Kewajiban Orang Tua Setelah Perceraian

3.5 Kewajiban Orang Tua Setelah Perceraian

Keluarga adalah lembaga pendidikan pertama dan utama dalam perkembangan anak, pendidikan yang diterima anak dari orang tuanya menjadi bagian dari kepribadian anak yang bersangkutan. 56 Jika bapak ibunya baik, rukun dan menyayangi maka anak akan mendapatkan unsur positif dalam kepribadiannya, dan apabila orang tuanya beragama serta pengalaman keagamaan yang menjadi unsur dalam kepribadiannya. 57 Selanjutnya Wagiati Soetodjo dalam bukunya Hukum Pidana Anak menebutkan : 58 “Pemahaman orang tua akan jiwa anak merupakan faktor terpenting dalam lingkungan keluarga. Dengan pemahaman tersebut orang tua menciptakan suasana yang menyenangkan dan menumbuhkan kasih sayang, rasa aman, rasa sukses, dan harga diri. Perlakuan dan pemahaman ini diperlukan anak mulai dari kecil, usia remaja bahkan sampai anak menjadi dewasa. Pembinaan orang tua yang tidak memahami perkembangan jiwa anak dan kebutuhan anak, akan menyebabkan timbulnya rasa kurang puas, kesal, tertekan dan macam-macam perasaan lainnya. Hal ini merupakan faktor negatif dalam perkembangan jiwa anak dan selanjutnya akan membentuk pribadi yang negative pula”. Dengan terjadinya perceraian, anak biasanya akan kurang mendapatkan perhatian dan pendidikan dari kedua orang tuanya, sehingga anak akan dapat dengan mudah terjerumus ke dalam pergaulan negatif dengan teman-temannya, dan dari sinilah munculnya istilah kenakalan remaja, 59 Kenakalan remaja atau disebut juga kenakalan anak juvenile delinquency adalah setiap perbuatan atau tingkah laku seorang anak dibawah umur 18 tahun dan belum kawin yang merupakan 56 Wagiati Soeodjo, Op. Cit, hal 63 57 Ibid 58 Ibid 59 Sudarsono, Kenakalan Remaja, Rineka Cipta, Jakarta, 1995, hal 125. pelanggaran terhadap norma-norma hukum yang berlaku serta dapat membahayakan perkembangan pribadi si anak yang bersangkutan. 60 Juvenile Delinquency adalah suatu tindakan atau perbuatan pelanggaran norma,baik norma hukum maupun norma social yang dilakukan oleh anak-anak usia muda. 61 Dari ikatan-ikatan kekeluargaan dapatlah timbul berbagai hubungan, di mana orang yang satu diwajibkan untuk pemeliharaan atau alimentasi terhadap orang lain. 62 Dalam hal perkawinan melahirkan anak, maka kedudukan anak serta bagaimana hubungan antara orang tua dengan anaknya itu menimbulkan persoalan sehingga memang dirasakan perlunya aturan-aturan hukum yang mengatur tentang pola hubungan antara mereka. 63 Pasal 9 UU No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahhteraan Anak menyebutkan bahwa orang tua adalah yang pertama-tama bertanggung jawab atas terwujudnya kesejahteraan anak baik secara fisik, jasmani ataupun sosial. Tanggung jawab orang tua atas kesejahteraan anak mengandung kewajiban memelihara dan mendidik anak sedemikian rupa, sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi orang yang cerdas, sehat, berbakti kepada orang tua, berbudi pekerti luhur, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berkemauan, serta berkemampuan untuk meneruskan cita-cita bangsa berdasarkan Pancasila. 64 60 Romli Atmasasmita, Problem Kenakalan Anak-Anak Remaja, Armico, Bandung, 1983, hal 40. 61 Wagiati Soetodjo, Loc. Cit, hal 11. 62 H, F. A Vollmar, Pengantar Studi Hukum Perdata, Jilid I, Penerjemah I.S. Adiwinarta, Raja Grafindo Persada Jakarta, 1952, hal 169. 63 K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1980, hal 34. 64 Penjelasan Pasal 9 UU No. 4 Tahun 1979 Kesejahteraan Anak. Pemeliharaan anak mengandung arti sebuah tanggung jawab orang tua untuk mengawasi, memberi pelayanan yang semestinya serta mencukupi kebutuhan hidup anak dari orang tuanya, kewajiban untuk melakukan pemeliharaan terhadap anak bersifat tetap sampai sianak mampu berdiri sendiri. 65

