Bab ini berisi latar belakang dan perumusan masalah, tujuan penulisan, batasan masalah, metodologi penulisan, dan sistematika penulisan. Secara umum, bab ini
memberikan gambaran mengenai penyusunan tugas akhir ini.
BAB I PENDAHULUAN
BAB II TEORI DASAR
Bab ini berisi penjelasan dan gambaran umum tentang hal – hal dasar mengenai rangka batang, seperi perkembangan, desain, dan analisis rangka batang. Dalam
bab ini juga dibahas tentang teori bahasa pemrograman Matlab.
BAB III METODE ANALISA
Bab ini berisi penjelasan mengenai metode yang akan digunakan dalam pengerjaan tugas akhir ini. Metode yang digunakan adalah metode ritter dan
metode elemen hingga finite element method yang dibantu dengan menggunakan bahasa pemrograman Matlab.
BAB IV APLIKASI DAN PERHITUNGAN
Bab ini berisi perhitungan untuk mencari gaya pada struktur rangka batang sebidang plane truss element dengan cara metode ritter dan metode element
hingga finite element method.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan yang dapat diambil dari dari seluruh kegiatan tugas
akhir ini dengan menitikberatkan pada hasil perhitungan.
BAB II
TEORI DASAR
II.1 Defenisi Struktur
Secara sederhana struktur bangunan dapat didefenisikan sebagai sarana untuk menyalurkan beban akibat kehadiran suatu bangunan ke dalam tanah.
Struktur bangunan juga dapat didefenisikan sebagai suatu sekumpulan objek yang mempunyai karakterisitik sama yang dihubungkan satu sama lain dengan cara
tertentu agar seluruh struktur mampu berfungsi secara keseluruhan dalam memikul beban, baik yang beraksi secara horizontal maupun vertikal ke dalam
tanah. Daniel L. Schodek, 1998
II.2 Perkembangan Struktur Rangka Batang
Rangka batang merupakan salah satu komponen penting yang dimiliki oleh struktur selain pondasi, kolom, balok dan lain-lain.
Pada tahun 1518-1580, seorang arsitek bernama Andrea Palladio yang berasal dari Italia, memberikan gambaran mengenai struktur rangka batang
dengan rangkaian pola segitiga yang benar dan mengetahui bagaimana cara struktur tersebut memikul beban. Setelah itu, rangka batang mulai digunakan pada
konstruksi besar, misalnya gedung-gedung bangunan. Akan tetapi, hal ini tidak memberikan pengaruh apapun pada inovasi struktur. Para ahli jembatan pada
abad ke sembilan belaslah yang mulai secara sistematis mempelajari dan
bereksperimen dengan potensi rangka batang, hal ini dilakukan karena meningkatnya kebutuhan transportasi pada saat itu.
Gambar II.1 Model Struktur Rangka Batang pada Jembatan
Kemudian, penggunaan rangka batang untuk gedung mulai ikut berkembang meskipun lebih lambat karena adanya perbedaan tradisi kebutuhan
hingga akhirnya menjadi elemen umum dalam arsitektur modern. Berkembangnya rangka batang sebagai bentuk struktural utama
berlangsung sangat cepat dan memberikan pengaruh yang sangat cepat, dengan demikian perkembangan rangka batang dibantu oleh dasar pengetahuan teoritis
yang bersifat percobaan berkembang dengan cepat. Ir. Joni Hardi, MT
II.2.1 Prinsip – Prinsip Umum Rangka Batang II.2.1.1 Prinsip Dasar Pembentukan Segitiga
Prinsip utama yang mendasari penggunaan rangka batang sebagai struktur pemikul beban adalah penyusunan elemen menjadi konfigurasi segitiga yang
menghasilkan bentuk stabil. Pola yang bukan segitiga menyebabkan struktur tersebut menjadi tidak stabil yang mengakibatkan terjadinya deformasi yang
realtif besar. Dian Ariestadi, 2008
Sebagai pembantu dalam menentukan kestabilan rangka batang digunakan persamaan aljabar yang menghubungkan banyak titik hubung
pada rangka batang dengan banyak batang yang diperlukan untuk kestabilan.
n = 2 j – 3 II.1
dimana: n = Jumlah batang j = Jumlah node
Pada struktur stabil, sudut yang terbentuk antara dua batang tidak akan berubah apabila dibebani. Hal ini berbeda dengan mekanisme yang terjadi pada
bentuk struktur yang tidak stabil, dimana sudut antara dua batangnya akan berubah sangat besar apabila dibebani.
Bila susunan segitiga dari batang-batang adalah bentuk stabil, maka sembarang susunan segitiga juga membentuk struktur stabil dan kokoh. Bentuk
kaku yang lebih besar untuk sembarang geometri dapat dibuat dengan
memperbesar segitiga-segitiga itu. Pada struktur stabil, gaya eksternal menyebabkan timbulnya gaya pada batang-batang. Gaya-gaya tersebut adalah
gaya tarik dan tekan. Daniel L. Schodek, 1998
Gambar II.2 Rangka Batang dan Prinsip-Prinsip Dasar Triangulasi Dian Ariestadi, 2008
a Bentuk umum rangka batang
b Konfigurasi yang stabil c Konfigurasi stabil d Gaya batang
e Konfigurasi segitiga f Pada struktur rangka, hanya gaya tarik dan tekan
yang timbul dalam batang yang setiap batangnya dihubungkan secara sendi-sendi
II.2.1.2 Analisa Gaya Batang
Metode untuk menentukan gaya-gaya pada rangka batang adalah berdasarkan pada tinjauan keseimbangan titik hubung. Pada konfigurasi rangka
batang sederhana, sifat gaya batang tarik atau tekan dapat ditentukan dengan memberikan
gambaran bagaimana
rangka batang
tersebut memikul
beban, misalnya dengan memberi gambaran bentuk deformasi yang mungkin terjadi pada saat struktur tersebut diberi beban. Tetapi pada struktur
rangka yang memiliki geometri yang kompleks, sifat gaya batang tidak dapat ditentukan dengan menggambarkan bentuk deformasi yang terjadi. Struktur
tersebut harus dianalisis secara matematis agar diperoleh hasil yang lebih akurat. Dian Ariestadi, 2008
II.2.2 Desain Rangka Batang
II.2.2.1 Efisiensi
Faktor efesiensi sangat berpengaruh dalam perencanaan dan pengerjaan pada konstruksi struktur rangka. Faktor ini dapat terdiri dari dua, yaitu:
1. Efisiensi Struktural
Efisiensi struktural merupakan suatu alternatif bersifat ekonomis yang bertujuan untuk meminimumkan jumlah bahan yang digunakan
tanpa mengurangi
kekuatan struktur,
sehingga struktur
tersebut mempunyai kemampuan layan yang relatif sama dari perencanaan semula.
