atau dua golongan aktor tertentu yang berpengaruh dan aktif terlibat. Peran yang dimainkan oleh keempat berpengaruh dan aktif terlibat. Peran yang dimainkan
oleh keempat golongan tersebut dalam proses kebijakan, nilai-nilai dan tujuan yang mereka kejar serta gaya kerja mereka berbeda satu sama lain.
a. Golongan Rasionalis. Ciri utama dari kebanyakan golongan rasional ialah
mereka melakukan metode dan langkah-langkah berikut: 1 mengidentifikasikan masalah, 2 merumuskan tujuan dan penyusunannya dalam jenjang tertentu, 3
mengidentifikasikan semua alternatif kebijakan, 4 meramalkan atau memprediksi akibat-akibat dari tiap alternatif, 5 membandingkan akibat-akibat tersebut dengan
selalu mengacu pada tujuan, 6 dan memilih alternatif terbaik dalam hal ini adalah pemerintah.
b. Golongan Teknisi. Ciri teknisi pada dasarnya tidak lebih dari rasionalis, sebab
ia adalah seorang yang karena bidang keahliannya atau spesialisasinya dilibatkan dalam beberapa tahapan proses kebijakan. Golongan teknisi dalam melaksanakan
tugasnya boleh jadi memiliki kebebasan, namun kebebasan ini sebatas pada lingkup pekerjaan dan keahliannya. Biasanya mereka bekerja di proyek-proyek
yang membutuhkan keahliannya, namun apa yang harus mereka kerjakan biasanya ditetapkan oleh pihak lain dalam hal ini presiden dan instansi yang
terkait.
c. Golongan Inkrementalis. Golongan aktor inkrementalis ini dapat kita
identikkan dengan para politisi. Para politisi, sebagaimana kita ketahui, cenderung memiliki sikap kritis namun sering tidak sabaran terhadap gaya kerja para
perencana dan teknisi, walaupun mereka sebenarnya amat tergantung pada apa
yang dikerjakan oleh para perencana dan para teknisi dalam hal ini seperti DPR.
d. Golongan Reformis Pembaharu. Seperti halnya golongan inkrementalis,
golongan aktor reformis pada dasarnya juga mengakui akan terbatasnya informasi dan pengetahuan yang dibutuhkan dalam proses kebijakan, sekalipun berbeda
dalam cara menarik kesimpulan. Golongan inkrementalis berpendirian bahwa keterbatasan informasi dan pengetahuan itulah yang mendikte gerak dan langkah
dalam proses pembuatan kebijakan dalam hal ini antara pemerintah, DPR dan instansi yang terkait dalam kebijakan tertentu. Wahab, 1997:29-32.
2.6.3 Proses Pengambilan Kebijakan
Dalam mengeluarkan kebijakan pemerintah ada proses-proses yang harus dilakukan secara sistematis dan struktural dengan melibatkan instansi-instansi
yang sesuai dengan kebijakan yang akan dikeluarkan Empat langkah studi analisis formulasi kebijakan yang tertulis sebelumnya, merupakan bagian dari
siklus proses pembuatan kebijakan publik. Penyusunan kebijakan adalah proses berkelanjutan, sebagai sebuah struktur lingkaran. Berbagai model dengan variasi
langkah langkah akan disajikan disini. Di dalam bukunya Waltz yang berjudul health policy
– An Introduction to process and power
menyajikan empat tahap proses kebijakan: 1. Identifikasi masalah dan pengenalan issu
2. Formulasi kebijakan 3. Implementasi kebijakan
4. Evaluasi kebijakan Evaluasi kebijakan dibandingkan dengan perkembangan status kesehatan
yang menjadi tujuan pemerintah sekarang. Policy preparation lebih ditekankan pada keseluruhan kebijakan yang akan datang dan formulasi usulan alternatif
setiap 3-4 tahun. Policy development meliputi elaborasi usulan yang terpilih dengan mempertimbangkan biaya, dan kejadian setiap tahun , dalam beberapa
kasus setia 3-4 tahun. Implementasi kebijakan meliputi legislasi dan regulasi secara langsung terhadap hal yang sudah di programkan. Kontribusi epidemiologi
terutama pada step 1 dan step 2 dari siklus, dalam bentuk laporan status kesehatan masyarakat dan prediksinya.