3.5.1 Kewajiban orang tua terhadap anak setelah perceraian

menurut Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Secara hukum kewajiban antara suami istri akan timbul apabila perkawinan telah dilangsungkan, dengan kata lain kewajiban antara seorang suami dan istri tidak akan sebelum seorang pria dengan seorang wanita mealangsungkan perkawinan. Adanya kewajiban dan hak yang seimbang antara suami dan istri dibarengi dengan kewajiban yang sama pula yaitu kewajiban untuk membina dan meegakkan rumah tangga yang diharapkan akan menjadi dasar dalam membangun rumah tangga. Kewajiban bersama antara suami istri dalam membina rumah tangga akan mulai luntur tatkala rumah tanggga yang di bangun tersebut mengalami goncangan dan akan lebih parahh lagi kewajiban membina rumah tangga akan puttus mana kala rumah tangga tersebut bubar. Perihal bagaimana bubarnya rumah tangga dan bagaimana pula kewajiban orang tua kepada anak-anaknya sekalipun rumah tangga telah bubar diatur dalam UU Perkawinan. 65 M. Yahya Harahap, Op. Cit, hal 204 . Pasal 38 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan ” Perkawinan dapat putus karena : kematian, percraian dan atas keeputusan Pengadilan”. Putusnya perkawinan karena kematian yaitu dengan matinya salah satu pihak dari suami istri. Putusnya perkawinan atas keputusan pengadilan dapat terjadi karena pembatalan suatu perkawinan atau karena perceraian. Pasal 41 UU Perkawinan menentukan : Akibat putusya perkawinan karena perceraian adalah : 1. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak- anak, pengadilan memberikan putusannya. 2. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut. 3. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untukmemberikan biaya penghidupan dan atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri. Kemudian dalam Pasal 45 disebutkan sebagai berikut : 1. Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya. 2. Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat 1 pasal ini berlaku sampai anak itu kawin atau berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara keduanya putus. Selanjutnya dalam Pasal 47 dinyatakan sebagai berikut : 1. Anak yang belum mencapai umur 18 tahun atu belum perah melangsugkan perkawinan ada di bawah kekuasaan ornag tuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya. 2. Orang tua mewakili anak tersebut mengenai perbuatan hukum di dalam dan di luar pengadilan. Kekuasaan orag tua ini dapat saja dicabut, akan tetapi orang tua tidak dibebaskan dari kewajiban memberi biaya nafkah anak. Hal terebut sebagaimana diatur dalam Pasal 49 UU Perkawinan sebagai berikut : 1. Salah seorang atau kedua oarng tua dapat dicabut kekuasaannya terhadap seseorang anak atau lebih untuk waktu tertentu atas permintaan orang tua yang lain, keluarga anak dalm garis lurus ke atas dan saudara kandung yang telah dewasa atau pejabat yang berwenang dengan keputusan pengadilan dalam hal-hal : a. Ia sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya. b. Ia berkelakuan sangat buruk sekali. 2. Meskipun orang tua di cabut kekuasaannya, mereka masih tetap berkewajiban untuk memberi biaya pemeliharaan kepada anaknya tersebut. Dari uraian tersebut di atas, maka dapat di simpulkan bahwa UU Perkawinan mengatur kewajiban orang tua terhadap ank-anknya sekalipun rumah tangga telah putus karena perceraian. Kewajiban orang tua tersebut meiputi : 1. Orang tua wajib memihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya. 2. Bapak bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak, bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajibannya, pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak. Kewajiban tersebut tetap berlaku meskipun kekuasaan sebagai orang tua dicabut. 3. Orang tua mewakili anak mengenai perbuatan hukum di dalm dan di luar pengadilan.

