IV.1.12. Hubungan antara Kelompok umur subjek dengan nilai rerata CDT dan nilai
rerata MMSE ……… 47
IV.1.13. Perbandingan nilai rerata CDT dan nilai rerata MMSE antara subjek dan
kontrol (berdasarkan umur)………. 49
IV.1.14. Hubungan antara Tingkat pendidikan dengan
nilai rerata CDT dan nilai rerata MMSE……… 50
IV.1.15. Hubungan antara Jenis pekerjaan dengan
nilai rerata CDT dan nilai rerata MMSE……… 52
IV.1.16. Hubungan antara nilai ABI dengan nilai
(17)
IV.1.17. Hubungan antara PAD dengan Gangguan
fungsi kognitif………. 54
IV.2. Pembahasan………... 56
IV.2.1. Karakteristik Demografi Subjek Penelitian…… 58
IV.2.2. Hubungan antar variabel yang mempengaruhi nilai rerata ABI, nilai rerata CDT dan MMSE… 60 IV.2.3. Hubungan antara nilai rerata ABI dengan Gangguan fungsi kognitif………. 64
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 66
V.1 KESIMPULAN... 66
V.2. SARAN………. 67
.DAFTAR PUSTAKA... 68
(18)
DAFTAR SINGKATAN
ABI : Ankle Brachial Indexs
CDT : Clock Drawing Test (
DM : diabetes melitus
FMD : Flow mediated dilation
GP : glikoprotein
LMT : Logical memory test
MMSE : Mini-mental State Examination
MRI : magnetic resonance imaging
NO : nitric oxide
PAD : Peripheral arterial disease
PVD : Peripheral Vascular Disease
ROS : reactive oxygen species
RPM : Raven standard progresive matrices
RR : Relative risk
SCVIR : The Society of Cardiovascular & Interventional Radiology
(19)
SMP : Sekolah Menegah Pertama
SMU : Sekolah Menengah Umum
TIA : Transient ischemic attack
(20)
DAFTAR TABEL
halaman
Tabel 1. Interprestasi Nilai Ankle Brachial Indexs (ABI)... 15
Tabel 2. Klasifikasi Kadar Lipid Plasma... 31
Tabel 3. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM ... 32
Tabel 4. Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC VII... 32
Tabel 5. Karakteristik Demografi Subjek Penelitian……….. 39
Tabel 6. Distribusi Sampel Berdasarkan PAD……… 41
Tabel 7. Distribusi Sampel Berdasarkan Gangguan Fungsi Kognitif……… 41
Tabel 8. Perbedaan Antara Jenis Kelamin dengan Nilai rerata ABI……… 42
Tabel 9. Perbedaan Antara Jenis Kelamin dengan PAD………... 43
Tabel 10. Hubungan Antara Kelompok Umur dengan nilai rerata ABI……… 43
Tabel 11. Hubungan Antara Kelompok Umur dengan PAD……… 44
Tabel 12. Hubungan antara lamanya menderita hipertensi dengan nilai rerata ABI………. 45
Tabel 13. Hubungan antara lamanya menderita diabetes melitus dengan nilai rerata ABI………... 46
Tabel 14. Perbedaan antara jenis kelamin dengan nilai rerata CDT dan rerata nilai MMSE……… 47
(21)
Tabel 15. Hubungan antara Umur subjek dengan nilai
rerata CDT dan nilai rerata MMSE……… 49
Tabel 16. Perbandingan nilai rerata CDT dan nilai rerata MMSE antara subjek dan kontrol
(berdasarkan umur)………. 50
Tabel 17. Hubungan antara Tingkat pendidikan dengan
nilai rerata CDT dan nilai rerata MMSE……… 51
Tabel 18 . Hubungan antara Jenis pekerjaan dengan
nilai rerata CDT dan nilai rerata MMSE……… 53
Tabel 19. Hubungan antara nilai ABI dengan nilai CDT………….. 54
Tabel 20. Hubungan antara PAD dengan Gangguan
fungsi kognitif (CDT)……… 55
Tabel 21. Hubungan antara PAD dengan Gangguan
(22)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Surat persetujuan ikut dalam penelitian……… 73
Lampiran 2 Lembar pengumpulan data………. 74
Lampiran 3 Kuesioner penelitian nilai skor Mini mental state
examination (MMSE)... 77
Lampiran 4 Metode menilai Clock drawing test (CDT) menurut
Watson dan kawan-kawan………. 79
Lampiran 5 Metode yang direkomendasikan untuk
mengukur Ankle brachial indexs (ABI)……… 80
Lampiran 6 Kuesioner penelitian nilai Ankle
brachial indexs (ABI)……….. 84
Lampiran 7 Persetujuan Komite Etik………. 85
(23)
BAB I PENDAHULUAN
I.1. LATAR BELAKANG
Peripheral arterial disease (PAD) merupakan bentuk yang paling
sering dari Peripheral Vascular Disease (PVD) yang merupakan suatu
kondisi yang dikarakteristikkan sebagai penyakit aterosklerotik oklusif pada arteri yang menyuplai ekstremitas bawah (seperti aorta abdominal,
iliakus, femoral, poplitea, tibia). Peripheral arterial disease mengenai
sekitar 16% usia dewasa diatas 55 tahun (Waldstein, 2003; Strandness, 2000). Di Amerika lebih sekitar 8 – 10 juta penderita PAD yang insidennya
meningkat setiap tahunnya (Sacks, 2002). Peripheral arterial disease
merupakan faktor resiko mayor pada amputasi ekstremitas bawah, apabila hal ini terjadi kemungkinan besar, hal yang sama terjadi pada penyakit
kardiovaskuler dan serebrovaskuler (American Diabetes Association,
2003).
Peripheral Vascular Disease merupakan marker resiko terjadinya penyakit koroner,, serebrovaskuler, hipertensi, penyakit aneurisma, dan
beberapa kondisi lainnya (Sacks 2002). PAD dengan nilai Ankle Brachial
Indexs (ABI) < 0,90 berhubungan dengan peningkatan resiko morbiditas dan mortalitas akibat penyakit kardiovaskuler 2 sampai 3 kali dibandingkan orang normal (Mc Dermott, 2005; Resnick, 2004; Murabito, 2003)
(24)
Sebagai penyakit aterosklerotik difus, PAD berhubungan dengan aterosklerosis di jantung dan arteri karotis. Juga sebagai faktor resiko pada infark miokard, PAD dan stroke pada sekolompok orang dan PAD dipertimbangkan sebagai faktor resiko mayor yang signifikan terjadinya stroke. Walaupun fungsi kognitif pada pasien dengan PAD sebelum terjadinya stroke secara klinis masih sedikit dipahami (Waldstein, 2003).
Aterosklerosis dan faktor resiko lainnya seperti hipertensi, diabetes melitus, hiperlipidemia dan merokok diketahui berefek mengganggu fungsi kognitif pada orang yang terbebas dari stroke. Dari semua kondisi ini tampaknya frekwensi yang tinggi terdapat pada PAD. Dan penurunan fungsi kognitif juga mengganggu pada penyakit ini (Waldstein, 2003; Wild, 2006).
Aterosklerotik adalah penyebab utama iskemik pada arteri sistem saraf pusat dan perifer, dan tampaknya masuk akal apabila menghubungkan penyakit arteri di sentral dan perifer. Aterosklerosis kardiovaskuler tampaknya merupakan konsekwensi proses aterosklerotik jangka panjang. Pasien dengan PVD menunjukkan adanya defisit neurofisiologi yang menyatakan adanya disfungsi otak ringan yang terkait dengan vaskularisasi. Pasien dengan manifestasi aterosklerosis umum (PVD yang parah, penyakit jantung iskemik) terutama yang paling beresiko (Phillips, 1997).
Phillips pada tahun 1997, yang meneliti fungsi kognitif pada penderita PVD, mengemukakan bahwa pasien PVD secara signifikan lebih
(25)
jelek dibandingkan kontrol dalam delapan pengukuran neurofisiologi pada
fungsi eksekutif, perhatian dan fungsi visospatial. Pada analisis regresi
didapatkan bahwa PVD yang parah dan penyakit jantung iskemik secara signifikan merupakan prediktor jelek terhadap tes performa (Phillips, 1997).
Waldstein dan kawan-kawan pada tahun 2003 meneliti 38 pasien PAD dihubungkan dengan gangguan fungsi kognitif menyatakan bahwa menurun performa pada seseorang dengan PAD berhubungan dengan fungsi kognitif , juga dikemukakan gangguan fungsi kognitif berhubungan dengan menigkatnya keparahan penderita penyakit kardiovaskuler. (Waldstein, 2003).
Snorri dan kawan-kawan pada tahun 2006 meneliti penyakit kardiovaskuler dan penurunan fungsi kognitif pada populasi usia tua (bagian dari Studi Arteri Edinburg) mendapatkan bahwa pada usia lanjut, stroke berhubungan dengan memburuknya penampilan pada tes kognitif dan penurunan yang prgresif memori verbal. Pada usia tua dengan penyakit vaskular selain stroke lebih sering dijumpai penurunan fungsi memori verbal. Hubungan antara penyakit vaskuler dengan penurunan memori verbal bisa ada dan juga berhubungan dengan gangguan mood yang terdepresi dan faktor resiko ateriosklerosis mayor (Snorri, 2006).
