Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada hakikatnya, agama diturunkan sebagai jalan dan pedoman hidup umat manusia agar tercipta harmoni di muka bumi ini. Agama mampu mengkondisikan pemeluknya menjadi insan sempurna yang mampu mengemban fungsi agama tersebut. Hal ini dapat diwujudkan apabila agama tidak hanya ditempatkan sebagai kekuatan simbolik, melainkan juga difungsikan sebagai bagian yang menyatu dengan pikiran, ucapan dan tindakan pemeluknya dan diintegrasikan sebagai pendorong berbuat kebajikan bagi kehidupan di dunia ini. Kendati penghayatan agama bersifat individual, kenyataannya terdapat kecendrungan bersifat sosial. Artinya, agama dan keberagamaan seseorang tidak bisa lepas dari realitas sosial dan dinamika zaman yang mengitarinya. Ketegangan dan konflik kekerasan tidak jarang mewarnai hubungan antara individu dengan masyarakat atau antara kehidupan pribadi dan kehidupan sosial. Demikian pula dalam hal beragama, meskipun tidak sama persis dapat dipahami apabila Odea mengatakan, Agama teiah dicirikan sebagai pemersatu aspirasi manusia yang paling sublime sebagai sejumlah besar moralitas, sumber tatanan masyarakat dan perdamaian bathin individu, sebagai sesuatu yang memuliakan dan membuat manusia beradab. Tetapi, agama telah pula dituduh sebagai penghambat kemajuan manusia, dan mempertinggi fanatisme dan sifat tidak toleran, pengacuhan, pengabaian, tahayul dan kesia-siaan. 1 Tampaknya agama dan permasalahannya mempunyai daya tarik tersendiri untuk diungkap dan dikaji. Seperti telah disinggung oleh Odea, Dari perspective funsionalisme, agama memang menjadi salah satu unsur social basic needs atau collective consciens istilah dari Durkheim untuk menjaga ketertiban sosial. 1 Adapun dari perspektif konflik, agama dinilai sebagai salah satu faktor penyebab timbulnya pertentangan dan ketegangan sosial. Terlebih lagi jika dikaitkan dengan perihal kemajemukan atau pluralisme, agama akan semakin dianggap telah memberikan corak kehidupan yang rumit. Beberapa aksi kerusuhan dan konflik kekerasan yang terjadi di berbagai wilayah tanah air, di antaranya terkait dengan persoalan agama dan kemajemukan. Akhir-akhir ini kita merasakan betapa mudahnya masyarakat tersulut untuk berbuat keributan, kerusuhan, dan kekerasan yang hanya disebabkan oleh hal-hal kecil dan sepele. Sulit dinyatakan bahwa konflik kekerasan itu terjadi dengan sendirinya tanpa ada yang melatarbelakangi. Di balik peristiwa itu, terasa adanya gerakan terencana dan upaya provokasi yang dilakukan oleh pihakpihak tertentu yang tidak bertanggung jawab. Mereka memanfaatkan potensi konflik yang ada pada masyarakat yang mejemuk, misalnya, agama. Semuanya itu amat mengganggu stabilitas persatuan dan kesatuan bangsa serta keselamatan dan keamanan hidup bermasyarakat. Oleh karenanya, kita perlu melakukan tindakan apermsi agar dampak dari peristiwa-peristiwa tersebut tidak semakin meluas. Tindakan ini perlu diambil oleh masyarakat luas terutama organisasi-organisasi 1 Ahmad Syafii Maarif, Agama dan Harmoni Kebangsaan dalam Perspektif Islam, Kristen-Katholik, Hindu, Budha, Konghucu, Yogyakarta: Pimpinan Pusat Nasyiatul `Aisyiah, 2000, Cet. Ke-1, h. V-VI kemasyarakatan dan keagamaan yang memiliki perhatian tentang masalah- masalah sosia. 