Relevansi Metode Ritter Dan Metode Elemen Hingga Dengan Program Matlab Pada Rangka Batang

(1)

RELEVANSI METODE RITTER DAN METODE ELEMEN HINGGA DENGAN PROGRAM MATLAB

PADA RANGKA BATANG

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian pendidikan sarjana teknik sipil

Oleh:

DAVID PARULIAN SITORUS 08 0404 111

BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun bahan seminar ini dengan judul “Relevansi Metode Ritter dan Metode Elemen Hingga dengan Program Matlab pada Rangka Batang”.

Rasa terima kasih dan penghargaan yang tidak ternilai kepada orang tua penulis M.A. Sitorus/ N. br Doloksaribu dan seluruh keluarga, abang dan kakak yang penulis sayangi atas segala perhatian dan dengan penuh kesabaran memberi dorongan serta mendoakan penulis setiap saat.

Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Bapak Ir. Torang Sitorus, MT selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dengan penuh kesabaran dan tanggung jawab dari awal dan sampai selesainya penyusunan bahan seminar ini.

Pada kesempatan ini penulis juga tidak lupa menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara dan selaku dosen pembanding. 2. Bapak Ir. Syahrizal, M.T selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas

Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Robert Panjaitan dan Ibu Emma Patricia Bangun, ST, M.Eng selaku dosen pembanding.

4. Bapak/ Ibu seluruh staff pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.


(3)

5. Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan selama ini kepada penulis.

6. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada yohana, noni, murly, dame s, nurul, astri, rosiva, ester, handiman, tumpal, jaya, jepri, tito, mike, frengky, mooy, arthur, boy, samuel f, arvan, arif dan seluruh teman-teman penulis, khususnya stambuk 08 yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas doa, semangat dan bantuannya selama ini.

Semoga segala kebaikan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan balasan dari Tuhan Yang Maha Esa.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tugas akhir ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari para pembaca demi perbaikan yang lebih baik.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga tulisan ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan pada umumnya dan bidang teknik sipil pada khususnya.

Medan, Maret 2013 Penulis


(4)

ABSTRAK

Perkembangan struktur rangka yang sangat cepat menarik perhatian para ahli untuk merencanakan struktur rangka yang lebih akurat. Umumnya, rangka batang dihitung dengan metode ritter yang menganggap luas penamampang tiap elemen sama. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengontrolan kembali terhadap metode ritter, dengan menggunakan metode elemen hingga yang memiliki tingkat akurasi yang lebih baik dengan menganggap luas penampang tiap elemen berbeda-beda. Sehingga dapat diketahui relevan atau tidaknya metode ritter tersebut terhadap metode elemen hingga

Pada Tugas Akhir ini, akan dilakukan analisa pada struktur rangka bidang dengan membandingkan hasil perhitungan antara metode ritter dan metode elemen hingga dengan menggunakan program matlab dan microsoft excel, serta dibandingkan kembali dengan program SAP2000 v.14.

Dari hasil perhitungan pada struktur rangka bidang I, diperoleh perbedaan rata-rata persentase gaya antara metode ritter dengan metode elemen hingga menggunakan program matlab dan microsoft excel sebesar 0,110 %, metode ritter dengan program SAP2000 v.14 sebesar 1,000 %, dan metode elemen hingga menggunakan program matlab dan microsoft excel dengan program SAP2000 v.14 sebesar 0,983 %. Pada struktur rangka bidang II, diperoleh perbedaan rata-rata persentase gaya antara metode ritter dengan metode elemen hingga menggunakan program matlab dan microsoft excel sebesar 0,092 %, metode ritter dengan program SAP2000 v.14 sebesar 2,426 %, dan metode elemen hingga menggunakan program matlab dan microsoft excel dengan program SAP2000 v.14 sebesar 2,503 %. Dengan demikian, perhitungan metode ritter dan metode elemen hingga dapat dinyatakan akurat.


(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... ii

ABSTRAK ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

DAFTAR NOTASI ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

I.1 Umum ... 1

I.2 Latar Belakang ... 2

I.3 Tujuan ... 3

I.4 Batasan Masalah... 4

I.5 Metodologi ... 4

I.6 Sistematika Penulisan ... 4

BAB II TEORI DASAR ... 7

II.1 Defenisi Struktur ... 7

II.2 Perkembangan Struktur Rangka Batang ... 7

II.2.1 Prinsip – Prinsip Umum Rangka Batang ... 9

II.2.1.1 Prinsip Dasar Triangulasi ... 9

II.2.1.2 Analisa Gaya Batang ... 11

II.2.2 Desain Rangka Batang ... 11

II.2.2.1 Efisiensi ... 11


(6)

II.2.2.3 Tinggi Rangka Batang... 13

II.2.2.4 Batang Tekan ... 14

II.2.2.4.1 Komponen Struktur Tekan Tersusun... 17

II.2.2.5 Batang Tarik ... 19

II.2.2.5.1 Kondisi Leleh ... 19

II.2.2.5.2 Kelangsingan Struktur Tarik ... 19

II.2.3 Analisa Rangka Batang ... 20

II.2.3.1 Stabilitas ... 20

II.2.3.2 Gaya Batang ... 21

II.2.3.3 Metode Analisis Rangka Batang ... 21

II.3 Defenisi Metode Elemen Hingga (Finite Element Method) ... 23

II.4 Perkembangan Metode Elemen Hingga (Finite Element Method) ... 23

II.5 Metode Elemen Hingga dalam Struktur ... 24

II.6 Jenis – Jenis Struktur dalam Elemen Hingga (Finite Element Method) ... 25

II.6.1 Rangka (truss) ... 25

II.6.2 Spring ... 26

II.6.3 Balok (beam) ... 27

II.6.4 Balok Silang (grid) ... 27

II.6.5 Portal (frame) ... 28

II.7 Konsep Dasar Metode Elemen Hingga (Finite Element Method) ... 29

II.8 Langkah-Langkah Umum dalam Metode Elemen Hingga (Finite Element Method) ... 30


(7)

II.10 Matlab sebagai Kalkulator ... 32

II.11 Fungsi Dasar ... 32

II.11.1 Fungsi Matematika Dasar ... 33

II.11.2 Fungsi Trigonometri ... 33

II.11.3 Fungsi Analisis Data ... 34

II.12 Matriks ... 35

II.13 Script M-file ... 36

II.14 SAP (Structure Analysis Programme) ... 36

BAB III METODE ANALISA ... 37

III.1 Rangka Bidang (Plane Truss Element) ... 37

III.2 Analisa dengan Metode Ritter ... 39

III.3 Analisa dengan Metode Elemen Hingga ... 43

III.3.1 Matriks Kekakuan ... 43

III.3.1.1 Matriks Kekakuan Terhadap Sumbu Lokal ... 44

III.3.1.2 Matriks Kekakuan Terhadap Sumbu Global ... 46

III.3.1.2.1 Matriks Transformasi Perpindahan ... 46

III.3.1.2.2 Matriks Transformasi Gaya... 47

III.3.1.3 Matriks Kekakuan Struktur ... 50

III.3.2 Tegangan Elemen ... 52

III.3.3 Gaya Elemen ... 53

BAB IV APLIKASI DAN PERHITUNGAN ... 54

IV.1 Struktur Rangka Bidang I ... 54

IV.1.1 Panjang Elemen ... 55


(8)

IV.1.3 Pendimensian Elemen (Batang) Struktur Rangka Bidang I ... 62

IV.1.3.1 Batang Tekan ... 62

IV.1.3.1.1 Batang c ... 62

IV.1.3.1.2 Batang d ... 64

IV.1.3.1.3 Batang g ... 66

IV.1.3.2 Batang Tarik ... 68

IV.1.3.2.1 Batang b ... 68

IV.1.3.2.2 Batang e ... 69

IV.1.3.2.3 Batang f ... 70

IV.1.3.3 Batang Nol ... 70

IV.1.3.3.1 Batang a ... 70

IV.1.4 Metode Elemen Hingga pada Struktur Rangka Bidang I ... 71

IV.1.4.1 Metode Elemen Hingga dengan Program Matlab ... 71

IV.1.4.2 Metode Elemen Hingga dengan Microsoft Excel... 80

IV.1.5 Analisa Struktur Rangka Bidang I dengan Program SAP2000 v.14 ... 87

IV.2 Struktur Rangka Bidang II ... 90

IV.2.1 Panjang Elemen ... 90

IV.2.2 Metode Ritter pada Struktur Rangka Bidang II ... 91

IV.2.3 Pendimensian Elemen (Batang) Struktur Rangka Bidang II... 96

IV.2.3.1 Batang Tekan ... 96

IV.2.3.1.1 Batang a, d, f dan j ... 96

IV.2.3.1.2 Batang b dan c ... 98


(9)

IV.2.3.2 Batang Tarik ... 102

IV.2.3.2.1 Batang e dan k ... 102

IV.2.3.2.2 Batang g dan i ... 103

IV.2.3.2.3 Batang l dan m ... 104

IV.2.4 Metode Elemen Hingga pada Struktur Rangka Bidang II ... 105

IV.2.4.1 Metode Elemen Hingga dengan Program Matlab ... 105

IV.2.4.2 Metode Elemen Hingga dengan Microsoft Excel... 115

IV.2.5 Analisa Struktur Rangka Bidang II dengan Program SAP2000 v.14 ... 121

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 113

V.1 Kesimpulan ... 113

V.2 Saran ... 114


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel II.1 Pedoman Awal dalam Menentukan Tinggi Rangka Batang ... 14

Tabel II.2 Panjang Tekuk untuk Beberapa Kondisi Perletakan ... 16

Tabel II.3 Operator Aritmatika ... 32

Tabel II.4 Fungsi Matematika Dasar ... 33

Tabel II.5 Fungsi Trigonometri ... 34

Tabel II.6 Fungsi Analisis Data ... 35

Tabel III.1 Penentuan Simpul di Setiap Elemen ... 38

Tabel IV.1 Hasil Perhitungan Gaya dengan Metode Ritter pada Struktur Rangka Bidang I ... 61

Tabel IV.2 Luas Penampang Tiap Batang pada Struktur Rangka Bidang I ... 71

Tabel IV.3 Hasil Perhitungan Gaya dengan Metode Elemen Hingga Menggunakan Matlab pada Struktur Rangka Bidang I ... 80