Brevetti dan kawan-kawan pada tahun 2003 meneliti tentang disfungsi endotelial dan prediksi resiko penyakit kardiovaskuler pada PAD didapatkan hasil bahwa suatu pemeriksaan arteri brakhial yang
(26)
dinamakan flow mediated dilation (FMD) merupakan indikator prognostik
yang paling kuat untuk ankle brachial indexs (ABI) pada pasien dengan
PAD. Flow mediated dilation dapat memeriksa cardivascular event pada
pasien-pasien dengan penyakit vaskuler. Pada pasien dengan PAD
didapatkan nilai FMD yang rendah. Flow mediated dilation sesungguhnya
digunakan untuk mengukur hubungan antara fungsi endotel dan adesi molekul serta fungsi endotel dan latihan. Pada pemeriksaan laboratorium variasi penilaian dari diameter arteri saat istirahat berkisar 0,01 – 0,02 mm. (Brevetti, 2003).
Elwood dan kawan-kawan pada tahun 2002, meneliti penyakit vaskuler dan fungsi kognitif pada pria tua dalam penelitian kohort
Caerphilly dengan hasil adanya bukti bahwa penyakit jantung dan PVD dapat mengurangi secara signifikan fungsi kognitif yang sama dengan penurunan fungsi kognitif selama lebih dari 5 tahun usianya (Elwood, 2002).
Mangiafico dan kawan-kawan pada tahun 2006 meneliti gangguan
tampilan kognitif pada PAD asimptomatis : hubungannya dengan
C-reactive protein dan D-dimer levels didapatkan hasil bahwa pada pasien dengan PAD asimptomatis secara signifikan menunjukkan penurunan fungsi kognitif yang lebih jelek dibandingkan kontrol dalam pemeriksaan tes psychometri, dan bersama-sama dengan C-reactive protein dan D-dimer levels sebagai prediktor negatif untuk beberapa fungsi kognitif. (Mangiafico, 2006)
(27)
Satu pemeriksaan yang paling sederhana dan parameter yang paling berguna dalam menentukan perfusi arteri ektremitas dengan
objektif dengan menggunakan ankle brachial indexs (ABI). Ankle brachial
indexs membantu menentukan keparahan penyakit dan menyaring
dengan baik penyakit yang berhubungan dengan hemodinamik. The
Society of Cardiovascular & Interventional Radiology (SCVIR) mereko-mendasikan seluruh pasien yang akan menjalani evaluasi penyakit vaskuler perifer menggunakan pengukuran ABI (Sacks, 2002).
Menurut Sacks tahun 2002, nilai ABI yang tertinggi 1,1 sebagai nilai normal, abnormal bila dikatakan dibawah 1,0. Mayoritas pasien dengan
claudicatio intermiten mempunyai nilai ABI berkisar 0,3 sampai 0,9. Indeks nilai ABI dibawah 0,2 berhubungan dengan iskemik dan gangren pada ekstremitas (Sacks, 2002). Sedangkan menurut Mohler pada tahun 2003, nilai ABI > 1,30 menggambarkan tidak ada kompresi pada pembuluh darah, nilai ABI 0,91 – 1,30 dikatakan normal, nilai ABI 0,41 – 0,90 disebut PAD ringan sampai sedang, sedangkan ABI 0,00 – 0,40 dikatakan PAD berat (Mohler, 2003)
I.2. PERUMUSAN MASALAH
1. Apakah ada hubungan nilai ABI dengan menurunnya skor MMSE
dan skor yang abnormal pada Clock Drawing Test (CDT) pada
(28)
2. Bagaimana hubungan karakteristik demografi (umur, jenis kelamin,
pekerjaan, tingkat pendidikan) dengan nilai ABI, skor MMSE (
Mini-mental State Examination) dan skor CDT pada penderita PAD di RSUP. H. Adam Malik Medan.
I.3. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan : 1.3.1. Tujuan umum
1.3.1.1. Untuk mengetahui hubungan nilai ABI dengan menurunnya fungsi kognitif pada penderita PAD di RSUP. H. Adam Malik Medan.
1.3.2. Tujuan khusus
1.3.2.1. Untuk mengetahui hubungan nilai ABI dengan menurunnya
skor MMSE dan skor abnormal pada CDT pada penderita PAD di RSUP. H. Adam Malik Medan.
1.3.2.2. Untuk mengetahui hubungan karakteristik demografi (umur, jenis kelamin, pekerjaan, tingkat pendidikan) dengan nilai ABI pada penderita PAD
I.4. HIPOTESIS
Ada hubungan antara nilai ABI dengan penurunan skor MMSE dan skor yang tidak normal pada CDT pada penderita PAD
(29)
I.5. MANFAAT PENELITIAN
Dengan mengetahui penurunan nilai ABI akan menyebabkan penurunan fungsi kognitif pada penderita PAD maka manfaat yang dapat diambil :
1. Dengan mengetahui skor ABI pada seseorang penderita dapat mengetahui apakah telah terjadinya aterosklerosis perifer pada dirinya
2. Dengan mengetahui kelainan aterosklerosis diperifer yang dinilai dengan ABI maka dapat memperkirakan akan terjadinya gangguan kognitif yang timbul di kemudian hari
3. Dapat mengetahui faktor-faktor resiko yang mempengaruhi penderita PAD dan mengupayakan pencegahannya agar gangguan fungsi kognitif yang timbul dikemudian hari dapat minimal
(30)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. PERIPHERAL ARTERIAL DISEASE (PAD) II.1.1. Definisi
Peripheral arterial disease (PAD) yang kadang dikenal juga sebagai
peripheral vascular disease (PVD) adalah manifestasi yang paling sering dari aterosklerosis sistemik dengan lumen arteri ekstremitas bawah terjadi penyumbatan progresif dengan adanya plak aterosklerosis (Mohler, 2003).
II.1.2. Epidemiologi
Prevalensi PAD sesungguhnya pada populasi umum tidak diketahui terutama dikarenakan tidak ada data PAD simptomatik. Pada penelitian prevalensi PAD pada populasi tertentu yang dilakukan Criqui pada tahun 1985 terhadap 613 tertentu populasi laki-laki dan wanita. Didapatkan 11,7% populasi menderita PAD pembuluh darah besar, 5,2% populasi
menderita PAD pembuluh darah kecil. Peripheral arterial disease
pembuluh darah besar berhubungan dengan penderita laki-laki dan hiperlipidemia, sedangkan PAD pembuluh darah kecil tidak berhubungan dengan jenis kelamin dan umur walaupun sering terjadi dibawah usia 60
tahun. Gejala klinis nyeri intermittent claudication 2,2% pada laki-laki dan
1,7% pada wanita, abnormalitas denyut nadi femoral atau tibial 20,3% pada laki-laki dan 22,1% pada wanita (Criqui, 1985).
(31)
Prevalensi PAD meningkat dengan bertambahnya usia dengan sekitar 20% penderita diatas usia 70 tahun menderita penyakit ini. Sesudah 5 sampai 10 tahun menderita penyakit ini, sepertiga pasien akan
mengeluh nyeri intermittent claudication, kurang dari 20% memerlukan
tindakan pembedahan vaskuler dan kurang dari 10% memerlukan amputasi (Mohler, 2003).
Faktor resiko yang berperan memulai dan mempercepat terjadinya aterosklerosis diantaranya merokok. Merokok merupakan faktor yang paling berhubungan dengan progresifitas PAD, 1 - 5,6 kali meningkat untuk terjadinya PAD dibandingkan bukan perokok. Penghentian merokok berhubungan dengan menurunnya angka amputasi ektremitas bawah dan
lama hidup yang lebih lama. Diabetes mellitus (DM) meningkatkan resiko
yang sama, angka intermittent claudication meningkat pada laki-laki
dengan glukosuria 3,5 kali dibandingkan bukan DM (Faxon, 2004; Norman, 2006; Jude, 2001).
Efek dislipidemia dan hipertensi juga berperan walau kurang kuat
dibandingkan merokok dan DM. Relative risk (RR) untuk PAD 1,1 kali
untuk setiap kenaikan 10 mg/dL total kolesterol. Efek hipertensi yang merupakan faktor yang besar terjadinya stroke. Hipertensi merupakan meningkatkan resiko terjadinya PAD 10% pada satu studi (Faxon, 2004).
(32)
II.1.3. Patofisiologi
Aterosklerosis melibatkan beberapa faktor yang berhubungan sangat erat seperti gangguan lipid, aktivasi platelet, trombosis, disfungsi endotel, inflamasi, stres oksidatif, aktivasi sel otot polos vaskuler, proses
remodeling dan faktor genetik.(Faxon, 2004)
Gambar 1 . Tujuh tahap perkembangan plak aterosklerosis. Pertama LDL bergerak masuk ke endothelium dan dioksidasi oleh makrofag dan SMCs (1 dan 2). Pelepasan growth factor dan sitokin menarik monosit tambahan (3 dan 4). Foam cell berakumulasi dan proliferasi SMC menghasilkan pertumbuhan plak (6, 7 dan 8)
Dikutip dari : Faxon, D.P., Fuster, C.V., Libby, P., Beckman, J.A., Hiatt, W.R., Thompson, R.W., Topper, J.N., Annex, B.H., Rundback, J.H., Fabunmi, R.P, Robertson, R.M., Loscalzo, J. 2004. Atherosclerotic Vascular Disease Conference Writing Group III: Pathophysiology. Circulation.109:2617-2625
Aktivasi platelet dan trombosis
Aktivasi platelet dan trombosis telah lama dikenal sebagai komponen penting aterosklerosis. Terjadinya PAD yang akut dapat
(33)
plak, kolagen subendotel, komponen lipid, faktor pro koagulan seperti
tissue factor dan faktor pembukuan darah von Willebrand terpapar di pembuluh darah. Platelet secara cepat menempel pada dinding pembuluh darah lewat glikoprotein (GP) Ia/IIa dan GP Ib/IX yang diikuti berikutnya dengan agregasi melalui perikatan dengan fibrinogen dan terpaparnya GP
IIb/IIIa pada platelet yang teraktivasi. Platelet juga kaya akan sumber nitric
oxide (NO) yang apabila defisiensi akan menimbulkan trombosis. Obat anti platelet efektif mencegah stroke karena emboli platelet dikatakan
sebagai satu dari mekanisme primer transient ischemic attack (TIA) dan
stroke pada pasien dengan stenosis karotis. Dan trombosis ini tampaknya juga memegang peranan penting pada progresifitas simptom klinis PAD (Faxon, 2004).