2 Keragaman budaya, suku bangsa, ideologi politik, dan terutama agama merupakan fenomena yang khas dalam masyarakat Indonesia. Keragaman ini tentu saja positif kalau saja setiap subjek dalam keragaman tersebut dapat mensinergikan potensi masing-masing dan mengartikulasikannya ke dalam realitas masyarakat Indonesia secara konstruktif. Satu realitas yang dapat diimajinasikan sebagai realitas ideal di mana toleransi dan keharmonisan menjadi bekal bagi pembangunan masyarakat madani negara ini. Namun, justru dengan keragamaan ini masyarakat Indonesia tidak jarang terlibat dalam pertikaian di ladang-ladang konflik dan kekerasan. Pengalaman sejarah yang tentu saja malah mendorong nilai kemanusiaan kita terjerembab dan jatuh ke dasar yang paling hina. Salah satu aspek keragaman yang dimiliki masyarakat Indonesia adalah beragamnya anutan agama yang mereka yakini. Baik sebagai penganut agama- agama besar seperti Islam, Kristen, Hindu, Budha, Konghucu maupun agama- agama kecil dalam berbagai bentuk tradisi religi dan kepercayaan lokal. Sejatinya, keragaman agama-agama diharapkan dapat menjadi dasar pembangunan kemanusiaan Indonesia sebab agama-agama memiliki nilai-nilai yang bisa mendorong pada terciptanya harmoni hidup umat manusia. Namun justru keragaman ini tidak dapat dikreasikan secara positif oleh mayarakat agama- agama di negara ini. Masyarakat justru seringkali terlibat dalam ketegangan, 2 Ahmad SyafiI Maarif, Agama dan Harmoni Kebangsaan dalam Perspektif Islam, Kristen-Katholik, Hindu, Budha, Konghucu, h. VI-VIII kecurigaan, konflik bahkan kekerasan secara fisik. Eksklusvisme dan fanatisme tidak jarang mewamai hubungan masyarakat agama-agama. Dua agama, Kristen dan Islam, yang memiliki potensi besar bagi pembangunan masyarakat agama- agama di Indonesia ini masih seringkali terlibat dalam kecurigaan, konflik, bahkan kekerasan. 3 Belakangan ini di berbagai tempat di Jakarta khususnya dan di Pulau Jawa umumnya, banyak muncul penolakan terhadap keberadaan gereja. Yang menolak adalah kelompok yang mengatasnamakan muslim. Uniknya penolakan ini muncul tiba-tiba. Padahal, sebelumnya keberadaan gereja dan warga setempat akur-akur saja. Di beberapa perumahan di Jawa Tengah, banyak masjid dan gereja berdiri berdampingan dan tidak ada masalah. Kedua umat beragama tersebut saling menghormati dan bahu membahu membangun lingkungannya. Sayang, suasana seperti itu kini mulai ternoda karena seakan-akan ada gelombang penolakan kehadiran gereja di tengah komunitas muslim. Benarkah komunitas muslim yang mayoritas itu menolak gereja? 4 Ketegangan yang terus meningkat ini mendorong terjadinya konflik terbuka di beberapa tempat. Pada akhir 1967, kelompok-kelompok pemuda Muslim membakar beberapa gereja di Ujung Pandang, Jawa Tengah, dan Aceh. Sebaliknya, di Sulawesi Utara dan Ambon terjadi pembakaran masjid oleh para penganut Kristen. Semua rentetan ketegangan dan konflik ini memberi implikasi 3 Leo Suryadinta, Penduduk Indonanesia: Etnis dan Agama dalam Era Perubahan Politik Jakarta: LP3ES, 2005, h. 102-103 4 Syaefudin Simon, Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat, artikel diakses tanggal 15- 08-2010 dari http:gpibkinasih.net63.netindex.php?p=2 12 , Gereja, Tukang Becak, dan Pembelaan Kaum Awam berupa pencabutan keputusan dewan gereja-gereja sedunia pada 1974 tentang Indonesia sebagai tempat penyelenggaraan sidang Majelis umumnya, dewan gereja ini kemudian memindahkan tempat penyelenggaraannya ke Afrika. 