Kinerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Islam Malahayati Medan

84 memacu anggota unit kerja untuk berkontribusi secara positif agar tujuan organisasi tercapai Ilyas, 1999.

5.2.2 Kinerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Islam Malahayati Medan

Kusnanto 2004 mengemukakan bahwa kinerja seorang perawat merupakan suatu bentuk pelayanan professional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan. Dalam melakukan pelayanan keperawatan, perawat perlu mengetahui adanya pembagian tugas job discription. Uraian tugas memberikan manfaat yang sangat penting sehingga akan memudahkan perawat pelaksana untuk berfungsi sesuai dengan tugas dan tahu apa yang diharapkan dan tidak diharapkan Priharjo, 1995. Kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit Islam Malahayati Medan sebelum dan sesudah pelatihan supervisi diukur sesuai dengan ”Pedoman Uraian Tugas Tenaga Perawatan di Rumah Sakit” Depkes, 1998. Berdasarkan distribusi responden, kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit Islam Malahayati Medan sebelum dan sesudah pelatihan supervisi 100 dalam kategori baik. Hasil kinerja perawat yang didapatkan dengan hasil bahwa kinerja perawat pelaksana 100 baik karena peneliti memakai instrumen kuesioner sehingga kemungkinan ada hal-hal lain yang menyebabkan menjadi bias. Selain itu, pada pelaksanaan penelitian, peneliti tidak memungkinkan melakukan observasi kinerja setiap perawat pelaksana dan pengumpulan kuesioner dilakukan secara kolektif melalui bimbingan, pengarahan Universitas Sumatera Utara 85 serta pengawasan kepala seksi penunjang medis unit bagian diklat. Oleh karena itu, kinerja perawat pelaksana yang didapatkan 100 baik ini masih perlu dicermati lebih lanjut bahwa adanya faktor subjektivitas yang dominan. Kinerja merupakan kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan Mangkuprawira, 2007. Kinerja adalah hasil karya personel baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat berupa penampilan individu maupun kelompok kerja personel. Oleh karenanya, penampilan hasil karya tidak terbatas kepada personel yang memangku jabatan fungsional maupun struktural, tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personel di dalam organisasi Ilyas, 1999. Agar mempunyai kinerja yang baik, seseorang harus mempunyai keinginan yang tinggi untuk mengerjakan serta mengetahui pekerjaannya. Dengan kata lain, kinerja individu dapat ditingkatkan apabila ada kesesuaian antara pekerjaan dan kemampuan yang dimiliki Mangkuprawira, 2007. 5.2.3 Perbedaan Kemampuan Supervisi Kepala Ruangan Sebelum dan Sesudah Pelatihan Supervisi di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Islam Malahayati Medan Kemampuan supervisi merupakan salah satu aspek penting terutama dalam melaksanakan supervisi. Dalam melakukan supervisi, diperlukan suatu kompetensi. Kompetensi merupakan bagian terpenting dalam melaksanakan suatu pekerjaan tertentu. Hal ini sesuai dengan Kepmendiknas 045U2002 dalam Universitas Sumatera Utara 86 Nursalam, 2008, kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan tertentu. Kompetensi secara teoritis dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti pelatihan, pengembangan karir, imbalan berdasarkan kompetensi, seleksi Syafei, 2007. Menurut penulis, salah satu upaya dalam mengembangkan pengetahuan seseorang adalah melalui pelatihan. Pelatihan merupakan bagian dari investasi SDM human investment untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan kerja, dengan demikian meningkatkan kinerja karyawan Simanjuntak, 2005. Pelatihan adalah kegiatan yang tujuan utamanya untuk meningkatkan kemampuan, keterampilan, dan