Tabel IV.4 Hasil Perhitungan Gaya dengan Metode Elemen Hingga Menggunakan Matlab dan Microsoft Excel pada Struktur Rangka Bidang I ... 87

Tabel IV.5 Hasil Perhitungan Gaya dengan Program SAP2000 v.14 Pada Struktur Rangka Bidang I ... 88

Tabel IV.6 Hasil Persentase Gaya di Setiap Batang pada Struktur Rangka Bidang I ... 89

Tabel IV.7 Hasil Perhitungan Gaya dengan Metode Ritter pada Struktur Rangka Bidang II ... 95


(11)

Tabel IV.8 Luas Penampang Tiap Batang pada Struktur Rangka

Bidang II ... 105 Tabel IV.9 Hasil Perhitungan Gaya dengan Metode Elemen Hingga

Menggunakan Matlab pada Struktur Rangka Bidang II ... 115 Tabel IV.10 Hasil Perhitungan Gaya dengan Metode Elemen Hingga

Menggunakan Matlab dan Microsoft Excel pada Struktur

Rangka Bidang II ... 121 Tabel IV.11 Hasil Perhitungan Gaya dengan Program SAP2000 v.14

Pada Struktur Rangka Bidang II ... 122 Tabel IV.6 Hasil Persentase Gaya di Setiap Batang pada Struktur


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar I.1 Tipikal Struktur Rangka Batang... 2

Gambar II.1 Model Struktur Rangka Batang pada Jembatan ... 8

Gambar II.2 Rangka Batang dan Prinsip-Prinsip Dasar Triangulasi ... 10

Gambar II.3 Jenis – Jenis Umum Rangka Batang ... 13

Gambar II.4 Nilai Batas Kelangsingan Penampang untuk Berbagai Tipe Penampang ... 18

Gambar II.5 Plane Truss Element ... 25

Gambar II.6 Space Truss Element ... 26

Gambar II.7 Spring Element ... 26

Gambar II.8 Beam Element... 27

Gambar II.9 Grid Element ... 27

Gambar II.10 Plane Frame Element ... 28

Gambar II.11 Space Frame Element ... 29

Gambar II.12 Deskritisasi pada Suatu Bidang ... 30

Gambar II.13 Tampilan Matlab ... 31

Gambar III.1 Rangka Bidang (Plane Truss Element) ... 37

Gambar III.2 Sistem Potongan pada Plane Truss Element ... 40

Gambar III.3 Potongan I – I ... 41

Gambar III.4 Potongan II– II ... 41

Gambar III.5 Potongan III– III ... 42

Gambar III.6 Potongan IV– IV ... 43

Gambar III.7 Elemen Rangka Bidang yang Diberi Gaya ... 44


(13)

Gambar III.9 Transformasi Gaya dari Lokal ke Global ... 47

Gambar IV.1 Bentuk Struktur Rangka Bidang I ... 54

Gambar IV.2 Sistem Potongan pada Struktur Rangka Bidang I ... 56

Gambar IV.3 Potongan I – I ... 58

Gambar IV.4 Potongan II– II ... 59

Gambar IV.5 Potongan III– III ... 60

Gambar IV.6 Potongan IV– IV ... 61

Gambar IV.7 Struktur Rangka Bidang I Sebelum dan Sesudah Terjadi Perpindahan ... 79

Gambar IV.8 Penginputan Data Struktur Rangka Bidang I pada Program SAP2000 v.14 ... 87

Gambar IV.8 Hasil Gaya Struktur Rangka Bidang I pada Program SAP2000 v.14 ... 88

Gambar IV.10 Bentuk Struktur Rangka Bidang II ... 90

Gambar IV.11 Sistem Potongan pada Struktur Rangka Bidang II ... 92

Gambar IV.12 Potongan I – I ... 93

Gambar IV.13 Potongan II– II ... 93

Gambar IV.14 Potongan III– III ... 94

Gambar IV.15 Potongan IV– IV ... 95

Gambar IV.16 Struktur Rangka Bidang II Sebelum dan Sesudah Terjadi Perpindahan ... 114

Gambar IV.8 Penginputan Data Struktur Rangka Bidang II pada Program SAP2000 v.14 ... 121


(14)

Gambar IV.8 Hasil Gaya Struktur Rangka Bidang II pada Program


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Output Gaya Batang Struktur Rangka Bidang I

pada Program SAP2000 v.16 ... 127 Lampiran 2. Hasil Output Gaya Batang Struktur Rangka Bidang II


(16)

DAFTAR NOTASI

n = Jumlah batang

j = Jumlah node

u

N = Beban terfaktor struktur tekan

n

N = Tahanan nominal komponen struktur tekan

n

φ = Faktor reduksi struktur tekan g

A = Luas penampang

y

f = Kuat leleh material

λ = Kelangsingan struktur

k = Faktor panjang tekuk L = Panjang komponen struktur

r = Jari - jari girasi komponen struktur

iy

λ = Kelangsingan ideal pada arah sumbu y

m = Konstanta yang besarnya ditentukan dalam peraturan

1

L = Jarak antar pelat kopel pada arah komponen struktur tekan

u

T = Beban terfaktor struktur tarik

n

T = Tahanan nominal komponen struktur tarik

φ = Faktor reduksi struktur tarik

S = Gaya batang pada metode ritter

σ = Tegangan

ε = Regangan


(17)

E = Modulus Elastisitas

[ ]

f = Vektor gaya pada sistem koordinat lokal

[ ]

d = Vektor perpindahan (displacement) pada sistem koordinat lokal

[ ]

k = Matriks kekakuan (stiffness) pada sistem koordinat lokal

[ ]

'

f = Vektor gaya pada sistem koordinat global

[ ]

'

d = Vektor perpindahan pada sistem koordinat global

[ ]

K = Matriks kekakuan pada sistem koordinat global


(18)

ABSTRAK

Perkembangan struktur rangka yang sangat cepat menarik perhatian para ahli untuk merencanakan struktur rangka yang lebih akurat. Umumnya, rangka batang dihitung dengan metode ritter yang menganggap luas penamampang tiap elemen sama. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengontrolan kembali terhadap metode ritter, dengan menggunakan metode elemen hingga yang memiliki tingkat akurasi yang lebih baik dengan menganggap luas penampang tiap elemen berbeda-beda. Sehingga dapat diketahui relevan atau tidaknya metode ritter tersebut terhadap metode elemen hingga

Pada Tugas Akhir ini, akan dilakukan analisa pada struktur rangka bidang dengan membandingkan hasil perhitungan antara metode ritter dan metode elemen hingga dengan menggunakan program matlab dan microsoft excel, serta dibandingkan kembali dengan program SAP2000 v.14.

Dari hasil perhitungan pada struktur rangka bidang I, diperoleh perbedaan rata-rata persentase gaya antara metode ritter dengan metode elemen hingga menggunakan program matlab dan microsoft excel sebesar 0,110 %, metode ritter dengan program SAP2000 v.14 sebesar 1,000 %, dan metode elemen hingga menggunakan program matlab dan microsoft excel dengan program SAP2000 v.14 sebesar 0,983 %. Pada struktur rangka bidang II, diperoleh perbedaan rata-rata persentase gaya antara metode ritter dengan metode elemen hingga menggunakan program matlab dan microsoft excel sebesar 0,092 %, metode ritter dengan program SAP2000 v.14 sebesar 2,426 %, dan metode elemen hingga menggunakan program matlab dan microsoft excel dengan program SAP2000 v.14 sebesar 2,503 %. Dengan demikian, perhitungan metode ritter dan metode elemen hingga dapat dinyatakan akurat.


(19)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Umum

Pada saat ini rangka batang sangat penting untuk pembangunan, seperti konstruksi untuk atap, jembatan, menara atau bangunan tinggi lainnya. Bentuk struktur rangka dipilih karena mampu menerima beban struktur relatif besar dan dapat melayani kebutuhan bentang struktur yang panjang. Struktur rangka juga dapat memberikan estetika yang tinggi untuk konstruksi, seperti konstruksi Menara Eiffel di Paris ataupun konstruksi seperti stadion sepak bola di Eropa. Dalam dunia arsitektur dan struktural, rangka batang adalah konstruksi yang tersusun dari batang-batang tarik dan batang-batang tekan saja, umumnya terbuat dari baja atau kayu.

Bentuk paling sederhana dari struktur rangka adalah rangkaian batang yang dirangkai membentuk satu atau lebih unit segitiga. Pola susunan segitiga dipilih karena merupakan struktur yang stabil. Struktur rangka umumnya terletak pada dua perltetakan yang prinsipnya sama dengan perletakan pada struktur balok, yakni perletakan sendi atau rol. Titik rangkai yang menghubungkan elemen rangka disebut sebagai node atau titik sambung. (Dian Ariestadi, 2008)


(20)

Gambar I.1 Tipikal Struktur Rangka Batang

I.2 Latar Belakang

Saat ini, struktur rangka berkembang sangat cepat baik terhadap geometris ataupun pembebanannya yang semakin kompleks. Hal ini, membuat analisis rangka batang mendapat perhatian dari banyak desainer dan konsultan. Struktur rangka batang harus dirancang sedemikian rupa, sehingga memiliki kekuatan dan kekakuan yang cukup untuk memenuhi kekuatan dan batas pelayanannya. Agar


(21)

mencapai persyaratan minimum, maka perlu dilakukan analisis yang akurat untuk menyelidiki reaksi dan gaya yang bekerja dalam setiap elemen rangka batang.

Pada umumnya, struktur rangka dihitung dengan menggunakan metode ritter (potongan). Pada metode ini, luas penampang di setiap elemen dianggap sama dengan elemen lain. Hal ini membuat perlu dilakukan pengontrolan kembali terhadap struktur rangka tersebut apabila luas penampang di setiap elemen berbeda-beda. Adapun metode yang digunakan adalah metode elemen hingga (finite element method) yang memiliki tingkat akurasi yang baik karena dapat dibantu dengan penggunaan program-program komputer dalam proses analisisnya, sehingga dapat diketahui relevan atau tidaknya metode ritter tersebut terhadap metode elemen hingga (finite element method).

