Fungsi Pondok Pesantren. Pengertian Perilaku dan Agama

3. Fungsi Pondok Pesantren.

Pondok pesantren tidak hanya berfungsi sebagai lembaga pendidikan, tetapi juga berfungsi sebagai lembaga sosial dan penyiaran agama. a. Sebagai lembaga pendidikan , pesantren menyeleggarakan pendidikan formal madrasah, sekolah umum dan perguruan tinggi dan pendidikan non formal yang secara khusus mengajarkan agama yang sangat kuat dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran, baik itu ulama- ulama fiqih, hadist, tafsir, tauhid dan tasawuf yang hidup diantara abad 7-13 Masehi. Kitab- kitab yang dipelajarinya, meliputi: tauhid, tafsir, hadis, fiqih, tasawuf, bahasa Arab nahwu, sharaf, balaghah dan tajwid, mantiq dan akhlak. b. Sebagai lembaga sosial , pesantren menampung anak dari berbagai lapisan masyarakat muslim, tanpa membeda-bedakan tingkat status sosial, ekonomi, dan latar belakang orang tua mereka. c. Ditengah komplek pesantren dapat dipastikan ada bangunan masjid, masjid tersebut berfungsi sebagai masjid umum. Selain sebagai tempat belajar para santri untuk menuntut ilmu agama juga sebagai tempat bagi masyarakat umum untuk beribadah. Masjid sering kali digunakan untuk menyelenggarakan majlis talim pengajian diskusi-diskusi keagamaan dan sebagainya oleh masyarakat umum dan para santri.

4. Tujuan Pondok Pesantren

Tujuan pondok pesantren pada dasarnya membentuk manusia bertaqwa, mampu untuk hidup mandiri, ikhlas dalam melakukan suatu perbuatan, dengan membela kebenaran Islam. Selain itu tujuan didirikannya pondok pasantren pada dasarnya terbagi dua hal: a. Tujuan khusus, yaitu mempersiapkan para santri untuk menjadi orang alim dalam ilmu agama yang diajarkan oleh Kyai yang bersangkutan serta mengamalkannya dalam masyarakat. b. Tujuan umum, yaitu membimbing anak didik untuk menjadi manusia berkepribadian Islam yang mampu dengan ilmu agamanya menjadi mubaligh Islam dalam masyarakat sekitar melalui ilmu dan agamanya. 11 Sehubungan dengan ketiga fungsi pesantren tersebut, maka pesantren memiliki tingkat integrasi yang tinggi dengan masyarakat sekitarnya, dan menjadi rujukan moral bagi masyarakat umum, terutama pada kehidupan moral keagamaan.

B. Perilaku

1. Pengertian Perilaku dan Agama

Perilaku adalah suatu tindakan rutin yang dilakukan oleh seseorang dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan motifasi atau kehendak untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan dan hal itu mempunyai arti penting bagi dirinya. Sebagimana yang diungkapkan Weber, bahwa yang dimaksud perilaku adalah pelaku hendak mencapai suatu tujuan atau ia didorong oleh motifasi entah itu 11 H.M. Arifin dan Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, PT. Raja Grafindo Perkasa, 1996, h. 44 berupa perenungan, perencanaan, pengambilan keputusan dan sebagainya, serta entah kelakuan itu terdiri dari intervensi positif ke dalam situasi positif atau sikap yang sengaja tidak mau terlibat. 12 Dalam Kamus Bahasa Indonesia, tingkah laku itu sama artinya dengan perangai, kelakuan dan perbuatan. Tingkah laku dalam pengertian ini lebih mengarah kepada aktivitas dan sifat seseorang. 13 Di dalam kamus “Kamus Umum Bahasa Indonesia” perilaku dapat juga dikatakan dengan kata tingkah laku. Prof. Dr. Singgih D. Gunarsa menyatakan bahwa, perilaku adalah setiap cara reaksi atau respon manusia, respon makhluk hidup terhadap lingkungannya, perilaku adalah aksi, reaksi, terhadap rangsangan dari luar. 14 Selanjutnya Singgih D. Gunarsa menyatakan pula bahwa, perilaku manusia dengan segala tindakannya ada yang mudah untuk dilihat, tetapi ada juga yang sulit untuk dilihat dan hanya bisa diketahui dari hasil atau akibat dari perbuatan. Kecuali itu, perilaku ada yang tertutup atau terselubung covert behavior dan ada perilaku terbuka overt behavior, yang termasuk perilaku tertutup antara lain; aspek-aspek mental meliputi persepsi, ingatan dan perhatian. Sedangkan perilaku terbuka adalah perilaku yang langsung dapat dilihat seperti; jalan, lari, tertawa dan lain-lain. 15 12 K. J Veeger, Realitas Sosial, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama 1993, h. 171 13 Ramayulis, Pengantar Psikologi, Jakarta: Kalam Mulya, 2002, h. 82 14 Singgih D. Gunarsa, Psikologi Praktis Anak, Remaja dan Keluarga, Jakarta: BPK Gunung Mulya,1995, h. 5 15 Singgih D. Gunarsa, Psikologi Praktis Anak, Remaja dan Keluarga, h.34 Dr. Kartini Kartono, juga mengatakan bahwa perkataan perilaku atau perbuatan mempunyai pengertian yang luas sekali. Yaitu tidak hanya mencakup kegiatan motorik saja seperti berbicara, berjalan, berlari, berolahraga, bergerak dan lain-lain, akan tetapi juga membahas macam-macam fungsi seperti melihat, mendengar, mengingat, berfikir, fantasi, pengenalan kembali, penampilan emosi-emosi dalam bentuk tangis, tawa dan seterusnya. Kegiatan berfikir dan fantasi, misalnya tampak positif belaka namun kenyataannya kedua-duanya merupakan bentuk aktifitas psikis atau jiwani. 16 Menurut Budiarjo, tingkah laku itu merupakan tanggapan atau rangkaian tanggapan yang dibuat oleh sejumlah makhluk hidup. Dalam hal ini tingkah laku itu walaupun harus mengikutsertakan tanggapan pada suatu organisme, termasuk yang ada di otak, bahasa, pemikiran, impian-impian, harapan-harapan dan sebagainya, tetapi ia juga menyangkut mental sampai aktivitas fisik. 17 Dengan kata lain tingkah laku atau perilaku merupakan perangai, kelakuan dan perbuatan atau aktivitas dan sifat seseorang yang menyangkut mental dan aktivitas fisik. Pesantren sebagai lembaga keagamaan, berusaha menciptakan generasi- generasi Islam yang memiliki imtaq iman dan taqwa yang tinggi, serta membekali mereka dengan pengetahuan agama sehingga dapat berinteraksi dengan lingkungan sesuai dengan norma-norma agama yang diajarkan dengan 16 Kartini Kartono, Psikologi Umum, Bandung: Mandar Maju, 1996, h. 3 17 Ramayulis, Pengantar Psikologi, h. 83 berakhlak mulia seperi baginda Rosulullah Muhammad SAW. Sehingga tutur kata dan tindakannya dapat menguntungkan diri sendiri dan orang lain. Dalam mendefinisikan agama terkadang akan mengalami kesulitan. Kesulitan ini lebih disebabkan karena agama itu merupakan hal yang bersifat abstrak, karena agama menyangkut sistem kepercayaan, sistem nilai atau norma dan sistem ritus, dimana setiap agama mempunyai pola dan komponen yang berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya. Sehingga ada beberapa alasan mengapa kemudian istilah agama ini menjadi sulit untuk didefinisikan. Beberapa alasan tersebut, antara lain: a. Karena pengalaman keagamaan itu soal batiniah dan sangat subyektif serta bersifat individualistik. b. Tidak ada orang yang berbicara begitu bersemangat dan emosional lebih dari pada pembicaraan soal agama, maka dalam pembahasan arti agama selalu ada emosi yang kuat sehingga sulit memberikan arti kata agama itu. c. Konsepsi tentang agama dipengaruhi oleh tujuan orang yang memberikan pengertian agama sehingga kerap kali ada perbuatan tujuan diantara para ahli tentang makna agama itu. 18 Dari segi bahasa, yang dimaksud dengan agama di dalam kamus “Kamus Besar Bahasa Indonesia” adalah suatu yang berhubungan dengan ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan kepercayaan dan peribadatan kepada Tuhan 18 Mukti Ali, Agama dan Pembangunan di Indonesia, Jakarta, Depag-RI,1972, h. 48 Yang Maha Kuasa, serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. Di samping itu, agama juga dikenal dengan istilah din dan religi yang pada umumnya dianggap memiliki pengertian yang sama dengan agama. Dalam terminologi Arab, agama biasa disebut dengan kata al-Din atau al-millah. Sebagaimana agama, kata al-Din mengandung berbagai arti. Al-Din atau al- millah yang berarti “mengikat”, maksudnya adalah mempersatukan segala pemeluknya dan mengikat dalam suatu ikatan yang erat. 19 Al-Din juga berarti undang-undang yang harus dipatuhi, namun al-Din yang biasa diterjemahkan dengan “agama” menurut guru besar Al-Azhar Syaikh Muhammad Abdullah Badran, adalah menggambarkan suatu hubungan antara dua pihak di mana pihak yang pertama mempunyai kedudukan lebih tinggi dari pada yang kedua. Dengan demikian, agama merupakan hubungan antara manusia dengan Tuhannya. Hubungan itu terwujud dalam sikap batin serta tampak dalam praktik ibadah atau ritual yang dilakukannya, untuk kemudian tercermin dalam sikap dan perbuatan keseharian individu tersebut. 20 Al-Din yang berarti agama itu bersifat umum, artinya tidak ditujukan kepada salah satu agama tertentu. 21 Selain itu, kata agama juga dapat disamakan dengan kata religion Inggris atau religie 19 Hasbi Ash-Shiddieqy, Al-Islam, Jakarta : Bulan Bintang, 1952, h. 50 20 Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran; Fungsi dan Peran Wahyu dalam Masyarakat, Bandung : Mizan, 1997, h. 210 21 Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, Bandung : Remaja Rosdakarya, 2000, h. 6 yang keduanya berasal dari bahasa Latin religio dari akar kata religare yang memiliki arti “mengikat”. 22 Bahkan menurut kamus sosiologi, pendekatan terhadap pengertian agama religion mencakup tiga aspek yakni: a. Menyangkut kepercayaan terhadap hal-hal yang bersifat spiritual. b. Merupakan seperangkat kepercayaan dan praktik-praktik spiritual yang dianggap sebagai tujuan tersendiri. c. Idiologi mengenai hal-hal yang bersifat supranatural. 23 Maka, uraian di atas dapat disimpulkan secara sederhana bahwa, agama merupakan seperangkat peraturan atau undang-undang yang dapat mengikat manusia untuk dijadikan pedoman dalam hidupnya. Agama dianut oleh manusia untuk mengatur perikehidupan didunia ini, agar menjadi teratur dan selaras sesuai dengan tuntutan-tuntutan yang ada dalam agama. Sehingga tidak menimbulkan kekacauan. Sedangkan perilaku agama adalah tingkah laku manusia yang diatur ataupun berdasarkan norma-norma agama sehingga tidak menyimpang yang dapat merugikan orang banyak ataupun diri sendiri.

2. Pengertian Masyarakat