7 Pasal 11 UUP No. 1 Tahun 1974, mengatur tentang “waktu
tunggu” . Pada ayat 1 bagi seorang wanita yang putus perkawinannya berlaku jangka waktu tunggu. Dan pada ayat 2
tenggang waktu jangka waktu tunggu tersebut ayat 1 akan diatur dalam Peraturan Pemerintah lebih lanjut.
Peraturan Pemerintah yang dimaksud adalah Pasal 39 PP No. 9 Tahun 1975.
Pada Pasal 39 ayat 1 PP No. 9 Tahun 1975, berbunyi :
“Waktu tunggu bagi seorang janda sebagai dimaksud dalam Pasal 11 ayat 2 Undang-undang ditentukan sebagai berikut :
a Apabila perkawinan putus karena kematian, waktu tunggu
ditetapkan 130 seratus tiga puluh hari. b Apabila perkawinan putus karena perceraian, waktu tunggu
bagi yang masih berdatang bulan ditetapkan 3 tiga kali suci dengan sekurang-kurangnya 90 sembilan puluh hari dan
bagi yang tidak berdatang bulan ditetapkan 90 sembilan puluh hari.
c Apabila perkawinan putus sedang janda tersebut dalam
keadaan hamil, waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan.” 8
Pasal 12 UUP No. 1 Tahun 1974, tata cara pelaksanaan perkawinan diatur dalam peraturan perundang-undangan
tersendiri. Selanjutnya ketentuan tentang tata cara perkawinan ini diatur dalam Pasal 10 dan 11 PP No. 9 Tahun 1975.
18
b. Menurut KUHPerdata
Menurut Hukum Perdata Barat KUHPerdata, syarat sahnya perkawinan syarat materil adalah :
1 Berlaku asas monogami Pasal 27 KUHPerdata.
2 Harus ada kata sepakat dan kemauan bebas antara si pria dan
wanita Pasal 28 KUHPerdata. 3
Seorang pria sudah berumur 18 tahun dan wanita berumur 15 tahun Pasal 29 KUHPerdata.
4 Ada masa tunggu bagi seorang wanita yang bercerai, yaitu 300
hari sejak perkawinan terakhir bubar Pasal 34 KUHPerdata. 5
Anak-anak yang belum dewasa harus memperoleh izin kawin dari kedua orang tua mereka Pasal 35 KUHPerdata.
Mengenai izin kawin ini diatur dalam ketentuan-ketentuan berikut ini :
18
Djaja S. Meliala, Perkembangan Hukum Perdata tentang Orang dan Hukum Keluarga, Cet. 2, Bandung, Nuansa Aulia, 2007, hal 82.
a Jika wali ini sendiri hendak kawin dengan anak yang
dibawah pengawasaannya, harus ada izin dari wali pengawas Pasal 36 KUHPerdata.
b Jika kedua orang tua telah meninggal dunia atau tidak
mampu menyatakan kehendaknya, maka yang memberikan izin ialah kakek-nenek, baik pihak ayah maupun pihak ibu,
sedangkan izin wali masih pula tetap diperlukan Pasal 37 KUHPerdata.
c Anak luar kawin yang belum dewasa untuk dapat kawin,
harus mendapat izin dari bapak danatau ibu yang mengakuinya. Jika wali itu sendiri hendak kawin dengan
anak yang di bawah pengawasannya, harus ada izin dari wali pengawas. Jika di antara orang-orang yang harus
memberi izin itu terdapat perbedaan pendapat, maka Pengadilan atas permintaan si anak, berkuasa memberikan
izin Pasal 39 KUHPerdata.
d Anak luar kawin namun tidak diakui, selama belum dewasa,
tidak diperbolehkan kawin tanpa izin dari wali atau wali pengawas mereka Pasal 40 KUHPerdata.
e Untuk anak yang sudah dewasa, tetapi belum berumur 30
tahun, masih juga diperlukan izin kawin dari orang tuanya. Tetapi apabila mereka tidak mau memberikan izin, maka
anak dapat memintanya dengan perantaraan hakim Pasal 42 KUHPerdata.
f Tidak terkena larangan kawin Pasal 30-33 KUHPerdata.
19
Sementara syarat formil perkawinan Pasal 50 sampai dengan 84 KUHPerdata, terdiri dari :
1 Tata caraformalitas-formalitas yang harus mendahului
perkawinan Pasal 50 sampai dengan 58 KUHPerdata. 2
Mencegah perkawinan Pasal 59 sampai dengan 70 KUHPerdata.
3 Melangsungkan perkawinan Pasal 71 sampai dengan 82
KUHPerdata.
4 Perkawinan yang dilangsungkan di luar negeri Pasal 83
sampai dengan 84 KUHPerdata.
20
19
P.N.H. Simanjuntak, Op. Cit, hal 41-42.
20
Djaja S. Meliala, Op. Cit, hal 76-80.
2.1.4 Larangan-larangan Perkawinan
a. Menurut UUP No.1 Tahun 1974