Problema pendirian rumah ibadat di Indonesia; studi kasus pendirian Gereja Santa Bernadet, di Kelurahan Sudimara Pinang, Kota Tangerang

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

Gelar Sarjana Ushuluddin (S. Ud)

Disusun oleh:

PAJRI AKROMAN

Jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2010 M.


(2)

Sudimara Pinang, Kota Tangerang)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

Gelar Sarjana Ushuluddin (S.Th,i)

Disusun Oleh:

NIM: 106032101072 PAJRI AKROMANI

JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2010


(3)

i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puja dan puji bagi Allah SWT penulis panjatkan sebagai ungkapan rasa syukur atas segala limpahan hidayah, rahmat dan nikmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga Allah SWT limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia untuk mengikuti petunjuk dengan risalahnya yakni Agama Islam, yang akan menyelamatkan dan menghantarkan pemeluknya menuju kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Penulis sadari bahwa tidak ada manusia di bumi ini dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan manusia lainnya termasuk penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Banyak pihak yang membimbing dan membantu dalam proses penulisan skripsi ini. Oleh karena itu ucapan terima kasih yang sedalam- dalamnya penulis sampaikan kepada pihak-pihak tersebut, terutama kepada :

1. Drs. M. Nuh HS, M.A sebagai pembimbing dalam penulisan skripsi ini yang telah banyak meluangkan waktu dan tenaganya serta kesabaran memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis sehingga membuka cakrawala berpikir dan nuansa keilmuan yang baru.

2. Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Prof. Dr. Zainun Kamaluddin Fakih; Ketua Jurusan Perbandingan Agama, Drs. M. Nuh HS, M.A; Sekretaris Jurusan, Maulana, MA; serta seluruh civitas akademika Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(4)

ii

3. Sekretaris Kelurahan Sudimara Pinang, Kecamatan Pinang, Kota Tangerang, Ahmad Tribuana, Ustadz Sugeng, Ketua Panitia Pembangunan gereja Santa Bernadet Antonius Tumidjo, yang telah memberikan banyak sumber utama skripsi ini serta meluangkan waktunya kepada penulis untuk dapat berdiskusi secara langsung, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

4. Pimpinan Perpustakaan Utama dan FUF UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang dalam penulisan skripsi ini memberikan andil dalam hal penyediaan bahan pustaka dan sumber-sumber bacaan untuk kelancaran penulisan skripsi ini.

5. Ayahanda Zaenal Arifin dan Ibunda Nasiroh yang penulis cintai dan hormati sepanjang hidup, yang dengan rasa cinta dan kasih sayangnya secara tulus telah mengurus, membesarkan dan mendidik penulis hingga sekarang ini. Dan selalu memberikan motivasi penulis dalam hidup ini. Munajat doanya di setiap waktu telah memberikan kekuatan lahir dan batin dalam mengarungi bahtera kehidupan. 6. Semua Kakak-kakak penulis Ahmad Wada Sobari, Wildan Faturrahman, Masrur

Muzakir, Husnah Fadlianah, Uswah Rizkiah, Nuki Khalfiah, dan juga kakak ipar penulis Elianah, Wiwin Winarsih, Muhamad Nur, Dirmayanto, tidak lupa juga keponakan penulis yang lucu-lucu Alifda Nur Rajabiah, Zikri Mauladi, Januar Fatih, Sadam Lazuardi Nur, Fatan Ataya Nur tercinta yang tak pernah henti memberikan semangat dan motivasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.


(5)

iii

7. My best friend in my live, Lisma Aprida beserta keluarga, yang tak pernah henti memberikan motivasi, dan juga menemani penulis dalam menyelesaikan proses skripsi ini.

8. Anak-anak Blok Tuhan bang Fahmi, Akiv, Doni, Agus, Rasid, Aidin, Ruly, Mule dan lain-lain tercinta yang tak pernah henti memberikan semangat dan motivasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

9. Teman-teman mahasiswa Juruasan PA angkatan 2006 (Adi , Iskandar, Ikbal, Subhi, Syahid, Jabar, Samsul, Jaya, Ghofur, Yuda, Ai, Yuni, Thari, Enung, Hikmah, Riri, Syarifah dll)

10.Pihak-pihak lain yang mungkin belum penulis sebutkan, namun tidak mengurangi rasa hormat dan ucapan terima kasih penulis.

Akhirnya penulis hanya bisa berdoa semoga dukungan, bimbingan, perhatian, dan motivasi dari semua pihak kepada penulis selama perkuliahan sampai selesainya skripsi ini menjadi amal ibadah dan bisa memberikan manfaat pada penulis khususnya dan para pembaca karya ini pada umumnya. Amin.

Jakarta,

Dzul hijjah 1431 H November 2010 M


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... v

Bab I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Metode Peneilitian ... 9

E. Sistematika Penulisan ... 10

Bab II TINJAUAN TEORI ... 12

A. Agama dan Konflik Sosial ... 12

1. Pengertian Konflik ... 12

2. Bentuk Konflik ... 14

3. Penyebab Konflik ... 19

B. Kebebasan Beragama ... 19

1. Pandangan Islam dan Kristen tentang Kebebasan Beragama ... 24

2. Kebijakan Pemerintah tentang Kebebasan Beragama dan Pendirian Rumah Ibadat ... 27

Bab III RENCANA PENDIRAN GER EJA SANTA BERNADET………….31

A. Latar Belakang Didirikannya Gereja Santa Bernadet ... 31

B. Prosedur Pendirian Gereja Santa Bernadet ... 33

C. Problema Izin Mendirikan Gereja Santa Bernadet ... 36

Bab IV REALITAS PROBLEMA PENDIRIRAN RUMAH IBADAT.…….40

A. Respons Tokoh Islam terhadap Pendirian Gereja ... 40


(7)

C. Respons Tokoh Gereja Terhadap Pendirian Gereja...47

Bab V PENUTUP……….50

A. Kesimpulan ... 50

B. Saran dan Rekomendasi ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 54


(8)