Dian Ariestadi, 2008
2. Efisiensi Pelaksanaan Konstruksi
Efisiensi pelaksanaan
konstruksi merupakan
suatu alternatif
untuk memudahkan dalam pengerjaan konstruksi struktur rangka batang, misalnya dengan membuat semua batang identik, maka perakitan elemen-elemen
rangkaakan menjadi lebih mudah dibandingkan bila batang-batang yang digunakan berbeda. Dian Ariestadi, 2008
II.2.2.2 Konfigurasi
Stuktur rangka batang dapat mempunyai banyak bentuk. Seperti halnya pada balok maupun kabel, penentuan konfigurasi batang merupakan
tahap awal dalam mendesain struktur rangka, sebelum proses analisis gaya batang dan penentuan ukuran setiap elemen struktur pada suatu
bangunan dilakukan. Hal ini bertujuan agar konfigurasi rangka batang yang akan dipakai sesuai dengan bangunan yang dirancang. Beberapa bentuk
konfigurasi rangka batang yang umum digunakan dapat dilihat pada Gambar II.3. Daniel L. Schodek, 1998
Gambar II.3 Jenis – Jenis Umum Rangka Batang Daniel L. Schodek, 1998
II.2.2.3 Tinggi Rangka Batang
Volume total suatu struktur rangka sangat dipengaruhi oleh tinggi struktur rangka itu sendiri. Semakin tinggi suatu stuktur rangka batang, maka semakin
besar volume struktur rangka tersebut, begitu juga sebaliknya. Sehingga,
Rangka Batang Fink Menggantung
Tiang Raja
Tiang Raja Terbalik Rangka Batang
Pratt Menggantung Rangka Batang
Howe Menggantung
Tiang Ratu
Tiang Ratu Terbalik Batang Tepi Sejajar
Rangka Batang Howe
Batang Tepi Sejajar Rangka Batang Pratt
Batang Tepi Sejajar Rangka Batang Warren
Rangka Batang dengan Diagonal Silang dan Batang Tepi Sejajar
penentuan tinggi optimum rangka batang umumnya dilakukan dengan proses optimasi. Daniel L. Schodek, 1998
Berikut ini pedoman sederhana yang dapat dijadikan sebagai patokan awal dalam menentukan tinggi rangka batang.
Jenis Rangka Batang Tinggi
Rangka batang dengan beban relatif ringan dan berjarak dekat, misalnya: rangka
batang atap bentangan
dari 20
1
Rangka batang kolektor sekunder yang memikul beban sedang
bentangan dari
10 1
Rangka batang kolektor primer yang memikul beban yang sangat besar
bentangan dari
5 1
atau 4
1
Tabel II.1 Pedoman Awal dalam Menentukan Tinggi Rangka Batang Daniel L. Schodek, 1998
II.2.2.4 Batang Tekan
Suatu komponen yang mengalami gaya tekan, akibat beban terfaktor N
u
, menurut SNI 03-1729-2002, harus memenuhi:
n n
u
N N
. φ
II.2 Dengan :
u
N = Beban terfaktor
n
N = Tahanan nominal komponen struktur tekan
n
φ = Faktor reduksi
Faktor reduksi kekuatan
n
φ untuk komponen struktur yang memikul gaya tekan aksial SNI 03-1729-2002 sebesar 0,85.
Daya dukung nominal N
n
struktur tekan dihitung sebagai berikut:
ω
y g
n
f A
N .
= II.3
Dengan :
g
A = Luas penampang
y
f = Kuat leleh material
Dengan besarnya ω ditentukan oleh
c
λ , yaitu: Untuk
c
λ 0,25 maka
ω = 1 II.4.a
Untuk 0,25
c
λ 1,2 maka ω =
c
λ 67
, 6
, 1
43 ,
1 −
II.4.b
Untuk
c
λ 1,2 maka
ω =
2
25 ,
1
c
λ II.4.c
Dimana,
E f
y c
π λ
λ = II.5
r L
k . =
λ II.6
Dengan : λ = Kelangsingan komponen struktur
k = Faktor panjang tekuk L = Panjang komponen struktur tekan
r = Jari - jari girasi komponen struktur tekan
Dalam mendesain batang tekan, bahaya tekuk sangat diperhitungkan pada komponen-komponen tekan yang langsing. Panjang tekuk tergantung dari kondisi
tumpuan ujungnya.