Salah satu program yang dapat digunakan yaitu Matlab. Matlab adalah sebuah program untuk analisis dan komputasi numerik, yang dikembangkan untuk menjadi sebuah laboratorium matriks. Dengan menggunakan program matlab ini, menciptakan suatu efisiensi dalam pekerjaan perhitungan struktur tanpa memerlukan waktu lama. (Delores M. Etter, dkk, 2003)

1.3 Tujuan

Tujuan dari tugas akhir ini adalah untuk membandingkan perhitungan elemen rangka batang dengan metode ritter dengan metode elemen hingga (finite element method) menggunakan bahasa pemrograman Matlab dan

microsoft excel, serta dibandingkan juga dengan program SAP2000. Hasil pendimensian (luas penampang) setiap elemen yang didapat berdasarkan gaya


(22)

batang pada metode ritter akan digunakan pada metode elemen hingga (finite element method), sebagai kontrol relevansi.

1.4 Batasan Masalah

Dalam analisa ini, penulis membatasi permasalahan untuk penyerdehanaan sehingga tujuan dari penulisan tugas akhir ini dapat dicapai, yaitu:

1. Struktur terdiri dari batang yang prismatis.

2. Perhitungan dilakukan pada dua struktur rangka batang 2 dimensi .

3. Rangka batang diletakkan pada dua perletakan, yaitu struktur rangka I (sendi_sendi) dan struktur rangka II (sendi-rol).

4. Dimensi rangka batang direncanakan.

1.5 Metodologi

Metode yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini berdasarkan kajian literatur mengenai metode ritter dan metode elemen hingga (finite element method) dengan menggunakan bahasa pemrograman Matlab.

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran secara garis besar isi setiap bab yang akan dibahas pada tugas akhir ini. Sistematika penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut :


(23)

Bab ini berisi latar belakang dan perumusan masalah, tujuan penulisan, batasan masalah, metodologi penulisan, dan sistematika penulisan. Secara umum, bab ini memberikan gambaran mengenai penyusunan tugas akhir ini.

BAB I PENDAHULUAN

BAB II TEORI DASAR

Bab ini berisi penjelasan dan gambaran umum tentang hal – hal dasar mengenai rangka batang, seperi perkembangan, desain, dan analisis rangka batang. Dalam bab ini juga dibahas tentang teori bahasa pemrograman Matlab.

BAB III METODE ANALISA

Bab ini berisi penjelasan mengenai metode yang akan digunakan dalam pengerjaan tugas akhir ini. Metode yang digunakan adalah metode ritter dan metode elemen hingga (finite element method) yang dibantu dengan menggunakan bahasa pemrograman Matlab.

BAB IV APLIKASI DAN PERHITUNGAN

Bab ini berisi perhitungan untuk mencari gaya pada struktur rangka batang sebidang (plane truss element) dengan cara metode ritter dan metode element hingga (finite element method).


(24)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan yang dapat diambil dari dari seluruh kegiatan tugas akhir ini dengan menitikberatkan pada hasil perhitungan.


(25)

BAB II TEORI DASAR

II.1 Defenisi Struktur

Secara sederhana struktur bangunan dapat didefenisikan sebagai sarana untuk menyalurkan beban akibat kehadiran suatu bangunan ke dalam tanah. Struktur bangunan juga dapat didefenisikan sebagai suatu sekumpulan objek yang mempunyai karakterisitik sama yang dihubungkan satu sama lain dengan cara tertentu agar seluruh struktur mampu berfungsi secara keseluruhan dalam memikul beban, baik yang beraksi secara horizontal maupun vertikal ke dalam tanah. (Daniel L. Schodek, 1998)

II.2 Perkembangan Struktur Rangka Batang

Rangka batang merupakan salah satu komponen penting yang dimiliki oleh struktur selain pondasi, kolom, balok dan lain-lain.

Pada tahun 1518-1580, seorang arsitek bernama Andrea Palladio yang berasal dari Italia, memberikan gambaran mengenai struktur rangka batang dengan rangkaian pola segitiga yang benar dan mengetahui bagaimana cara struktur tersebut memikul beban. Setelah itu, rangka batang mulai digunakan pada konstruksi besar, misalnya gedung-gedung bangunan. Akan tetapi, hal ini tidak memberikan pengaruh apapun pada inovasi struktur. Para ahli jembatan pada abad ke sembilan belaslah yang mulai secara sistematis mempelajari dan


(26)

bereksperimen dengan potensi rangka batang, hal ini dilakukan karena meningkatnya kebutuhan transportasi pada saat itu.

Gambar II.1 Model Struktur Rangka Batang pada Jembatan

Kemudian, penggunaan rangka batang untuk gedung mulai ikut berkembang meskipun lebih lambat karena adanya perbedaan tradisi kebutuhan hingga akhirnya menjadi elemen umum dalam arsitektur modern.

Berkembangnya rangka batang sebagai bentuk struktural utama berlangsung sangat cepat dan memberikan pengaruh yang sangat cepat, dengan demikian perkembangan rangka batang dibantu oleh dasar pengetahuan teoritis yang bersifat percobaan berkembang dengan cepat. (Ir. Joni Hardi, MT)


(27)

II.2.1 Prinsip – Prinsip Umum Rangka Batang II.2.1.1 Prinsip Dasar Pembentukan Segitiga

Prinsip utama yang mendasari penggunaan rangka batang sebagai struktur pemikul beban adalah penyusunan elemen menjadi konfigurasi segitiga yang menghasilkan bentuk stabil. Pola yang bukan segitiga menyebabkan struktur tersebut menjadi tidak stabil yang mengakibatkan terjadinya deformasi yang realtif besar. (Dian Ariestadi, 2008)

Sebagai pembantu dalam menentukan kestabilan rangka batang digunakan persamaan aljabar yang menghubungkan banyak titik hubung pada rangka batang dengan banyak batang yang diperlukan untuk kestabilan.

n = 2 j – 3 (II.1)

dimana: n = Jumlah batang

j = Jumlah node

Pada struktur stabil, sudut yang terbentuk antara dua batang tidak akan berubah apabila dibebani. Hal ini berbeda dengan mekanisme yang terjadi pada bentuk struktur yang tidak stabil, dimana sudut antara dua batangnya akan berubah sangat besar apabila dibebani.

Bila susunan segitiga dari batang-batang adalah bentuk stabil, maka sembarang susunan segitiga juga membentuk struktur stabil dan kokoh. Bentuk kaku yang lebih besar untuk sembarang geometri dapat dibuat dengan


(28)

memperbesar segitiga-segitiga itu. Pada struktur stabil, gaya eksternal menyebabkan timbulnya gaya pada batang-batang. Gaya-gaya tersebut adalah gaya tarik dan tekan. (Daniel L. Schodek, 1998)

Gambar II.2 Rangka Batang dan Prinsip-Prinsip Dasar Triangulasi (Dian Ariestadi, 2008)

(a) Bentuk umum rangka batang

(b) Konfigurasi yang stabil (c) Konfigurasi stabil (d) Gaya batang

(e) Konfigurasi segitiga (f) Pada struktur rangka, hanya gaya tarik dan tekan

yang timbul dalam batang yang setiap batangnya dihubungkan secara sendi-sendi


(29)

II.2.1.2 Analisa Gaya Batang

Metode untuk menentukan gaya-gaya pada rangka batang adalah berdasarkan pada tinjauan keseimbangan titik hubung. Pada konfigurasi rangka batang sederhana, sifat gaya batang tarik atau tekan dapat ditentukan dengan

memberikan gambaran bagaimana rangka batang tersebut memikul beban, misalnya dengan memberi gambaran bentuk deformasi yang mungkin terjadi pada saat struktur tersebut diberi beban. Tetapi pada struktur rangka yang memiliki geometri yang kompleks, sifat gaya batang tidak dapat ditentukan dengan menggambarkan bentuk deformasi yang terjadi. Struktur tersebut harus dianalisis secara matematis agar diperoleh hasil yang lebih akurat. (Dian Ariestadi, 2008)

II.2.2 Desain Rangka Batang II.2.2.1Efisiensi

Faktor efesiensi sangat berpengaruh dalam perencanaan dan pengerjaan pada konstruksi struktur rangka. Faktor ini dapat terdiri dari dua, yaitu:

1. Efisiensi Struktural

Efisiensi struktural merupakan suatu alternatif bersifat ekonomis yang bertujuan untuk meminimumkan jumlah bahan yang digunakan tanpa mengurangi kekuatan struktur, sehingga struktur tersebut mempunyai kemampuan layan yang relatif sama dari perencanaan semula. (Dian Ariestadi, 2008)


(30)

2. Efisiensi Pelaksanaan (Konstruksi)

Efisiensi pelaksanaan (konstruksi) merupakan suatu alternatif untuk memudahkan dalam pengerjaan konstruksi struktur rangka batang, misalnya dengan membuat semua batang identik, maka perakitan elemen-elemen rangkaakan menjadi lebih mudah dibandingkan bila batang-batang yang digunakan berbeda. (Dian Ariestadi, 2008)

II.2.2.2 Konfigurasi

Stuktur rangka batang dapat mempunyai banyak bentuk. Seperti halnya

pada balok maupun kabel, penentuan konfigurasi batang merupakan tahap awal dalam mendesain struktur rangka, sebelum proses analisis gaya batang dan penentuan ukuran setiap elemen struktur pada suatu bangunan dilakukan. Hal ini bertujuan agar konfigurasi rangka batang yang akan dipakai sesuai dengan bangunan yang dirancang. Beberapa bentuk konfigurasi rangka batang yang umum digunakan dapat dilihat pada Gambar II.3.


(31)

Gambar II.3 Jenis – Jenis Umum Rangka Batang (Daniel L. Schodek, 1998)

II.2.2.3Tinggi Rangka Batang

Volume total suatu struktur rangka sangat dipengaruhi oleh tinggi struktur rangka itu sendiri. Semakin tinggi suatu stuktur rangka batang, maka semakin besar volume struktur rangka tersebut, begitu juga sebaliknya. Sehingga,

Rangka Batang Fink Menggantung Tiang Raja

Tiang Raja Terbalik

Rangka Batang Pratt Menggantung

Rangka Batang Howe Menggantung

Tiang Ratu

Tiang Ratu Terbalik

Batang Tepi Sejajar Rangka Batang Howe

Batang Tepi Sejajar Rangka Batang Pratt

Batang Tepi Sejajar Rangka Batang Warren

Rangka Batang dengan Diagonal Silang dan Batang Tepi Sejajar


(32)

penentuan tinggi optimum rangka batang umumnya dilakukan dengan proses optimasi. (Daniel L. Schodek, 1998)

Berikut ini pedoman sederhana yang dapat dijadikan sebagai patokan awal dalam menentukan tinggi rangka batang.