Disfungsi Endotel
Endotel vaskuler merupakan pusat kontrol yang penting untuk kontrol vaskuler. Regulasi endotel untuk proses ini bertumpu pada
produksi mediator autocrine dan paracrine termasuk NO, prostaglandin,
faktor endothelium-derived hypolarizing, endothelin, dan angiotensin II.
Zat-zat ini menjaga keseimbangan antara vasodilatasi dan vasokonstriksi, trombosis dan antikoagulansia dan modulasi inflamasi. Diantara mediator ini NO yang paling baik karakteristiknya, diproduksi oleh NO sintase di endotel (eNOs) atau NOS III, NO adalah vasodilator yang paling poten.
(34)
mempunyai kerja antagonis dengan NO untuk menjaga mekanisme keseimbangan dan kontrol terhadap modulasi endotel dari fungsi vaskuler. Relavansi klinis dari disfungsi endotel bahwa adanya disfungsi endotel secara signifikan juga menunjukkan terjadinya penyakit arteri koroner dan dapat memperkirakan informasi prognosis pasien dengan dengan penyakit jantung koroner. Disfungsi endotel vaskuler perifer juga dapat memprediksi adanya PAD, tapi bukti akan keadaan ini masih sedikit (Faxon, 2004).
Inflamasi
Inflamasi merupakan pusat pengaturan dalam aterosklerosis, inflamasi yang terjadi berkembang bersamaan dengan akumulasi LDL (low density lipoprotein) yang dioksidasi yang minimal di dinding pembuluh darah arteri. Sel-sel endotelial menampilkan beberapa molekul adhesi termasuk selektin P dan E. Molekul adhesi interseluler dan sel adhesi molekul 1 vaskuler akan terikat dengan sirkulasi lekosit. Transmigrasi
lekosit ke dalam dinding arteri dimediasi lewat chemoattractans seperti
monosit protein kemotaktik. Hal ini memicu masuknya makrofag inflamatori dan sel T ke dalam dinding arteri. Lekosit-lekosit yang teraktivasi ini akan melepaskan enzim proteolitik dan suatu varietas
peptida growth factor serta sitokin yang mendegradasi protein matriks dan
menstimulasi sel otot polos, sel endothelial dan makrofag. Sel-sel busa (foam cells) akan bergabung sebagai hasil dari akumulai makrofag LDL
(35)
yang teroksidasi. Reseptor CD40 dan ligand CD40 dinyatakan pada beberapa sel inflamasi, termasuk makrofag, sel limfosit B dan T, sel endotelial, sel otot polos vaskular dan fibroblas. Dikatakan bahwa sistem ini berperan pada adhesi lekosit, degenerasi matriks dan degenerasi yang diinduksi sitokin. Terputusnya sinyal jalur CD40 mengurangi produksifitas aterosklerosis. Proses inflamasi dapat mendahului proses disrupsi plak dan trombosis (Faxon, 2004).
Oxidant Stress
Setiap komponen pembuluh darah yang mengalami aterosklerotik
menunjukkan peningkatan produksi reactive oxygen species (ROS)
terutama anion superoksid (O2-) yang dihasilkan sel otot polos pembuluh,
sel endotel, fibroblas dan infiltrasi lekosit. Produksi ROS akan mempengaruhi transkripsi gen, kerusakan DNA dan peningkatan produksi faktor transkripsi inflamasi. Dua contoh diantaranya oksidasi LDL dan
endotel yang bersifat scavenger, hal ini dibuktikan dengan banyak
ditemukannya LDL yang telah teroksidasi di lesi aterosklerotik (Oxidized
LDL). Oxidized LDL ini akan menginduksi proses aterogenesis, termasuk
transkripsi gen proaterogenik, dan mempromosikan sel otot polos vaskuler akan mengalami apoptosis (Faxon, 2004)
(36)
II.1.4 . Gejala Klinis
Pembagian gejala klinis PAD yang paling banyak dipakai menurut
Fontaine Classification :
Tahap I : Asimptomatik
Tahap II : Caudicatio intermittent
Tahap III : Nyeri pada waktu istirahat atau pada waktu malam hari
Tahap IV : Nekrosis atau terjadi gangrene (Scottish Intercollegiate
Guidelines Network, 2006 ; Lamina, 2005)
II.1.5. Diagnosis
ANKLE BRACHIAL INDEXS (ABI)
Diagnosis Peripheral Arterial Disease (PAD) ditetapkan
berdasarkan nilai ABI < 0,90 (cut of point 0,9) pada kedua tungkai dengan
sensitifitas 95% dan spesifisitas 99% signifikan dengan PAD menggunakan angiografi. ABI ditentukan dengan menggunakan alat
spygmomanometer dan hand-held Doppler device. Nilai ABI kanan dan kiri dihitung dengan membagi tekanan sistolik pada dorsalis pedis dan
posterior tibia atau pergelangan kaki (ankle) pada masing-masing tungkai
dengan tekanan sistolik tertinggi pada kedua lengan atas (brachial). Dua
nilai terburuk menentukan ABI pada tiap pasien (Mangiafico, 2006;
Scottish Intercollegiate Guideline network, 2006).)
(37)
Tabel 1. Interprestasi Nilai Ankle Brachial Indexs (ABI)
> 1,30 Tidak ada kompresi pada pembuluh darah
0,91 – 1,30 Normal
0,41 – 0,90 PAD ringan sampai sedang
0,00 – 0,40 PAD berat
Dikutip dari : Mohler ER. 2003. Peripheral Arterial Disease Identification
and Implication. Arch Intern Med.163:2306-2314
II.2. GANGGUAN FUNGSI KOGNITIF II.2.1. Definisi
Kognitif adalah fungsi tingkat tinggi yang dihasilkan otak manusia, termasuk pemahaman dan penggunaan bahasa, presepsi visual dan
konstruksi, kemampuan berhitung, attention (proses informasi), memori
dan fungsi eksekutif seperti merencanakan, problem-solving dan
self-monitoring (The National MS Society, 1996)
Cognitive impairment adalah suatu terminologi umum yang digunakan untuk menggambarkan penurunan kemampuan untuk berpikir, berkomunikasi, mengingat, memecahkan masalah dan membuat keputusan. Seseorang yang mempunyai hendaya yang parah biasanya kehilangan kemampuan untuk melakukan kegiatan sehari-hari seperti mandi, berpakaian dan makan (The National MS Society, 1996)
(38)
II.2.2. Faktor-faktor yang berperan dalam gangguan fungsi kognitif Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya penurunan fungsi kognitif antara lain hipertensi, dislipidemia, penyakit jantung, diabetes melitus dan penyakit vaskuler perifer (Waldstein, 2003 ; Harrington, 2000 ; Knopman, 2001 ; Kilander, 1998 ; Elwood, 2002 ; Hassing, 2004).
Penyakit vaskuler seperti stroke meningkatkan resiko terjadinya demensi beberapa kali lipat, namun tidak semua penderita stroke menjadi demensia. Beberapa faktor yang mempengaruhi demensia vaskuler adalah umur, jenis kelamin, infark jantung, atrial fibrilasi, diabetes melitus, alkoholisme, merokok dan hiperkolesterolemia (Qiu, 2002 ; Elwood,2002 ; Rafnsson, 2007). Pandav pada tahun 2003 mendapatkan penurunan tekanan darah berhubungan terbalik dengan fungsi kognitif, makin rendah tekanan darah berakibatnya menurunnya fungsi kognitif pada suatu populasi di India dan Amerika Serikat (Pandav, 2003)
Studi terhadap pengaruh diabetes melitus terhadap fungi kognitif menghasilkan hasil yang bervariasi. Meskipun kebanyakan studi menemukan efek negatif diabetes melitus terhadap fungsi kognitif dan demensia (Knopman, 2001). Gregg pada tahun 2000 juga menyelidiki hal yang sama dengan kesimpulan dalam penelitiannya bahwa diabetes berhubungan dengan tingkat fungsi kognitif yang lebih rendah dan penurunannya lebih berat pada wanita usia tua (Gregg, 2000)
Beberapa studi cross sectional memperkirakan bahwa level
(39)
Alzeimer, sementara itu, studi lain mendapatkan bahwa level kolesterol total yang rendah dikaitkan dengan resiko terjadinya demensia (Yaffe, 2002 ; Elias, 2005 ; Evans, 2000 ; Romas, 1999).
Beberapa peneliti menyelidiki pengaruh C-reactive protein dan
D-dimer dapat mempengaruhi penampilan gangguan kognitif pada penderita dengan penyakit arterial perifer yang asimptomatis. Hal ini memperkuat teori inflamasi dan hiperkoagulabilitas juga dapat berimplikasi pada gangguan fungsi kognitif yang berhubungan dengan penyakit vaskuler perifer (Mangiafico, 2006)
II.2.3. Tanda awal Gangguan Fungsi Kognitif
Gejala awal adalah gangguan memori-simple forgetfullness.