3.5.2 Kewajiban orang tua terhadap anak setelah perceraian menurut Kompilasi Hukum Islam

Pandangan ajaran islam terhadap anak menempatkan anak dalm kedudukan dan tempat yang istimewa dalam Nash Al- Qur‟an Al-Hadist. Oleh karena itu, anak dalam pandangan islam harus diberlakukan secara manusiawi, diberi pendidikan, pengajaran, keterampilan dan akhlakul karimah agar anak tersebut kelak akan bertanggung jawab dalm mensosialisasikan diri untuk memenuhi kebutuhan hidup dimasa depan. KHI yang memuat hukum materil tentang perkawinan, kewarisan dan wakaf yang merumuskan secara sistematis hukum islam di Indonesia secara konkret, maka untuk itu dalam hal ini perlu dirujuk mengenai ketentuan-ketentuan dalam KHI yang mengatur tentang kewajiban orang tua terhadap anak. Pasal 77 KHI menyebutkan : 1. Suami istri memikul kewajiban yang yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan warahma yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat. 2. Suami istri wajib saling mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi bantuan lahir dan batin yang satu kepada yang lain. 3. Suami istri memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara anak-anak mereka, baik mengenai pertumbuhan jasmani, rohani maupun kecerdasannya dan pendidikan agamannya. 4. Suami istri wajib memlihara kehormatannya. 5. Jika suami atau istri melalaikan kewajibannya, masing-masing dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama. Berkaitan dengan kewajiban oaring tua setelah putusnya perkawinan, KHI di dalam pasal-pasalnya menggunakan istilah memelihara anak yang di muat di dalm Bab XIV Pasal 98 sampai dengan Pasal 106 , secara eksplisit pasal yang mengatur kewajiban pemeliharaan anak jika terjadi perceraian hanyalah terdapat di dalam Pasal 105 dan Pasal 106. Dalam Pasal 98 KHI ditegaskan : 1. Batas usia anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah 21 tahun, sepanjang anak tersebut tidak bercacat fisik maupun mental atau belum pernah melangsungkan perkawinan. 2. Orang tuanya mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum di dalam dan di luar pengadilan. 3. Pengadilan Agama dapat menunjuk salah seorang kerabat terdekat yang mampu menunaikan kewajiban terebut apabila kedua ornag tuanya tidak mampu. Sementara itu Pasal 105 KHI menyebutkan : Dalam hal ini terjadinya perceraian : a. Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya. b. Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk memilih diantara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaannya. c. Biaya peemliharaan di tanggung oleh ayahnya. Menyangkut harta yang di miliki anak, orang tua berkewajiban untuk merawat dan mengembangkan harta tersebut, hal ini di atur dalam Pasal 106 KHI yang menyebutkan : 1. Orang tua berkewajiban merawat dan mengembangkan harat anaknya yang belum dewasa atau di bawah pengampuan dan tidak diperbolehkan memindahkan atau menggaddaikan kecuali karena keperluan yang mendesak jika kepentingan dan kemaslahatan anak itu menghendaki atau sesuatu kenyataan tidak dapat dihindarkan lagi. 2. Orang tua bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan karena kesalahan dan kelalaian dari kewajiban tersebut pada ayat 1 . Pasal-pasal yang terdapat dalam KHI tentang hadanah menegaskan bahwa kewajiban pengasuhan material dan non material kepada anak merupakan hal yang tidak dapat di pisahkan satu dengan lainnya. Lebih dari itu KHI membagi tugas yang harus di emban orang tua sekalipun mereka telah terpisah. Anak yang belum mumayyiz tetap di asuh oleh ibunya sedangkan pembiayaan tetap menjadi tanggung jawab dari ayah. KHI juga menentukan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 dua belas tahun adalah hak bagi ibu untuk memeliharanya, sedangkan apabila anak tersebut sudah mumayyiz ia dapat memilih antara ayah atau ibunya untuk bertindak sebagai pemeliharaannya. BAB IV TINJAUAN YURIDIS TERHADAP SENGKETA HAK ASUH ANAK DIBAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN ORANGTUA PADA PUTUSAN NOMOR 23Pdt.GPA.Bik

4.1 Hak Asuh Anak Dibawah Umur Setelah Perceraian Berdasarkan

Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Terhadap Sita Marital Atas Sengketa Harta Bersama Dalam Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

10 140 156

Status Anak Yang Dilahirkan Dari Perkawinan Wanita Hamil Karena Zina Menurut Kompilasi Hukum Islam Dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

1 64 125

Perkawinan Dibawah Umur Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Hukum Adat Serta Kompilasi Hukum Islam

6 131 125

Pembatalan Perkawinan Menurut Undang-Undang NO. 1 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Perkawinan Dan Kompilasi Hukum Islam (Studi Pada Pengadilan Agama Medan)

3 123 72

Tinjauan Yuridis Pernikahan Siri Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam

3 77 140

Aspek Hukum Sita Marital Terhadap Sengketa Harta Bersama Dalam Perkawinan Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Kuhperdata) Dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

0 63 163

Kajian Yuridis Hak Pemeliharaan Anak Setelah Terjadinya Perceraian Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (Studi Kasus Terhadap Putusan Pengadilan No. 101/Pdt.G/2009/Pn/Mdn)

0 38 141

Kedudukan Perjanjian Perkawinan Dan Akibat Hukumnya Ditinjau Dari Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dan Kompilasi Hukum Islam

0 35 116

Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam

0 30 138

Tinjauan Yuridis Terhadap Sengketa Pemeliharaan Anak Di Bawah Umur Sebagai Akibat Perceraian Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dan Kompilasi Hukum Islam (Studi Putusan Mano. 23/Pdt.G/2013/Pa.Bik )

1 55 89