Jenis Rangka Batang Tinggi

Rangka batang dengan beban relatif ringan dan berjarak dekat, misalnya: rangka batang atap

bentangan dari

20 1

Rangka batang kolektor sekunder yang memikul beban sedang

bentangan dari

10 1

Rangka batang kolektor primer yang memikul beban yang sangat besar

daribentangan

5 1 atau 4 1

Tabel II.1 Pedoman Awal dalam Menentukan Tinggi Rangka Batang (Daniel L. Schodek, 1998)

II.2.2.4Batang Tekan

Suatu komponen yang mengalami gaya tekan, akibat beban terfaktor Nu,

menurut SNI 03-1729-2002, harus memenuhi:

n n

u N

N <φ . (II.2) Dengan : Nu = Beban terfaktor

n

N = Tahanan nominal komponen struktur tekan

n


(33)

Faktor reduksi kekuatan φn untuk komponen struktur yang memikul gaya tekan aksial (SNI 03-1729-2002) sebesar 0,85.

Daya dukung nominal Nnstruktur tekan dihitung sebagai berikut:

ω

y g n

f A

N = . (II.3)

Dengan : Ag = Luas penampang y

f = Kuat leleh material

Dengan besarnya ωditentukan oleh λc, yaitu:

Untuk λc < 0,25 maka ω= 1 (II.4.a)

Untuk 0,25 < λc < 1,2 maka ω=

c

λ

67 , 0 6 , 1

43 , 1

− (II.4.b)

Untuk λc > 1,2 maka ω= 1,25λc2 (II.4.c) Dimana,

E fy c π

λ

λ = (II.5)

r L k .

=

λ (II.6)

Dengan : λ = Kelangsingan komponen struktur

k = Faktor panjang tekuk

L = Panjang komponen struktur tekan


(34)

Dalam mendesain batang tekan, bahaya tekuk sangat diperhitungkan pada komponen-komponen tekan yang langsing. Panjang tekuk tergantung dari kondisi tumpuan ujungnya.

Garis putus menunjukkan posisi kolom pada saat tertekuk

HargaK

teoretis 0,5 0,7 1,0 1,0 2,0 2,0

K desain

0,65 0,80 1,2 1,0 2,10 2,0

Keterangan

Tabel II.2 Panjang Tekuk untuk Beberapa Kondisi Perletakan (Agus Setiawan, 2008)

Jepit

Sendi

Rol tanpa rotasi


(35)

II.2.2.4.1 Komponen Struktur Tekan Tersusun

Komponen struktur tekan dapat tersusun dari dua atau lebih profil, yang disatukan dengan menggunakan pelat kopel. Analisis kekuatannya harus dihitung terhadap sumbu bahan dan sumbu bebas bahan. (Agus Setiawan, 2008)

Kelangsingan pada arah sumbu bahan (sumbu x) dihitung dengan:

x x x

r L k .

=

λ (II.7)

Dan pada arah sumbu bebas bahan (sumbu y) harus dihitung kelangsingan idealλiy:

2 1 2

λ

λiy = y +m (II.8)

dimana,

min 1 1 dan

.

r L r

L k

y y

y = λ =

λ (II.9)

dimana :

Lx, Ly = Panjang komponen struktur tekan arah x dan arah y

k = Faktor panjang tekuk

rx, ry , rmin = Jari - jari girasi komponen struktur tekan

m = Konstanta yang besarnya ditentukan dalam peraturan


(36)

Gambar II.4 Nilai Batas Kelangsingan Penampang untuk Berbagai Tipe Penampang (Agus Setiawan, 2008)

y f t

b/ ≤250/

y f t

d/ ≤335/

y f t

b/ ≤200/

h

b

b b

t

d b

t

h tf

bf /2

tw

t t

y f t

b/ ≤250/

y w

y f

f

f t

h

f t

b

/ 665 /

/ 250 2 /

≤ ≤

y w

y

f t

h

f t

b

/ 665 /

/ 250 /

≤ ≤


(37)

II.2.2.5 Batang Tarik

Batang tarik sangat efektif dalam memikul beban. Batang tarik dapat terdiri dari profil tunggal ataupun profil-profil tersusun.

Menurut SNI 03-1729-2002 pasal 10.1, dinyatakan bahwa semua komponen struktur yang memikul gaya tarik aksial terfaktor sebesar Tu, maka

diperoleh:

n

u T

T <φ . (II.10)

Dengan : Tu = Beban terfaktor

n

T = Tahanan nominal komponen struktur tarik

φ = Faktor reduksi yang besarnya 0,9

II.2.2.5.1 Kondisi Leleh

Bila kondisi leleh menentukan, maka tahanan nominal Tn, dari batang tarik

memenuhi persamaan:

y g n A f

T = . (II.11)

dimana : Ag = Luas penampang

y

f = Kuat leleh material

II.2.2.5.2 Kelangsingan Struktur Tarik

Untuk mengurangi masalah terkait dengan lendutan besar, maka komponen struktur tarik harus memenuhi syarat kekakuan. Syarat ini berdasarkan pada rasio kelangsingan, yaitu:


(38)

r L

=

λ (II.12)

Dengan : λ = Kelangsingan komponen struktur L = Panjang komponen struktur r = Jari - jari girasi

Nilai λ diambil maksimum 240 untuk batang tarik. (Agus Setiawan, 2008)

II.2.3 Analisa Rangka Batang II.2.3.1 Stabilitas

Tahap awal pada analisis rangka batang adalah menentukan apakah rangka batang itu mempunyai konfigurasi yang stabil atau tidak. Secara umum, setiap rangka batang yang merupakan susunan bentuk dasar segitiga merupakan struktur yang stabil. Pola susunan batang yang tidak segitiga, umumnya kurang stabil yang akan runtuh apabila dibebani, karena rangka batang ini tidak mempunyai jumlah batang yang mencukupi untuk mempertahankan hubungan geometri yang tetap antara titik-titik hubungnya.

Pada suatu rangka batang, dapat digunakan batang melebihi jumlah minimum yang diperlukan untuk kestabilan. Aspek lain dalam stabilitas adalah bahwa konfigurasi batang dapat digunakan untuk menstabilkan struktur terhadap beban lateral. Salah satu cara menstabilkan struktur dengan menggunakan batang-batang kaku (bracing). (Daniel L. Schodek, 1998)


(39)

II.2.3.2 Gaya Batang

Prinsip dasar dalam menganalisis gaya batang adalah bahwa setiap struktur atau setiap bagian dari setiap struktur harus berada dalam kondisi seimbang. Gaya-gaya batang yang bekerja pada titik hubung rangka batang pada semua bagian struktur harus berada dalam keseimbangan. Prinsip ini merupakan kunci utama dari analisis rangka batang. (Dian Ariestadi, 2008)

II.2.3.3Metode Analisis Rangka Batang

Untuk menyelesaikan perhitungan konstruksi rangka batang, umumnya dapat diselesaikan dengan beberapa metode sebagai berikut:

a. Cara Grafis

• Metode cremona

Metode cremona adalah metode grafis dimana dalam penyelesaiannya menggunakan alat tulis dan penggaris siku (segitiga). Luigi Cremona (Italia) adalah orang yang pertama menguraikan diagram cremona tersebut. Pada metode ini, skala gambar sangat berpengaruh terhadap besarnya kekuatan batang karena kalau gambarnya terlalu kecil akan sulit pengamatannya.

b. Cara Analitis

• Metode keseimbangan titik buhul


(40)

batang dianggap sebagai gabungan batang dan titik hubung. Gaya batang diperoleh dengan meninjau keseimbangan titik-titik hubung.

Setiap titik hubung harus berada dalam keseimbangan, sehingga untuk menghitung gaya-gaya yang belum diketahui digunakan Σ H = 0 dan

Σ V = 0.

• Metode keseimbangan potongan (ritter)

Metode keseimbangan potongan (ritter) adalah metode yang mencari gaya batang dengan potongan atau irisan analitis. Metode ini umumnya hanya memotong tiga batang mengingat hanya ada tiga persamaan statika saja,

yaitu: Σ M = 0, Σ H = 0 , dan Σ V = 0. Perbedaan metode ritter dengan metode keseimbangan titik buhul adalah dalam peninjauan keseimbangan rotasionalnya. Metode keseimbangan titik buhul, biasanya digunakan apabila ingin mengetahui semua gaya batang. Sedangkan metode potongan biasanya digunakan apabila ingin mengetahui hanya sejumlah terbatas gaya batang. (Dian Ariestadi, 2008)

Akan tetapi, metode elemen hingga mulai sering digunakan dalam analisa perhitungan struktur rangka batang, karena metode ini memeiliki ketelitian yang tinggi.


(41)

II.3 Defenisi Metode Elemen Hingga (Finite Element Method)

Metode elemen hingga (finite element method) merupakan suatu metode numerik yang digunakan untuk menghitung gaya dalam pada suatu struktur. Metode elemen hingga (finite element method) juga dapat dipakai untuk perhitungan nonstruktur, seperti fluida, perpindahan panas, mekanika nuklir, transportasi massa, mekanika kedokteran, dan lain-lain. Keuntungan dari metode elemen hingga adalah bahwa apa yang tidak dapat diselesaikan dengan penyelesaian analitis dapat dipecahkan dengan metode ini, sebagai contoh konstruksi yang mempunyai geometris yang kompleks dan beban yang kompleks. (Prof. Dr. Ir. Irwan Katili, DEA, 2008)

II.4 Perkembangan Metode Elemen Hingga (Finite Element Method)

Perkembangan metode elemen hingga sampai sekarang sangat pesat. Berikut sejarah singkat mengenai perkembangan metode elemen hingga:

• Tahun 1941 : Hernikoff menggunakan metode ini dalam bidang ilmu

teknik struktur.

• Tahun 1943 : Mc Henry menggunakan metode ini pada perhitungan

tegangan untuk struktur yang berdimensi satu (one dimensional).

• Tahun 1943 : Courant mengembangkan defenisi tegangan dalam bentuk

fungsi. Sebagai awal penggunaan fungsi bentuk (shape function) yang diterapkan dalam elemen segitiga (elemen dua dimensi).


(42)

• Tahun 1947 : Levy mengunakan metode fleksibilitas (flexibility method)

atau metode gaya (force method).

• Tahun 1953 : Levy mengembangkan metode deformasi (displacement

method) atau metode kekakuan (stiffness method). Pada masa itu, usulan Levy susah diterima oleh umum karena memerlukan banyak perhitungan sehingga diperlukan komputer sebagai sarana pendukung.

• Tahun 1956 : Turner, Clough, Martin, dan Topp, mereka

memperkenalkan matriks kekakuan pada elemen rangka (truss element) dan balok (beam element).

• Tahun 1960 : Clough memperkenalkan elemen segiempat dan elemen

segitiga.

• Tahun 1961 : Melos menyajikan matriks kekakuan untuk elemen segi

empat.

• Tahun 1964 : Argirys memperkenalkan elemen dengan tiga dimensional.

Setelah tahun 1976 perkembangan metode elemen hingga (finite element method) sangat pesat, ditambah mulai digunakan komputer untuk memudahkan menyelesaikan perhitungan strukturnya. (Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan)

II.5 Metode Elemen Hingga dalam Struktur

Dalam perhitungan mekanika ada dua cara yakni sebagai berikut:


(43)

2. Metode perpindahan (displacement method)

Dalam perkembangan software, dasarnya adalah metode kekakuan atau metode elemen hingga. Beda metode kekakuan dengan metode elemen hingga adalah dalam mengerjakan matriks kekakuannya. Pada metode kekakuan hanya dapat dilakukan pada elemen yang berdimensi satu (one dimensional), sedangkan metode elemen hingga dapat diterapkan pada elemen yang berdimensi satu (one dimensional), berdimensi dua (two dimensional), maupun berdimensi tiga (three dimensional). (Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan)

II.6 Jenis – Jenis Struktur dalam Elemen Hingga (Finite Element Method) II.6.1 Rangka (truss)

Rangka adalah struktur kerangka yang dibuat dengan menyambungkan elemen struktur yang lurus dengan sambungan sendi di kedua ujungnya. Struktur rangka tersusun dari batang-batang tarik dan batang-batang tekan saja.

a. Rangka bidang (plane truss element), yaitu rangka yang memiliki 2 buah DOF, yaitu perpindahan d1 dan d2.


(44)

b. Rangka ruang (space truss element) memiliki 6 buah DOF, dimana di setiap nodalnya menahan perpindahan arah x yaitu d1, arah y yaitu d2, dan arah z

yaitu d3. (Prof. Dr. Ir. Irwan Katili, DEA, 2008)

Gambar II.6 Space Truss Element

II.6.2 Spring

Springelement mirip dengan truss element, umumnya dapat menahan gaya aksial saja. Springelement memiliki 2 buah DOF.


(45)

II.6.3 Balok (beam)

Balok adalah batang lurus ditumpu di dua atau lebih perletakan yang mendapatkan pembebanan tunggal maupun merata. Elemen balok memiliki 4 buah DOF, dimana di setiap nodalnya menahan peralihan arah y yaitu vidan rotasi sudut arah sumbu z yaitu θi. (Prof. Dr. Ir. Irwan Katili, DEA, 2008)

Gambar II.8 Beam Element

II.6.4 Balok Silang (grid)

Balok silang merupakan kombinasi dari elemen balok dengan tambahan torsi. Balok silang memiliki 6 buah DOF, dimana di setiap nodal menahan peralihan vertikan v , i rotasi θyiterhadap sumbu y akibat momen lentur, dan rotasi

xi

θ terhadap sumbu elemen akibat torsi. (Prof. Dr. Ir. Irwan Katili, DEA, 2008)


(46)

II.6.5 Portal (frame)

a. Portal bidang (plane frame element), yaitu portal yang dapat menahan beban pada arah sumbu x dan sumbu y. Portal bidang memiliki 6 buah DOF, dimana di setiap nodal menahan peralihan terhadap sumbu x yaitu didan terhadap sumbu y yaitu vi, serta rotasi akibat momen yaitu θi. (Prof. Dr. Ir. Irwan Katili, DEA, 2008)

Gambar II.10 Plane Frame Element

c. Portal ruang (space frame element), yaitu portal yang dapat menahan beban pada semua arah (sumbu x, y, dan z).


(47)

Gambar II.11 Space Frame Element

II.7 Konsep Dasar Metode Elemen Hingga (Finite Element Method)

Konsep dasar yang melandasi metode elemen hingga adalah prinsip deskritisasi yaitu membagi suatu benda menjadi elemen-elemen yang berukuran lebih kecil supaya lebih mudah pengelolaannya. Misalnya suatu bidang yang tidak beraturan (kontinum) dideskritisasi menjadi elemen-elemen yang lebih kecil

(elemen hingga) yang bentuknya lebih teratur dari bentuk semula. (William Weaver, Jr. dan Paul R. Johnston, 1989)


(48)

II.8 Langkah-Langkah Umum dalam Metode Elemen Hingga (Finite Element Method)

1. Deskritisasi dan pemilihan tipe elemen, misalnya:

Simple line element (truss, beam, grid)

Simple two dimensional element

Simple three dimensional element

2. Pemilihan fungsi perpindahan.

3. Tetapkan matriks kekakuan.

4. Tetapkan persamaan konstruksi secara global dengan syarat batas yang berlaku (boundary condition).

5. Selesaikan derajat kebebasan (dof) yang tidak diketahui.

6. Selesaikan gaya dan tegangan pada setiap elemen.

Dalam analisis struktrurnya, metode elemen hingga dapat dibantu dengan bantuan bahasa pemrograman, salah satunya adalah Matlab. (Ir. Yerri Susatio, M.T., 2004)


(49)

II.9 Defenisi Matlab

Matlab merupakan singkatan dari Matrix Laboratory. Matlab adalah bahasa pemrograman yang berfungsi mengintregasikan perhitungan, visualisasi, dan pemrograman dalam suatu lingkungan yang mudah digunakan dimana permasalahan dan solusi dinyatakan dalam notasi secara matematis yang dikenal umum. Seperti dalam sebuah kalkulator yang dapat diprogram, matlab dapat menciptakan, mengeksekusi, dan menyimpan urutan perintah sehingga memungkinkan komputasi dilakukan secara otomatis. Matlab juga memungkinkan untuk memvisualisasi data dalam bentuk matriks. (Kasiman Peranginangin, 2004)


(50)

II.10 Matlab sebagai Kalkulator

Matlab dapat digunakan sebagai sebuah kalkulator, misalnya:

>> (2*7)/8

ans =

1.7500

Terdapat enam operasi aritmatika dasar pada matlab, seperti ditujukan pada tabel II.3.

Operator Keterangan

+ Penjumlahan - Pengurangan * Perkalian

/ Pembagian dengan pembagi adalah sebelah kanan \ Pembagian dengan pembagi adalah sebelah kiri

^ Pangkat

Tabel II.3 Operator Aritmatika (Kasiman Peranginangin, 2004)

II.11 Fungsi Dasar

Selain penambahan, pengurangan, perkalian, pembagian, dan pemangkatan, sering dibutuhkan rumus aritmatika yang lain. Matlab juga dapat menyajikan fungsi trigonometri, logaritma, dan fungsi analisis data juga di dalam melakukan suatu perhitungan.


(51)

II.11.1 Fungsi Matematika Dasar

Fungsi matematika dasar adalah fungsi yang digunakan untuk melakukan sejumlah perhitungan umum antara lain seperti yang ditunjukkan pada tabel II.4.

Fungsi Keterangan

abs Menghitung nilai absolut

sqrt Menghitung akar pangkat dua dari suatu bilangan round Membulatkan bilangan ke bilangan bulat terdekat

fix Membulatkan bilangan ke bilangan bulat terdekat menuju nol ceil Membulatkan bilangan ke bilangan bulat terdekat menuju plus tak

berhingga

floor Membulatkan bilangan ke bilangan bulat terdekat menuju minus tak berhingga

exp Memperoleh nilai dari ex, dimana nilai e = 2,718282 log Menghitung logaritma natural (ln) suatu bilangan

log10 Menghitung logaritma umum suatu bilangan untuk dasar 10

Tabel II.4 Fungsi Matematika Dasar (Delores M. Etter, dkk, 2003)

II.11.2 Fungsi Trigonometri

Fungsi trigonometri banyak digunakan terkait dengan sudut yang dapat disajikan dalam satuan radian ataupun derajat.. Adapun fungsi trigonometri yang disediakan Matlab, antara lain seperti ditujukan pada tabel II.5.


(52)

Fungsi Keterangan

cos Menghitung cosinus suatu bilangan, dimana bilangan dalam radian

sin Menghitung sinus suatu bilangan, dimana bilangan dalam radian

tan Menghitung tangen suatu bilangan, dimana bilangan dalam radian

cosd Menghitung cosinus suatu bilangan, dimana bilangan dalam derajat

sind Menghitung sinus suatu bilangan, dimana bilangan dalam derajat

tand Menghitung tangen suatu bilangan, dimana bilangan dalam derajat

acos Menghitung arccosinus suatu bilangan yang menghasilkan sudut dalam radian (invers cosinus)

asin Menghitung arcsinus suatu bilangan yang menghasilkan sudut dalam radian (invers sinus)

atan Menghitung arctangen suatu bilangan yang menghasilkan sudut dalam radian (invers tangen)

Tabel II.5 Fungsi Trigonometri (Kasiman Peranginangin, 2004)

II.11.3 Fungsi Analisis Data

Matlab menyediakan sejumlah fungsi penting untuk digunakan dalam menganalisi data, antara lain seperti ditunjukkan pada tabel II.6.


(53)

Fungsi Keterangan

max Memberikan nilai terbesar dari suatu vektor atau matriks min Memberikan nilai terkecil dari suatu vektor atau matriks mean Memberikan nilai mean

median Memberikan nilai median

std Menghitung nilai standar deviasi sort Mengurutkan data

Tabel II.6 Fungsi Analisis Data (Delores M. Etter, dkk, 2003)

II.12 Matriks

Elemen dasar dari Matlab adalah matriks atau array. Suatu matriks n x k

adalah suatu array segi empat bilangan yang mempunyai n baris dan k kolom. Dalam menyatakan matriks dalam Matlab dengan menggunakan simbol “[ ]”, misalnya:

>> A = [1 0 1; 3 2 3; 2 1 2] A =

1 0 1

3 2 3


(54)

II.13 Script M-file

M-file adalah deretan perintah Matlab yang disimpan dalam bentuk file. M-file dapat diakses melalui fasilitas editor dimana command yang dibuat dapat disimpan atau dieksekusi dalam bentuk script file dengan ekstensi *.m. M-file sangat bermanfaat ketika jumlah perintah bertambah atau ketika user menginginkan untuk mengubah beberapa nilai dari beberapa variabel dan tentu saja mengevaluasinya pun akan menjadi lebih mudah.