Kemudian dalam beberapa tahun kemudian, gangguan memori itu mulai
dari jenis short term recent memory, mengganggu pada orientasi diri,
bersifat ragu-ragu, tidak percaya diri, perubahan sikap pada kehidupan kebiasaan dan sosial sehari-hari, kemudian gangguan kognitif akan meluas, gangguan berbahasa, sulit mengingat kata-kata, gangguan
presepsi visual dan kegagalan judgment (eksekutif) kesulitan melakukan
pekerjaan rutin sebari-harinya, gangguan memori yang lebih lanjut yaitu
ketidak mampuan menimpan dan recall ingatan pada kejadian tertentu,
gangguan kalkulasi, visuospatial, praksis kemudian akan berlanjut terjadi perubahan tingkah laku, depresi, agitasi, delusi, ansietas, halusinasi kehilangan kendali diri, memori otobiografi menghilang, tidak mengenal
(40)
dirinya sendiri bisa diikuti kejang yang akan membutuhkan perawatan
yang lama, didampingi perawat / caregivers, hal ini akan berlanjut
penderita mutisme, inkontinesia dan akan berakhir dengan meninggal (Sjahrir, 1999)
Kognitif pada usia normal
Terbagi menjadi dua yaitu normal dimana tidak dijumpai adanya
defisit memori dan Forgetfullness dimana subjek mengeluh adanya defisit
memori tetapi tidak adanya bukti defisit memori ketika pemeriksaan dan tidak didapatkan defisit fungsi sosial dan pekerjaan (Smyer, 1999).
Mild Cognitive Impairment
Individu mendapat tanda awal kehilangan memori seperti tersesat jika berpergian, lupa akan pembicaraan rutin dan sulit menemukan kata-kata tepat untuk berkomunikasi, koleganya mengakui adanya penurunan dalam penampilan, masalah dalam berkonsentrasi, mengikuti petunjuk, dan mengatur keuangannya, adanya bukti objektif defisit memori dalam wawancara intensif (Smyer, 1999)
Gangguan Fungsi Kognitif moderate sampai severe : Tahapan dalam Demensia
Pada early demensia (tahap penurunan kognitif moderatly severe)
(41)
kehidupannya (alamat dan nomor telepon), disorientasi waktu, tidak memerlukan pendamping jika ke toilet atau makan tetapi sulit menemukan memilih pakaian (Smyer, 1999)
Pada middle demensia (tahap penurunan kognitif yang parah)
penderita lupa nama tempatnya bernaung, tidak akan peduli akan kejadian yang baru terjadi maupun terhadap sekitarnya, tidak peduli akan musim, cuaca. Memerlukan pendamping dalam melakukan aktifitas sehari-harinya, hampir selalu memanggil namanya sendiri, teganggunya siklus siang dan malam hari. Terjadinya perubahan kepribadian dan emosional dapat disertai gejala-gejala psikiatri (Smyer, 1999).
Penderita dengan demensia lanjut (tahap penurunan fungsi kognitif yang sangat parah) kemampuan verbalnya semua hilang, sering tak dapat berbicara dan hanya mengguman. Terjadi inkotinesia urin dan memerlukan bantuan untuk makan dan kebersihan pribadi. Kehilangan
kemampuan psychomotor skills dasar seperti berjalan, sehingga dikatakan
bahwa otak tak dapat melakukan perintah kepada badan lagi (Smyer, 1999).
II. 2. 4. Alat Ukur menilai Fungsi Kognitif
Mini mental state examination (MMSE)
Mini mental state examination (MMSE) merupakan alat ukur yang tervalidasi dengan baik untuk menilai fungsi kognitif dan sering digunakan
(42)
dalam mengukur gangguan kognitif pada penelitian epidemiologi dan survey klinik (Nishiwaki, 2004)
Sebagai pemeriksaan awal, pemeriksaan MMSE merupakan pemeriksaan yang paling sering digunakan pada saat ini (Asosiasi Alzeimer Indonesia, 2003)
Alat ini terdiri dari 20 item pertanyaan, dengan nilai maksimal 30 cukup baik untuk menilai mendeteksi gangguan kognitif, menetapkan dasar dan memantau penurunan kognitif dalam kurun waktu tertentu (Asosiasi Alzeimer Indonesia, 2003).
Pemeriksaan kognitif status mental meliputi memori, orientasi, bahasa, fungsi kortikal terkait seperti berhitung, menulis, praksis, gnosis, visuospasial dan visuopresepsi seperti menggambar jam dinding, kubus dan gambar geometrik yang bertindih, evaluasi pembuatan keputusan dan tingkah laku (Asosiasi Alzeimer Indonesia, 2003).
Nilai dibawah 27 dianggap abnormal dan mengindikasikan gangguan kognitif yang signifikan pada penderita yang berpendidikan tinggi. Karena penyandang dengan latarbelakang pendidikan tinggi yang telah memperlihatkan gangguan kepribadian, fungsi sosial dan gangguan aktifitas hidup sehari-hari yang khas demensia namun nilai MMSE masih dalam batas normal (Asosiasi Alzeimer Indonesia, 2003).
Penyandang yang berpendidikan rendah dengan nilai MMSE yang paling rendah 24 masih dianggap normal, namun nilai yang rendah ini mengidentifikasikan resiko untuk demensia. Oleh sebab itu tes ini tidak
(43)
dipakai sebagai alat tunggal untuk mendiagnosis demensia, tetapi harus diikuti oleh riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan aktivitas fungsional sehari-hari (Asosiasi Alzeimer Indonesia, 2003 ; Sjahrir, 1999).
Clock Drawing Test (CDT)
Menggambar sebuah jam merupakan penyaring (screening) cepat
terutama untuk kelainan kognitif, selain itu dapat digunakan pada pasien dengan demensia, delirium, atau pasien dengan gangguan neurologi dan psikiatri. Keuntungan tes ini adalah dapat mengetahui fungsi kognitif, fungsi motor dan presepsi yang memerlukan penyelesaian yang baik orientasi, konseptualisasi waktu, organisasi visuospasial, memori dan fungsi eksekutif, pemahaman pendengaran, memori penglihatan, program motorik, pengetahuan tentang numerikal, instruksi semantik, inhibisi terhadap stimuli yang tidak perlu, konsentrasi dan toleransi terhadap keadaan frustasi. Menggambar jam dengan baik dan komplit menunjukkan fungsi-fungsi tersebut berkerja dengan baik, sedangkan secara umum menggambar jam yang abnormal merupakan petunjuk adanya masalah yang potensial dan memerlukan penyelidikan lebih lanjut (Braunberger, 2001; Trimble, 2005; Shulman, 2000).
Ada beberapa versi untuk pemeriksaan Clock Drawing Test (CDT).
Kesemuanya meminta pasien untuk menggambarkan sebuah bentuk jam. Variasi termasuk menyediakan secarik kertas kosong atau kertas yang telah diberi gambar dasar berupa lingkaran (sering dengan diameter 10
(44)
cm) dan meminta untuk menggambarkan sebuah bentuk jam. Variasi yang paling banyak dilakukan adalah meminta pasien untuk menggambarkan juga jarum jam untuk menentukan waktu yang tepat. Banyak batasan waktu yang dapat digunakan termasuk 03.00, 08.40, 02.45, dan selanjutnya. Disarankan untuk menggunakan waktu 11.10 karena akan membingungkan untuk ”menarik” jarum membentuk angka 10 ketika menggambar jam. Tidak ada batasan waktu pada pemeriksaan ini tapi biasanya akan menghabiskan waktu 1 sampai 2 menit (Braunberger, 2001). Sensitifitas dan spesifisitas CDT untuk ganguan fungsi kognitif masing-masing 85% (Shulman, 2000)
Salah satu metode evaluasi CDT yang dapat digunakan adalah
metode menurut Watson dan kawan-kawan, melalui pembacaan dengan
cara membagi 4 kwadran jam dan menginterprestasikannya masing-masing setiap kwadran (Juby, 2002)
II.3. GANGGUAN FUNGSI KOGNITIF DIHUBUNGKAN DENGAN
PERIPHERAL ARTERIAL DISEASE (PAD)
Adanya bukti yang mengindikasikan penyakit peripheral vascular
disease (PVD) dan penyakit serebrovaskuler berhubungan dan secara umum menggambarkan proses aterosklerosis pada individu. Dan telah diketahui bahwa penyakit serebrovaskuler dapat mengganggu fungsi kognitif maka di hipotesakan bahwa pasien dengan PVD akan
(45)
secara klinis penyakit serebrovaskulernya tak dikenal. Pasien PVD dengan difisit neurofisiologi diduga akan menderita disfungsi vaskuler otak, pasien dengan manifestasi aterosklerosis multipel yang terutama menderita resiko kelainan ini, dan diwaspadai kemungkinan adanya penurunan kognitif yang berhubungan dengan vaskuler dikemudian hari (Phillips, 1997)
Waldstein pada tahun 2003 meneliti bahwa fungsi kognitif penderita
peripheral arterial disease (PAD) lebih jelek dibandingkan penderita normotensi dan hipertensi, tetapi masih lebih baik dibandingkan penderita stroke. Hasil penelitian ini tidak tergantung umur, pendidikan dan skor depresi. Mekanisme bagaimana PAD berhubungan dengan disfungsi kognitif tetap belum diketahui sepenuhnya. Beberapa mekanisme yang berpengaruh seperti proses aterosklerosis dengan faktor resiko dislipidemia, DM, hipertensi dan merokok. Proses dibuktikan dengan adanya gambaran abnormal glikoprotein (GP) yang merefleksikan adanya penyakit mikrovaskular, selain itu adanya aterosklerosis karotis yang sering komorbid dengan penyakit PAD juga mungkin berperan sebagai penyebab penurunan fungsi kognitif (Waldstein, 2003)
(46)
II. 4. KERANGKA KONSEPSIONAL
• (Waldstein, 2003) • (Phillips, 1997) • (Waldstein, 2003)
• (Phillips, 1997)
GANGGUAN FUNGSI KOGNITIF PAD
• Hipertensi
• (Rafnsson, 2007) • (Pandav, 2003)
• Pendidikan
• Umur
• Jenis kelamin
• Merokok
• (Qiu, 2002) • (Elwood,2002) • (Rafnsson, 2007)
• Dislipidemia
• (Yaffe, 2002) • (Elias, 2005) • (Evans, 2000) • (Romas, 1999).