Garis putus menunjukkan
posisi kolom pada saat
tertekuk
HargaK teoretis
0,5 0,7
1,0 1,0
2,0 2,0
K desain 0,65
0,80 1,2
1,0 2,10
2,0
Keterangan
Tabel II.2 Panjang Tekuk untuk Beberapa Kondisi Perletakan Agus Setiawan, 2008
Jepit Sendi
Rol tanpa rotasi Ujung bebas
II.2.2.4.1 Komponen Struktur Tekan Tersusun
Komponen struktur tekan dapat tersusun dari dua atau lebih profil, yang disatukan dengan menggunakan pelat kopel. Analisis kekuatannya harus dihitung
terhadap sumbu bahan dan sumbu bebas bahan. Agus Setiawan, 2008 Kelangsingan pada arah sumbu bahan sumbu x dihitung dengan:
x x
x
r L
k . =
λ II.7
Dan pada arah sumbu bebas bahan sumbu y harus dihitung kelangsingan ideal
:
iy
λ
2 1
2
2 λ
λ λ
m
y iy
+ =
II.8 dimana,
min 1
1
dan .
r L
r L
k
y y
y
= =
λ λ
II.9
dimana : L
x
, L
y
= Panjang komponen struktur tekan arah x dan arah y k
= Faktor panjang tekuk r
x
, r
y
, r
min
= Jari - jari girasi komponen struktur tekan m
= Konstanta yang besarnya ditentukan dalam peraturan L
1
= Jarak antar pelat kopel pada arah komponen struktur tekan
Gambar II.4 Nilai Batas Kelangsingan Penampang untuk Berbagai Tipe Penampang Agus Setiawan, 2008
y
f t
b 250
≤
y
f t
d 335
≤
y
f t
b 200
≤
h b
b b
t d
b
t
h t
f
b
f
2
t
w
t t
y
f t
b 250
≤
y w
y f
f
f t
h f
t b
665 250
2 ≤
≤
y w
y
f t
h f
t b
665 250
≤ ≤
II.2.2.5 Batang Tarik
Batang tarik sangat efektif dalam memikul beban. Batang tarik dapat terdiri dari profil tunggal ataupun profil-profil tersusun.
Menurut SNI 03-1729-2002 pasal 10.1, dinyatakan bahwa semua komponen struktur yang memikul gaya tarik aksial terfaktor sebesar T
u
, maka diperoleh:
n u
T T
. φ
II.10 Dengan :
u
T = Beban terfaktor
n
T = Tahanan nominal komponen struktur tarik φ = Faktor reduksi yang besarnya 0,9
II.2.2.5.1 Kondisi Leleh
Bila kondisi leleh menentukan, maka tahanan nominal T
n
, dari batang tarik memenuhi persamaan:
y g
n
f A
T .
= II.11
dimana :
g
A = Luas penampang
y
f = Kuat leleh material
II.2.2.5.2 Kelangsingan Struktur Tarik
Untuk mengurangi masalah terkait dengan lendutan besar, maka komponen struktur tarik harus memenuhi syarat kekakuan. Syarat ini berdasarkan
pada rasio kelangsingan, yaitu:
r L
= λ
II.12 Dengan :
λ = Kelangsingan komponen struktur
L
= Panjang komponen struktur
r
= Jari - jari girasi Nilai
λ diambil maksimum 240 untuk batang tarik. Agus Setiawan, 2008
II.2.3 Analisa Rangka Batang
II.2.3.1 Stabilitas
Tahap awal pada analisis rangka batang adalah menentukan apakah rangka batang itu mempunyai konfigurasi yang stabil atau tidak. Secara umum, setiap
rangka batang yang merupakan susunan bentuk dasar segitiga merupakan struktur yang stabil. Pola susunan batang yang tidak segitiga, umumnya kurang stabil yang
akan runtuh apabila dibebani, karena rangka batang ini tidak mempunyai jumlah batang yang mencukupi untuk mempertahankan hubungan geometri yang tetap
antara titik-titik hubungnya.
Pada suatu rangka batang, dapat digunakan batang melebihi jumlah minimum yang diperlukan untuk kestabilan. Aspek lain dalam stabilitas adalah
bahwa konfigurasi batang dapat digunakan untuk menstabilkan struktur terhadap beban lateral. Salah satu cara menstabilkan struktur dengan menggunakan batang-
batang kaku bracing. Daniel L. Schodek, 1998
II.2.3.2 Gaya Batang
Prinsip dasar dalam menganalisis gaya batang adalah bahwa setiap struktur atau setiap bagian dari setiap struktur harus berada dalam kondisi seimbang.
Gaya-gaya batang yang bekerja pada titik hubung rangka batang pada semua bagian struktur harus berada dalam keseimbangan. Prinsip ini merupakan kunci
utama dari analisis rangka batang. Dian Ariestadi, 2008
II.2.3.3 Metode Analisis Rangka Batang
Untuk menyelesaikan perhitungan konstruksi rangka batang, umumnya dapat diselesaikan dengan beberapa metode sebagai berikut:
a. Cara Grafis • Metode cremona
Metode cremona adalah metode grafis dimana dalam penyelesaiannya menggunakan alat tulis dan penggaris siku segitiga. Luigi Cremona Italia
adalah orang yang pertama menguraikan diagram cremona tersebut. Pada metode ini, skala gambar sangat berpengaruh terhadap besarnya kekuatan
batang karena kalau gambarnya terlalu kecil akan sulit pengamatannya.
b. Cara Analitis • Metode keseimbangan titik buhul
Pada analisis rangka batang dengan metode titik hubung joint, rangka
batang dianggap sebagai gabungan batang dan titik hubung. Gaya batang diperoleh dengan meninjau keseimbangan titik-titik hubung.
Setiap titik hubung harus berada dalam keseimbangan, sehingga untuk menghitung gaya-gaya yang belum dike
tahui digunakan Σ H = 0 dan Σ V = 0.
• Metode keseimbangan potongan ritter
Metode keseimbangan potongan ritter adalah metode yang mencari gaya batang dengan potongan atau irisan analitis. Metode ini umumnya hanya
memotong tiga batang mengingat hanya ada tiga persamaan statika saja, yaitu: Σ M = 0, Σ H = 0 , dan Σ V = 0. Perbedaan metode ritter dengan
metode keseimbangan titik buhul adalah dalam peninjauan keseimbangan rotasionalnya. Metode keseimbangan titik buhul, biasanya digunakan
apabila ingin mengetahui semua gaya batang. Sedangkan metode potongan biasanya digunakan apabila ingin mengetahui hanya sejumlah terbatas gaya
batang. Dian Ariestadi, 2008
Akan tetapi, metode elemen hingga mulai sering digunakan dalam analisa perhitungan struktur rangka batang, karena metode ini memeiliki ketelitian yang
tinggi.