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada hakikatnya, agama diturunkan sebagai jalan dan pedoman hidup umat manusia agar tercipta harmoni di muka bumi ini. Agama mampu mengkondisikan pemeluknya menjadi insan sempurna yang mampu mengemban fungsi agama tersebut. Hal ini dapat diwujudkan apabila agama tidak hanya ditempatkan sebagai kekuatan simbolik, melainkan juga difungsikan sebagai bagian yang menyatu dengan pikiran, ucapan dan tindakan pemeluknya dan diintegrasikan sebagai pendorong berbuat kebajikan bagi kehidupan di dunia ini. Kendati penghayatan agama bersifat individual, kenyataannya terdapat kecendrungan bersifat sosial. Artinya, agama dan keberagamaan seseorang tidak bisa lepas dari realitas sosial dan dinamika zaman yang mengitarinya. Ketegangan dan konflik kekerasan tidak jarang mewarnai hubungan antara individu dengan masyarakat atau antara kehidupan pribadi dan kehidupan sosial. Demikian pula dalam hal beragama, meskipun tidak sama persis dapat dipahami apabila O'dea mengatakan, "Agama teiah dicirikan sebagai pemersatu aspirasi manusia yang paling sublime sebagai sejumlah besar moralitas, sumber tatanan masyarakat dan perdamaian bathin individu, sebagai sesuatu yang memuliakan dan membuat manusia beradab. Tetapi, agama telah pula dituduh sebagai penghambat kemajuan manusia, dan mempertinggi fanatisme dan sifat tidak toleran, pengacuhan, pengabaian, tahayul dan kesia-siaan.


(9)

Tampaknya agama dan permasalahannya mempunyai daya tarik tersendiri untuk diungkap dan dikaji. Seperti telah disinggung oleh O'dea, Dari perspective funsionalisme, agama memang menjadi salah satu unsur social basic needs atau

collective consciens (istilah dari Durkheim) untuk menjaga ketertiban sosial.1 Adapun dari perspektif konflik, agama dinilai sebagai salah satu faktor penyebab timbulnya pertentangan dan ketegangan sosial. Terlebih lagi jika dikaitkan dengan perihal kemajemukan atau pluralisme, agama akan semakin dianggap telah memberikan corak kehidupan yang rumit. Beberapa aksi kerusuhan dan konflik kekerasan yang terjadi di berbagai wilayah tanah air, di antaranya terkait dengan persoalan agama dan kemajemukan. Akhir-akhir ini kita merasakan betapa mudahnya masyarakat tersulut untuk berbuat keributan, kerusuhan, dan kekerasan yang hanya disebabkan oleh hal-hal kecil dan sepele.

Sulit dinyatakan bahwa konflik kekerasan itu terjadi dengan sendirinya tanpa ada yang melatarbelakangi. Di balik peristiwa itu, terasa adanya gerakan terencana dan upaya provokasi yang dilakukan oleh pihakpihak tertentu yang tidak bertanggung jawab. Mereka memanfaatkan potensi konflik yang ada pada masyarakat yang mejemuk, misalnya, agama. Semuanya itu amat mengganggu stabilitas persatuan dan kesatuan bangsa serta keselamatan dan keamanan hidup bermasyarakat. Oleh karenanya, kita perlu melakukan tindakan apermsi agar dampak dari peristiwa-peristiwa tersebut tidak semakin meluas. Tindakan ini perlu diambil oleh masyarakat luas terutama organisasi-organisasi

1

Ahmad Syafi'i Ma'arif, Agama dan Harmoni Kebangsaan dalam Perspektif Islam, Kristen-Katholik, Hindu, Budha, Konghucu, (Yogyakarta: Pimpinan Pusat Nasyiatul `Aisyiah, 2000), Cet. Ke-1, h. V-VI


(10)

kemasyarakatan dan keagamaan yang memiliki perhatian tentang masalah-masalah sosia.2

Keragaman budaya, suku bangsa, ideologi politik, dan terutama agama merupakan fenomena yang khas dalam masyarakat Indonesia. Keragaman ini tentu saja positif kalau saja setiap subjek dalam keragaman tersebut dapat mensinergikan potensi masing-masing dan mengartikulasikannya ke dalam realitas masyarakat Indonesia secara konstruktif. Satu realitas yang dapat diimajinasikan sebagai realitas ideal di mana toleransi dan keharmonisan menjadi bekal bagi pembangunan masyarakat madani negara ini. Namun, justru dengan keragamaan ini masyarakat Indonesia tidak jarang terlibat dalam pertikaian di ladang-ladang konflik dan kekerasan. Pengalaman sejarah yang tentu saja malah mendorong nilai kemanusiaan kita terjerembab dan jatuh ke dasar yang paling hina.

Salah satu aspek keragaman yang dimiliki masyarakat Indonesia adalah beragamnya anutan agama yang mereka yakini. Baik sebagai penganut agama besar seperti Islam, Kristen, Hindu, Budha, Konghucu maupun agama-agama kecil dalam berbagai bentuk tradisi religi dan kepercayaan lokal.

Sejatinya, keragaman agama-agama diharapkan dapat menjadi dasar pembangunan kemanusiaan Indonesia sebab agama-agama memiliki nilai-nilai yang bisa mendorong pada terciptanya harmoni hidup umat manusia. Namun justru keragaman ini tidak dapat dikreasikan secara positif oleh mayarakat agama-agama di negara ini. Masyarakat justru seringkali terlibat dalam ketegangan,

2

Ahmad Syafi'I Ma'arif, Agama dan Harmoni Kebangsaan dalam Perspektif Islam, Kristen-Katholik, Hindu, Budha, Konghucu, h. VI-VIII


(11)

kecurigaan, konflik bahkan kekerasan secara fisik. Eksklusvisme dan fanatisme tidak jarang mewamai hubungan masyarakat agama-agama. Dua agama, Kristen dan Islam, yang memiliki potensi besar bagi pembangunan masyarakat agama-agama di Indonesia ini masih seringkali terlibat dalam kecurigaan, konflik, bahkan kekerasan.3

Belakangan ini di berbagai tempat di Jakarta khususnya dan di Pulau Jawa umumnya, banyak muncul penolakan terhadap keberadaan gereja. Yang menolak adalah kelompok yang mengatasnamakan muslim. Uniknya penolakan ini muncul tiba-tiba. Padahal, sebelumnya keberadaan gereja dan warga setempat akur-akur saja. Di beberapa perumahan di Jawa Tengah, banyak masjid dan gereja berdiri berdampingan dan tidak ada masalah. Kedua umat beragama tersebut saling menghormati dan bahu membahu membangun lingkungannya. Sayang, suasana seperti itu kini mulai ternoda karena (seakan-akan) ada gelombang penolakan kehadiran gereja di tengah komunitas muslim. Benarkah komunitas muslim yang mayoritas itu menolak gereja?4

Ketegangan yang terus meningkat ini mendorong terjadinya konflik terbuka di beberapa tempat. Pada akhir 1967, kelompok-kelompok pemuda Muslim membakar beberapa gereja di Ujung Pandang, Jawa Tengah, dan Aceh. Sebaliknya, di Sulawesi Utara dan Ambon terjadi pembakaran masjid oleh para penganut Kristen. Semua rentetan ketegangan dan konflik ini memberi implikasi

3

Leo Suryadinta, Penduduk Indonanesia: Etnis dan Agama dalam Era Perubahan Politik

(Jakarta: LP3ES, 2005), h. 102-103

4

Syaefudin Simon, Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat, artikel diakses tanggal 15-08-2010 dari http://gpibkinasih.net63.net/index.php?p=2 12/ , Gereja, Tukang Becak, dan Pembelaan Kaum Awam


(12)

berupa pencabutan keputusan dewan gereja-gereja sedunia pada 1974 tentang Indonesia sebagai tempat penyelenggaraan sidang Majelis umumnya, dewan gereja ini kemudian memindahkan tempat penyelenggaraannya ke Afrika.5

Sebagaimana dimaklmi bahwa bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku, bangsa, bahasa, adat istiadat dan agama, sehingga bangsa Indonesia merupakan bangsa yang mejemuk. Mereka hidup tersebar dalam ribuan pulau. Persebaran penduduk di pulau-pulau tersebut tidak merata, ada pulau yang relatif kecil dengan penduduk yang sangat padat seperti pulau Jawa, yang luasnya hanya sekitar 6,89% dihuni oleh penduduk 59,99%; dan sebaliknya pulau Irian (Irian jaya) yang luasnya 21,99% dihuni hanya oleh 0,92% penduduk Indonesia. Kepadatan penduduk di pulau jawa per kilometer persegi 814 jwa, sedangkan Irian Jaya, untuk luas yang sama hanya dihuni oleh 4 jiwa saja.

Di samping keanekaragaman suku bangsa dan tidak meratanya pesebaran penduduk, bangsa Indonesia juga menganut berbagai agama dengan Islam sebagai mayoritas. Persebaran penganut agama di Indonesia menurut sensus Biro Pusat Statistik (BPS) tahun 2005 tediri atas: Islam 182.083.594 jiwa (87,20%); Kristen 12.964.795 jiwa (6,20%); Katolik 6.941.884 jiwa (3,32%); Hindu 4.586.7546ktr` jiwa (2,20%); Budha 2.242.833 jiwa (1.07%). Jumlah penduduk Indonsia tahun 2005 sebanyak 208.819.860 jiwa.

Keanekaragaman suku, bahasa, adat-istadat dan agama tersebut merupakan suatu kenyataan yang harus kita syukuri sebagai kekayaan bangsa. Namun di samping itu kemajemukan atau keanekaragaman juga dapat mengandung

5

Leo Suryadinta, Penduduk Indonanesia: Etnis dan Agama dalam Era Perubahan Politik


(13)

kerawanan-kerawanan yang dapat memunculkan kepentingan antar kelmpok yag berbeda-beda tersebut. Berbagai upaya telah dilkukan pemerintah untuk menggalang persatuan dan kesatuan bangsa. Di antara upaya tersebut adalah pembinaan kerukunan antar umat beragama melalui Program Peningkatan Hidup Umat Beragama.

Tindakan perusakan terhadap rumah ibadat tidak dapat dibenarkan apapun alasannya. Sebagai bagian dari pelaksanaan ajaran agama, umat beragama membutuhkan tempat melaksanakan ibadat yang secara khusus didirikan untuk keperluan itu. Akan tetapi, kehadiran rumah ibadat di suatu tempat atau lingkungan sosial yang kurang tepat dapat mengundang rasa tidak nyaman atau gangguan dari pihak lain. Rasa tidak nyaman yang berlarut-larut dapat berkembang menjadi kebencian yang pada gilirannya melahirkan tindakan permusuhan.

Sesuai dengan tujuannya, kehadiran Surat Keputusan Bersama (SKB) pada tahun 1969 itu dipandang sebagai salah satu solusi yang tepat untuk memelihara kerukunan antar umat beragama . Pada satu sisi umat beragama berhak untuk mendirikan rumah ibadat, namun implementasikan hak tersebut perlu diatur agar tidak menimbulkan masalah yang dapat mengganggu hubungan antar umat beragama.6

Seperti yang terjadi di Kelurahan Sudimara Pinang, Kecamatan Pinang Kota Tangerang, berdasarkan keterangan Panitia Pembangunan Gereja Santa Bernadet, yaitu, Bapak Antonius Turmijo, menjelaskan bahwa implementasi kebijakan

6

Hasil Kajian Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan Departemen Agama Tentang Keputusan Bersama Menteri Agama No. : 01/Ber/Mdn-Mag/1969.


(14)

pemerintah tentang kebebasan beragama terkait pendirian rumah ibadah belum terealisasi sebagaimana mestinya. Izin Mendirikan rumah ibadah Gereja Santa Bernadet sampai saat ini belum direkomendasi oleh pemerintah setempat, padahal persyaratan untuk mendirikan rumah ibadah sudah terpenuhi.

Meski dalam konteks ini kita mesti secara jernih menimbang siapakah aktor di balik segala konflik, apakah agama sebagai doktrin yang memunculkan diri dengan kekuatan klaim teologisnya ataukah masyarakat penganutnya yang menjadikan agama sebagai dalih yang membungkus motif kemanusiaannya?

Oleh karena itulah, skripsi ini mencoba meneliti tentang problema pendirian rumah ibadah (gereja) Santha Bernadet, yang terjadi di Kelurahan Sudimara Pinang, Kecamatan Pinang Kota Tangerang.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Skripsi ini akan mengangkat atau menyoroti mengenai Problema Pendirian Rumah Ibadah Gereja Santa Bernadet di Kelurahan Sudimara Pinang, Kecamatan Pinang Kota Tangerang. Tanpa bermaksud mengabaikan keberagamaan agama lain yang ada di negri ini, yakni, Islam dan Kristen, sebab kedua agama tersebut, di samping agama yang serumpun (Abrahamic Religion), juga merupakan agama yang sama-sama dikenal sebagai “agama misionaris”. Di samping itu pula, kedua agama tersebut mempunyai pengikut yang lebih besar bila dibandingkan dengan agama lain di Indonesia.

Berdasarkan dari latar belakang seperti yang telah diuraikan di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam kajian skripsi ini terumus pada pertanyaan:


(15)

1. Bagaimana Problem Pendirian Rumah Ibadat di Indonesia, khususnya dalam kasus rencana pendirian Gereja Santa Bernadet?

2. Apakah kebijakan pemerintah tentang pendirian rumah ibadat tersebut dapat diterapkan dengan sebaik-baiknya?

C. Tujuan Penelitian

Atas perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini, antara lain:

1. Untuk mengetahui problema pendirian rumah ibadah yang terjadi di Kelurahan Sudimara Pinang, Kecamatan Pinang, Kota Tangerang 2. Mungkinkah terjadi pelanggaran terhadap kebijakan pemerintah?

D. Metodologi Penelitian

a. Metode Penelitian

Metode yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati terhadap orang-orang yang berkompeten dengan masalah yang sedang diteliti di Kota Tangerang, ditambah dengan literatur yang menunjang sebagai pelengkap dalam penulisan. Deskriptif adalah penelitian yang menggambarkan situasi atau peristiwa sebenarnya. Dengan metode penelitian tersebut di atas, diharapkan mendapat data-data sehingga penelitian ini dapat ditemukan kesimpulan yang tepat dan objektif.


(16)

b. Tekhnik Pengumpulan Data

Adapun tekhnik pengumpulan data sebagai sumber penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Data Primer : Yaitu data yang didapat langsung oleh peneliti dari sumbernya yaitu berupa:

a. Interview (wawancara), yakni penulis mengumpulkan data dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung kepada pemuka agama Islam maupun Katolik yang berada di Kelurahan Sudimara Pinang Kota Tangerang, serta Pemerintah daerah, dalam hal ini pihak Kelurahan Sudimara Pinang Kota Tangerang, tentang segala sesuatu yang menyangkut dan berkitan dengan penulisan skripsi ini.

b. Observasi yaitu penulis langsung datangi Kantor Kelurahan Sudimara Pinang Kota Tangerang dan lokasi rencana pedirian Gereja Santa Bernadet guna memperoleh data yang konkrit tentang hal-hal yang menjadi objek penelitian.

c. Dokumentasi yaitu penulis mendapat data-data dari dokumentasi yang ada di Kantor Kelurahan Sudimara Pinang Kota Tangerang, data dari FOKUS (Forum Komunikasi Umat Islam Sudimara Pinang) . Saperti berkas, arsip-arsip yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.


(17)

3. Data komplementer, yaitu data pelengkap dari data primer yang didapat melalui website.

E. Sitematika Penulisan

Laporan penulisan penelitian ini ditulis dengan sistematika sebagai berikut :

BAB I : Bab mengenai pendahuluan ini terdiri dari Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan penelitian dan, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II : Bab mengenai tinjauan teori ini membahas tentang agama dan konflik sosial, yang terdiri dari pengertian, bentuk penyebab konflik sosial. Dan juga dibahas tentang pandangan kebebasan beragama menurut Agama Islam dan Kristen.

BAB III : Bab mengenai Rencana pendirian gerja Santa Bernadet ini terdiri dari latar belakang, prosedur. dan problem izin mendirikan gereja Santa Bernadet

BAB IV : Bab mengenai realitas problem mendirikan gereja ini terdiri dari respon tokoh Islam dan aparat pemerintah (kelurahan) terkait rencana izin mendirikan gereja


(18)

(19)

A. Agama dan Konflik Sosial

1. Pengertian Konflik Sosial

Konflik secara etimologi berasal dari kata configere-conflictum, yang kurang lebih berarti saling berbenturan, jadi konflik dapat dipahami sebagai semua bentuk benturan, tabrakan, perkelahian, dan interaksi-interaksi yang berlawanan.1 Dalam Kamus Umum Bahasa Idonesia, Konflik adalah pertengkaran, perselisihan, benturan.2 Menurut Simon Fisher, konflik adalah hubungan antara dua pihak atau (individu atau kelompok) yang memiliki atau yang merasa memiliki sasaran-sasaran yang tidak sejalan. Konflik adalah suatu kenyataan hidup, tidak dihindarkan dan sering bersifat kreatif.3

Konflik secara terminologi adalah fenomena perbedaan pandangan yang secara umum dapat terjadi. Bentuk perbedaan pandangan itu dapat berupa sekedar

1

Ignatius Induko, Management Konflik dalam Organisasi, BINA DARMA: (Edisi khusus), Januari, 2001

2

Badudu-Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia 3

Rusmin Tumanggor, et.all., Konflik dan Modal Kedamaian Sosial Dalam Konsepsi Masyarakat Di Tanah Air: Studi Penelusuran Idea di Kawasan Komunitas Krisis integrasi bangsa Dalam Merambah Kebijakan, (Jakarta: Lemlit dan LPM UIN Syarif Hidayatullah dan Balatbangsos DEPSOS RI, ISBN,2004), hal.4


(20)

perbedaan pendapat, perang mulut, perkelahian, hura-hura, pembunuhan, sampai suatu bentuk peperangan antar-bangsa.4

Konflik sebagai kategori sosiologis bertolak belakang dengan pengertian perdamaian dan kerukunan. Yang terakhir ini merupakan hasil dari proses asosiatif, sedangkan yang pertama dari proses dissosiatif. Proses assosiatif adalah proses yang mempersatukan, dan proses dissosiatif sifatnya menceraikan atau memecah. Fokus kita kita tertuju kepada masalah atau bentrokan yang berkisar pada agama.

