AS menciptakan Balance of Power BoP di Timur Tengah

kemampuan militer, memperluas territorial, membangun buffer zone, beraliansi, ikut campur dalam masalah internal negara lain atau memecah belah dan menaklukan. Dalam hal ini, AS meningkatkan kapabilitas militer Israel dengan memberikan bantuan keuangan yang jumlahnya selalu meningkat, dari tahun 1987 ke tahun 1990 jumlahnya 2,3 milyar dollar AS, tahun 1991-1994 jumlahnya 2,7 milyar dollar AS, tahun 1995 – 1998 jumlahnya 2,6 milyar dollar kemudian tahun 1999 – 2002 jumlahnya naik drastis menjadi 7 milyar dollar Cordesman dan Popescu 2007:17. Jumlah ini merupakan jumlah bantuan militer terbesar yang diberikan AS diantara negara di Timur Tengah lainnya. Dibandingkan dengan Suriah yang pada tahun 1987 – 1990 mendapatkan bantuan dari Rusia senilai 5,3 milyar dollar AS, tahun 1991 – 1994 turun drastis menjadi 500 juta dollar AS, tahun 1995 – 1998 senilai 200 juta dollar AS dan tahun 1999 – 2002 senilai 100 juta dollar AS. Jumlah bantuan militer ini memperlihatkan usaha AS dan Rusia untuk tetap menjaga pengaruhnya dan menciptakan superioritas militer. Bantuan ekonomi dan militer yang diberikan AS digunakan oleh Israel untuk melakukan balancing militer terhadap Suriah dan negara-negara Arab lainnya. Berikut adalah perbandingan anggaran belanja militer Israel dan Suriah dalam periode penelitian 2002 – 2008. Tabel 4.4 Military Balance Anggaran Militer Israel dan Suriah dalam Milyar Dollar AS Sumber: Cordesman 2010:38 Tabel diatas menunjukan bahwa jumlah anggaran militer Israel jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah anggaran militer Suriah. Aliansi AS menjadi peran penting dalam membentuk perimbangan konvensional di Timur Tengah. Perimbangan konvensional adalah waktu dan intensitas sumber daya, maksudnya negara-negara bisa membuat perubahan signifikan bagi kekuatan dan kelemahan angkatan militernya dengan perencanaan yang matang, sumberdaya yang memadai dan pembangunan militer yang tertata dengan baik. Perimbangan militer merupakan kombinasi dari anggaran belanja negara di bidang militer, bantuan luar negeri, kapasitas industri nasional dan strategi yang efektif dan perencanaan militer yang bisa mencapai balance of power di Timur Tengah. Dengan usaha balancing yang dilakukan AS ini, militer Israel tetap unggul secara kualitas meskipun hanya memiliki jumlah personil militer yang terbatas Cordesman 2010:4. Kemudian AS juga melakukan balancing diplomatik dengan cara menveto resolusi PBB yang di inisiasi oleh Suriah dan tidak menguntungkan bagi Israel. Contohnya draft resolusi nomor s20021385 tanggal 20 Desember 2002 terkait Negara 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Israel 9,672 7,865 10,925 10,864 11,967 10,044 10,098 Suriah 2,020 1,594 1,7431 1,382 1,877 1,551 2,020 dengan pembunuhan Ian Hook staf PBB dan penyerangan kantor World Food Programme di Kamp Pengungsian Jenin, Tepi Barat. Selanjutnya AS juga menveto draft resolusi nomor s2003891 tanggal 16 September 2003 tentang keputusan Israel untuk mengganti Pemimpin Otoritas Palestina Yasser Arrafat. AS juga menveto draft resolusi nomor 14 Oktober 2003 tentang pembangunan pagar keamanan oleh Israel di Tepi Barat. Kemudian AS menveto draft resolusi nomor s2004783 tanggal 5 Oktober 2004, draft resolusi nomor s2006508 tanggal 13 Juli 2006 dan draft resolusi nomor s2006878 tanggal11 November 2006 tentang himbauan penghentian operasi militer Israel di Gaza dan penarikan pasukan dari daerah tersebut Okhovat 2011:60-61. Aliansi AS dan Israel pada akhirnya berusaha menciptakan balance of power untuk meredam kemungkinan saling menghancurkan antara Arab dan Israel serta meredam kebangkitan negara-negara revisionis yang ingin mengubah tatanan politik di Timur Tengah. Suriah dan negara-negara Arab tidak akan menghancurkan Israel karena Israel memiliki sekutu yang sangat kuat AS dan senjata nuklir. Israel pun tidak akan menghancurkan Arab karena menyadari kapabilitas militer-nya yang walaupun tergolong superior di Timur Tengah namun masih belum bisa mengalahkan gabungan negara-negara Arab tanpa bantuan AS. Pola seperti ini membuat tidak akan ada perdamaian abadi di Timur Tengah jika AS sebagai great power tidak mengizinkan dan tidak benar-benar menjadikan perdamaian sebagai kepentingan nasionalnya. Maka penciptaan BoP merupakan salah satu alasan pemilihan strategi kontradiktif AS, fungsinya adalah untuk melindungi Israel namun tetap membuka peluang hubungan dengan Suriah. Lebih jauh lagi balancing dengan strategi kontradiktif yang dilakukan AS bertujuan untuk membuat tatanan regional yang menguntungkan bagi AS. Tatanan regional dimana AS berperan sebagai balancer membuat AS menjadi satu-satunya negara yang mampu menciptakan stabilitas di Timur Tengah. Efeknya negara-negara di Timur Tengah seperti Israel, Arab Saudi dan Turki akan cenderung memilih untuk beraliansi dengan AS. Negara revisionis seperti Suriah juga akan memilih bekerjasama dengan AS karena ingin mendapatkan wilayahnya kembali melalui negosiasi perdamaian yang dipimpin oleh AS. Ketika proses strategic appraisal ini selesai maka Pemerintah AS akan mendapatkan rekomendasi kepentingan nasional apa yang AS miliki dalam merespon Konflik Suriah - Israel, mengidentifikasi sumberdaya yang tepat untuk mencapai kepentingan ini serta resiko dari strategi yang dipilih. Hasil akhirnya, strategi yang dipilih akan menciptakan efek yang sesuai harapan dan merealisasikan kepentingan nasional Bartholomees 2010:64. 92

BAB V KESIMPULAN

Amerika Serikat merupakan great power yang telah melibatkan diri dalam proses penyelesaian Konflik Timur Tengah, salah satunya konflik Suriah - Israel, sejak resolusi Perang 1973. Awal mula keterlibatan AS dalam proses perdamaian Suriah – Israel adalah ketika negara-negara Arab melakukan embargo minyak kepada AS karena dukungan AS terhadap Israel dalam Perang Arab – Israel 1973. Konflik Suriah – Israel yang terjadi pada periode penelitian 2002 -2008 disebabkan oleh okupasi dan aneksasi Israel atas Dataran Tinggi Golan tahun 1967, Konflik perbatasan, Aliansi Suriah dengan Iran dan Hizbullah dan Konflik perebutan pengaruh di Lebanon. Ada empat hal yang membuat AS menjadi satu-satunya tumpuan dalam penyelesaian Konflik Arab – Israel. Pertama, AS menjalin hubungan diplomatik yang luas dengan negara-negara Timur Tengah, khususnya Israel. Kedua, superioritas perekonomian AS memungkinkan AS untuk memimpin perdamaian di Timur Tengah dengan cara memberikan bantuan ekonomi dan teknologi bagi pihak-pihak yang bersedia terlibat dalam proses perdamaian. Ketiga, pasca Perang Dingin, keruntuhan Uni Soviet menyebabkan negara-negara aliansinya yang berada di Timur Tengah, seperti Suriah bersedia meminta AS memimpin proses perdamaian. Keempat, AS adalah satu-satunya aktor yang berhasil mengadakan direct talks antara negara-negara yang berkonflik sehingga mengubah perang terbuka menjadi cold peace melalui perjanjian damai dan gencatan. Secara umum strategi AS dalam konflik Suriah – Israel membawa lima fungsi yaitu pertama, membangun kontak jika kedua pihak tidak berusaha berhubungan. Kedua, menyelidiki posisi yang menentukan titik temu dan menentukan target yang akan dicapai. Ketiga, menyediakan persuasi, tekanan dan insentif yang dibutuhkan. Keempat, menyarankan solusi yang dapat menjembatani kedua belah pihak. Kelima, menawarkan jaminan yang dapat dipercaya atas implementasi Fishere, 2008:28. Tujuan negosisasi Suriah – Israel terbagi menjadi dua hubungan yaitu hubungan antara kedaulatan di Golan dan perdamaian penuh dan hubungan antara penarikan diri dan normaliasi. Secara spesifik, landasan Strategi Amerika Serikat dalam merespon konflik Suriah – Israel pada periode 2002 – 2008 dituangkan dalam National Security Strategy tahun 2002. Poin National Security Strategy yang dipegang teguh oleh AS untuk merumuskan strategi adalah bekerjasama dengan negara lain untuk menyelesaikan konflik regional yaitu Konflik Suriah – Israel. Strategi ini memiliki dua prinsip. Pertama, Amerika Serikat harus menginvestasikan waktu dan sumberdayanya untuk membangun hubungan internasional dan institusi yang dapat membantu menangani krisis lokal saat krisis tersebut timbul US National Security Strategy tahun 2002. Kedua, Amerika Serikat harus realistis tentang kemampuannya dalam membantu negara-negara yang tidak ingin atau tidak siap untuk membantu dirinya sendiri. Ketika pihak-pihak terkait telah siap atas perannya maka AS akan bergerak dengan jelas US National Security Strategy tahun 2002. Implementasi dari strategi ini adalah mengadakan pembicaraan damai untuk mengakomodir Suriah dan Israel yaitu Inisiasi Jenewa tahun 2003 dan Konferensi Annapolis tahun 2007. Kemudian mengadakan shuttle trip untuk mengunjungi Suriah dan Israel untuk mempersiapkan dimulainya pembicaraan damai. Kedua, meningkatkan kerjasama dan memberikan bantuan kepada Israel. Ketiga, mengadakan kerjasama kontra-terorisme dengan Suriah dan Israel. Keempat, memberikan tekanan kepada Suriah melalui Syria Accountability Act dan menutup Kedubes AS di Suriah. Kelima mendukung tindakan konfrontatif Israel terhadap Suriah. Strategi ini cukup menarik untuk diteliti karena terkadang bersifat konfrontatif dan terkadang kooperatif. Oleh karena itu penulis menggunakan teori strategi, konsep balance of power dan kepentingan nasional untuk menganalisa alasan AS memilih strategi yang kontradiktif ini. Hasilnya penulis menemukan alasan AS memilih strategi ini adalah pertama, mengamankan kepentingan AS, bukan untuk mencapai perdamaian Suriah – Israel. Kedua sebagai implementasi dari Doktrin Bush. Ketiga, AS ingin menciptakan balance of power di Timur Tengah. xv DAFTAR PUSTAKA Abdou, Mahmoud M.A. 2012 The Middle East Process and U.S Special Interest Groups . Jerman: Heidelberg University Thesis. Al-Rousan, Mogammad Ali. 2013. American – Israeli relations during Presiden Bill Clinton Reign . European Scintific Institute. Amidror, Yaakov. 2007. The Hizballah – Syria – Iran Triangle. Middle East of International Affairs Vol 11 No.1. Axelrod, Robert dan Robert O. Keohane. 1985. “Achieving Cooperation under Anarchy: Strategies and Institutions ”. World Politics, Vol. 38 No. 1: 226- 227. The John Hopkins University Press. Diunduh pada 2 Januari 2015 http:links.jstor.orgsici?sici=0043- 88712819851029383A13C2263AACUASA3E2.0.CO3B2- A Azpiroz, Maria Luisa. 2013. Framming as A Tool for Mediatic Diplomatic Analysis: Study of George W. Bush’s Political Discourse in The War on Terror . Communicaton Society Communication Y Sociedad. BBC 7 Desember 2006. The Misunderestimated President? diakses pada 24 Desember 2014 http:news.bbc.co.uk2hi7809160.stm BBC 16 September 2014. Syria Profile diakses pada 24 Desember 2014 http:www.bbc.comnewsworld-middle-east-14703995.