II.3 Defenisi Metode Elemen Hingga Finite Element Method
Metode elemen hingga finite element method merupakan suatu metode numerik yang digunakan untuk menghitung gaya dalam pada suatu struktur.
Metode elemen hingga finite element method juga dapat dipakai untuk perhitungan nonstruktur, seperti fluida, perpindahan panas, mekanika nuklir,
transportasi massa, mekanika kedokteran, dan lain-lain. Keuntungan dari metode elemen hingga adalah bahwa apa yang tidak dapat diselesaikan dengan
penyelesaian analitis dapat dipecahkan dengan metode ini, sebagai contoh konstruksi yang mempunyai geometris yang kompleks dan beban yang kompleks.
Prof. Dr. Ir. Irwan Katili, DEA, 2008
II.4 Perkembangan Metode Elemen Hingga Finite Element Method
Perkembangan metode elemen hingga sampai sekarang sangat pesat. Berikut sejarah singkat mengenai perkembangan metode elemen hingga:
• Tahun 1941 : Hernikoff menggunakan metode ini dalam bidang ilmu teknik struktur.
• Tahun 1943 : Mc Henry menggunakan metode ini pada perhitungan tegangan untuk struktur yang berdimensi satu one
dimensional. • Tahun 1943 : Courant mengembangkan defenisi tegangan dalam bentuk
fungsi. Sebagai awal penggunaan fungsi bentuk shape function yang diterapkan dalam elemen segitiga elemen
dua dimensi.
• Tahun 1947 : Levy mengunakan metode fleksibilitas flexibility method atau metode gaya force method.
• Tahun 1953 : Levy mengembangkan metode deformasi displacement method atau metode kekakuan stiffness method. Pada
masa itu, usulan Levy susah diterima oleh umum karena memerlukan banyak perhitungan sehingga diperlukan
komputer sebagai sarana pendukung. • Tahun 1956 : Turner, Clough, Martin, dan Topp, mereka
memperkenalkan matriks kekakuan pada elemen rangka truss element dan balok beam element.
• Tahun 1960 : Clough memperkenalkan elemen segiempat dan elemen segitiga.
• Tahun 1961 : Melos menyajikan matriks kekakuan untuk elemen segi empat.
• Tahun 1964 : Argirys memperkenalkan elemen dengan tiga dimensional.
Setelah tahun 1976 perkembangan metode elemen hingga finite element method sangat pesat, ditambah mulai digunakan komputer untuk memudahkan
menyelesaikan perhitungan strukturnya. Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan
II.5 Metode Elemen Hingga dalam Struktur
Dalam perhitungan mekanika ada dua cara yakni sebagai berikut:
1. Metode gaya force method
2. Metode perpindahan displacement method
Dalam perkembangan software, dasarnya adalah metode kekakuan atau metode elemen hingga. Beda metode kekakuan dengan metode elemen hingga
adalah dalam mengerjakan matriks kekakuannya. Pada metode kekakuan hanya dapat dilakukan pada elemen yang berdimensi satu one dimensional, sedangkan
metode elemen hingga dapat diterapkan pada elemen yang berdimensi satu one dimensional, berdimensi dua two dimensional, maupun berdimensi tiga three
dimensional. Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan
II.6 Jenis – Jenis Struktur dalam Elemen Hingga Finite Element Method
II.6.1 Rangka truss
Rangka adalah struktur kerangka yang dibuat dengan menyambungkan elemen struktur yang lurus dengan sambungan sendi di kedua ujungnya. Struktur
rangka tersusun dari batang-batang tarik dan batang-batang tekan saja.
a. Rangka bidang plane truss element, yaitu rangka yang memiliki 2 buah DOF, yaitu perpindahan d
1
dan d
2
.
Gambar II.5 Plane Truss Element
b. Rangka ruang space truss element memiliki 6 buah DOF, dimana di setiap nodalnya menahan perpindahan arah x yaitu d
1
, arah y yaitu d
2
, dan arah z yaitu d
3
. Prof. Dr. Ir. Irwan Katili, DEA, 2008
Gambar II.6 Space Truss Element
II.6.2 Spring
Spring element mirip dengan truss element, umumnya dapat menahan gaya aksial saja. Spring element memiliki 2 buah DOF.
Gambar II.7 Spring Element
II.6.3 Balok beam
Balok adalah batang lurus ditumpu di dua atau lebih perletakan yang mendapatkan pembebanan tunggal maupun merata. Elemen balok memiliki 4
buah DOF, dimana di setiap nodalnya menahan peralihan arah y yaitu
i
v dan rotasi sudut arah sumbu z yaitu
i
θ . Prof. Dr. Ir. Irwan Katili, DEA, 2008
Gambar II.8 Beam Element
II.6.4 Balok Silang grid
Balok silang merupakan kombinasi dari elemen balok dengan tambahan torsi. Balok silang memiliki 6 buah DOF, dimana di setiap nodal menahan
peralihan vertikan
i
v , rotasi
yi
θ terhadap sumbu y akibat momen lentur, dan rotasi
xi
θ terhadap sumbu elemen akibat torsi. Prof. Dr. Ir. Irwan Katili, DEA, 2008
Gambar II.9 Grid Element
II.6.5 Portal frame
a. Portal bidang plane frame element, yaitu portal yang dapat menahan beban pada arah sumbu x dan sumbu y. Portal bidang memiliki 6 buah DOF, dimana
di setiap nodal menahan peralihan terhadap sumbu x yaitu
i
d dan terhadap sumbu y yaitu
i
v , serta rotasi akibat momen yaitu
i
θ . Prof. Dr. Ir. Irwan Katili, DEA, 2008
Gambar II.10 Plane Frame Element
c. Portal ruang space frame element, yaitu portal yang dapat menahan beban pada semua arah sumbu x, y, dan z.