Secara umum proses kebijakan bisa di lihat dari Gambar di bawah ini Gambar 2.1 Proses Kebijakan Secara Umum
Dalam proses ini input merupakan alasan dari pengeluaran kebijakan, yang bisa berupa masalah, rencana, ancaman dan lainnya, lalu input tersebut di proses
oleh pemerintah presiden dan instansi-instansi yang terkait dan mempunyai tujuan tertentu untuk pengeluaran kebijakan tersebut. Hingga akhirnya proses
tersebut menghasilkan output yang berupa kebijakan yang akan dikeluarkan denganmelibatkan persetujuan dari DPR Waltz, 1994 : 12. Proses yang
dilakukan bisa memakai bentuk yang berbeda baik seperti yang dibuat Lester and Steward atau atau proses yang diungkapkan oleh Waltz, tergantung dari tujuan
yang akan dicapai, semuanya untuk mendapatkan output yang berupa kebijakan yang akan dikeluarkan oleh suatu instansi atau pemerintah Waltz, 1994 : 12
Input Proses
Output
2.7 Mekanisme Pengambilan Kebijakan di Indonesia
Pengertian kebijakan negara mempunyai implikasi: 1 kebijakan negara bentuknya berupa penetapan tindakan pemerintah; 2 kebijakan tidak cukup
hanya dinyatakan tetapi harus di laksanakan dalam bentuk yang nyata; 3 kebijakan negara baik dilaksanakan atau tidak, hal ini mempunyai dan dilandasi
dengan maksud tujuan tertentu; dan 4 kebijakan negara harus senantiasa ditujukan bagi kepentingan seluruh anggota masyarakat. Hal yang perlu
ditegaskan adalah tugas administrator publik bukan membuat kebijakan negara “atas nama” kepentingan publik, tetapi benar-benar bertujuan untuk mengatasi
masalah dan memenuhi keinginan serta tuntutan seluruh anggota masyarakat Islamy, 1988
Dalam melakukan pengambilan kebijakan, pemerintah harus melibatkan instansi-instansi yang terkait dalam suatu negara. Di Indonesia, di era reformasi,
para aktor kebijakan lembaga-lembaga negara dan pemerintah yang berwenang membuat perundang-undangan atau kebijakan publik itu adalah:
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat MPR;
2. Dewan Perwakilan Rakyat DPR;
3. Presiden;
4. Pemerintah;
a. Presiden sebagai kepala pemerintahan
b. Menteri;
c. Lembaga Pemerintah Non-Departemen;
d. Direktorat Jenderal Dirjen;
e. Badan-Badan Negara Lainnya BankSentral, BUMN, dll;
f. Pemerintah Daerah Propinsi;
g. Pemerintah Daerah KabupatenKota;
h. Kepala Desa;
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat
Sebagaimana dinyatakan dalam konstitusi, UUD 1945 pasal 1, bahwa kekuasaan negara tertinggi berada pada Majelis Permusyawaratan Rakyat MPR,
sebagai penjelmaan dari kedaulatan rakyat. MPR mempunyai kewenangan antara lain; 1. Menetapkan Undang-Undang Dasar; 2. Menetapkan Garis-Garis Besar
Haluan Negara; 3. Memilih dan mengangkat Presiden dan Wakil Presiden.
2. Presiden
Dalam penjelasan UUD 1945 dinyatakan, bahwa di bawah MPR, Presiden adalah penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi. Dalam menjalankan
pemrintahan negara, kekuasaan dan tanggung jawab ada di tangan Presiden Concentration of power and responsibility upon the president. Dalam
menyelenggarakan pemerintahan, presiden diberi wewenang mengatur, sebagaimana dinyatakan dalam pasal 5 ayat 1 UUD45. Pasal ini memberi
kewenangan kepada presiden untuk membentuk undang-undang dengan persetujuan DPR. Dalam pasal lain, yaitu pasal 22, presiden bahkan diberi
kewenangan untuk menetapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang Perpu dalam hal negara dalam keadaan kegentingan yang memaksa.
3. Dewan Perwakilan Rakyat
DPR memiliki kedudukan yang cukup strategis dalam membentuk UU.
Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam pasal 21 ayat 1 UUD45. Pasal ini menyatakan bahwa DPR memiliki hak legislasi, hak mengajukan dan membuat
Undang-Undang.
4. Pemerintah
Dalam kaitan ini, pemerintah dilihat dalam pengertian sempit, yaitu sebagai lembaga eksekutif. Pasal 4 ayat 1 UUD 1945 menyatakan bahwa
presiden memegang kekuasaan pemerintahan. Selanjutnya dalam penjelasannya dinyatakan bahwa presiden adalah penyelenggara pemerintahan negara yang
tertinggi di bawah MPR. Tanggung jawab Sjarif, 1997 : 25 Lembaga-lembaga negara dan pemerintah ini masing-masing memiliki
peran dan wewenang untuk membuat perundangan kebijakan publik sesuai dengan kedudukannya dalam sistem pemerintahan Sjarif, 1997 : 24. Pemerintah
merumuskan kebijakan yang akan di buat lalu menyerahkannya ke DPR untuk disetujui, setelah disetujui, presiden mengkoordinasikannya dengan instansi atau
departemen yang terkait. Mekanisme pengambilan kebijakan melibatkan 1. Kebijakan publik,
merupakan serangkaian pilihan yang dibuat atau tidak dibuat oleh badan atau kantor pemerintah, dipengaruhi atau mempengaruhi lingkungan kebijakan dan
kebijakan publik. 2. Pelaku kebijakan, adalah kelompok masyarakat, organisasi profensi, partai politik, berbagai badan pemerintah, wakil rakyat, dan analis
kebijakan yang dipengaruhi atau mempengaruhi pelaku kebijakan dan kebijakan publik. 3. Lingkungan kebijakan, yakni suasana tertentu tempat kejadian di
sekitar isu kebijakan itu timbul kebijakan publik.
Setelah itu kebijakan disahkan oleh pemerintah dan DPR untuk di keluarkan dan diberlakukan untuk masalah dan memenuhi keinginan serta tuntutan seluruh
anggota masyarakat,karena kebijakan tersebut sudah melalui suatu prosedurar dimana semua pemikiran dan pertimbangan akan suatu masalah telah dirumuskan
dan bisa dilaksanakan Sjarif, 1997 : 26.
2.8 Konsep Pengaruh.