Dasar Hukum Wakaf Tunai
Artinya: “Diriwayatkan dari Ibnu Umar r.a bahwa Umar bin al-Khattab r.a memperoleh tanah kebun di khaibar; lalu ia dating kepada Nabi Saw untuk
meminta petunjuk mengenai tanah tersebut. Ia berkata, “Wahai Rasulullah saya memperoleh tanah di Khaibar; yang belum saya peroleh harta yang lebih baik
bagiku melebihi tanah tersebut; apa perintah Engkau kepadaku mengenainya? Nabi Saw Menjawab : Jika mau, kamu tahan pokoknya dan kamu sedekahkan
hasil-nya.
HR. Bukhari, Muslim, Turmudzi, Nasa’i dan Ahmad. Hadist di atas menunjukkan wakaf pertama kali dalam Islam dilakukan
oleh Umar bin Khattab dengan cara menyedekahkan hasilnya. Menurut Imam Nawawi hadits di atas dapat ditarik kesimpulan, diantaranya:
1. Hadist ini menjadi dasar sahnya wakaf dalam Islam.
2. Harta wakaf tidak boleh dijual atau dihibahkan atau diwariskan
3. Syarat-syarat wakif harus diperhatikan
4. Pentingnya pemberian dana melalui wakaf kepada kaum muslimin,
diantaranya kepada sanak family. 5.
Pentingnya mengadakan musyawarah dengan orang yang pandai untuk menetapkan suatu harta atau cara pengelolaan suatu kekayaan.
Selain hadist di atas, ada pula hadis hadist yang mendorong orang untuk berbuat baik, yaitu hadist Nabi yang diriwayatkan oleh Muslim berasal dari Abu
Hurairah.
9
9
Ibid., h. 704.
أ ﷲا ﻰ ﷲا لﻮ ر نأ ﷲا
ر ةﺮ ﺮه لﺎ و
: ﺔ ﺪ ﺔ ﺎ ﺎ إ
ﻄ إ مدأ ا تﺎ اذإ اﻮ ﺪ ﺎ ﺪ و وأ
وأ ﺔ رﺎ ور
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah Saw bersabd; Apabila manusia meninggal dunia, terputuslah pahala amal perbuatannya
kecuali tiga hal, yaitu shadaqah jariyah wakaf, ilmu yang dimanfaatkan, atau anak shaleh yang mendoakan nya”.
HR. Muslim. Dari hadist ini dapat disimpulkan bahwa wakaf tidak akan valid sebagai
amal jariyah kecuali setelah benar-benar pemiliknya menyatakan aset yang diwakafkannya menjadi aset publik dan ia bekukan haknya untuk kemashlahatan
umat. Dan wakaf tidak akan bernilai amal jariyah amal yang senantiasa mengalir pahala dan manfaatnya sampai benar-benar didayagunakan secara produktif
sehingga berkembang atau bermanfaat tanpa menggerus habis aset pokok wakaf. Di Indonesia wakaf uang juga diperbolehkan, sebagai rujukan yaitu Fatwa
MUI yang dikeluarkan pada tanggal 11 Mei 2002. Pada saat itu, komisi Fatwa MUI juga merumuskan definisi baru tentang wakaf, yaitu:
Yakni “menahan harta yang dapat dimanfaatkan tanpa lenyap bendanya atau pokoknya, dengan cara tidak melakukan tindakan hukum terhadap benda tersebut
menjual, memberikan, atau mewariskan untuk disalurkan hasilnya pada suatu yang mubah tidak haram yang ada”.
Selain fatwa MUI yang membolehkan wakaf tunai uang, ketentuan ini diatur oleh hukum positif yang terbaru, yaitu Undang-Undang Nomor 41 Tahun
2004 tentang diperbolehkannya berwakaf dengan uang.