Gambar II.11 Space Frame Element
II.7 Konsep Dasar Metode Elemen Hingga Finite Element Method
Konsep dasar yang melandasi metode elemen hingga adalah prinsip deskritisasi yaitu membagi suatu benda menjadi elemen-elemen yang berukuran
lebih kecil supaya lebih mudah pengelolaannya. Misalnya suatu bidang yang tidak beraturan kontinum dideskritisasi menjadi elemen-elemen yang lebih kecil
elemen hingga yang bentuknya lebih teratur dari bentuk semula. William Weaver, Jr. dan Paul R. Johnston, 1989
II.8 Langkah-Langkah Umum dalam Metode Elemen Hingga Finite Element
Method
1. Deskritisasi dan pemilihan tipe elemen, misalnya: • Simple line element truss, beam, grid
• Simple two dimensional element • Simple three dimensional element
2. Pemilihan fungsi perpindahan. 3. Tetapkan matriks kekakuan.
4. Tetapkan persamaan konstruksi secara global dengan syarat batas yang berlaku boundary condition.
5. Selesaikan derajat kebebasan dof yang tidak diketahui. 6. Selesaikan gaya dan tegangan pada setiap elemen.
Dalam analisis struktrurnya, metode elemen hingga dapat dibantu dengan bantuan bahasa pemrograman, salah satunya adalah Matlab.
Ir. Yerri Susatio, M.T., 2004 Gambar II.12 Deskritisasi pada Suatu Bidang
II.9 Defenisi Matlab
Matlab merupakan singkatan dari Matrix Laboratory. Matlab adalah bahasa pemrograman yang berfungsi mengintregasikan perhitungan, visualisasi,
dan pemrograman dalam suatu lingkungan yang mudah digunakan dimana permasalahan dan solusi dinyatakan dalam notasi secara matematis yang
dikenal umum. Seperti dalam sebuah kalkulator yang dapat diprogram, matlab
dapat menciptakan,
mengeksekusi, dan
menyimpan urutan
perintah sehingga memungkinkan komputasi dilakukan secara otomatis. Matlab juga memungkinkan untuk memvisualisasi data dalam bentuk matriks.
Kasiman Peranginangin, 2004
Gambar II.13 Tampilan Matlab
II.10 Matlab sebagai Kalkulator
Matlab dapat digunakan sebagai sebuah kalkulator, misalnya: 278
ans = 1.7500
Terdapat enam operasi aritmatika dasar pada matlab, seperti ditujukan pada tabel II.3.
Operator Keterangan
+
Penjumlahan
-
Pengurangan Perkalian
Pembagian dengan pembagi adalah sebelah kanan
\ Pembagian dengan pembagi adalah sebelah kiri
Pangkat
Tabel II.3 Operator Aritmatika Kasiman Peranginangin, 2004
II.11 Fungsi Dasar
Selain penambahan, pengurangan, perkalian, pembagian, dan pemangkatan, sering dibutuhkan rumus aritmatika yang lain. Matlab juga dapat
menyajikan fungsi trigonometri, logaritma, dan fungsi analisis data juga di dalam melakukan suatu perhitungan.
II.11.1 Fungsi Matematika Dasar
Fungsi matematika dasar adalah fungsi yang digunakan untuk melakukan sejumlah perhitungan umum antara lain seperti yang ditunjukkan pada
tabel II.4.
Fungsi Keterangan
abs Menghitung nilai absolut
sqrt Menghitung akar pangkat dua dari suatu bilangan
round Membulatkan bilangan ke bilangan bulat terdekat
fix Membulatkan bilangan ke bilangan bulat terdekat menuju nol
ceil Membulatkan bilangan ke bilangan bulat terdekat menuju plus tak
berhingga
floor Membulatkan bilangan ke bilangan bulat terdekat menuju minus
tak berhingga
exp
Memperoleh nilai dari e
x
, dimana nilai e = 2,718282
log
Menghitung logaritma natural ln suatu bilangan
log10 Menghitung logaritma umum suatu bilangan untuk dasar 10
Tabel II.4 Fungsi Matematika Dasar Delores M. Etter, dkk, 2003
II.11.2 Fungsi Trigonometri
Fungsi trigonometri banyak digunakan terkait dengan sudut yang dapat disajikan dalam satuan radian ataupun derajat.. Adapun fungsi trigonometri yang
disediakan Matlab, antara lain seperti ditujukan pada tabel II.5.
Fungsi Keterangan
cos
Menghitung cosinus suatu bilangan, dimana bilangan dalam radian
sin Menghitung sinus suatu bilangan, dimana bilangan dalam
radian
tan Menghitung tangen suatu bilangan, dimana bilangan dalam
radian
cosd
Menghitung cosinus suatu bilangan, dimana bilangan dalam derajat
sind Menghitung sinus suatu bilangan, dimana bilangan dalam
derajat
tand Menghitung tangen suatu bilangan, dimana bilangan dalam
derajat
acos
Menghitung arccosinus suatu bilangan yang menghasilkan sudut dalam radian invers cosinus
asin Menghitung arcsinus suatu bilangan yang menghasilkan sudut
dalam radian invers sinus
atan Menghitung arctangen suatu bilangan yang menghasilkan
sudut dalam radian invers tangen Tabel II.5 Fungsi Trigonometri Kasiman Peranginangin, 2004
II.11.3 Fungsi Analisis Data
Matlab menyediakan sejumlah fungsi penting untuk digunakan dalam menganalisi data, antara lain seperti ditunjukkan pada tabel II.6.