pengetahuan yang diperlukan dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab dari pekerjaan sekarang. Melalui pelatihan ini, seorang karyawan secara tidak langsung dikembangkan, artinya disiapkan untuk mengemban tanggung jawab yang dipegangnya saat ini Nasution, 2008. Pelatihan yang dilakukan peneliti dibantu oleh seorang pelatih narasumber Ibu Liberta Lumbantoruan, S.Kp, M. Kep, yaitu berupa pelatihan kemampuan supervisi. Pelatihan ini dihadiri oleh kepala ruangan ruang rawat inap, kepala bidang keperawatan, unit bagian diklat penunjang medis. Hasil uji Wilcoxon menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan supervisi kepala ruangan sebelum dan sesudah pelatihan supervisi berdasarkan total kompetensi supervisi dimana nilai signifikansi 0,015 p 0,05. Menurut penulis, pelatihan supervisi yang dilaksanakan ini memberikan suatu dampak positif. Pelatihan supervisi kepala ruangan memberikan manfaat khususnya Universitas Sumatera Utara 87 kepada kepala ruangan terutama penambahan wawasan upaya peningkatan kemampuan supervisi sebagai salah satu upaya dalam meningkatkan kinerja perawat pelaksana. Hal ini sesuai dengan Nasution 2000, pelatihan merupakan suatu proses belajar dengan mempergunakan teknik dan metode tertentu, guna meningkatkan keterampilan dan kemampuan kerja seseorang karyawan atau sekelompok orang. Jadi, pelatihan sangat diperlukan untuk meningkatkan produktivitas karyawan. Berdasarkan hasil jawaban, antara sebelum dan sesudah pelatihan supervisi berbeda pada tiap bagian kompetensi supervisi. Kompetensi entrepreneurial, kompetensi intelektual, kompetensi berinteraksi menunjukkan terdapat perbedaan rerata yang bermakna antara sebelum dengan sesudah pelatihan supervisi dimana pada kompetensi entrepreneurial dengan signifikansi 0,010 0,05, kompetensi intelektual dengan signifikansi 0,000 0,05, kompetensi berinteraksi dengan signifikansi 0,000 0,05. Sedangkan pada kompetensi pengetahuan dan kompetensi sosioemosional tidak terdapat perbedaan rerata yang bermakna antara sebelum dengan sesudah pelatihan supervisi. Adanya perbedaan dari ketiga kompetensi di atas kompetensi entrepreneurial, kompetensi intelektual dan kompetensi berinteraksi, penulis berasumsi terdapat perubahan kemampuan kompetensi kepala ruangan antara sebelum dan sesudah pelatihan. Perubahan kompetensi ini dapat menjadi gambaran kemampuan supervisi yang dimiliki oleh kepala ruangan sebelum dan sesudah pelatihan di ruang rawat inap Rumah Sakit Islam Malahayati Medan. Hal ini dapat diperhatikan pada perbedaan tiap bagian kompetensi khususnya pada Universitas Sumatera Utara 88 ketiga kompetensi di atas yaitu 1 kompetensi entrepreneurial, merupakan suatu kemampuan untuk melakukan suatu pekerjaan yang didasarkan pada ide yang kreatif dan inovatif serta bertanggung jawab. Kompetensi entrepreneurial berkaitan erat dengan soft skills, yakni kemampuan bekerjasama, berkomunikasi, rasa empati, rasa saling menghargai, dan kemauan untuk menolong Marisi, 2007 dalam Winartiningsih, 2008. 2 kompetensi intelektual, merupakan seperangkat ketrampilan yang mengatur proses yang terjadi dalam benak seseorang. Kompetensi intelektual merupakan bagian dari kemampuan berpikir kritis Sudaryanto, 2008. Kemampuan berpikir kritis adalah suatu proses intelektual yang aktif dan penuh dengan keterampilan dalam membuat pengertian atau konsep, mengaplikasikan, menganalisis, membuat sintesis, dan mengevaluasi. Semua kegiatan tersebut berdasarkan hasil observasi, pengalaman, pemikiran, pertimbangan, dan komunikasi, yang akan membimbing dalam menentukan sikap dan tindakan. Dengan adanya kompetensi intelektual, suatu permasalahan diharapkan dapat