• Stroke
• (Qiu, 2002) • (Elwood,2002) • (Rafnsson, 2007)
• Aterosklerosis
• Inflamasi
• Stres oksidan
• Disfungsi Endotel
• Aktivasi platelet dan trombosis
(Faxon, 2004) Pemeriksaan ABI Pemeriksaan MMSE CDT
• DM
• (Knopman, 2001) • (Gregg, 2000)
• (AAI, 2003) • (Braunberger, 2001) • (Trimble, 2005) • (Shulman, 2000) • (Juby, 2002)
(47)
BAB III
METODE PENELITIAN
III.1. TEMPAT DAN WAKTU
Penelitian dilakukan di Departemen Neurologi dan Departemen Penyakit Dalam FK – USU / RSUP. H. Adam Malik Medan dari tanggal 3 Oktober 2007 sampai dengan 31 Mei 2008.
III.2. SUBJEK PENELITIAN
Subjek penelitian diambil dari populasi pasien RSUP H. Adam Malik
Medan Penentuan subjek penelitian dilakukan menurut metode sampling
non random secara konsekutif.
Populasi Sasaran
Semua penderita PAD, ditegakkan dengan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan tambahan berupa pemeriksaan ABI
Populasi Terjangkau
Semua penderita PAD yang berobat di Poli Penyakit Dalam Departemen Penyakit Dalam FK – USU/ RSUP. H. Adam Malik Medan yang memenuhi kriteria inklusi maupun eksklusi.
(48)
Besar Sampel
Ukuran sampel dihitung menurut rumus : (Madiyono dkk, 1995)
( Z √(2PQ) + Z √(p1q1 + p2q2) )2
n1 = n2 =
( p1 – p2 )2
n1 = jumlah sampel kelompok kasus
n = jumlah sampel kelompok kontrol
Z = nilai baku normal tabel Z yang besarnya tergantung pada nilai
yang telah ditentukan ( = 0,05), Z = 1,96
Z = nilai baku normal tabel Z yang besarnya tergantung pada nilai yang telah ditentukan ( = 20%), Z = 0,842
p1 = proporsi penderita gangguan fungsi kognitif pada orang sehat =
0,23 (Unverzagt, 2003)
p2 = proporsi penderita gangguan fungsi kognitif p;ada pasien dengan PAD = 0,55 (Waldstein, 2003)
q1 = 1 – p1 q2 = 1 – p2
P = (p1 + p2) : 2
Q = 1 – P
(49)
Kriteria Inklusi Kasus
1. Semua penderita penyakit Peripheral Arterial Disease (PAD) yang
datang berobat ke Poli Penyakit Dalam RSUP. H. Adam Malik Medan 2. Memberikan persetujuan untuk ikut serta dalam penelitian ini.
Kriteria Inklusi Kontrol
1. Semua penderita yang datang berobat ke Poli Penyakit Dalam RSUP. H. Adam Malik Medan
2. Telah disesuaikan umur, jenis kelamin dan pendidikan dari sampel kasus yang didapat
3. Memberikan persetujuan untuk ikut serta dalam penelitian ini.
Kriteria Eksklusi Kasus dan Kontrol
1. Penderita dengan riwayat myocardial infarction
2. Penderita stroke
3. Penderita demensia
4. Penderita dengan kelainan neurologis fokal lainnya (akibat tumor otak, trauma kapitis, infeksi susunan saraf pusat)
5. Penderita dengan hipertensi yang tidak terkontrol
6. Penderita dengan diabetes melitus yang tidak terkontrol
7. Penderita dengan dislipidemia yang tidak terkontrol
8. Penderita dengan gangguan fungsi hati dan ginjal (atau penyakit
(50)
9. Penderita dengan gangguan psikiatri
10. Penderita tidak dapat berkomunikasi dengan bahasa Indonesia
11. Penderita merokok
12. Penderita dengan pemakaian obat-obat tertentu (sedasi,
transquilizer, anestesi).
III.3. BATASAN OPERASIONAL Peripheral arterial disease (PAD)
Suatu manifestasi yang paling sering dari aterosklerosis sistemik dengan lumen arteri ekstremitas bawah terjadi penyumbatan progresif dengan adanya plak aterosklerosis. Pembagian PAD dapat berdasarkan
nilai Ankle Brachial Indexs (ABI). (Mohler, 2003)
Ankle Brachial Indexs (ABI)
Bukti objektif ada atau tidaknya Peripheral Arterial Disease (PAD)
dengan mengukur tekanan sistolik pada pergelangan kaki (ankle) dan
lengan atas (brachial) dengan menggunakan spygmomanometer dan
handheld Doppler device (gambar 2). Dengan cut of point 0,9 yang dilakukan pada waktu istirahat dengan sensitifitas 95% dan spesifisitas
99% (Scottish Intercollegiate Guideline network, 2006).
• Nilai ABI 0,91-1,30 Normal
• Nilai ABI 0,41-0,90 PAD ringan-sedang
(51)
Mini Mental State Examination (MMSE)
Mini mental state examination (MMSE) merupakan alat ukur neuropsikologi yang rutin dan tervalidasi dengan baik untuk menilai fungsi kognitif dan sering digunakan dalam mengukur gangguan kognitif pada penelitian epidemiologi dan survey klinik (Nishiwaki, 2004; Juby 2002)
Gambar 2 Cara penempatan spygmomanometer pada pemeriksaan Ankle Brachial Indexs
Dikutip dari : Mohler ER. 2003. Peripheral Arterial Disease Identification and Implication. Arch Intern Med.163:2306-2314
Penilaian MMSE meliputi orientasi waktu, orientasi tempat, registrasi, atensi dan kalkulasi, mengingat kembali, bahasa, uji konstruksi dengan jumlah skor keseluruhan 30, dengan nilai skor MMSE di bawah 24
(52)
dianggap memiliki gangguan kognitif. (Asosiasi Alzeimer Indonesia, 2003; Sjahrir, 1999).
Clock Drawing Test (CDT)
Clock Drawing Test (CDT) adalah salah satu alat penyaring
(screening tool) yang lebih cepat, lebih simpel, lebih efektif dalam menilai gangguan kognitif (Nishiwaki, 2004) dengan meminta pasien untuk menggambarkan sebuah bentuk jam (Braunberger, 2004). Metode yang
digunakan menilai Clock Drawing Test (CDT) menurut Watson dan
kawan-kawan adalah cakupan skor normal adalah 0 – 3. Dikatakan abnormal jika skor yang didapat 4 – 7.(Juby, 2002)
Stroke
Stroke (WHO, 1986) adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal atau global, dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian, tanpa penyebab lain selain vaskuler (Kelompok studi serebrovaskuler dan neurogeriatri PERDOSSI, 1999)
Dislipidemia
Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan atau penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol
(53)
LDL, trigliserida serta penurunan kadar kolesterol HDL seperti dapat dilihat pada tabel 2. (PB. PERKENI, 2004)
Tabel 2. Klasifikasi Kadar Lipid Plasma
Jenis / kadar kolesterol Klasifikasi
Kolesterol total • < 200 • 200 – 239 • >240
Yang diinginkan Batas tinggi Tinggi Kolesterol LDL
• < 100 • 100 – 129 • 130 – 159 • 160 – 189 • ≥ 190
Optimal Mendekati optimal Batas tinggi Tinggi Sangat tinggi Kolesetrol HDL
• < 40
• ≥ 60
Rendah Tinggi Trigliserida
• < 150 • 150 – 199 • 200 – 499 • ≥ 500
Normal Batas tinggi Tinggi
Sangat tinggi
Dikutip dari : Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PB. PERKENI) 2004. Petunjuk praktis Penatalaksanaan Dislipidemia. Jakarta
Diabetes melitus
Dikatakan diabetes melitus (DM) bila kadar glukosa plasma ≥ 200
mg/dL atau kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dL atau kadar glukosa
darah sewaktu ≥ 200 mg/dL pada 2 jam sesudah beban glukosa 5 gram,
(54)
Tabel 3. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM
Pemeriksaan Bukan DM* Belum pasti DM* DM *
Kadar glukosa darah sewaktu
Plasma vena < 110 110 – 199 ≥ 200 Darah kapiler < 90 90 - 199 ≥ 200
Kadar glukosa darah puasa
Plasma vena < 110 110 – 125 ≥ 126 Darah kapiler < 90 90 - 109 ≥ 110
* dalam mg/dL
Dikutip dari : Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PB. PERKENI) 2002. Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus di Indonesia. Jakarta
Hipertensi
Dikatakan hipertensi bila tekanan darah sistolik lebih dari 140
mmHg atau tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg (stage 1
hipertensi) (tabel 4).(Chobanian, 2003)
Tabel 4. Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC VII
Dikutip dari : Chobanian,A.V,Bakris, G.L., Black, H.R.,Cushman,W.C., Green, L.A., Izzo Jr,J.L.,Jones, D.W., et al. and the National High Blood Pressure Education Program Coordinating Committee. 2003. Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. Hypertension. 42:1206-1252
(55)
III.4. RANCANGAN PENELITIAN
Penelitian ini merupakan studi potong lintang dengan sumber data primer diperoleh dari semua penderita PAD yang berobat ke Poli Penyakit Dalam RSUP. H. Adam Malik Medan
Peneliti melakukan pemeriksaan langsung terhadap sampel untuk memperoleh gambaran data pemeriksaan fungsi neurokognitif berupa MMSE dan CDT
1. Studi observasi dilakukan untuk memperoleh gambaran karakteristik skor MMSE dan CDT pada penderita PAD maupun pada kontrol
2. Studi perbandingan dilakukan untuk mencari perbedaan nilai kognitif yang diukur dengan MMSE dan CDT antara kelompok dengan nilai ABI
normal, kelompok dengan nilai ABI mild sampai moderate, kelompok
dengan nilai ABI severe, dan kontrol
III.5. PELAKSANAAN PENELITIAN III.5.1. Intrumen :
• Ankle Brachial Indexs (ABI) yang diukur menggunakan Handheld Doppler device 8 Mhz Doppler Probe (Hadeco Bidop Es-100V3, Hayashi Denki. Japan).