Menurut Coser, yaitu: “Konflik adalah perselisihan mengenai nilai-nilai atau tuntutan berkenaan dengan status, kuasa, dan sumber-sumber kekayaan yang persediaannya tidak mencukupi dimana pihak-pihak yang sedang berselisih tidak hanya bermaksud untuk memperoleh barang yang diinginkan, melainkan juga memojokkan, merugikan, atau menghancurkan lawan mereka.” Dikatakan pula oleh Coser, bahawa perselisihan atau konflikk dapat berlangsung antara individu-individu, kumpulan-kumpulan (Collecivies), atau antara individu dengan kelompok lain (intern), konflik selalu ada di tempat orang yang hidup bersama. Konflik disebut sebagai unsur interaksi yang paling penting, dan sama sekali tidak boleh dikatakan bahwa konflik selalu tidak baik atau selalu memecah belah

4

Weinata Sairin, Visi Gereja Memasuki Milenium Baru: Bunga Rampai Pemikiran, cet 1, (Jakarta: PT.BPK Gunung Mulia, 2002), h. 85


(21)

atau merusak, justru konflik dapat menyumbang banyak pada kelestarian kelompok dan mempererat hubungan antar anggotanya.5

Berdasarkan definisi konflik yang kemukakan oleh para ahli sosiologi di atas, bahwa penulis dapat menyimpulkan bahwa konflik dapat terjadi adanya perbedaan kebutuhan. Kebutuhan berbeda-beda dan bersamaan antara dua pihak (atau lebih) secara profesional dapat menyebabkan konflik. Konflik sosial dapa terjadi karena perbedaan pandangan, sikap, dan sebagainya.

2. Konflik Agama

Sebagaimana dipahami oleh pemeluknya, pada dasarnya agama merupakan pegangan hidup umat manusia agar mereka hidup secara damai, teratur dan saling menghargai demi terciptanya keharmonisan dan keseimbangan. Agama mendudukan manusia sebagai makhluk yang sempurna yang memiliki dimensi kehidupan lahiriah dan dimensi batiniah dengan pendekatan terpadu dan seimbang. Oleh karenanya, pada dasarnya agama memiliki potensi yang sangat kuat untuk menjadi perekat sosial dan lebih dari itu menjadi peredam bagi setiap kemungkinan terjadinya konflik dan ketegangan. Akan tetapi, ide-ide dasar dari setiap ajaran agama yang mengandung potensi perekat dan kohesi sosial tersebut seringkali mengalami kekaburan dan pengamalan ketika harus berbenturan dengan berbagai kepentingaxn manusia yang bahkan dapat mewarnai penafsiran

5

K..J.Veeger, Realitas Sosial: Refleksi Filsafat Sosial Atas Hubungan Individu Masyarakat Dalam Sejarah Cakrawala Sosiologi, (Jakarta: PT Gramedia pustaka Utama,1993) h.211


(22)

atas ajaran agama tersebut. Dalam hal ini agama dianggap sebagi pemicu atau dijadikan kambing hitam dalam konflik kemanusiaan.6

Dalam pembahasan ini akan dibahas beberapa bentuk konflik sosial yang bersumber dari agama.

a.) Perbedaan Doktrin dan Sikap Mental

Bahwa perbedaan iman (dan doktrin) de fakto menimbulkan bentrokan tdak perlu kita persoalkan, tetapi kita menerimanya sebagai fakta dan mencoba untuk memahami, dan mengambil hikmahnya. Semua pihak umat beragama yang sedang terlibat dalam bentrokan masing-masing menyadari bahwa justru perbedaan doktrin itulah yang menjadi penyebab utama dari bentrokan itu. Entah sadar atau tidak setiap pihak mempunyai gambaran tentang ajaran agamanya, membandingkan dengan ajaran agama lawan, memberikan penilaian dengan ajaran sendiri dan agama lawannya. Masyarakat kita yang terkenal sebagai masyarakat beragama memang tidak dengan sendirinya menjadi masyarakat yang ideal, karena tidak ditempati oleh penghuni-penghuni yang ideal, mereka belum sanggup mengekang hawa nafsunya, belum saling mencintai sebagaimana dituntut oleh agamanya.Yang sering ada justru sikap-sikap mental yang negatif itu, yang sering terjadi justru ketegangan, katakutan dan kecemasan. Syahadat kepercayaan dan rukun iman adalah perkara yang berharga, tetapi oleh karena sikap sombong dan prasangka maka bentrokan antara umat beragama bukannya

6

Syafi'i Ma'arif, Agama dan Harmoni Kebangsaan dalam Perspektif Islam, Kristen-Katholik , Hindu, Budha, Konghucu (Yogyakarta: Pimpinan Pusat Nasyiatul `Aisyiah, 2000), Cet. Ke-1, h. ix


(23)

merupakan hal yang asing, sebaliknya merupakan yang banyak menghiasi buku-buku sejarah dan kesustraan dari berbagai bangsa.

b.) Masalah Mayoritas dan Golongan Minoritas Golongan Agama

Untuk Indonesia harus diakui bahwa agama sebagai sumber perselisihan secara prinsip sudah dibendung oleh Pancasila sebgaai haluan negara serta Undang-Undang Dasar 1945. Setiap warga negara diberi kebebasan menganut agama yang dipilihnya dan diberi hak untuk melaksanakannya, baik sendiri maupun bersama-sama, bahkan untuk menyebarluaskannya. Namun akibat dari kelemahan dan keterbatasan manusia,seperti dalam bidang yang lain pun, pelaksanaan tidak selalu sesuai dengan prinsipnya. Sifat-sifat negatif mayoritas muncul bukan hanya dibidang politik (kenegaraan), tetapi juga dalam bidang keagamaan. Di lain pihak minoritas bukan hanya menjadi korban tetapi tidak jarang juga menjadi penyebab dari timbulnya perbenturan.

Dalam masalah konflik mayoritas-minoritas ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian ; Agama diubah menjadi suatu ideologi, Prasangka mayoritas dan minoritas dan sebaliknya, Mitos dari mayoritas.

Dalam mayoritas keagamaan yang mengembangkan suatu ideologi yang bercampur dengan mitos yang penuh emosi, dimana kepentingan keagamaan dan kepentingan politik luluh dalam suatu kesatuan, disitu akan bertumbuh suatu keyakinan bahwa kelompok mayoritas inilah yang dipanggil sebagai suatu kekuatan yang tak terkalahkan dan satu-satunya yang berkuasa untuk menentukan dan menjaga jalannya masyarakat. Semua minoritas hars ditundukkan kepada keinginan minoritas. Usaha-usaha yang berkepentingan dengan minoritas harus


(24)

minta persetujuan dari mayoritas, tetapi kelompok mayoritas boleh bertindak semaunya tanpa diperlakukan izin dari minoritas, jika mayoritas hendak mengadakan usaha untuk kepentingan sendiri. Misalnya, dalam hal mengadakan sarana-sarana dasar (pembangunan rumah ibadat, gedung sekolah, rumah ibadah dll.) golongan minoritas mengalami hambatan-hambatan yang berat.7

3. Penyebab Konflik Agama dan Sosial

Bentuk-bentuk konflik yang secara rasional dan moral keagamaan masih dapat diterima, bila konflik tersebut tidak sampai kepada suatu bentuk yang merugikan orang lain, diantaranya adalah perusakan, penjarahan, pembunuhan atau peperangan. Dengan demikian, bentuk-bentuk konflik yang bersifat destruktif, tindakan yang merugikan pihak lain, jelas tidak dapat ditolerir dan tidak dibenarkan, apalagi kalau bentuk yang bersifat destruktif tersebut dilakukan dengan mengatasnamakan agama. Hal yang paling mengerikan adalah bahwa tindakan-tindakan itu kemudian mengabaikan dan menghilangkan bentuk-bentuk kemanusiaan dalam beragama. Melalui bentuk konflik yang bersifat destruktif tersebut, hakikat keberagamaan agama sudah diingkari. Di dalam hal ini Firman Tuhan mungkin harus dikaji dan ditafsir ulang melalui pendekatan kemanusiaan seperti pendapat ulama pascamodernis Aljazair, Malik bin Nabi, yang menyatakan bahwa kebenaran tafsir Firman Tuhan diukur dari manfaat praktis dan fungsional bagi penyelesaian problem kemanusiaan, seperti kemisknan, keidakadilan dan penindasan.

7


(25)

Konflik bisa muncul hanya karena salah pengertian tentang suatu hal yang tidak penting. Namun bisa juga karena adanya perbedaan salah paham yang fundamental. Bedasarkan kenyataan kemajemukan masyarakat Indonesia inilah, kita harus menyadari bahwa konflik dapat terjadi antar-individu atau kelompok-kelompok dari satu komunitas yang homogen atau heterogen (sealiran, sesuku, seagama, segolongan). Dengan demkian konflik adalah suatu fenomena yang tidak harus dihindari. Sebab, konflik bisa terjadi kapanpun, di mana pun. Permasalahannya adalah bagaimana kita bisa mengendalikan konflik demi kepentingan bersama dalam suatu kerangka kesatuan, kemanusiaan, keadilan, dan keberpihakan kepda kelompok yang tertindas.8

Pembahasan konflik gereja dengan agama-agama di Indonesia sebenarnya tidak dapat dipisahkan dari adanya konflik pertama antara kelompok Islam dan kelompok non-Islam saat penyusunan dasar Negara Indonesia. Konflik terjadi pada perumusan Sila Pertama dari Pancasila yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Usaha dari kelompok non-Islam untuk menghapus anak kalimat yang berbunyi “dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya”, sebenarnya membutuhkan perjuagan, penjelasan, dan perdebatan yang panjang. Namun demkian, dalam Sidang PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan) tanggal 18 Agustus tersebut hanya diputuskan hanya dalam waktu sekitar dua jam.

8

Weinata Sairin, Visi Gereja Memasuki Milenium Baru: Bunga Rampai Pemikiran, cet 1, (Jakarta: PT.BPK Gunung Mulia, 2002), h. 85-87.


(26)

Pestiwa sejarah tentang konflik pertama antara kelomopok Kristen dengan Islam di atas memberikan pelajaran kepada kita bahwa konflik tidak harus dihindari.9

B. Kebebasan Beragama

1. Pandangan Islam Tentang Kebebasan Beragama

Pada bab ini akan dibahas pandangan Islam yang berkaitan tentang kebebsan beragama. Dalam hal sikap mukmin terhadap orang kafir Allah berfirman,

“Kecuali orang-orang yang meminta perlindungan kepada seluruh kaum, yang antara kamu dan kaum itu telah ada perjanjian (damai) atau orang-orang yang datang kepada kamu sedang hati mereka merasa keberatan untuk memerangi kamu dan memerangi kaumnya. Kalau Allah menghendaki, tentu Dia memberi kekuasaan kepada mereka terhadap kamu, lalu pastilah mereka memerangimu. Tetapi jika mereka membiarkan kamu, dan memerangi kamu serta mengemukakan perdamaian kepadamu maka Allah tidak memberijalan bagimu (untuk menawan dan membunuh) mereka” (an-Nissa’: 90)

“Mudah-mudahan Allah menimbulkan kasih sayang antaramu dengan orang-orang yang kamu musuhi diantara mereka. Dan Allah adalah Mahakuasa. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap

9

Weinata Sairin, Visi Gereja Memasuki Milenium Baru: Bunga Rampai Pemikiran, cet 1, (Jakarta: PT.BPK Gunung Mulia, 2002), h. 87-88.


(27)

orang yang tiada memerangimu karena agama dan tiada (pula) mengusir kamu dari negerimu. Seusungghnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. (al-Mumtahanah : 7-8)

Pada ayat pertama, yakni firman-Nya, “atau orang-orang yang datang kepada kamu sedang hati mereka merasa keberatan,” Ibn Katsir menyatakan mereka yang termaktub dalam ayat itu ialah kelompok lain yang tidak diperkenankan untuk dibunuh. Mereka ini adalah orang-orang yang ikut serta dalam barisan menentang mukmin, namun dadanya terasa sesak; dalam arti, jiwanya terdesak karena enggan membunuhmu (kaum mukmin). Dan mereka tidak pula berkeingnan membunuhmu kaum merek yang bersmamu, namun sebaliknya mereka tidak pernah berniat berbuat baik dan tidak pula buruk kepadamu. Atas dasar itu, engkau tidak layak memeranginya selama meraka berpikir demikian.

Sedangkan pada ayat kedua, Allah memberikan kemudahan bagi kaum mukmin guna melakukan kebaikan dan kebajikan kepada orang kafir yang bersikap baik kepada mereka serta tidak memiliki kebencian kepada mereka. Juga tidak mengusir kaum mukmin dari negaranya. Sesungguhnya Allah tidak melarang kaum mukmin untuk menyelesaikan permasalahan secara adil tanpa memandang perbedaan agama. Lebih dari itu, Allah menginstruksikan hamba-Nya mengedepankan nilai-nilai keadilan dalam interaksinya dengan seluruh manusia.10

10

Ahzami Samiun Jazuli, Kehidupan dalam Pandangan Al-Qur’an, cet.1, (Jakarta: Gema Insani Press, 2006), h. 243-244.


(28)

Untuk memaparkan elaborasi tentang sikap orang kafir muhayyid , kita akan mendapati segmentasi bahwa Allah mengintruksikan umat Islam menumbuhkembangkan budaya toleransi dengan musuh-musuh Allah.

Allah berfirman,

Katakanlah kepada orang-orang yang beriman hendaklah mereka memaafkan orang-orqng yang tiada takut akan hari-hari Allah karena Dia akan membalas sesuatu kaum terhadap apa yang telah mereka kerjakan. Baragsiapa yang mengerjakan amal shaleh, maka ia adalah untuk dirinya sendiri, dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, maka itu akan menimpa dirinya sendiri, kemudian kepada Tuhanmulah kamu dikembalikan.” (al-Jaatsiyah: 14-15)

Menurut ibn Katsir, ayat di atas menyatakan menegaskan kepada kaum Muslimin untuk bisa memaafkan kesalahan orang kafir dan sabar dalam menanggung beranekaragam siksaan mereka. Perintah ini turun diawal perkembangan Islam.

Dalam menafsirkan ayat di atas, Sayyid Quthb mengungkapkan bahwa ayat tersebut merupakan penekanan perintah bagi orang-orang yang beriman untuk memaklumi prilaku orang-orang yang tidak meyakini datangnya hari kiamat. Memaklumi dengan memaafkan atas ketidaktahuan mereka, memaklumi demi tingginya agama Allah, dan memaklumi demi mendapatkan derajat yang tinggi di sisi-Nya.

Ini dilakukan untuk melatih setiap Mukmin berlapang dada, mengendalikan laju emosi, dan tabah menghadapi sikap buruk setiap individu


(29)

dengan egoisme orang bodoh yang tertutup mata hatinya namun tidak karena lemah dan tidak pula terpaksa. Sebaliknya, ini menunjukkan ia lebih dewasa, tegar, dan kuat dan karenaya ia adalah pembawa obor hidayah bagi yang belum mendapat petunjuk, dan juga penawar racun. Maka ia memperoleh balasan amalannya, tidak terkena dosa makar, tetapi semua urusan diserahkan kepada Allah, karena kepadanya tempat kenbali dan mengadu.

Sepanjang sejarah, belum pernah ada dasar hidup bertoleransi dan bertindak adil dengan pihak lawan sebagaimana dalam Islam. Ini bukan sekedar formalitas belaka, namun berdasar pada realitas sejarah. Teks perjanjian antara Rasulullah saw dan bangsa Yahudi mengindikasikan klaim Islam mengenai anjuran bersikap adil dengan Ahli Kitab. Teks Nabi yang menggambarkan jalinan kuat anatara kaum Muhajirin dan kaum Anshar dan ungkapan perpisahan dengan Rasulullah saw, pada bangsa Yahudi, “Kaum Yahudi mempunyai agama sendiri sendiri, demikian halnya umat Islam. Dalam kerangka agamanya terdapat doktrin keharusan meraih kemenangan atas pihak lawan. Diantara mereka pun terdapat kewajiban untuk bisa saling menasihati, serta berbuat kebajikan, namun tidak dalam keburukan. Sesungguhnya, yang turut berperang maka ia dalam posisi aman, dan barangsiapa yang tidak ikut (peperangan karena alasan syar’i) maka ia pun dalam posisi aman, kecuali ia yang berbuat zalim atau dosa.” Aturan ini diratifikasi pasca pembentukan daulah Islam di Madinah.11

Patut diketahui, toleransi terhadap non muslim bukan dalam koenteks

muwalah ‘perwalian’ meski kami tidak melarangnya, tetapi sebaliknya kami

11

Ahzami Samiun Jazuli, Kehidupan dalam Pandangan Al-Qur’an, cet.1, (Jakarta: Gema Insani Press, 2006), h. 244-246.


(30)

menganjurkan berbuat baik dan adil dalam berinteraksi dengan mereka, namun ini berlaku selama mereka tidak melancarkan serangan. Sehubungan dengan hal ini Allah berfirman,

“Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (al-Mumtahanah: 8)

Kesalahan menginterpretasikan ayat bukan tidak mungkin menjadi faktor utama kerancuan membedakan toleransi dengan persaudaraan. Kerancuan ini timbul karena fanatisme dan juga niat yang buruk. Kebenaran yang semestinya terpatri ialah bahwa toleransi terjalin antara beberapa individu, sementara itu persaudaraan terbina karena usaha bersama menciptakan hawa perdamaian dan sikap saling menolong. Diakui, perbedaan ini hanya dapat disentuh oleh individu yang hidup dalam nuansa Islam dengan segenap jiwa dan hati tetapi tidak bagi mereka yang mengklaim menganut Islam namun tidak mengaktualisasikannya. Oleh karena itu, mereka disebut sebagi kaum Muslim, tetapi bukan Muslim.12

Kautsar Azhari Noer dalam buku yang berjudul, Membela Kebebasan Beragama, mengatakan:

Kebebasan beragama bersifat mutlak dan harus mendapat jaminan dari Negara. Tanpa kebebasan tidak dimungkinkan iman yang tulus. Kebebasan beragama itu menurut saya mutlak dan, karena itu, harus

12

Ahzami Samiun Jazuli, Kehidupan dalam Pandangan Al-Qur’an, cet.1, (Jakarta: Gema Insani Press, 2006), h. 246-247.


(31)

dijamin. Kebebasan itu adalah karunia Tuhan, maka kita tidak berhak mengungkung dan merampas kebebasan itu. Alasan mengapa Tuhan menganugerahi manusia kebebasan, supaya manusia tulus dalam beriman dan beragama.”13

2. Pandangan Katolik Tentang Kebebasan Beragama

Konsili vatikan II dapat dikatakan merupakan titik tolak hidup Gereja yang dialogis . Dengan titik tolak, tidak dimaksudkan bahwa, seakan-akan hidup Gereja yang dialogis tidak pernah ada-ada sebelumnya. Dialog, sebagaimana dicetuskan Vatikan II mempnyai akar pada Tradisi hidup Gereja .14

Sidang Raya XII Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) 1994 menegaskan, bahwa Gereja berpartisipasi dan melayani dalam pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila dengan menghadirkan tanda-tanda Kerajaan Allah, yaitu kesejahteraan, keadilan, kebebasan, persaudaraan, perdamaian, dan kemanusiaan yang dikehendaki oleh Tuhan untuk dunia ini dengan kedatangan kerajaan-Nya. Dalam menghadapi tantangan untuk

Gereja-gerja dan umat Kristen Indonesia memahami dan menyadari benar, bahwa ia hadir dan diutus dalam masyarakat majemuk Indonesia yang berdasarkan Pancasila di tengah-tengah kemajemukan denominasi (aliran) gerejawi yang ada di Indonesia.

