Pengertian Pengawasan Internal Prinsip-prinsip Pengawasan Internal

3. Dalam hal penggeseran kolektibilitas disebabkan oleh kriteria kolektibilitaskualitas kreditpiutang yang batasan atau ukurannya bersifat kualitatif, maka penggeseran kolektibilitas kreditpiutang tetap menggunakan formulir Memorandum Perubahan Kolektibilitas KreditPiutang untuk kredit produktifdan diusulkan kepada pejabat yang berwenang. 4. Penggeseran dan atau penyesuaian kolektibilitas kreditpiutang secara manual atas dasar permintaan BagianSeksi yang mengelola KreditPiutang atau Seksi yang mengelola Penyelamatan KreditPiutang menjadi tanggung jawab unit yang bersangkutan.

F. Pengawasan Internal

1. Pengertian Pengawasan Internal

Menurut D.Hartanto,1981,istilah pengawasan internal mempunyai beberapa pengertian yang berlainan. Tergantung dari orang yang mempergunakannya.Pengertian tersebut dapat dapat berbeda dari arti yang tersempit sehingga arti yang terluas. Di dalam arti yang sempit, istilah tersebut disamakan dengan internal check yang merupaka prosedur-prosedur mekanis untuk memeriksa ketelitian dari data-data administrasi, seperti misalnya mencocokkan penjumlahan mendatar horizontal dengan penjumlahan melurus vertikal. Dalam arti yang paling luas, istilah tersebut disamakan dengan management control yaitu suatu sistem yang meliputi semua cara-cara yang digunakan oleh pimpinan perusahaan untuk mengawasimengendalikan beheren perusahaan. Dalam pengertian ini pengawasan intern meliputi: struktur organisasi, formulir-formulir dan prosedur-prosedur, pembukuan dan laporan administrasi, budget dan standar, pemeriksaan intern, dan sebagainya. Definisi yang diberikan oleh AICPA American Institute of Certified Public Accountant berbunyi: Pengawasan intern meliputi susunan organisasi dan semua cara-cara dan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh perusahaan untuk menjaga dan mengamankan harta miliknya, memeriksa kecermatan dan kebenaran data-data administrasi, memajukan efisiensi kerja dan mendorong dipatuhinya kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh top-management.

2. Prinsip-prinsip Pengawasan Internal

Jelaslah kiranya bahwa tidak ada satu sistem pun yang dapat mencegah secara 100 semua pemborosan dan penyelewengan- penyelewengan dalam suatu perusahaan. Maksud pengawasan intern adalah untuk menciptakan suatu alat yang akan membantu dicapainya pelaksanaan yang efisien dan efektif untuk membatasi pemborosan- pemborosan dan godaan untuk menyeleweng. Dalam suatu perusahaan yang besar dengan pegawai yang cukup banyak sehingga mungkin diadakan pemisahan wewenang dan dan kekuasaan, dapat disusun sistem pengawasan intern yang cukup kuat. Jika jumlah pegawai tidak banyak dan kualitas mereka tidak tinggi, sistem tersebut akan menjadi lemah dan harus ditambah dengan pengawasan- pengawasan yang langsung dari pimpinan. Untuk mendapatkan pengawasan intern yang baik, perlu diperhatikan prinsip-prinsip yang dibawah ini yaitu D.Hartanto,1981: a. Pegawai yang kapabel dan dapat dipercaya Masing-masing pegawai ini sudah tentu harus diberi tanggung jawab yang sesuai dengan kecakapannya, pengalamannya dan kejujurannya. Adakalanya suatuperusahaan menggunakan pegawai-pegawai yang murah untuk menghemat biaya, namun dalam jangka panjang cara ini akan terbukti mahal, tidak saja karena adanya penyelewengan- penyelewengan, tetapi juga karena produktivitasyang rendah. b. Pemisahan wewenang Struktur organisasi harus disusun sedemikian rupa sehingga di satu pihak tenaga para karyawan dapat dipergunakan sebaik-baiknya, tetapi di lain pihak sekaligus terdapat pemisahan wewenang untuk maksud- maksud pengawasan intern. Pertama-tama kita harus mengadakan pemisahan antara: 1 Fungsi operasi – misalnya pembelian dan pelaksanaan. 2 Fungsi menyimpan – misalnya penyimpanan uang tunai, persediaan, dan sebagainya. 3 Fungsi mencatat – misalnya mencatat absensi, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan pembukuan dan laporan administrasi yang untuk sebagian besar dikumpulkan di bagian akuntansi. Contoh, pemisahan antara petugas yang mengerjakan buku besar dan petugas yang mengerjakan buku – sub buku tambahan, khususnya buku piutang. Dengan membandingkan angka-angka pada kedua buku itu, maka dapat diketahui apakah administrasi piutang beres. c. Pengawasan Hasil pekerjaan masing-masing pegawai harus diawasi dan dinilaikan oleh atasannya yang bertanggung jawab atas hasil pekerjaan pegawai tersebut. Atasan itu, sesuai dengan prinsip-prinsip manajemen, harus menilaikan hasil pekerjaan bawahannya dan jika diperlukan mengadakan tindakan-tindakan koreksi. Penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan oleh pegawai- pegawai yang tidak jujur merupakan “biaya” yang mahal, tidak saja bagi perusahaan, tetapi juga bagi si pegawai sendiri. Seorang yang berkali-kali berhasil dalam penyelewengan kecil akan mencoba untuk melakukan penyelewengan yang lebih serius, sehingga akan berturut- turut merugikan perusahaan, kepribadian si pegawai sendiri dan mungkin juga merusak moral kawan-kawan sekerjanya. Adalah tanggung jawab pimpinan terhadap pegawai untuk mengawasi mereka, agar supaya mereka tetap jujur dan teguh imannya. d. Penetapan tanggung jawab secara perorangan Dalam menetapkan tanggung jawab mengenai sesuatu tugas, harus dapat diikuti pelaksanaan tugas-tugas itu sampai tingkat yang melaksanakannya dengan mkasud untuk menghubungkan hasil pelaksanaan tersebut dengan tanggung jawab masing-masing petugas. Untuk menetapkan tanggung jawab itu, maka kita misalnya melihat bahwa dalam suatu toko, si penjual harus memarap bon penjualan, dalam perusahaan bangunan para pelaksana yang memerlukan suatu bahan harus memarap bon pengeluaran barang. Penetapan tanggung jawab perseorangan secara demikian, membawa pengaruh psikologis bahwa tugas-tugas itu akan lebih diperhatikan sehingga para petugas akan bekerja secara lebih waspada. Tiap orang akan bekerja lebih baik jika dia tahu bahwa dia akan diminta pertanggung jawaban apabila ada hal-hal yang tidak beres. e. Pemeriksaan otomatis berdasarkan prosedur-prosedur yang rutin Prosedur-prosedurhendaknya disusun sedemikian rupa sehingga memungkinkan adanya pencocokan antara pekerjaan petugas yang satu dengan petugas yang lain. Dengan ditetapkannya prosedur- prosedur yang rutin yang juga dinamakan birokrasi, tetapi dalam arti yang baik, maka dalam organisasi mungkinlah diadakan spesialisasi, pembagian tugas dan pemeriksaan pengecekan otomatis atas kegiatan-kegiatan rutin tersebut. Contoh dari pada prinsip ini adalah pemeriksaan faktur jika seorang leveransir datang menagih. Untuk membuktikan sahnya penagihan maka harus terdapat bukti-bukti yang cukup, misalnya: 1. Surat perintah pembelian 2. Faktur-faktur dan packing slip 3. Dokumen-dokumen pengangkutan konosemen, bill of landing 4. Bukti penerimaan barang 5. Adanya pemeriksaan perkalian dan penjumlahan. Setiap langkah dalam pencekan ini, merupakan pemeriksaan atas langkah yang sebelumnya. Oleh karena itu, formulir- formulir harus dibuatdiciptakan didesain sedemikian rupa sehingga apabila data-data yang dicatat tidak betul, maka kesalahan-kesalahan itu akan ditemukan dengan otomatis dan segera diperbaiki. Misalnya, tidak adanya paraf petugas dari Bagian Penerimaan akan menyetop prosedur pembayaran; tidak adanya paraf petugas pelaksanaan akan menyetop pembayaran upah lembur. f. Pencatatan yang seksama dan segera Transaksi-transaksi, baik transaksi-transaksi ekstren maupun kejadian intern yang mempunyai akibat ekonomis, harus segera dicatat dalam dokumen dasar formulir-formulir yang sudah disediakan. Pencatatan harus lengkap dan tidak gampang dirubah. Ini dapat diperkuat dengan menggunakan formulir-formulir tercetak yang diberi nomor urut. Jika suatu formulir salah diisinya, maka ia harus dicap dengan tanda “BATAL” dan disimpan dalam urutan yang baik. Karena adanya nomor urut itu, maka jika ada dokumen yang hilangcuri, hal tersebut segera bisa diketahui. g. Penjagaan fisik Jelaslah kiranya bahwa kerugian-kerugian karena kecurangan akan banyak berkurang jika diadakan alat-alat penjagaan secara fisik seperti misalnya cash register, lemari besi, gudang yang terkunci dan sebagainya. h. Pemeriksaan oleh petugas yang bebas dari tugas rutin Secara periodik, sistem administrasi harus diteliti kembali oleh suatu “institut” tersebut adalah Bagian Pemeriksaan Intern Internal Audit Departement dari perusahaan itu sendiri atau dapat berupa kantor akuntan ekstern. Penelitian periodik itu diperlukan untuk memastikan bahwa prosedur- prosedur pengawasan intern yang telah ditentukan itu betul-betul dilaksanakan. Keadaan perusahaan selalu berubah misalnya operasi meluas dan jumlah pegawai bertambah, dan prosedur-prosedur pengawasan intern harus selalu menyesuaikan diri.

3. Sistem-Sistem Pengawasan Internal