• Untuk penilaian fungsi kognitif digunakan Mini Mental State
(56)
III.5.2. Pelaksana
• Pengukuran Ankle Brachial Indexs (ABI) dilakukan oleh satu orang
dokter Ahli Penyakit Dalam di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik
• Untuk penilaian fungsi kognitif dengan menggunakan Mini Mental State
Examination (MMSE) dan Clock Drawing Test (CDT) dilakukan oleh peneliti sendiri
III.5.3. Pengambilan sampel dan kontrol
Sampel berasal dari semua penderita PAD yang berobat ke Poli Penyakit dalam RSUP. HAM yang diambil secara konsekutif yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak ada kriteria eksklusi dan dihitung nilai
Ankle Brachial Indexs (ABI)-nya dikelompokan berdasarkan nilai cut point
ABI-nya menjadi kelompok Normal dengan kelompok dengan nilai ABI normal 0,91-1,30, kelompok PAD ringan-sedang dengan nilai ABI 0,41-0,90 dan kelompok dengan PAD berat nilai ABI 0,00-0,40.
Kontrol diambil dari penderita yang berobat ke Poli Penyakit Dalam setelah disesuaikan umur, jenis kelamin dan status pendidikan dari setiap sampel yang diambil.
Selanjutnya masing-masing kelompok mendapat pemeriksaan fungsi kognitif dengan menggunakan MMSE dan CDT yang dilakukan oleh dokter pemeriksa. Kemudian data dikumpulkan dan dilakukan pengkajian.
(57)
III.5.4. Kerangka Operasional
Pasien Peripheral Arterial Disease (PAD)
yang berobat ke Poli Peny. Dalam Kontrol
RSUP H. Adam Malik
Kriteria Inklusi Kontrol
Kriteria Inklusi Sampel Kriteria Eksklusi
• Anamnese
• Pemeriksaan Umum
• Ankle Brachial Indexs (ABI)
Analisa data
Surat ijin ikut penelitian Surat ijin ikut penelitian
ABI normal PAD ringan-sedang PAD berat Kontrol
Pemeriksaan MMSE dan CDT
(58)
III.5.5. Variabel yang diamati
Variabel bebas : Nilai skor ABI
Variabel terikat : Mini mental state examination (MMSE) dan Clock
Drawing test
Variabel perancu : Diabetes melitus, stroke, dislipidemia, hipertensi
III.5.6. Analisa Statistik
Data hasil penelitian akan dianalisa secara statistik dengan bantuan program komputer.
Analisa dan penyajian data dilakukan sebagai berikut :
1. Analisa deskriptif digunakan untuk melihat gambaran karakteristik penderita yang meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, lamanya menderita DM, lamanya menderita hipertensi, kategori penderita PAD dan gangguan fungsim kognitif disajikan dalam bentuk tabulasi dan dideskripsikan
2. Untuk melihat perbedaan jenis kelamin dengan nilai ABI dilakukan
uji uji t-independent
3. Untuk melihat Perbedaan antara Jenis Kelamin dengan Keparahan
PAD uji chi- square
4. Untuk melihat hubungan hubungan antara kelompok mur dengan
rerata Nilai ABI uji one-way Anova
5. Untuk melihat hubungan antara kelompok umur dengan PAD ,
(59)
6. Untuk melihat hubungan hubungan antara lamanya menderita
hipertensi dengan nilai ABI, digunakan uji one-way Anova
7. Untuk melihat hubungan hubungan antara lamanya menderita
diabetes melitus dengan nilai ABI, digunakan one-way Anova
8. Untuk melihat hubungan perbeadan antara jenis kelamin dengan
rerata nilai CDT dan rerata nilai MMSE mengunakan uji
t-independent
9. Untuk melihat perbandingan nilai CDT dan nilai MMSE antara subjek
dan kontrol (berdasarkan umur), meggunakan uji t-berpasangan
10. Untuk melihat hubungan antara tingkat pendidikan dengan nilai
rerata CDT dan nilai rerata MMSE, menggunakan one-way Anova
11. Untuk melihat hubungan hubungan antara Jenis pekerjaan dengan
nilai rerata CDT dan nilai rerata MMSE , menggunakan uji one-way
Anova
12. Untuk melihat hubungan antara nilai ABI dengan nilai CDT dan Nilai
MMSE dengan menggunakan Uji Spearman’s
13. Untuk melihat hubungan hubungan antara PAD dengan gangguan
(60)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
IV.3. HASIL PENELITIAN
IV.3.1. Karakteristik penelitian
Pengambilan sampel dimulai sejak bulan 3 Oktober 2007 dan sampel baru tercukupi pada akhir bulan 31 Mei 2008. Dari seluruh pasien PAD yang berobat ke Poli Penyakit Dalam Departemen Penyakit Dalam FK – USU / RSUP. H. Adam Malik Medan, terdapat 35 penderita yang memenuhi kriteria eksklusi dan inklusi untuk dijadikan sampel penelitian.
IV.3.2. Karakteristik Demografi Subjek Penelitian
Pada penelitian ini dijumpai umur subjek penelitian dengan keluhan PAD didapatkan 28 orang (80%) dengan PAD ringan, PAD dengan ABI yang normal sebanyak 4 orang (11,4%) dan subjek dengan PAD sedang 3 orang (8,6%). Kelompok umur yang terbanyak pada kelompok umur 61 – 70 tahun dengan jumlah penderita 16 orang (45,7%), rentang umur dari
45 tahun sampai 78 tahun dengan rerata 63,11 tahun (SD ± 9,276).
(Tabel 5)
Didapati subjek penelitian, jenis kelamin yang terbanyak adalah pria sebanyak 21 orang (60%) dan wanita 14 orang (40%).(Tabel 5)
(61)
Tabel 5. Karakteristik Demografi Subjek Penelitian
Karakteristik sampel n (%)
Kelompok umur 40 – 50 tahun 51 – 60 tahun 61 – 70 tahun >70 tahun Jenis kelamin Pria Wanita Tingkat pendidikan Dasar Menengah Perguruan Tinggi Pekerjaan PNS
Ibu Rumah Tangga Swasta
Pensiunan
Lamanya Hipertensi Tidak pernah 1 – 5 tahun > 5 tahun Lamanya DM
0 – 5 tahun 6 – 10 tahun > 10 tahun
Rerata (X ± SD)
Nilai ABI Nilai CDT Nilai MMSE 4 7 16 8 21 14 6 23 6 6 11 10 8 18 14 3 17 9 9 35 35 35 11,5 20 45,7 22,8 60 40 17,1 65,7 17,1 17,1 31,4 28,6 22,9 51,4 40,4 8,6 48,6 25,7 25,7
0,79 ± 0,09 4,60 ± 2,26 22,06 ± 4,66 Total 35 100
(62)
Sebagian besar subjek penelitian mengenyam pendidikan menegah (SMP dan SMU) sebanyak 23 orang (65,7%), sedangkan subjek penelitian yang berpendidikan dasar dan tinggi masing-masing 6 orang (17,1%). Pekerjaan yang terbanyak ibu rumah tangga sebanyak 11 orang (31,4%) dan swasta sebanyak 10 orang (28,6%) diikuti PNS 6 orang (17,1%) dan pensiunan 8 orang (22,9%). (Tabel 5)
Terdapat 18 orang subjek (51%) yang tidak mengalami hipertensi, sedangkan yang subjek penelitian yang mengalami hipertensi 1 – 5 tahun sebanyak 14 orang (40%), yang lebih dari 5 tahun sebanyak 3 orang (8,6%). Sedangkan subjek penelitian yang menderita DM kurang dari 5 tahun sebanyak 17 orang (48,6%), diikuti 9 orang (25,7%) subjek penelitian yang masing-masing subjek yang menderita DM 6 – 10 tahun dan subjek yang menderita DM lebih dari 10 tahun. (Tabel 5)
IV.3.3. Distribusi Sampel Berdasarkan PAD
Dari subjek penelitian dengan keluhan PAD yang mempunyai nilai PAD normal (Nilai ABI > 0,9) sebanyak 4 orang (11,4%) kemudian yang terbanyak subjek penelitian menderita PAD ringan dengan nilai ABI 0,70 – 0,90 sebanyak 28 orang (80%), selain itu subjek penelitian yang PAD sedang dengan nilai ABI 0,50 – 0,69 sebanyak 3 orang (8,6%) dan tidak dijumpai sampel yang menderita PAD berat (Tabel 6 )
(63)
Tabel 6. Distribusi Sampel Berdasarkan PAD
Karakteristik sampel N (%)
PAD
Normal (ABI > 0,9) Ringan (ABI 0,70 – 0,90) Sedang (ABI 0,50 – 0,69) Berat (ABI <0,5)
4 28 3 0 11,4 80 8,6 0 Total 35 100
IV.3.4. Distribusi Sampel Berdasarkan Gangguan Fungsi Kognitif Gangguan fungsi kognitif yang diderita subjek penelitian 26 orang (74,3%) dengan menggunakan tes fungsi kognitif CDT (nilai CDT 0 - 3), dan 20 orang (57,1%) dengan menggunakan tes fungsi kognitif MMSE (nilai MMSE < 24). Sedangkan 9 orang subjek penelitian tidak didapatkan gangguan fungsi kognitif dengan menggunakan CDT (nilai CDT 4- 7) dan 15 orang dengan menggunakan tes fungsi kognitif MMSE (nilai MMSE 24 – 30). (Tabel 7)
Tabel 7. Distribusi Sampel Berdasarkan Gangguan Fungsi Kognitif
Karakteristik sampel n (%)
CDT Normal Gangguan kognitif MMSE Normal Gangguan kognitif 9 26 15 20 25,7 74,3 42,9 57,1 Total 35 100
(64)
IV.3.5. Perbedaan antara Jenis Kelamin dengan Nilai rerata ABI
Berdasarkan jenis kelamin, hasil nilai rerata ABI pada kelompok pria didapatkan sebesar 0,77 dengan SD ± 0,09, sedangkan pada
kelompok wanita didapatkan nilai rerata ABI 0,80 dengan SD ± 0,07.