5 Sebagaimana dimaklmi bahwa bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku, bangsa, bahasa, adat istiadat dan agama, sehingga bangsa Indonesia merupakan bangsa yang mejemuk. Mereka hidup tersebar dalam ribuan pulau. Persebaran penduduk di pulau-pulau tersebut tidak merata, ada pulau yang relatif kecil dengan penduduk yang sangat padat seperti pulau Jawa, yang luasnya hanya sekitar 6,89 dihuni oleh penduduk 59,99; dan sebaliknya pulau Irian Irian jaya yang luasnya 21,99 dihuni hanya oleh 0,92 penduduk Indonesia. Kepadatan penduduk di pulau jawa per kilometer persegi 814 jwa, sedangkan Irian Jaya, untuk luas yang sama hanya dihuni oleh 4 jiwa saja. Di samping keanekaragaman suku bangsa dan tidak meratanya pesebaran penduduk, bangsa Indonesia juga menganut berbagai agama dengan Islam sebagai mayoritas. Persebaran penganut agama di Indonesia menurut sensus Biro Pusat Statistik BPS tahun 2005 tediri atas: Islam 182.083.594 jiwa 87,20; Kristen 12.964.795 jiwa 6,20; Katolik 6.941.884 jiwa 3,32; Hindu 4.586.7546ktr` jiwa 2,20; Budha 2.242.833 jiwa 1.07. Jumlah penduduk Indonsia tahun 2005 sebanyak 208.819.860 jiwa. Keanekaragaman suku, bahasa, adat-istadat dan agama tersebut merupakan suatu kenyataan yang harus kita syukuri sebagai kekayaan bangsa. Namun di samping itu kemajemukan atau keanekaragaman juga dapat mengandung 5 Leo Suryadinta, Penduduk Indonanesia: Etnis dan Agama dalam Era Perubahan Politik Jakarta: LP3ES, 2005, h. 102-103 kerawanan-kerawanan yang dapat memunculkan kepentingan antar kelmpok yag berbeda-beda tersebut. Berbagai upaya telah dilkukan pemerintah untuk menggalang persatuan dan kesatuan bangsa. Di antara upaya tersebut adalah pembinaan kerukunan antar umat beragama melalui Program Peningkatan Hidup Umat Beragama. Tindakan perusakan terhadap rumah ibadat tidak dapat dibenarkan apapun alasannya. Sebagai bagian dari pelaksanaan ajaran agama, umat beragama membutuhkan tempat melaksanakan ibadat yang secara khusus didirikan untuk keperluan itu. Akan tetapi, kehadiran rumah ibadat di suatu tempat atau lingkungan sosial yang kurang tepat dapat mengundang rasa tidak nyaman atau gangguan dari pihak lain. Rasa tidak nyaman yang berlarut-larut dapat berkembang menjadi kebencian yang pada gilirannya melahirkan tindakan permusuhan. Sesuai dengan tujuannya, kehadiran Surat Keputusan Bersama SKB pada tahun 1969 itu dipandang sebagai salah satu solusi yang tepat untuk memelihara kerukunan antar umat beragama . Pada satu sisi umat beragama berhak untuk mendirikan rumah ibadat, namun implementasikan hak tersebut perlu diatur agar tidak menimbulkan masalah yang dapat mengganggu hubungan antar umat beragama. 6 Seperti yang terjadi di Kelurahan Sudimara Pinang, Kecamatan Pinang Kota Tangerang, berdasarkan keterangan Panitia Pembangunan Gereja Santa Bernadet, yaitu, Bapak Antonius Turmijo, menjelaskan bahwa implementasi kebijakan 6 Hasil Kajian Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan Departemen Agama Tentang Keputusan Bersama Menteri Agama No. : 01BerMdn-Mag1969. pemerintah tentang kebebasan beragama terkait pendirian rumah ibadah belum terealisasi sebagaimana mestinya. Izin Mendirikan rumah ibadah Gereja Santa Bernadet sampai saat ini belum direkomendasi oleh pemerintah setempat, padahal persyaratan untuk mendirikan rumah ibadah sudah terpenuhi. Meski dalam konteks ini kita mesti secara jernih menimbang siapakah aktor di balik segala konflik, apakah agama sebagai doktrin yang memunculkan diri dengan kekuatan klaim teologisnya ataukah masyarakat penganutnya yang menjadikan agama sebagai dalih yang membungkus motif kemanusiaannya? Oleh karena itulah, skripsi ini mencoba meneliti tentang problema pendirian rumah ibadah gereja Santha Bernadet, yang terjadi di Kelurahan Sudimara Pinang, Kecamatan Pinang Kota Tangerang.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah