Keterangan: 1.
DPK : Dana Pihak Ketiga yang terdiri ari Giro, Tabungan dan
Deposito 2.
Kredit : Gabungan dari KUSPK, KMGKB, K A L, KPUM SS,
dan lainnya. 3.
Kolek. Kredit : Terdiri dari Lancar, SPC. Mention, Kurang Lancar,
Diragukan dan Macet. 4.
Kolektibilitas : Didapat dari hasil perhitungan seluruh kredit yang tidak
lancar dibagi dengan jumlah kredit keseluruhan. 5.
NPL : Didapat dari hasil perhitungan seluruh kredit
bermasalah dibagi dengan total kredit. 6.
Pendapatan : Terdiri dari Bunga, Operasional, dan Non OPS
7. Biaya
: Terdiri dari Bunga, Operasional, dan Non OPS 8.
Laba : Merupakan keuntungan perusahaan yang dihitung dari
hasil Pendapatan – Biaya 9.
L D R : Merupakan kredit terhadap dana pihak ketiga.
10. B O P O : Merupakan beban operasi terhadap pendapatan operasi.
F. Rencana Usaha
Kegiatan selanjutnya yang akan dilakukan PT. Bank Sumut diantaranya mempromosikan kembali produk dan jasa unggulan bank dan
tetap mengadakan undian berhadiah untuk meningkatkan jumlah nasabah serta berusaha untuk memperluas jaringan dengan adanya penambahan bangunan
fisik perusahaan misalnya penambahan kantor cabang dan cabang pembantu
agar lebih dekat dengan masyarakat.
BAB III SISTEM PENGAWASAN INTERNAL PIUTANG PELANGGAN
PADA PT. BANK SUMUT KCP PANGKALAN BERANDAN
A. Piutang
Dalam praktik, piutang pada umumnya diklasifikasikan menjadi piutang usaha, piutang wesel, dan piutang lain-lain.
1. Piutang Usaha
Piutang usaha adalah jumlah yang akan ditagih dari pelanggan sebagai akibat penjualan barang atau jasa secara kredit. Piutang usaha biasanya
diperkirakan akan dapat ditagih dalam jangka waktu yang relatif pendek, biasanya dalam waktu 30 hingga 60 hari. Piutang usaha diklasifikasikan
dalam neraca sebagai aktiva lancar. 2.
Piutang Wesel Piutang wesel adalah tagihan perusahaan kepada pembuat wesel. Pembuat
wesel disini adalah pihak yang telah berutang kepada perusahaan, baik melalui pemnelian barang atau jasa secara kredit maupun melalui
peminjaman sejumlah uang. Pihak yang berutang berjanji kepada perusahaan selaku pihak yang diutangkan untuk membayar sejumlah
uang tertentu berikut bunganya dalam kurun waktu yang telah disepakati. Janji pembayaran tersebut ditulis secara formal dalam sebuah wesel atau
promes promissory note.Bagi pihak yang berjanji untuk membayar dalam hal ini adalah pembuat wesel, instrumen kreditnya dinamakan
wesel bayar, yang tidak lain akan dicatat sebagai utang wesel. Adapun
21
bagi pihak yang dijanjikan untuk menerima pembayaran, instrumennya dinamakan wesel tagih, yang akan dicatat dalam pembukuan sebagai
piutang wesel. Piutang wesel dapat diklasifikan dalam neraca sebagai aktiva lancar atau aktiva tidak lancar jangka panjang. Biasanya, piutang
wesel yang timbul sebagai akibat dari penjualan barang atau jasa secara kredit akan dilaporkan dalam neraca sebagai aktiva lancar, sedangkan
piutang wesel yang timbul dari transaksi pemberian pinjaman sejumlah uang kepada debitur akan dilaporkan dalam neraca kreditur sebagai aktiva
lancar atau aktiva tidak lancar, tergantung pada lamanya jangka waktu pinjaman. Piutang wesel yang bersifat lancar, yang timbul sebagai akibat
dari penjualan barang atau jasa secara kredit, merupakan pengganti dari piutang usaha yang belum juga diterima pembayarannya hingga batas
waktu kredit berakhir. 3.
Piutang Lain-lain Adapun yang termasuk sebagai piutang lain-lain adalah piutang bunga
tagihan kreditur kepada debitur sebagai hasil dari pemberian pinjaman uang, piutang dividen tagihan investor kepada investee sebagai hasil
dari penanaman modal, piutang pajak tagihan subjek pajak kepada pemerintah berupa restitusi atau pengembalian atas kelebihan pembayaran
pajak, dan piutang karyawan tagihan majikan kepada karyawan yang berutang. Jika piutang dapat ditagih dalam jangka waktu satu tahun atau
sepanjang siklus normal operasi perusahaan, yang mana lebih lama, maka
piutang lain-lain ini akan diklasifikasikan dalam neraca sebagai aktiva lancar. Jika tidak, tagihan akan dilaporkan sebagai aktiva tidak lancar.
Di samping klasifikasi yang umum seperti di atas, piutang juga dapat diklasifikasikan sebagai piutang dagang dan nondagang atau piutang lancar
atau tidak lancar. Piutang dagang trade receivables dihasilkan dari kegiatan normal bisnis perusahaan, yaitu penjualan secara kredit barang atau jasa
kepada pelanggan. Piutang dagang yang dibuktikan dengan sebuah janji tertulis secara formal oleh pelanggan untuk membayar, diklasifikasikan
sebagai piutang wesel notes receivable. Dalam kebanyakan kasus, akan tetapi, piutang dagang merupakan tagihan kepada pelanggan yang tanpa
adanya jaminan dari pelanggan untuk membayar, yang sering dikenal sebagai piutang usaha accounts receivable atau “open accounts”. Adapun piutang
non dagang nontrade receivables meliputi seluruh jenis piutang lainnya, seperti yang telah disebutkan diatas, yaitu piutang bunga, piutang dividen,
piutang pajak, tagihan kepada perusahaan asosiasi, dan tagihan kepada karyawan. Jika piutang diklasifikasikan sebagai piutang lancar dan tidak
lancar, maka piutang lancar meliputi seluruh piutang yang diperkirakan akan dapat dalam jangka waktu satu tahun atau sepanjang siklus normal operasi
perusahaan, yang mana yang lebih lama. Untuk tujuan klasifikasi, seluruh piutang dagang trade receivables dianggap sebagai piutang lancar. Adapun
untuk setiap unsur piutang non dagang nontrade receivables memerlukan analisis lebih lanjut untuk menentukan apakah dapat ditagih dalam jangka
waktu satu tahun atau satu siklus operasi normal perusahaan atau lebih.
Piutang tidak lancar akan dilaporkan dalam neraca sebagai aktiva tidak lancar lainnya. Piutang usaha adalah piutang dagang dan oleh karenanya bersifat
lancar; piutang wesel bisa merupakan piutang dagang dan oleh karenanya bersifat lancar, tetapi bisa juga merupakan piutang non dagang baik lancar
atau tidak lancar. Piutang akan disajikan dalam neraca sebesar nilai realisa bersih yang dapat ditagihHerry, S.E,M.Si dalam bukunya Teori Akuntansi,
2009.
B. Prosedur Pencatatan Piutang