Sekilas Isi Kandungan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang

2. Ruang lingkup wakaf yang selama ini dipahami secara umum cenderung terbatas pada wakaf benda tidak bergerak seperti tanah dan bangunan, menurut undang-undang ini wakif dapat pula mewakafkan sebagian kekayaanya berupa harta benda wakaf bergerak, baik berwujud atau tidak berwujud yaitu uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak kekayaan intelektual, hak sewa, dan benda bergerak lainnya. Dalam hal benda bergerak berupa uang, wakif dapat mewakafkan melalui Lembaga Keuangan Syariah. Yang dimaksud Lembaga Keuangan Syariah adalah Badan Hukum Indonesia yang dibentuk sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bergerak di bidang keuangan syariah, misalnya badan hukum dibidang perbankan syariah. Dimungkinkan wakaf benda bergerak melalui Lembaga Keuagan Syariah dimaksudkan agar memudahkan wakif untuk mewakafkan uang miliknya. 3. Peruntukan harta benda wakaf tidak semata-mata untuk kepentingan sarana ibadah dan sosial tetapi juga diarahkan untuk memajukan kesejahteraan umum dengan cara mewujudkan potensi dan manfaat ekonomi harta benda wakaf. Hal itu memungkinkan pengelolaan harta benda wakaf dapat memasuki wilayah kegiatan ekonomi dalam arti luas sepanjang pengelolaan harta tersebut sesuai dengan prinsip manajemen dan ekonomi syariah. 4. Untuk mengamankan harta benda wakaf dari campur tangan pihak ketiga yang merugikan kepentingan wakaf, perlu meningkatkan kemampuan profesional nazhir. 5. Undang-Undang ini juga mengatur pembentukan Badan Wakaf Indonesia yang dapat mempunyai perwakilan didaerah sesuai dengan kebutuhan. Badan tersebut merupakan lembaga independen yang melaksanakan tugas dibidang perwakafan yang melakukan pembinaan terhadap nazhir, melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berskala nasional dan internasional, memberikan persetujuan atas perubahan peruntukan dan status harta benda wakaf, dan memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah dalam penyusunan kebijakan di bidang perwakafan. Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf terdiri atas sebelas bab, tujuh puluh satu pasal, meliputi pengertian tentang wakaf, syarat-syarat sahnya wakaf, fungsi wakaf, tata cara mewakafkan dan mendaftarkan wakaf, perubahan benda wakaf, penyelesaian perselisihan, pembinaan dan pengawasan wakaf, Badan Wakaf Indonesia BWI, ketentuan pidana, dan ketentuan peralihan. Dalam ketentuan umum Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang perwakafan secara garis besar mencakup beberapa hal yang saling berkaitan satu sama lainnya, diantaranya sebagai berikut: 1. Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan atau kesejahteraan umum menurut syariah. 2. Wakif adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya. 3. Ikrar Wakaf adalah pernyataan kehendak wakif yang diucapkan secara lisan dan atau tulisan kepada nazhir untuk mewakafkan harta benda miliknya. 4. Nadzir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukkannya. 5. Harta benda wakaf adalah harta benda yang memilki daya tahan lama dan atau manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syariah yang diwakafkan oleh wakif. 6. Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf, selanjutnya disingkat PPAIW adalah pejabat yang berwenang oleh yang ditetapkan oleh Menteri untuk membuat akta ikrar wakaf. 7. Badan Wakaf Indonesia adalah lembaga Independen untuk mengembangkan perwakafan di Indonesia. 8. Pemerintah adalah perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas Presiden beserta para menteri. 9. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang Agama. Beberapa ketentuan hukum perwakafan menurut Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf yang merupakan pengembangan dari penyempurnaan terhadap materi perwakafan yang ada pada perundang-undangan sebelumnya, antara lain: 1. Objek wakaf menurut Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf, bahwa objek wakaf tersebut tidak hanya berupa tanah milik sebagaimana disebutkan dalam PP No. 28 Tahun 1977. Objek wakaf menurut undang- undang No. 41 Tahun 2004 tersebut lebih luas. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam pasal 1 poin 5, yaitu harta benda wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan lama dan atau bersifat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syariah yang diwakafkan oleh wakif. Lebih lanjut dipertegas dalam pasal 16 poin 1, yaitu harta benda wakaf terdiri dari: a. benda tidak bergerak, b. benda bergerak. Poin 3 yaitu benda bergerak yang sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b adalah benda yang tidak bisa habis karena konsumsi, meliputi: a. uang, b. logam mulia, c. surat berhaarga, d. kendaraan, e. hak atas kekayaan intelektual, f. hak sewa, g. benda bergerak lainnya sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Nazhir Pasal 12 disebutkan bahwa dalam melaksanakan tugasnya, nazhir dapat menerima imbalan dari hasil bersih atas pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang besarnya tidak melebihi 10 sepuluh persen. 3. Wakaf benda bergerak berupa uang Wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui lembaga keuangan syariah yang ditunjuk oleh menteri pasal 28 dan lebih lanjut dalam pasal 29 ayat 2 disebutkan bahwa wakaf benda bergerak berupa uang sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diterbitkan dalam bentuk sertifikat wakaf uang yang dimaksud pada ayat 2 diterbitkan dan disampaikan oleh lembaga keuangan syariah kepada wakif dan nazhir sebagai bukti penyerahan harta wakaf. 4. Badan Wakaf Indonesia BWI Pasal 47 ayat 1 menyebutkan bahwa dalam rangka memajukan dan mengembangkan perwakafan nasional dibentuk Badan Wakaf Indonesia BWI, ayat 2 bahwa Badan Wakaf Indonesia berkedudukan di Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan dapat membentuk perwakilan di Provinsi dan atau Kabupaten Kota sesuai dengan kebutuhan. Adapun tugas dan wewenang Badan Wakaf Indonesia seperti termuat dalam pasal 49 ayat 2 adalah: a. Melakukan pembinaan terhadap nazhir dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf. b. Melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berskala nasional dan internasional. c. Memberikan persetujuan dan atau izin atas perubahan peruntukkan dan status harta benda wakaf. d. Memberhentikan dan mengganti nazhir. e. Memberikan persetujuan atas penukaran harta benda wakaf. f. Memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam penyusunan kebijakan di bidang perwakafan. Demikian beberapa peraturan dan perundang-undangan yang berkaitan dengan wakaf terbaru, Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf cakupannya lebih luas dalam artian harta yang diwakafkan itu tidak hanya benda tidak bergerak saja seperti yang telah diatur oleh Undang-Undang Pokok Agraria UUPA No. 5 Tahun 1960. Akan tetapi benda yang nergerak seperti yang telah disebutkan di atas dapat diwakafkan.

B. Peran Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Tunai pada

Tabung Wakaf Indonesia Peraturan perundang-undangan tentang wakaf di Indonesia menjadi persoalan yang cukup lama belum terselesaikan secara baik. Peraturan kelembagaan dan pengelolaan wakaf selama ini masih pada level di bawah UU, yaitu Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Agama, Peraturan Dirjen Bimas Islam Depag RI, dan beberapa aturan serta sedikit disinggung dalam UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria. Hingga sampai akhir tahun 2004 27 tahun dengan lahirnya UU No. 41 tahun 2004 tentang wakaf sehingga kemauan yang kuat dari umat Islam untuk memaksimalkan peran wakaf mengelami kendala-kendala formil. Tidak seperti kelembagaan dibidang zakat yang sudah mencapai pada fenomena kemajuan yang cukup baik dan sudah diatur dalam UU RI No. 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat dan Keputusan Menteri Agama RI No. 581 Tahun 1999. 1 Sehingga kelembagaan wakaf dan pengelolaan benda-benda wakaf masih jauh dari memuaskan karena masih diatur oleh beberapa peraturan yang belum integral dan lengkap. Paling tidak, sebelum lahirnya UU No. 41 tahun 2004 tentang wakaf terdapat kendala-kendala formil yang sangat memberikan warna bagi pengelolaan dan pengembangan wakaf. 1 Achmad Djunaidi dan Thobieb Al-Asyar, Menuju Era Wakaf Produktif: Sebuah Upaya Progresif untuk Kesejahteraan Umat Jakarta: Mitra Abadi Press, 2006, h. 54-55. Di Indonesia, perwakafan diatur dalam PP No. 28 Tahun 1977 sebelum lahirnya UU No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf, tentang Perwakafan Tanah Milik dan sedikit disinggung dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria. Karena keterbatasan cakupannya, kedua peraturan perundang-undangan tersebut belum memberikan peluang yang maksimal bagi tumbuhnya pemberdayaan benda-benda wakaf secara produktif dan profesional. Alhamdulillah, pada tanggal 27 Oktober 2004, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf diundangkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Undang-undang tersebut memiliki urgensi, yaitu selain untuk kepentingan ibadah mahdhah, juga menekankan perlunya pemberdayaan wakaf secara produktif untuk kepentingan sosial kesejahteraan umat. 2 Untuk konteks Indonesia, lembaga wakaf yang secara khusus akan mengelola dana wakaf dan beroperasi secara nasional itu berupa Badan Wakaf Indonesia BWI. Tugas dari lembaga ini adalah mengkoordinir nazhir-nazhir membina yang sudah ada dan atau mengelola secara mandiri terhadap harta wakaf yang dipercayakan kepadanya, khususnya wakaf tunai. Sebelum pemberlakuan UU No. 41 tahun 2004 tentang wakaf, pengaturan wakaf hanya menyangkut perwakafan benda tak bergerak yang lebih banyak dipergunakan untuk kepentingan konsumtif, seperti; masjid, madrasah, kuburan, 2 Ibid., h. 89-90. yayasan yatim piatu, pesantren, sekolah, dan sebagainya. Namun saat ini sudah berkembang dan sudah dipraktikan oleh sebagian lembaga Islam terhadap wacana wakaf benda bergerak, seperti uang cash waqf, saham atau surat-surat berharga lainnya seperti yang diatur dalam Undang-Undang wakaf. 3 Pembaharuan paham wakaf tersebut bukan untuk dibelanjakan secara konsumtif seperti kekhawatiran sebagian orang hingga habis yang berarti menyalahi konsep dasar wakaf itu sendiri. namun, bagaimana agar uang, saham, atau surat berharga lainnya yang dimiliki seseorang atau lembaga badan hukum dapat dimanfaatkan untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat banyak. Aspek kemanfaatan dzat benda yang diwakafkan menjadi esensi dari jenis benda wakaf ini, bukan aspek dzat benda wakaf itu sendiri.

C. Analisa Efektivitas Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004

Tentang Wakaf Tunai pada Tabung Wakaf Indonesia Berkaitan dengan judul dan ruang lingkup skripsi ini yang berkaitan dengan Efektivitas Pelaksanaan Undang-Undang No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf Tunai Pada Tabung Wakaf Indonesia Jakarta. Maka sebelum penulis 3 Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Paradigma Baru Wakaf di Indonesia, Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, 2006, h. 102.