hasil uji statistik dengan menggunakan uji t-independent menunjukkan
tidak adanya perbedaan nilai rerata ABI yang signifikan antara kelompok
subjek pria dan wanita (p = 0,308)
Tabel 8. Perbedaan Antara Jenis Kelamin dengan Nilai rerata ABI
Jenis Kelamin n Nilai ABI (x ± SD) p
Pria Wanita
21 14
0,77 ± 0,09 0,80 ± 0,07
0,308
Keterangan : uji t-independent
IV.3.6. Perbedaan antara Jenis Kelamin dengan Keparahan PAD
Berdasarkan jenis kelamin, keparahan PAD ringan lebih banyak diderita pada kelompok pria dengan 16 orang pria, 12 orang wanita. PAD normal sama diderita pria maupun wanita, masing-masing 2 orang, sedangkan PAD sedang hanya diderita pada pria.
Analisa statistik dengan uji chi-square menunjukkan tidak ada
perbedaan yang signifikan antara keparahan PAD dengan kelompok jenis
(65)
Tabel 9. Perbedaan Antara Jenis Kelamin dengan PAD
PAD Jenis kelamin
Normal Ringan Sedang p
Pria 2 16 3
Wanita 2 12 0
0,323
Keterangan : uji chi- square
IV.3.7. Hubungan Antara Kelompok Umur dengan nilai rerata ABI Berdasarkan kelompok umur, dijumpai nilai rerata ABI pada kelompok umur 40 - 50 tahun sebesar 0,79 ± 0,05, kelompok umur 51 – 60 tahun sebesar 0,79 ± 0,07, kelompok umur 61 – 70 tahun sebesar 0,78 ± 0,1, untuk kelompok umur di atas 70 tahun dijumpai nilai rerata ABI
0,78 ± 0,09. Dari uji statistik one-way Anova menunjukkan perbedaan nilai
rerata ABI yang tidak signifikan diantara berbagai kelompok umur subjek
(p = 0,98) (Tabel 10)
Tabel 10. Hubungan Antara Kelompok Umur dengan nilai rerata ABI Nilai ABI
Kelompok Umur
n (x ± SD)
p
40 - 50 tahun 5 0,79 ± 0,05
51 - 60 tahun 6 0,79 ± 0,07
61 - 70 tahun 16 0,78 ± 0,1
> 70 tahun 8 0,78 ± 0,09
0,98
(66)
IV.3.8. Hubungan Antara Kelompok Umur dengan PAD
Berdasarkan kelompok umur dijumpai PAD normal paling banyak diderita subjek pada kelompok umur 61 – 70 tahun sebanyak 2 (5,7%) orang subjek dan tidak dijumpai pada kelompok umur 40 – 50 tahun. Pada PAD ringan dijumpai subjek terbanyak pada kelompok umur 61 – 70 tahun sebanyak 12 (34,3%) subjek, sedangkan yang paling sedikit pada kelompok umur 40 – 50 tahun dan 51 – 60 tahun masing-masing sebanyak 5 (14,3%) subjek. Sedangkan PAD sedang dijumpai paling banyak pada kelompok umur 61 – 70 tahun sebanyak 2 (5,7%) diikuti pada kelompok umur lebih 70 tahun sebanyak 1 (2,9%).
Sedangkan uji statistik yang dilakukan menggunakan uji Chi
Square, diantara kelompok umur tidak didapatkan terdapat perbedaan PAD yang signifikan, dimana p = 0,874. (Tabel 11)
Tabel 11. Hubungan Antara Kelompok Umur dengan PAD PAD
Kelompok Umur
normal ringan sedang p
40 - 50 tahun 0 (0%) 5 (14,3%) 0 (0%)
51 - 60 tahun 1 (2,9%) 5 (14,3%) 0 (0%)
61 - 70 tahun 2 (5,7%) 12 (34,3%) 2 (5,7%)
> 70 tahun 1 (2,9%) 6 (17,1%) 1 (2,9%)
0,874
(67)
IV.3.9. Hubungan antara lamanya menderita hipertensi dengan nilai rerata ABI
Berdasarkan lamanya hipertensi, dijumpai 18 subjek penelitian tidak pernah hipertensi, subjek dengan lama hipertensi 1 – 5 tahun didapatkan 14 orang dengan nilai rerata ABI 0,78 ± 0,68, sedangkan subjek dengan lama hipertensi > 5 tahun didapatkan 3 subjek dengan nilai rerata ABI 0,78 ± 0,9.
Dengan uji Statistik one-way Anova tidak dijumpai perbedaan yang
signifikan antara lamanya hipertensi dengan nilai rerata ABI dengan p =
0,56. (Tabel 12 )
Tabel 12. Hubungan antara lamanya menderita hipertensi dengan nilai rerata ABI
Nilai rerata ABI Lamanya Hipertensi
n Rerata (x ± SD)
p
Tidak pernah 18 0,78 ± 0,68
1 - 5 tahun 14 0,79 ± 0,11
> 5 tahun 3 0,78 ± 0,9
0,56
(68)
IV.3.10. Hubungan antara lamanya menderita diabetes melitus dengan nilai rerata ABI
Berdasarkan lamanya menderita DM, dijumpai subjek penelitian dengan lama menderita DM 0 – 5 tahun didapatkan 17 orang subjek dengan nilai rerata ABI 0,78 ± 0,11, sedangkan subjek dengan lama menderita DM 6 - 10 tahun dan lebih 10 tahun didapatkan 9 subjek dengan nilai rerata ABI masing-masing 0,80 ± 0,45 dan 0,77 ± 0,78
Dengan uji Statistik one-way Anova tidak dijumpai perbedaan yang
signifikan antara lamanya menderita DM dengan nilai rerata ABI dengan
p = 0,766. (Tabel 13)
Tabel 13. Hubungan antara lamanya menderita diabetes melitus dengan nilai rerata ABI
Nilai rerata ABI Lamanya DM
N (x ± SD)
p
0 - 5 tahun 17 0,78 ± 0,11
6 - 10 tahun 9 0,80 ± 0,04
> 10 tahun 9 0,78 ± 0,9
0,76
Keterangan : uji one-way Anova
IV.3.11. Perbeaan antara jenis kelamin dengan nilai rerata CDT dan rerata nilai MMSE
Berdasarkan jenis kelamin, hasil nilai rerata CDT pada kelompok pria didapatkan sebesar 5,10 dengan SD ± 2,143, sedangkan pada
(69)
kelompok wanita didapatkan nilai rerata CDT sebesar 3,86 dengan SD ±
2,316. Seangkan hasil nilai rerata MMSE pada kelompok pria didapatkan sebesar 21,38 dengan SD ± 5,05, sedangkan pada kelompok wanita
didapatkan nilai rerata MMSE sebesar 23,07 dengan SD ± 3,97.
