Pemeliharaan anak mengandung arti sebuah tanggung jawab orang tua untuk mengawasi, memberi pelayanan yang semestinya serta mencakupi
kebutuhan hidup anak dari orang tuanya, kewajiban untuk melakukan pemeliharaan terhadap anak bersifat tetap sampai si anak mampu berdiri sendiri.
47
Beranjak dari Al- Qur‟an Surat Luqman Ayat 12-19, setidaknya ada delapan hal
yang harus diajarkan orang tua kepada anak-anaknya, yaitu :
48
1. Senantiasa mensyukuri nikmat Allah S.W.T.
2. Tidak mensyarikatakan Allah dengan sesuatu yang lain.
3. Berbuat baik kepada orang tua sebagai bukti kesyukuran anak.
4. Mempergauli orang tua secara baik-baik ma‟ruf
5. Setiap perbuatan betapapun kecilnya akan mendapatka balasan dari Allah
S.W.T. 6.
Menaati perintah Allah S.W.T. seperti shalat, amar ma’rruf dan nahi mungkar, serta sabar dalam menghadapi berbagai cobaan.
7. Sederhana dalam bersikap dan bertutur kata.
3.2 Perbedaan Antara Pemeliharaan dan Pengasuhan Anak
Pada prinsipnya tidaklah terdapat perbedaan yang berarti antara pemeliharaan dan pengasuhan anak, karena pada dasarnya kedua kata memiliki
arti yang sama namun penggunaan maupun kadangkala memiliki makna yang berbeda.
47
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perkawinan Nasional, Zahir Trading, Medan, 1975, hal 204.
48
Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesia, Rajawali Pers, Jakrt, 1998, hal 244.
Pada pemeliharaan anak biasanya lebih bersifat materialisme yaitu meliputi kebutuhan sandang, pangan, papan makanan, pakaian, dan lain-ain,
sedangkan pengasuhan lebih bersifat psikis ataupun kebutuhan immaterial yaitu pemenuhan kebutuhan akan pengisian jiwa dan mental si anak.
Kelahiran anak sebagai peristiwa hukum yang terjadi karena hubungan suami istri membawa konsekuensi beberapa hak dan kewajiban secara timbal
balik anatara orang tua sebagai kewajiban, dan sebaliknya orantg tua juga mempunyai hak yang harus di penuhi oleh anak. Anak memperoleh hak untuk
pemeliharaan dalam kehidupan yang layak, jaminan kesehatan, sandang pangan, papan, pendidikan yang memadai dari orang tua baik berlaku dalam masa
perkawinan atau sesudah perkawinan itu terputus atau di batalkan oeh hukum.
49
Dalam hal ini dengan alasan apapun, anak memang tidak dapat dimarginal kan, sebagaimana telah diatur dalam peraturan yang berlaku, Undang-Undang No. 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 28 dan pasal 29 ayat 1 dan 2 huruf a berbunyi :
1 Batalnya suatu perkawinan dimulai sejak keputusan Pengadilan mempunyai
kekuatan hukum tetap dan berlaku sejak saat berlangsungnya perkawinan. 2
Keputusan tidak berlaku surut terhadap : a.
Anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut. Ayah kandungnya berkewajiban memberikan jaminan nafkah anak
kandungnya dan seorang anak begitu dilahirkan berhak mendapatkan nafkah dari ayahnya baik pakaian, tempat tinggal, dan kebtuhan-kebutuhan lainnya.
49
Ali Afandi, Loc Cit, hal 121.
Landasan kewajiban ayah menafkahi anak selain karena hubungan nasab juga karena kondisi anak yang belum mandiri dan sedang membutuhkan
pembelanjaan, hidupnya tergantung kepada adanya pihak yang bertanggung jawab menjamin nafkah hidupnya. Orang yang paling dekat dengan anak adalah ayah
dan ibunya, apabila ibu bertanggung jawab mencarikan nafkah anaknya. Pihak ayah hanya berkewajiban menafkahi anak kandungnya selama anak kandungnya
dalam keadaan membutuhkan nafkah, ia tidak wajib menafkahi anaknya yang mempunyai harta untuk membiayai diri sendiri. Seorang ayah yang mampu akan
tetapi tidak memberi nafkah kepada anaknya padahal anaknya sedang membutuhkan, dapat di paksa oleh hakim atau di penjarakan sampai ia bersedia
menunaikan kewajibannya.
3.3 Penyelesaian Sengketa Terhadap Hak Asuh Anak dan Tanggug