(Kasiman Peranginangin, 2004)

II. 14 SAP (Structure Analysis Programme)

SAP2000 merupakan program versi terakhir yang paling lengkap dari seri-seri program analisis struktur SAP, baik SAP80 maupun SAP90. Keunggulan program SAP antara lain adanya fasilitas desain baja dengan mengoptimalkan penampang profil, sehingga pengguna tidak perlu menentukan profil untuk maasing-masing elemen, tetapi cukup memberikan data profil secukupnya, dan program akan memilih sendiri profil yang paling optimal dan ekonomis.


(55)

BAB III

METODE ANALISA

III.1 Rangka Bidang (Plane Truss Element)

Struktur rangka dibagi menjadi dua, yaitu rangka bidang (plane truss element) dan rangka ruang (space truss element). Rangka bidang (plane truss element) memiliki 2 buah DOF, yaitu perpindahan “ d1 ” dan “d2”. Sebelum

melakukan analisa suatu rangka bidang, terlebih dahulu ditentukan koordinat dan panjang dari setiap elemen rangka, misalnya sebagai berikut:


(56)

Elemen Node 1 (awal) Node 2 (akhir)

a 1 2

b 1 3

c 2 3

d 2 4

e 3 4

f 3 5

g 4 5

Tabel III.1 Penentuan Node di Setiap Elemen

Dalam menentukan panjang setiap elemen strukturnya, dapat menggunakan persamaan:

(

) (

2

)

2 i j i j

a x x y y

L = − + − ( III.1)

dimana koordinat sumbu awal (xi,yi) dan koordinat sumbu akhir (xj,yj).

Sehingga dari persamaan (III.1) dan tabel III.1, dapat diperoleh panjang masing-masing elemen strukturnya, antara lain sebagai berikut:

• Panjang elemen a (dibatasi node 1 dan 2)

(

) (

)

2

1 2 2 1

2 x y y x

La = − + − (III.1.a)

• Panjang elemen b (dibatasi node 1 dan 3)

(

) (

)

2

1 3 2 1

3 x y y x


(57)

• Panjang elemen c (dibatasi node 2 dan 3)

(

) (

)

2

2 3 2 2

3 x y y x

Lc = − + − (III.1.c)

• Panjang elemen d (dibatasi node 2 dan 4)

(

) (

)

2

2 4 2 2

4 x y y

x

Ld = − + − (III.1.d)

• Panjang elemen e (dibatasi node 3 dan 4)

(

) (

)

2

3 4 2 3

4 x y y x

Le = − + − (III.1.e)

• Panjang elemen f (dibatasi node 3 dan 5)

(

) (

)

2

3 5 2 3

5 x y y x

Lf = − + − (III.1.f)

• Panjang elemen g (dibatasi node 4 dan 5)

(

) (

)

2

4 5 2 4

5 x y y x

Lg = − + − (III.1.g)

III.2 Analisa dengan Metode Ritter

Adapun langkah-langkah dalam penyelesaian analisis struktur dengan metode ritter, yaitu sebagai berikut:

• Tentukan gaya-gaya reaksi tumpuan


(58)

• Gambarkan diagram benda bebas (free body) untuk tiap potongan

• Meninjau setiap free body tersebut berada dalam keseimbangan translasi (Σ V = 0 , ΣH = 0 , Σ M = 0)

Gambar III.2 Sistem Potongan pada Struktur Rangka Bidang (Plane Truss Element)

Dari gambar III.2, diperoleh persamaan pada setiap potongannya, antara lain sebagai berikut:


(59)

Potongan I – I

Gambar III.3 Potongan I – I

Σ M4 = 0

P2 .

2 L

– Sf . d = 0 (III.2)

Σ M3 = 0

Sg .

2 H

+ P2 .

2 L

= 0 (III.3)

Potongan II – II


(60)

Σ M3 = 0

Sd .

2 H

– Sg .

2 H

= 0 (III.4)

Σ V = 0

Se – P1 = 0 (III.5)

Potongan III – III

Gambar III.5 Potongan III – III

Σ M3 = 0

Sa .

2 L

– R2 .

2 H

+ H2 .

2 L

– Sd .

2 H

= 0 (III.6)

Σ M4 = 0

Sa .

2 L

+ Sc . d + H2 .

2 L


(61)

Potongan IV – I V

Gambar III.6 Potongan IV – IV

Σ M2 = 0

R1 .

2 L

+ Sb . d = 0 (III.8)

III.3 Analisa dengan Metode Elemen Hingga

Dalam penyelesainnya, metode elemen hingga (finite element method) menggunakan prinsip matriks kekakuan baik terhadap sumbu lokal maupun sumbu global.

III.3.1 Matriks Kekakuan

Matriks kekakuan didefenisikan sebagai hubungan antara gaya yang diberikan dengan perpindahan (displacement), yang dapat ditulis dengan persamaan:


(62)

III.3.1.1 Matriks Kekakuan Terhadap Sumbu Lokal

Berdasarkan gambar III.7, dapat dilihat suatu batang diberi gaya sejajar “ fi ” dan “ fj ”, yang akan menghasilkan dua perpindahan yaitu “ di ” dan “ dj

pada batang tersebut.

Gambar III.7 Elemen Rangka Bidang yang Diberi Gaya

Persamaan yang berlaku untuk:

Node i :

(

i j

)

i d d

L EA

f = − (III.10)

Node j:

(

j j1

)

j d d

L EA

f = − (III.11)

Dalam bentuk matriks persamaan (III.10) dan (III.11) ditulis sebagai:

           

  −

− =

       

j i j

i

d d L

EA f

f

1 1

1 1


(63)

Sehingga matriks kekakuan terhadap sumbu lokal (Ir. Yerri Susatio, 2004) dapat didefenisikan sebagai:

[ ] [ ][ ]

f = k d (III.13) Berdasarkan gambar III.1, dapat dicari matriks kekakuan lokal dari setiap elemen strukturnya, yaitu sebagai berikut:

• Elemen a

[ ]

     − − = 1 1 1 1 a a L EA

k (III.14.a)

• Elemen b

[ ]

     − − = 1 1 1 1 b b L EA

k (III.14.b)

• Elemen c

[ ]

     − − = 1 1 1 1 c c L EA

k (III.14.c)

• Elemen d

[ ]

     − − = 1 1 1 1 d d L EA

k (III.14.d)

• Elemen e

[ ]

     − − = 1 1 1 1 e e L EA

k (III.14.e)

• Elemen f

[ ]

     − − = 1 1 1 1 f f L EA


(64)

• Elemen g

[ ]

  

  −

− =

1 1

1 1 g g

L EA

k (III.14.g)

II.3.1.2 Matriks Kekakuan Terhadap Sumbu Global

Dalam suatu kondisi tertentu sumbu lokal tidak digunakan dalam matriks kekakuan. Akan tetapi, dalam kenyataannya sumbu yang dipakai adalah sumbu global. Dengan cara transformasi koordinat, akan didapat matriks kekakuan terhadap sumbu global.

II.3.1.2.1 Matriks Transformasi Perpindahan

Gambar III.8 Transformasi Perpindahan dari Lokal ke Global

Dari gambar III.8 didapat persamaan:

( )

( )

( )

θ

( )

θ

θ θ

sin cos

sin cos

jy jx

j

iy ix

i

d d

d

d d

d

+ =

+ =

(III.15)


(65)

Misal: cos

( )

θ = c ; sin

( )

θ = s

Dalam bentuk matriks persamaan (III.15) ditulis sebagai:

0 0 0 0                     =       jy jx iy ix j i d d d d s c s c d d (III.16)

Sehingga matriks transformasi perpindahan (Ir. Yerri Susatio, 2004) dapat didefenisikan sebagai:

[ ] [ ]

d = T

[ ]

d'

(III.17)

II.3.1.2.2 Matriks Transformasi Gaya

Gambar III.9 Transformasi Gaya dari Lokal ke Global

Dari gambar III.9 didapat persamaan:

( )

( )

( )

θ

( )

θ θ θ sin cos sin cos jy jx j iy ix i f f f f f f + = + = (III.18)


(66)

Misal: cos

( )

θ = c ; sin

( )

θ = s

Dalam bentuk matriks persamaan (III.18) ditulis sebagai:

0 0 0 0                     =       jy jx iy ix j i f f f f s c s c f f (III.19)

Sehingga matriks transformasi perpindahan (Ir. Yerri Susatio, 2004) dapat didefenisikan sebagai:

[ ] [ ]

[ ]

'

f T

f = (III.20)

Dari persamaan (III.20), dapat dihasilkan persamaan matriks kekakuan sebagai berikut:

[ ] [ ]

[ ]

[ ] [ ]

[ ]

[ ] [ ]

[ ][ ]

[ ] [ ]

[ ][ ]

[ ]

[ ]

[ ] [ ]

'

[ ][ ]

[ ]

' ' ' ' ' ' d T k T d K d T k T f d k T f f T f f T f T T T T = = = = =

[ ]

K =

[ ]

TT

[ ][ ]

k T (III.21) Sehingga matriks kekakuan terhadap sumbu global ( (Ir. Yerri Susatio, 2004) ) dapat didefenisikan sebagai berikut:

[ ]

[ ]

[ ][ ]

[ ]

           − −             = = s c s c L EA s c s c K T k T K T 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0


(67)

(III.22)

Berdasarkan gambar III.1, dapat dicari matriks kekakuan global dari setiap elemen strukturnya, yaitu sebagai berikut:

• Elemen a

[ ]

              − − − − − − − − = 2 2 2 2 2 2 2 2 s cs s cs cs c cs c s cs s cs cs c cs c L EA K a

a (III.23.a)

• Elemen b

[ ]

              − − − − − − − − = 2 2 2 2 2 2 2 2 s cs s cs cs c cs c s cs s cs cs c cs c L EA K b

b (III.23.b)

• Elemen c

[ ]

              − − − − − − − − = 2 2 2 2 2 2 2 2 s cs s cs cs c cs c s cs s cs cs c cs c L EA K c

c (III.23.c)

• Elemen d

[ ]

              − − − − − − − − = 2 2 2 2 2 2 2 2 s cs s cs cs c cs c s cs s cs cs c cs c L EA K d

d (III.23.d)

[ ]

              − − − − − − − − = 2 2 2 2 2 2 2 2 s cs s cs cs c cs c s cs s cs cs c cs c L EA K


(68)

• Elemen e

[ ]

              − − − − − − − − = 2 2 2 2 2 2 2 2 s cs s cs cs c cs c s cs s cs cs c cs c L EA K e

e (III.23.e)

• Elemen f

[ ]

              − − − − − − − − = 2 2 2 2 2 2 2 2 s cs s cs cs c cs c s cs s cs cs c cs c L EA K f

f (III.23.f)

• Elemen g

[ ]

              − − − − − − − − = 2 2 2 2 2 2 2 2 s cs s cs cs c cs c s cs s cs cs c cs c L EA K g

g (III.23.g)

II.3.1.3 Matriks Kekakuan Struktur

Berdasarkan gambar III.1, dapat dicari matriks kekakuan strukturnya. Secara tabel, untuk membangun matriks kekakuan struktur dapat dilihat pada tabel III.1.

• Elemen a dan elemen e

[ ]

Ka dan

[ ]

Ke αae= 270


(69)

• Elemen b dan elemen f

[ ]

Kb dan

[ ]

Kf αbf = 333,47

o

• Elemen c

[ ]

Kc αc = 26,57o

• Elemen d dan elemen g

[ ]

Kd dan

[ ]

Kg αdg = 0

o

Sebagai syarat kompabilitas, maka ditetapkan persamaan sebagai berikut:

{ } { }

{ }

{ } { } { }

{ }

{ } { } { } { }

{ }

{ } { } { }

{ }

{ } { }

{ }

5 4 3 2 1 2 2 1 2 2 1 1 2 2 1 1 2 1 1 d d d d d d d d d d d d d d d d d d d g f g e d f e c b d c a b a = = = = = = = = = = = = = = (III.24)

Pada setiap titik node, maka ditetapkan persamaan sebagai berikut:

{ }

{ } { }

{ }

{ } { } { }

{ }

{ } { } { } { }

{ }

{ } { } { }

{ }

{ } { }

2 2

1 2 2 1 1 2 2 1 1 2 1 1 5 4 3 2 1 g f g e d f e c b d c a b a f f f f f f f f f f f f f f f f f f f + = + + = + + + = + + = + = (III.25)


(70)

Sehingga diperoleh persamaan kekakuan pada setiap titik node, yaitu:

{ }

[ ]

{ }

[ ]

{ }

[ ]

{ }

[ ]

{ }

{ }

[ ]

{ }

[ ]

{ }

[ ]

{ }

[ ]

{ }

[ ]

{ }

[ ]

{ }

{ }

[ ]

{ }

[ ]

{ }

[ ]

{ }

[ ]

{ }

[ ]

{ }

[ ]

{ }

[ ]

{ }

[ ]

{ }

{ }

[ ]

{ }

[ ]

{ }

[ ]

{ }

[ ]

{ }

[ ]

{ }

[ ]

{ }

{ }

5

[ ]

{ }

3

[ ]

{ }

5

[ ]

{ }

4

[ ]

{ }

5

5 4 4 3 4 2 4 5 3 4 3 3 2 3 1 3 4 2 3 2 2 1 2 3 1 2 1 1 22 21 22 21 12 11 22 21 22 21 12 11 12 11 22 21 22 21 12 11 12 11 22 21 12 11 12 11 d K d K d K d K f d K d K d K d K d K d K f d K d K d K d K d K d K d K d K f d K d K d K d K d K d K f d K d K d K d K f g g f f g g e e d d f f e e c c b b d d c c a a b b a a + + + = + + + + + = + + + + + + + = + + + + + = + + + = (III.26)

Dengan menggabungkan persamaan (III.26), maka diperoleh matriks kekakuan struktur rangka, yaitu:

(III.27)

III.3.2 Tegangan Elemen

Berdasarkan hukum Hooke, tegangan dapat didefenisikan dengan

ε

σ =E . Dengan memasukkan defenisi dari regangan, diperoleh:

[

]

[

]

d

L E d d L E L d d E

σ 1 1 1 1

2 1 1

2 = −

      − = − = (III.28)

Dengan mensubtitusi nilai d sesuai persamaan (III.17), maka diperoleh tegangan sebagai berikut:

[ ] [ ]

[ ]

[ ]

[ ] [ ] [ ] [ ]

[ ]

[ ]

[ ]

[ ]

[ ] [ ] [ ] [ ]

[ ]

[ ]

[ ]

[ ]

[ ] [ ] [ ] [ ]

[ ]

[ ]

[ ] [ ]

                               + + + + + + + + + =                 5 4 3 2 1 5 4 3 2 1 22 22 21 21 12 11 22 22 21 21 12 12 11 11 22 22 21 21 12 12 11 11 22 21 12 12 11 11 0 0 0 0 0 0 d d d d d K K K K K K K K K K K K K K K K K K K K K K K K K K K K f f f f f g f g f g g e d e d f e f e c b c b d c d c a a b a b a


(71)

[

]

[

]

[

]

' ' 0 0 0 0 1 1 . 1 1 1 1 d s c s c L E d T L E d L E σ       − = − = − = σ σ

[

]

' d s c s c L E − − =

σ (III.29)

III.3.3 Gaya Elemen

Gaya dapat didefenisikan sebagai P=σ .A. Dengan mensubtitusikan persamaan (III.29), maka diperoleh:

[

c s c s

]

d A L E P A P . . ' − − = =σ

[

]

' d s c s c L EA


(72)

BAB IV

APLIKASI DAN PERHITUNGAN

Dalam tugas akhir ini, analisa dilakukan pada dua buah jenis struktur rangka bidang yang aplikasinya berbentuk kantilever dan jembatan. Perhitungan dilakukan dengan analisa manual dengan metode ritter, yang kemudian dibandingkan dengan metode elemen hingga dengan program matlab dan

microsoft excel, serta dikontrol kembali dengan menggunakan program SAP2000.

IV.1 Struktur Rangka Bidang I


(73)

Struktur rangka ini memiliki 7 elemen (batang) dan 5 node yang diberi beban terpusat sebesar P1=50 KN dan P2=70 KN yang diletakkan pada dua

perletakan sendi-sendi.

IV.1.1 Panjang Elemen

Dalam mencari panjang elemen, dapat menggunakan persamaan (III.1.a) sampai persamaan (III.1.g), antara lain sebagai berikut:

• Elemen a

(

21

) (

2+ 21

)

2 =

(

0−0

) (

2+ 4−0

)

2 =4m

= x x y y

La

• Elemen b

(

31

) (

2+ 31

)

2 =

(

4−0

) (

2+ 2−4

)

2 =4,4721 m

= x x y y

Lb

• Elemen c

(

32

) (

2+ 32

)

2 =

(

4−0

) (

2+ 2−0

)

2 =4,4721 m

= x x y y

Lc

• Elemen d

(

42

) (

2+ 42

)

2 =

(

4−0

) (

2+ 0−0

)

2 =4 m

= x x y y

Ld

• Elemen e

(

43

) (

2+ 43

)

2 =

(

4−4

) (

2+ 0−2

)

2 =2 m

= x x y y

Le

• Elemen f

( 53) (2+ 53)2 = (8−4) (2+ 0−2)2 =4,4721 m

= x x y y


(74)

• Elemen g

(

54

) (

2+ 54

)

2 =

(

8−4

) (

2+ 0−0

)

2 =4 m

= x x y y

Lg

IV.1.2 Metode Ritter pada Struktur Rangka Bidang I

Seperti diketahui, dalam metode ritter menggunakan sistem keseimbangan titik potongan. Dari gambar IV.1, dapat direncanakan sistem potongan strukturnya seperti yang ditunjukkan pada gambar IV.2 sebagai berikut:


(75)

Dari gambar ini, dapat dicari reaksi di setiap tumpuan dan gaya di setiap

batang dengan menggunakan prinsip Σ M = 0, Σ V = 0 dan ΣH = 0, anatar lain

sebagai berikut:

• Gaya reaksi tumpuan

Σ M2 = 0 Σ M1 = 0

R1 . H + P1 .

2 L

+ P2 . L = 0 - R2 . H + P1 .

2 L

+ P2 . L = 0

R1 . 4 + 50. 4 + 70 . 8 = 0 - R2 . 4 + 50. 4 + 70 . 8 = 0

R1 = - 190 KN ( ) R2 = 190 KN ( )

Σ M5a = 0 Σ M5b = 0

R1 . H + H1 . L = 0 H2 . L - P1 .

2 L

= 0

- 190 . 4 + H1 . 8 = 0 H2 . 8 - 50. 4 = 0

H1 = 95 KN ( ) H2 = 25 KN ( )

Kontrol :

Σ H = 0 Σ V = 0

R1 + R2 = 0 H1 + H2 = P1 + P2

-190 + 190 = 0 95 + 25 = 50 + 70

0 = 0 .... (OK) 120 = 120 .... (OK)


(76)

• Gaya batang

Potongan I – I

Gambar IV.3 Potongan I – I

Dengan menggunakan persamaan III.2 dan III.3, maka diperoleh:

Σ M4 = 0

P2 .

2 L

– Sf . d = 0 dimana, d = sin α .

2 L

70 . 4 – Sf . 1,789 = 0 d = sin 26,57 . 4

– Sf . 1,789 = -280 d = 1,789 m

Sf = 156,612 KN

Σ M3 = 0

Sg .

2 H

+ P2 .

2 L

= 0

Sg . 2 + 70 . 4 = 0

Sg . 2 = -280


(77)

Potongan II – II

Gambar IV.4 Potongan II – II

Dengan menggunakan persamaan III.4 dan III.5, maka diperoleh:

Σ M3 = 0

Sd .

2 H

– Sg .

2 H

= 0

Sd . 2 – (-140) . 2 = 0

Sd . 2 = -280

Sd = -140 KN

Σ V = 0

Se – P1 = 0

Se – 50 = 0


(78)

Potongan III – III

Gambar IV.5 Potongan III – III

Dengan menggunakan persamaan III.6 dan III.7, maka diperoleh:

Σ M3 = 0

Sa .

2 L

– R2 .

2 H

+ H2 .

2 L

– Sd .

2 H

= 0

Sa . 4 – 190 . 2 + 25 . 4 – (-140) .2 = 0

Sa . 4 – 380 + 100 + 280 = 0

Sa = 0

Σ M4 = 0

Sa .

2 L

+ Sc . d + H2 .

2 L

= 0

0 . 4 + Sc . 1,789 + 25 . 4 = 0

0 + Sc . 1,789 + 100 = 0


(79)

Potongan IV – I V

Gambar IV.6 Potongan IV – IV

Σ M2 = 0

R1 .

2 L

+ Sb . d = 0

- 190 . 4 + Sb . 3,577 = 0

Sb = 212,469 KN

Batang Gaya Batang (KN)

Tarik Tekan Nol

a – – 0

b 212,469 – –

c – 55,997 –

d – 140 –

e 50 – –

f 156,612 – –

g – 140 –

Tabel IV.1 Hasil Perhitungan Gaya dengan Metode Ritter pada Struktur Rangka Bidang I


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

1. Perbedaan rata-rata persentase gaya metode ritter dengan metode elemen

hingga menggunakan program matlab dan

microsoft excel

pada struktur rangka

bidang I sebesar 0,110 %.

2. Perbedaan rata-rata persentase gaya metode ritter dengan program SAP2000

v.14 pada struktur rangka bidang I sebesar 1,000 %.

3. Perbedaan rata-rata persentase gaya metode elemen hingga menggunakan

program matlab dan

microsoft excel

dengan program SAP2000 v.14 pada

struktur rangka bidang I sebesar 0,983 %.

4. Perbedaan rata-rata persentase gaya metode ritter dengan metode elemen

hingga menggunakan program matlab dan

microsoft excel

pada struktur rangka

bidang II sebesar 0,092 %.

5. Perbedaan rata-rata persentase gaya metode ritter dengan program SAP2000

v.14 pada struktur rangka bidang II sebesar 2,426 %.

6. Perbedaan rata-rata persentase gaya metode elemen hingga menggunakan

program matlab dan

microsoft excel

dengan program SAP2000 v.14 pada

struktur rangka bidang II sebesar 2,503 %.


(2)

7. Perhitungan gaya batang dari hasil perhitungan metode elemen hingga

menggunakan matlab dan

microsoft excel

memiliki hasil yang sama.

8. Perhitungan gaya batang dengan metode ritter dan metode elemen hingga dapat

dinyatakan relevan.

9. Analisa perhitungan dengan metode elemen hingga menghasilkan hasil yang

lebih kompleks dibandingkan dengan metode ritter. Akan tetapi, dari aspek

kerumitan dan proses perhitungannya, maka analisa metode ritter lebih mudah

dan singkat.

V.2 Saran

1. Pada struktur rangka yang memiliki geometris yang kompleks, sebaiknya

menggunakan metode elemen hingga dalam proses analisisnya, karena

memiliki tingkat akurasi yang cukup baik.

2. Dalam menghitung data dalam bentuk matriks, sebaiknya menggunakan

program Matlab sehingga proses pengerjaannya lebih cepat dan lebih akurat.

3. Diperlukan ketelitian dalam memasukkan perintah-perintah pada program

matlab, agar program tersebut dapat dijalankan dengan baik.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Ariestadi, Dian. 2008.

Teknik Struktur Bangunan

. Jilid 2. Jakarta

Departemen Pekerjaan Umum. 2002.

Tata Cara Perencanaan Struktur Baja

Untuk Bangunan Gedung

. SNI 03-1729-2002. Jakarta

Etter, Delores M, David C. Kuncicky and Dough Hull. 2003.

Pengantar Matlab 6

.

Jakarta: PT. INDEKS Kelompok Gramedia

Hardi, Joni, Ir. MT.

Diktat Teknologi Bangunan IV

. Jakarta: Universitas Mercu

Buana

Katili, I. 2008.

Metode Elemen Hingga untuk Skeletal

. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada

Kattan, P. I. 2002.

Matlab Guide to Finite Elements An Interactive Aprproach

.

Berlin: Springer

Peranginangin, Kasiman. 2006.

Pengenalan Matlab

. Yogyakarta: Andi

Schodek, Daniel L. 1998.

Struktur

. Bandung: PT. Refika Aditama

Setiawan, Agus. 2008.

Perencanaan Struktur Baja dengan Metode LRFD

.

Semarang: Erlangga

Susatio, Yerri, Ir. MT, 2004.

Dasar-Dasar Metode Elemen Hingga

. Yogyakarta:

Andi

Tarigan, Johannes, Prof. Dr. Ing,

Bahan Kuliah Metode Elemen Hingga

. Medan:

Universitas Sumatera Utara

Weaver, William Jr. and Paul R. Johnston, 1989.

Elemen Hingga untuk Analisis

Struktur

. Bandung: PT. Eresco Bandung


(4)

LAMPIRAN

Lampiran 1.

Hasil Output Gaya Batang Struktur Rangka Bidang I pada Program

SAP2000 v.16

TABLE: Element Forces - Frames

Frame Station OutputCase CaseType P

Text m Text Text KN

a 0 DEAD LinStatic 0.192

a 2 DEAD LinStatic 0.000

a 4 DEAD LinStatic -0.192

b 0 DEAD LinStatic 214.662

b 2.236 DEAD LinStatic 214.566

b 4.472 DEAD LinStatic 214.470

c 0 DEAD LinStatic -57.692

c 2.236 DEAD LinStatic -57.596

c 4.472 DEAD LinStatic -57.499

d 0 DEAD LinStatic -140.397

d 0.5 DEAD LinStatic -140.397

d 1 DEAD LinStatic -140.397

d 1.5 DEAD LinStatic -140.397

d 2 DEAD LinStatic -140.397

d 2.5 DEAD LinStatic -140.397

d 3 DEAD LinStatic -140.397

d 3.5 DEAD LinStatic -140.397

d 4 DEAD LinStatic -140.397

e 0 DEAD LinStatic 50.774

e 1 DEAD LinStatic 50.678

e 2 DEAD LinStatic 50.582

f 0 DEAD LinStatic 156.926

f 2.236 DEAD LinStatic 156.830

f 4.472 DEAD LinStatic 156.734

g 0 DEAD LinStatic -140.212

g 0.5 DEAD LinStatic -140.212

g 1 DEAD LinStatic -140.212

g 1.5 DEAD LinStatic -140.212

g 2 DEAD LinStatic -140.212

g 2.5 DEAD LinStatic -140.212

g 3 DEAD LinStatic -140.212


(5)

Lampiran 2.

Hasil Output Gaya Batang Struktur Rangka Bidang II pada

Program SAP2000 v.16

TABLE: Element Forces - Frames

Frame Station OutputCase CaseType P

Text m Text Text KN

a 0 DEAD LinStatic -92.399

a 0.5 DEAD LinStatic -92.399

a 1 DEAD LinStatic -92.399

a 1.5 DEAD LinStatic -92.399

a 2 DEAD LinStatic -92.399

a 2.5 DEAD LinStatic -92.399

a 3 DEAD LinStatic -92.399

a 3.5 DEAD LinStatic -92.399

a 4 DEAD LinStatic -92.399

b 0 DEAD LinStatic -123.174

b 0.5 DEAD LinStatic -123.174

b 1 DEAD LinStatic -123.174

b 1.5 DEAD LinStatic -123.174

b 2 DEAD LinStatic -123.174

b 2.5 DEAD LinStatic -123.174

b 3 DEAD LinStatic -123.174

b 3.5 DEAD LinStatic -123.174

b 4 DEAD LinStatic -123.174

c 0 DEAD LinStatic -123.174

c 0.5 DEAD LinStatic -123.174

c 1 DEAD LinStatic -123.174

c 1.5 DEAD LinStatic -123.174

c 2 DEAD LinStatic -123.174

c 2.5 DEAD LinStatic -123.174

c 3 DEAD LinStatic -123.174

c 3.5 DEAD LinStatic -123.174

c 4 DEAD LinStatic -123.174

d 0 DEAD LinStatic -92.399

d 0.5 DEAD LinStatic -92.399

d 1 DEAD LinStatic -92.399

d 1.5 DEAD LinStatic -92.399

d 2 DEAD LinStatic -92.399

d 2.5 DEAD LinStatic -92.399

d 3 DEAD LinStatic -92.399

d 3.5 DEAD LinStatic -92.399

d 4 DEAD LinStatic -92.399

e 0 DEAD LinStatic 130.820


(6)

TABLE: Element Forces - Frames

Frame Station OutputCase CaseType P

Text m Text Text KN

e 5.657 DEAD LinStatic 130.436

f 0 DEAD LinStatic -91.354

f 2 DEAD LinStatic -91.546

f 4 DEAD LinStatic -91.739

g 0 DEAD LinStatic 43.577

g 2.828 DEAD LinStatic 43.384

g 5.657 DEAD LinStatic 43.192

h 0 DEAD LinStatic -60.286

h 2 DEAD LinStatic -60.479

h 4 DEAD LinStatic -60.671

i 0 DEAD LinStatic 43.577

i 2.828 DEAD LinStatic 43.384

i 5.657 DEAD LinStatic 43.192

j 0 DEAD LinStatic -91.354

j 2 DEAD LinStatic -91.546

j 4 DEAD LinStatic -91.739

k 0 DEAD LinStatic 130.820

k 2.828 DEAD LinStatic 130.628

k 5.657 DEAD LinStatic 130.436

l 0 DEAD LinStatic 92.486

l 0.5 DEAD LinStatic 92.486

l 1 DEAD LinStatic 92.486

l 1.5 DEAD LinStatic 92.486

l 2 DEAD LinStatic 92.486

l 2.5 DEAD LinStatic 92.486

l 3 DEAD LinStatic 92.486

l 3.5 DEAD LinStatic 92.486

l 4 DEAD LinStatic 92.486

m 0 DEAD LinStatic 92.486

m 0.5 DEAD LinStatic 92.486

m 1 DEAD LinStatic 92.486

m 1.5 DEAD LinStatic 92.486

m 2 DEAD LinStatic 92.486

m 2.5 DEAD LinStatic 92.486

m 3 DEAD LinStatic 92.486

m 3.5 DEAD LinStatic 92.486