Hasil uji statistik dengan menggunakan uji t-independent
menunjukkan tidak adanya perbedaan nilai rerata CDT dan nilai rerata
MMSE yang signifikan antara kelompok subjek pria dan wanita p = 0,534
untuk CDT dan p = 0,526 untuk MMSE. (Tabel 14)
Tabel 14. Perbedaan antara jenis kelamin dengan nilai rerata CDT dan
rerata nilai MMSE
Nilai rerata CDT dan MMSE Jenis Kelamin
n (x ± SD) p
CDT
Pria 21 5,10 ± 2,14
Wanita 14 3,86 ± 2,31
0,534 MMSE
Pria 21 21,38 ± 5,04
Wanita 14 23,07 ± 3,97 0,526
Keterangan : uji t-independent
IV.3.12. Hubungan antara Kelompok umur subjek dengan nilai
rerata CDT dan nilai rerata MMSE
Berdasarkan kelompok umur hubungannya dengan nilai rerata CDT, yang paling banyak terdapat pada kelompok umur 61 – 70 tahun sebanyak 16 subjek dengan nilai rerata CDT 4,25 ± 3,01, diikuti 8 orang subjek pada kelompok umur lebih 70 tahun dengan nilai rerata CDT 4,6 ±
(70)
2,26, 6 orang subjek pada kelompok umur 51 – 60 tahun dengan nilai rerata CDT 4,83 ± 2,13 dan 5 orang subjek pada kelompok umur 40 – 50 tahun dengan nilai rerata CDT 4,2 ± 2,49. (Tabel 15)
Untuk nilai rerata MMSE, yang paling banyak terdapat pada kelompok umur 61 – 70 tahun sebanyak 16 subjek dengan nilai rerata MMSE 21,75 ± 5,66, diikuti 8 orang subjek pada kelompok umur lebih 70 tahun dengan nilai rerata MMSE 21,88 ± 4,51, 6 orang subjek pada kelompok umur 51 – 60 tahun dengan nilai rerata MMSE 22,5 ± 4,32dan 5 orang subjek pada kelompok umur 40 – 50 tahun dengan nilai rerata MMSE 22,8 ± 1,9 (Tabel 15)
Pada uji statistik yang dilakukan dengan menggunakan uji one-way
Anova dengan p<0,05 tidak didapatkan perbedaan nilai rerata CDT dan nilai rerata MMSE yang bermakna di antara kelompok umur subjek penelitian dengan p = 0,916 untuk CDT dan p = 0,97. (Tabel 15)
(71)
Tabel 15. Hubungan antara Umur subjek dengan nilai rerata CDT dan nilai rerata MMSE
Nilai rerata CDT dan MMSE Kelompok Umur
n (x ± SD)
p
CDT
40 - 50 tahun 5 4,2 ± 2,49
51 - 60 tahun 6 4,83 ± 2,13
61 - 70 tahun 16 4,25 ± 3,01
> 70 tahun 8 4,6 ± 2,26
0,916
MMSE
40 - 50 tahun 5 22,8 ± 1,9
51 - 60 tahun 6 22,5 ± 4,32
61 - 70 tahun 16 21,75 ± 5,66
> 70 tahun 8 21,88 ± 4,51
0,97
Keterangan : uji one-way Anova
IV.3.13. Perbandingan nilai rerata CDT dan nilai rerata MMSE antara subjek dan kontrol (berdasarkan umur)
Kelompok kontrol pada penelitian ini ditentukan setelah disesuaikan dengan umur subjek penelitian kemudian nilai rerata tes fungsi kognitifnya (CDT dan MMSE) dibandingkan antara subjek dan kontrol. Diperoleh nilai rerata CDT subjek 4,6 ± 2,26 dibandingkan nilai rerata CDT kontrol 3 ± 1,81, dan setelah dilakukan uji statistik dengan
(72)
yang signifikan nilai rerata CDT antara kelompok subjek dengan kontrol dengan p = 0,01. (Tabel 16)
Untuk nilai rerata MMSE subjek penelitian didapatkan 22,06 ± 4,65 berbeda dibandingkan nilai rerata MMSE kontrol 26,14 ± 2,57, setalah diuji
dengan uji statistik t- berpasangan didapatkan hasil adanya perbedaan
yang siginifikan antara nilai rerata MMSE subjek penelitian dibandingkan
dengan nilai rerata MMSE kontrol dengan nilai p = 0,005 (Tabel 16)
Tabel 16. Perbandingan nilai rerata CDT dan nilai rerata MMSE antara subjek dan kontrol (berdasarkan umur)
Nilai rerata CDT dan MMSE Subjek dan kontrol
n (x ± SD)
p
CDT
subjek 35 4,6 ± 2,26
kontrol 35 3 ± 1,81
0.01*
MMSE
subjek 35 22,06 ± 4,65
kontrol 35 26,14 ± 2,57
0,005*
Keterangan : uji t-paired, * = signifikansi
IV.3.14. Hubungan antara Tingkat pendidikan dengan nilai rerata CDT dan nilai rerata MMSE
Berdasarkan kategori pendidikan subjek penelitian, dijumpai nilai rerata CDT untuk pendidikan dasar pada 6 orang subjek sebesar 5,17 ± 0,75, nilai rerata CDT 23 orang subjek pada pendidikan menengah
(73)
subjek penelitian didapatkan nilai rerata CDT sebesar 5,17 ± 2,04. Tetapi
setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji one-way Anova
tidak dijumpai adanya perbedaan yang signifikan antara kategori
pendidikan dengan nilai rerata CDT, dengan p = 0,578. (Tabel 17)
Demikian halnya untuk untuk nilai rerata MMSE, berdasarkan kategori pendidikan dijumpai nilai rerata MMSE pendidikan dasar pada 6 orang subjek sebesar 21,67 ± 5,39, nilai rerata CDT 23 orang subjek pada pendidikan menengah sebesar 22,7 ± 3,64, sedang untuk pendidikan tinggi dengan 6 orang subjek penelitian didapatkan nilai rerata
CDT sebesar 20 ± 7,26. Dengan uji one-way Anova tidak dijumpai adanya
perbedaan yang signifikan antara kategori pendidikan dengan nilai rerata
MMSE, dengan p = 0,452 (Tabel 17)
Tabel 17. Hubungan antara Tingkat pendidikan dengan nilai rerata CDT dan nilai rerata MMSE
Nilai rerata CDT dan MMSE Pendidikan
n (x±SD) p
CDT
Pendidikan dasar 6 5,17 ± 0,75
Pendidikan menengah 23 4,3 ± 2,56
Pendidikan tinggi 6 5,17 ± 2,04
0,578
MMSE
Pendidikan dasar 6 21,67 ± 5,39
Pendidikan menengah 23 22,7 ± 3,64
Pendidikan tinggi 6 20 ± 7,26
0,452
(1)
LAMPIRAN 4
Metode menilai Clock Drawing Test (CDT) menurut Watson
dan kawan-kawan
1. Bagilah lingkaran menjadi empat bagian kwadran dengan menggambar garis pertama yang melewati pusat lingkaran dan angka 12, kemudian gambar garis ke dua tegak lurus garis pertama
2. Hitung jumlah angka pada setiap kwadran dengan searah jarum jam dimulai dari angka 12. Setiap angka dihitung sekali. Apabila angka yang dibuat jatuh tepat pada garis bantu, angka tersebut termasuk ke dalam kwadran berikutnya sesuai arah jarum jam. Apabila total terdapat tiga angka setiap kwadran maka dikatakan benar.
3. Untuk kesalahan jumlah total angka setiap kwadran, baik kwadran kesatu, kwadran ke dua atau kwadran ke tiga diberi nilai 1. Untuk setiap kesalahan jumlah angka di kwadran ke empat diberi skor 4
4. Cakupan skor normal adalah 0 – 3. Dikatakan abnormal jika skor yang didapat 4 – 7
(2)
LAMPIRAN 5
METODE YANG DIREKOMENDASIKAN
UNTUK MENGUKUR ANKLE BRACHIAL INDEXS (ABI)
PENGUKURAN TEKANAN SISTOLIK BRACHIAL Tahap I
Pasang manset dengan baik di lengan atas, letakan tinggi apabila mungkin, dengan kantung manset terletak di atas arteri brakhialis (di atas fosa kubiti) (Gambar 1)
Tahap II
Beri jeli ultrasonik pada ujung probe. Pegang probe seperti memegang pensil letakkan pada tepi lateral lengan di atas kulit pasien (sambil probe terus diletakkan dan kemudian mencari arteri brakhialis. Apabila telah didapat, gerakkan probe untuk menepatkan posisi dengan mengubah posisi dan sudut probe dan lakukan dengan halus. Untuk mendapatkan sinyal Doppler optimum sudut probe berkisar 45-60o (Gambar 2)
(3)
Tahap III
Tetap menjaga posisi probeI, kemudian manset dipompa sampai sinyal Doppler hilang. Manset harus dipompa sedikitnya di atas 20 mmHg dari sinyal Doppler yang terdengar.
Tahap IV
Kurangi tekanan manset secara perlahan ( penurunan 4 mmHg / detik). Sinyal Doppler arterial akan tiba-tiba tampak dan tajam menggambarkan tekanan sistolik darah, pada saat ini catat angka tekanan darah pada sphygmomanometer.
Tahap V
Ulangi pada lengan lainnya. Gunakan pembacaan tertinggi dari dua pengukuran dalam menghitung ABI.
PENGUKURAN TEKANAN SISTOLIK ANKLE Tahap I
Tempatkan manset disekitar pergelangan kaki, tanpa menutupi maleolus (gambar 3A dan 3B)
Tahap II
Mencari lokasi arteri tibialis posterior/PTA (posterior tibialis artery) yang biasanya ditemukan di belakang atau sepanjang tepi posterior dari maleolus medialis pada garis antara maleolus madialis dan tumit (Gambar 4)
Tahap III
Tetap menjaga posisi probeI, kemudian manset dipompa sampai sinyal Doppler hilang. Manset harus dipompa sedikitnya di atas 20 mmHg dari sinyal Doppler yang terdengar
(4)
Tahap IV
Kurangi tekanan manset secara perlahan ( penurunan 4 mmHg / detik). Sinyal Doppler arterial akan tiba-tiba tampak dan tajam menggambarkan tekanan sistolik darah, pada saat ini catat angka tekanan darah pada sphygmomanometer
Tahap V
Mencari arteri lain seperti arteri dorsalis pedis /DPA (dorsalis pedal artery) atau arteri tibilasi anterior / ATA (anterior tibial artery) (Gambar 6)
(5)
Tahap VI
Ulangi pada kaki lainnya. Gunakan pembacaan tertinggi dari dua pengukuran dalam menghitung ABI. Bisa digunakan salah satu dari PTA, DPA atau ATA
(6)
LAMPIRAN 6
KUESIONER PENELITIAN
NILAI ANKLE BRACHIAL INDEXS (ABI)
Identitas Pribadi
Nama : Umur :
Jenis kelamin : Pekerjaan :
Pengukuran Pengukuran Lokasi
I II Rata-rata Lokasi I II Rata-rata
Brakhialis kanan Brakhialis kiri
Dorsalis pedis kanan Dorsalis pedis kiri
Tibialis posterior kanan Tibialis posterior kiri
Rata-rata tertinggi tekanan sistolik kaki kanan DP atau TP
ABI kanan = =
Rata-rata tertinggi tekakan sistolik lengan (kanan atau kiri)
Rata-rata tertinggi tekanan sistolik kaki kiri DP atau TP
ABI kiri = =
Rata-rata tertinggi tekakan sistolik lengan (kanan atau kiri)