Fungsi Keterangan
max
Memberikan nilai terbesar dari suatu vektor atau matriks
min
Memberikan nilai terkecil dari suatu vektor atau matriks
mean
Memberikan nilai mean
median Memberikan nilai median
std Menghitung nilai standar deviasi
sort Mengurutkan data
Tabel II.6 Fungsi Analisis Data Delores M. Etter, dkk, 2003
II.12 Matriks
Elemen dasar dari Matlab adalah matriks atau array. Suatu matriks n x k adalah suatu array segi empat bilangan yang mempunyai n baris dan k kolom.
Dalam menyatakan matriks dalam Matlab dengan menggunakan simbol “[ ]”, misalnya:
A = [1 0 1; 3 2 3; 2 1 2] A =
1 0 1 3 2 3
2 1 2
II.13 Script M-file
M-file adalah deretan perintah Matlab yang disimpan dalam bentuk file. M-file dapat diakses melalui fasilitas editor dimana command yang dibuat
dapat disimpan atau dieksekusi dalam bentuk script file dengan ekstensi .m. M-file
sangat bermanfaat
ketika jumlah
perintah bertambah
atau ketika user menginginkan untuk mengubah beberapa nilai dari beberapa
variabel dan tentu saja mengevaluasinya pun akan menjadi lebih mudah. Kasiman Peranginangin, 2004
II. 14 SAP Structure Analysis Programme
SAP2000 merupakan program versi terakhir yang paling lengkap dari seri- seri program analisis struktur SAP, baik SAP80 maupun SAP90. Keunggulan
program SAP antara lain adanya fasilitas desain baja dengan mengoptimalkan penampang profil, sehingga pengguna tidak perlu menentukan profil untuk
maasing-masing elemen, tetapi cukup memberikan data profil secukupnya, dan program akan memilih sendiri profil yang paling optimal dan ekonomis.
BAB III METODE ANALISA
III.1 Rangka Bidang Plane Truss Element
Struktur rangka dibagi menjadi dua, yaitu rangka bidang plane truss element dan rangka ruang space truss element. Rangka bidang plane truss
element memiliki 2 buah DOF, yaitu perpindahan “ d
1
” dan “d
2
”. Sebelum melakukan analisa suatu rangka bidang, terlebih dahulu ditentukan koordinat dan
panjang dari setiap elemen rangka, misalnya sebagai berikut:
Gambar III.1 Contoh Struktur Rangka Bidang Plane Truss Element
Elemen Node 1 awal
Node 2 akhir
a 1
2 b
1 3
c 2
3 d
2 4
e 3
4 f
3 5
g 4
5 Tabel III.1 Penentuan Node di Setiap Elemen
Dalam menentukan panjang setiap elemen strukturnya, dapat menggunakan persamaan:
2 2
i j
i j
a
y y
x x
L −
+ −
=
III.1 dimana koordinat sumbu awal x
i
,y
i
dan koordinat sumbu akhir x
j
,y
j
. Sehingga dari persamaan III.1 dan tabel III.1, dapat diperoleh panjang
masing-masing elemen strukturnya, antara lain sebagai berikut: • Panjang elemen a dibatasi node 1 dan 2
2 1
2 2
1 2
y y
x x
L
a
− +
− =
III.1.a • Panjang elemen b dibatasi node 1 dan 3
2 1
3 2
1 3
y y
x x
L
b
− +
− =
III.1.b
• Panjang elemen c dibatasi node 2 dan 3
2 2
3 2
2 3
y y
x x
L
c
− +
− =
III.1.c • Panjang elemen d dibatasi node 2 dan 4
2 2
4 2
2 4
y y
x x
L
d
− +
− =
III.1.d • Panjang elemen e dibatasi node 3 dan 4
2 3
4 2
3 4
y y
x x
L
e
− +
− =
III.1.e • Panjang elemen f dibatasi node 3 dan 5
2 3
5 2
3 5
y y
x x
L
f
− +
− =
III.1.f • Panjang elemen g dibatasi node 4 dan 5
2 4
5 2
4 5
y y
x x
L
g
− +
− =
III.1.g
III.2 Analisa dengan Metode Ritter
Adapun langkah-langkah dalam penyelesaian analisis struktur dengan metode ritter, yaitu sebagai berikut:
• Tentukan gaya-gaya reaksi tumpuan • Buat potongan yang melalui elemen yang akan dicari besarnya gaya
• Gambarkan diagram benda bebas free body untuk tiap potongan • Meninjau setiap free body tersebut berada dalam keseimbangan translasi
Σ V = 0 , ΣH = 0 , Σ M = 0
Gambar III.2 Sistem Potongan pada Struktur Rangka Bidang Plane Truss Element
Dari gambar III.2, diperoleh persamaan pada setiap potongannya, antara lain sebagai berikut:
Potongan I – I
Gambar III.3 Potongan I – I
Σ M
4
= 0 P
2
. 2
L – S
f
. d = 0 III.2
Σ M
3
= 0 S
g
. 2
H + P
2
. 2
L = 0
III.3
Potongan II – II
Gambar III.4 Potongan II – II
Σ M
3
= 0 S
d
. 2
H – S
g
. 2
H = 0
III.4
Σ V = 0 S
e
– P
1
= 0 III.5
Potongan III – III
Gambar III.5 Potongan III – III
Σ M
3
= 0 S
a
. 2
L – R
2
. 2
H + H
2
. 2
L – S
d
. 2
H = 0
III.6
Σ M
4
= 0 S
a
. 2
L + S
c
. d + H
2
. 2
L = 0
III.7
Potongan IV – I V
Gambar III.6 Potongan IV – IV
Σ M
2
= 0 R
1
. 2
L + S
b
. d = 0 III.8
III.3 Analisa dengan Metode Elemen Hingga
Dalam penyelesainnya, metode elemen hingga finite element method menggunakan prinsip matriks kekakuan baik terhadap sumbu lokal maupun
sumbu global.