dijawab dengan tegas, sistematis, integratif, logisrasional, jernih, dan kritis sehingga dapat membuat suatu keputusan yang tepat Suprayitno, 2009. Dan 3 kompetensi berinteraksi, merupakan suatu kemampuan untuk menjalin atau membina suatu interaksi dengan orang lain, lingkungan. Proses interaksi ini berhubungan dengan proses sosialisasi seseorang untuk berpartisipasi secara sosial dalam lingkungan. Proses sosialisasi tidak terlepas dari nilai-nilai, aturan, norma-norma yang berlaku dalam lingkungan tersebut Santosa, 2009. Secara keseluruhan, seluruh kompetensi tersebut haruslah dimiliki oleh seorang kepala ruangan serta diterapkan dalam melakukan proses supervisi. Universitas Sumatera Utara 89 Dengan demikian, supervisi dapat dijadikan sebagai upaya kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan motivasi dan kepuasan di antara orang-orang yang terlibat baik pimpinan, anggota, maupun klien dan keluarganya Arwani, 2005. 5.2.4 Perbedaan Kinerja Perawat Pelaksana Sebelum dan Sesudah Pelatihan Supervisi di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Islam Malahayati Medan Kinerja memiliki peranan penting sebagai suatu tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu sesuai dengan tanggung jawab di dalam suatu organisasi Huber, 2000. Kinerja perawat pelaksana merupakan aspek penting dalam melakukan pelayanan keperawatan terutama dalam melaksanakan uraian tugas masing-masing. Kinerja perawat pelaksana di suatu rumah sakit berkaitan erat dengan peran seorang pimpinan dalam hal ini kepala ruangan. Kepala ruangan memiliki andil peran besar dalam meningkatkan kinerja perawat pelaksana. Hasil uji Wilcoxon pada hasil penelitian pengaruh kemampuan supervisi kepala ruangan terhadap kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit Islam Malahayati Medan menunjukkan bahwa kemampuan supervisi kepala ruangan berpengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana, terlihat dari nilai signifikansi 0,000 p 0,05. Dari hasil analisa ini dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan kinerja perawat pelaksana sebelum dan sesudah pelatihan supervisi. Universitas Sumatera Utara 90 Menurut penulis, perbedaan kinerja perawat pelaksana dapat dijadikan sebagai gambaran pekerjaan yang dilakukan perawat pelaksana sebelum dan sesudah pelatihan supervisi. Perbedaan kinerja perawat pelaksana sebelum dan sesudah pelatihan supervisi ini tidak terlepas dari kemampuan yang dimiliki kepala ruangan dalam melaksanakan tanggung jawabnya khususnya kemampuan dalam melakukan supervisi. Untuk meningkatkan kinerja perawat pelaksana, seorang supervisor haruslah memiliki kemampuan supervisi yang baik. Baik tidaknya kemampuan supervisi antara sebelum dan sesudah pelatihan mempengaruhi kinerja perawat pelaksana dinilai berdasarkan persepsi perawat pelaksana dan juga kinerja perawat itu sendiri. Melalui supervisi yang baik, perawat pelaksana akan mendapat dorongan positif sehingga mau belajar dan meningkatkan kemampuan profesionalnya Suyanto, 2008. Menurut penulis, kemampuan supervisi kepala ruangan ini juga didukung oleh pelatihan supervisi yang diberikan kepada kepala ruangan. Pengaruh kemampuan supervisi terhadap peningkatan kinerja melalui pelaksanaan pelatihan supervisi yang telah pernah dilakukan sebelumnya kepada kepala ruangan dibuktikan melalui penelitian oleh Saljan 2005 mengenai pengaruh pelatihan supervisi terhadap peningkatan kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap RSIJ Pondok Kopi Jakarta Timur. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa adanya pengaruh yang signifikan peran supervisor dalam supervisi terhadap peningkatan kinerja. Perbedaan kinerja perawat pelaksana sebelum dan sesudah pelatihan supervisi juga dapat disebabkan oleh kinerja perawat pelaksana itu sendiri. Universitas Sumatera Utara 91 Kemampuan seseorang dalam melaksanakan pekerjaan dapat ditentukan oleh tingkat pendidikan dan pelatihan. Dari hasil data demografis terlihat bahwa sebanyak 50 orang 86,20 memiliki tingkat pendidikan Akademi Keperawatan. Oleh karenanya, diperlukan adanya perhatian khusus sebagai upaya untuk mempertahankan dan meningkatkan kinerja perawat pelaksana menjadi lebih baik lagi. Salah satu faktor yang dapat meningkatkan produktifitas atau kinerja perawat adalah pendidikan formal perawat. Pendidikan memberikan pengetahuan bukan saja yang langsung dengan pelaksanaan tugas, tetapi juga landasan untuk mengembangkan diri serta kemampuan memanfaatkan semua sarana yang ada di sekitar kita untuk kelancaran tugas. Semakin tinggi pendidikan semakin tinggi produktivitas kerja Arfida, 2003 dalam Faizin, 2008. Pendidikan dan pelatihan merupakan bagian dari investasi sumber daya manusia human investment. Semakin lama waktu yang digunakan seseorang untuk pendidikan dan pelatihan, semakin tinggi kemampuan atau kompetensinya melakukan pekerjaan, dan dengan demikian semakin tinggi kinerjanya Simanjuntak, 2005. Selain itu, Gibson 1987 menyatakan bahwa ada 3 faktor yang mempengaruhi kinerja yaitu faktor individu, faktor psikologi, dan faktor organisasi. Faktor individu terdiri dari kemampuan, keterampilan, latar belakang keluarga, pengalaman tingkat sosial dan demografi seseorang. Variabel kemampuan dan keterampilan merupakan faktor utama yang mempengaruhi perilaku dan kinerja individu sedangkan variabel demografis mempunyai efek tidak langsung pada perilaku dan kinerja individu. Faktor psikologis terdiri dari persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi dan kepuasan kerja. Variabel ini Universitas Sumatera Utara 92 banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnya, dan variabel demogafis. Variabel seperti persepsi, sikap, kepribadian dan belajar merupakan hal yang kompleks dan sulit diukur. Faktor organisasi berefek tidak langsung terhadap perilaku dan kinerja individu terdiri dari struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan, sistem penghargaan reward system. Universitas Sumatera Utara 93

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan diuraikan kesimpulan dan saran sehubungan dengan penelitian yang dilakukan peneliti.

6.1 Kesimpulan

6.1.1 Berdasarkan jenis kelamin, seluruh perawat pelaksana di ruang rawat inap dilibatkan dalam uji pre-test dan post-test. Total keseluruhan perawat pelaksana di ruang rawat inap sebanyak 58 orang, yaitu adalah laki-laki 8 orang 13,79, perempuan 50 orang 86,21, rata-rata berada pada usia 21-30 tahun 26 orang 44,82, tingkat pendidikan Akademi Perawat 50 orang 86,20 dan lama kerja 2-5 tahun 26 orang 44,82. 6.1.2 Kemampuan supervisi kepala ruangan di ruang rawat inap Rumah Sakit Islam Malahayati Medan baik sebelum maupun sesudah pelatihan diberikan, dikategorikan berdasarkan dua kategori yaitu baik dan kurang baik. Pada sebelum pelatihan, kemampuan supervisi kepala ruangan sudah cenderung mengarah baik berdasarkan penilaian responden dengan kategori baik yaitu pada kompetensi pengetahuan 100, entrepreneurial 91,38, intelektual 98,28, sosioemosional 91,38, berinteraksi 91,38. Sedangkan pada sesudah pelatihan, kemampuan supervisi berdasarkan penilaian responden pada masing- masing kompetensi meningkat dalam kategori baik 100. 6.1.3 Kemampuan supervisi kepala ruangan secara keseluruhan di ruang rawat inap Rumah Sakit Islam Malahayati Medan baik sebelum diberikan sudah Universitas Sumatera Utara