III.3.1 Matriks Kekakuan
Matriks kekakuan didefenisikan sebagai hubungan antara gaya yang diberikan dengan perpindahan displacement, yang dapat ditulis dengan
persamaan:
f = k d III.9
III.3.1.1 Matriks Kekakuan Terhadap Sumbu Lokal
Berdasarkan gambar III.7, dapat dilihat suatu batang diberi gaya sejajar
“ f
i
” dan “ f
j
”, yang akan menghasilkan dua perpindahan yaitu “ d
i
” dan “ d
j
”
pada batang tersebut.
Gambar III.7 Elemen Rangka Bidang yang Diberi Gaya
Persamaan yang berlaku untuk: Node i :
j i
i
d d
L EA
f −
= III.10
Node j:
1 j
j j
d d
L EA
f −
= III.11
Dalam bentuk matriks persamaan III.10 dan III.11 ditulis sebagai:
− −
=
j i
j i
d d
L EA
f f
1 1
1 1
III.12
Sehingga matriks kekakuan terhadap sumbu lokal Ir. Yerri Susatio, 2004 dapat didefenisikan sebagai:
[ ] [ ][ ]
d k
f =
III.13
Berdasarkan gambar III.1, dapat dicari matriks kekakuan lokal dari setiap elemen strukturnya, yaitu sebagai berikut:
• Elemen a
[ ]
− −
= 1
1 1
1
a a
L EA
k III.14.a
• Elemen b
[ ]
− −
= 1
1 1
1
b b
L EA
k III.14.b
• Elemen c
[ ]
− −
= 1
1 1
1
c c
L EA
k III.14.c
• Elemen d
[ ]
− −
= 1
1 1
1
d d
L EA
k III.14.d
• Elemen e
[ ]
− −
= 1
1 1
1
e e
L EA
k III.14.e
• Elemen f
[ ]
− −
= 1
1 1
1
f f
L EA
k
III.14.f
• Elemen g
[ ]
− −
= 1
1 1
1
g g
L EA
k
III.14.g
II.3.1.2 Matriks Kekakuan Terhadap Sumbu Global
Dalam suatu kondisi tertentu sumbu lokal tidak digunakan dalam matriks kekakuan. Akan tetapi, dalam kenyataannya sumbu yang dipakai adalah
sumbu global. Dengan cara transformasi koordinat, akan didapat matriks kekakuan terhadap sumbu global.
II.3.1.2.1 Matriks Transformasi Perpindahan
Gambar III.8 Transformasi Perpindahan dari Lokal ke Global
Dari gambar III.8 didapat persamaan:
θ θ
θ θ
sin cos
sin cos
jy jx
j iy
ix i
d d
d d
d d
+ =
+ =
III.15
Lokal Global
Misal: θ
cos = c ;
θ sin
= s Dalam bentuk matriks persamaan III.15 ditulis sebagai:
=
jy jx
iy ix
j i
d d
d d
s c
s c
d d
III.16
Sehingga matriks transformasi perpindahan Ir. Yerri Susatio, 2004 dapat didefenisikan sebagai:
[ ] [ ]
[ ]
d T
d =
III.17
II.3.1.2.2 Matriks Transformasi Gaya
Gambar III.9 Transformasi Gaya dari Lokal ke Global
Dari gambar III.9 didapat persamaan:
θ θ
θ θ
sin cos
sin cos
jy jx
j iy
ix i
f f
f f
f f
+ =
+ =
III.18
Lokal Global
Misal: θ
cos = c ;
θ sin
= s Dalam bentuk matriks persamaan III.18 ditulis sebagai:
=
jy jx
iy ix
j i
f f
f f
s c
s c
f f
III.19
Sehingga matriks transformasi perpindahan Ir. Yerri Susatio, 2004 dapat didefenisikan sebagai:
[ ] [ ]
[ ]
f T
f =
III.20 Dari persamaan III.20, dapat dihasilkan persamaan matriks kekakuan sebagai
berikut:
[ ] [ ]
[ ] [ ] [ ]
[ ]
[ ] [ ]
[ ][ ]
[ ] [ ]
[ ][ ]
[ ]
[ ]
[ ] [ ]
[ ][ ]
[ ]
d T
k T
d K
d T
k T
f d
k T
f f
T f
f T
f
T T
T T
= =
= =
=
[ ]
[ ]
[ ][ ]
T k
T K
T
= III.21
Sehingga matriks kekakuan terhadap sumbu global Ir. Yerri Susatio, 2004 dapat didefenisikan sebagai berikut:
[ ]
[ ]
[ ][ ]
[ ]
− −
= =
s c
s c
L EA
s c
s c
K T
k T
K
T
1 1
1 1
III.22
Berdasarkan gambar III.1, dapat dicari matriks kekakuan global dari setiap elemen strukturnya, yaitu sebagai berikut:
• Elemen a
[ ]
− −
− −
− −
− −
=
2 2
2 2
2 2
2 2
s cs
s cs
cs c
cs c
s cs
s cs
cs c
cs c
L EA
K
a a
III.23.a
• Elemen b
[ ]
− −
− −
− −
− −
=
2 2
2 2
2 2
2 2
s cs
s cs
cs c
cs c
s cs
s cs
cs c
cs c
L EA
K
b b
III.23.b
• Elemen c
[ ]
− −
− −
− −
− −
=
2 2
2 2
2 2
2 2
s cs
s cs
cs c
cs c
s cs
s cs
cs c
cs c
L EA
K
c c
III.23.c
• Elemen d
[ ]
− −
− −
− −
− −
=
2 2
2 2
2 2
2 2
s cs
s cs
cs c
cs c
s cs
s cs
cs c
cs c
L EA
K
d d
III.23.d
[ ]
− −
− −
− −
− −
=
2 2
2 2
2 2
2 2
s cs
s cs
cs c
cs c
s cs
s cs
cs c
cs c
L EA
K
• Elemen e
[ ]
− −
− −
− −
− −
=
2 2
2 2
2 2
2 2
s cs
s cs
cs c
cs c
s cs
s cs
cs c
cs c
L EA
K
e e
III.23.e
• Elemen f
[ ]
− −
− −
− −
− −
=
2 2
2 2
2 2
2 2
s cs
s cs
cs c
cs c
s cs
s cs
cs c
cs c
L EA
K
f f
III.23.f
• Elemen g
[ ]
− −
− −
− −
− −
=
2 2
2 2
2 2
2 2
s cs
s cs
cs c
cs c
s cs
s cs
cs c
cs c
L EA
K
g g
III.23.g
II.3.1.3 Matriks Kekakuan Struktur
Berdasarkan gambar III.1, dapat dicari matriks kekakuan strukturnya. Secara tabel, untuk membangun matriks kekakuan struktur dapat dilihat pada tabel
III.1.
• Elemen a dan elemen e
[ ]
a
K dan
[ ]
e
K =
=
e a
α α
270
o
• Elemen b dan elemen f
[ ]
b
K dan
[ ]
f
K =
=
f b
α α
333,47
o
• Elemen c
[ ]
c
K =
c
α 26,57
o
• Elemen d dan elemen g
[ ]
d
K dan
[ ]
g
K =
=
g d
α α
o
Sebagai syarat kompabilitas, maka ditetapkan persamaan sebagai berikut:
{ } { }
{ }
{ } { } { }
{ }
{ } { } { } { }
{ }
{ } { } { }
{ }
{ } { }
{ }
5 4
3 2
1
2 2
1 2
2 1
1 2
2 1
1 2
1 1
d d
d d
d d
d d
d d
d d
d d
d d
d d
d
g f
g e
d f
e c
b d
c a
b a
= =
= =
= =
= =
= =
= =
= =
III.24
Pada setiap titik node, maka ditetapkan persamaan sebagai berikut:
{ }
{ } { }
{ }
{ } { } { }
{ }
{ } { } { } { }
{ }
{ } { } { }
{ }
{ } { }
2 2
1 2
2 1
1 2
2 1
1 2
1 1
5 4
3 2
1
g f
g e
d f
e c
b d
c a
b a
f f
f f
f f
f f
f f
f f
f f
f f
f f
f
+ =
+ +
= +
+ +
= +
+ =
+ =
III.25
Sehingga diperoleh persamaan kekakuan pada setiap titik node, yaitu:
{ }
[ ]
{ }
[ ]
{ }
[ ]
{ }
[ ]
{ } { }
[ ]
{ }
[ ]
{ }
[ ]
{ }
[ ]
{ }
[ ]
{ }
[ ]
{ } { }
[ ]
{ }
[ ]
{ }
[ ]
{ }
[ ]
{ }
[ ]
{ }
[ ]
{ }
[ ]
{ }
[ ]
{ } { }
[ ]
{ }
[ ]
{ }
[ ]
{ }
[ ]
{ }
[ ]
{ }
[ ]
{ } { }
[ ]
{ }
[ ]
{ }
[ ]
{ }
[ ]
{ }
5 4
5 3
5 5
4 4
3 4
2 4
5 3
4 3
3 2
3 1
3 4
2 3
2 2
1 2
3 1
2 1
1
22 21
22 21
12 11
22 21
22 21
12 11
12 11
22 21
22 21
12 11
12 11
22 21
12 11
12 11
d K
d K
d K
d K
f d
K d
K d
K d
K d
K d
K f
d K
d K
d K
d K
d K
d K
d K
d K
f d
K d
K d
K d
K d
K d
K f
d K
d K
d K
d K
f
g g
f f
g g
e e
d d
f f
e e
c c
b b
d d
c c
a a
b b
a a
+ +
+ =
+ +
+ +
+ =
+ +
+ +
+ +
+ =
+ +
+ +
+ =
+ +
+ =
III.26
Dengan menggabungkan persamaan III.26, maka diperoleh matriks kekakuan struktur rangka, yaitu:
III.27
III.3.2 Tegangan Elemen
Berdasarkan hukum Hooke, tegangan dapat didefenisikan dengan ε
σ
E =
. Dengan memasukkan defenisi dari regangan, diperoleh:
[ ]
[ ]
d L
E d
d L
E L
d d
E σ
1 1
1 1
2 1
1 2
− =
− =
− =
III.28 Dengan mensubtitusi nilai d sesuai persamaan III.17, maka diperoleh
tegangan sebagai berikut:
[ ] [ ] [ ]
[ ] [ ] [ ] [ ] [ ]
[ ] [ ]
[ ] [ ]
[ ] [ ] [ ] [ ] [ ]
[ ] [ ]
[ ] [ ] [ ] [ ] [ ]
[ ] [ ]
[ ] [ ]
+ +
+ +
+ +
+ +
+ =
5 4
3 2
1
5 4
3 2
1
22 22
21 21
12 11
22 22
21 21
12 12
11 11
22 22
21 21
12 12
11 11
22 21
12 12
11 11
d d
d d
d
K K
K K
K K
K K
K K
K K
K K
K K
K K
K K
K K
K K
K K
K K
f f
f f
f
g f
g f
g g
e d
e d
f e
f e
c b
c b
d c
d c
a a
b a
b a
[ ]
[ ]
[ ]
1 1
. 1
1 1
1
d s
c s
c L
E d
T L
E d
L E
σ
− =
− =
− =
σ σ
[ ]
d s
c s
c L
E −
− =
σ III.29
III.3.3 Gaya Elemen
Gaya dapat didefenisikan sebagai
A P
.
σ
=
. Dengan mensubtitusikan persamaan III.29, maka diperoleh:
[ ]
A d
s c
s c
L E
P A
P .
. −
− =
=
σ
[ ]
d s
c s
c L
EA P
− −
= III.30
BAB IV APLIKASI DAN PERHITUNGAN