13

Budy Munawar Rachman, Membela Kebebasan Beragama : Percakapan tentang Sekularisme, Liberalisme, dan Plurarilsme, cet.1, (Jakarta: Lembaga Study Agama dan Filsafat, 2010), h. 855-869.

14

Armada Riyanto, Dialog Agama dalam Pandangan Ger eja Katolik, ( Jogjakarta, Kansius, 1995) h.23


(32)

berpartisipasi dan melayani dalam pembangunan nasional secara bersama-sama dengan melihat seluruh Nusantara sabagai satu wilayah bagi kesaksian dan pelayanan bersama, Gereja-gereja terpanggil untuk membarui, membangun dan mempersatukan Gereja serta mengusahakan kemandirian dibidang teologi, daya, dan dana. Gereja-gereja di Indonesia dengan berpedoman kepada injil yang memberitakan bahwa Tuhan menghendaki keadilan Kesejahteraan, persaudaraan, kemanusiaan, kelestariaan, alam bagi dunia dengan kedatangan Kerajaan-Nya, berpartisipasi dan melayani secara positif, Kreatif, kitis, dan realistis.15

Seluruh manusia diciptakan dengan gambar dan rupa Tuhan yang sama. Tuhan memelihara dan mengasihi seluruh umat manusia di bumi ini. Maka oleh karena itu seorang Kristen yang baik adalah mengasihi sesama manusia tanpa melihat ras, golongan, agama, budaya, atau apapun bentuk perbedaan yang ada. Dengan mengasihi sesama, umat Kristani dapat mengasihi Tuhan. Ada sebuah kisah yang sangat menarik untuk disimak tentang perintah yang pertama dalam Matius.

“Pada waktu orang Farisi mendengar bahwa Yesus sudah membuat orang-orang Saduki tidak bisa berkata-kata lagi, mereka berkumpul. Seorang-orang dari mereka, yaitu seorang guru agama, mencoba menjebak, Yesus dengan satu pertanyaan, “Bapak Guru” katanya, Perintah manakah yang paling utama di dalam hokum agama?” Yesus menjawab, “cintailah Tuhan Allahmu dengan sepenuh hatimu, dengan segenap jiwamu, dan dengan

15

Weinata Sairin, Visi Gereja Memasuki Milenium Bar: Bunga rampai Pemikiran, cet 1, (Jakarta: PT.BPK Gunung Mulia, 2002), h. 163-164


(33)

segenap akalmu. Itulah perintah pertama dan terpenting! Perintah kedua yang sama dengan perintah itu: Cintailah sesamamu seperi engkau mencintai dirimu sendiri”. (Matius 22: 34-39)

Kasih anak manusia harus berdasarkan kasih kepada Allah:

“Inilah tandanya bahwa kita mengasihi anaanak Allah, yaitu bahwa kita menuruti perintah-perintah-Nya (1 Yoh. 5:3).

Surat Yohanes yang pertama, yang berkata kasih kepada Allah adalah tanda bahwa umat Kristian mengasihi saudaranya sesama manusia. Juga berkata bahwa kekurangan kasih kepada sesama adalah tanda bahwa kita kurang mengasihi Allah.16

Kerajaan Allah artinya Allah yang meraja. Dan kalau Allah meraja, maka orang-orang kecil dan tertindas mendapat perhatian istimewa, karena Allah menghendaki persaudaraan semua orang. Persaudaraan dan kekeluargaan tidak ada, kalau di satu pihak ada yang menindas dan di lain pihak ada yang ditindas, kalau ada yang berkelimpahan dan ada yang kelaparan.

Keterlibatan dalam masyarakat berarti pelaksanaan hidup beriman, jadi bukan hanya tuntutan dari luar, melainkan kebutuhan atau dorongan dari dalam. Dengan demikian orang-orang yang kita layani bukanlah obyek cinta kasih kristiani, melainkan subjek yang memungkinkan cinta kasih itu terwujud.17

16

Molcom Mrownlee, Tugas Manusia Dalam Dunia Milik Tuhan: Dasar Teologis bagi Pekerjaan Orang Kristen Dalam Masyarakat, ( Jakarta BPK Gunung Mulia, 2004), h. 24

17


(34)

Dari penjelasan di atas, dalam ajaran Katolik tentang hubungan antar umat beragama, khususnya kebebasan memeluk agama, toleransi, dan sebagainya terlihat jelas bahwa gereja berpartisipasi dan melayani dalam pembangunan nasional sebagai pengalaman Pancasila dengan menghadirkan tanda-tanda kerajaan Allah, yait kesejahteraan, keadilan, kebebasan, persaudaran, perdamaian, dan kemanusiaan yang dikehendaki oleh Tuhan.

Penulis berpendapat bahwa ajran Katolik khususnya Gereja sangat mementingkan persaudaraan oleh sesama umat beragama, ajaran Katolik tidak mengajarkan tentang permusuhan antar sesama umat beragama dan sesama manusia, menurut ajaran Katolik, seluruh manusia diciptakan dengan gambar dan rupa Tuhan yang sama. Maka oleh karena itu ajaran Katolik mengajarkan setiap manusia untuk mengasihi sesama manusia tanpa melihat ras, golongan, agama, budaya, ataupuin bentuk perbedaaan yang ada.

3. Kebijakan Pemerintah Tentang Pendirian Rumah Ibadat

Sesuai dengan tujuannya, kehadiran Surat Keputusan Bersama (SKB) pada tahun 1969 itu dipandang sebagai salah satu solusi yang tepat untuk memelihara kerukunan antar umat beragama. Pada satu sisi umat beragama berhak untuk mendirikan rumah ibadat, namun implementasian hak tersebut perlu diatur agar tidak menimbulkan masalah yang dapat mengganggu hubungan antar umat beragama.18

18

Hasil Kajian Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan Departemen Agama Tentang Keputusan Bersama Menteri Agama No. : 01/Ber/Mdn-Mag/1969.


(35)

Berikut beberapa kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan kebebasan beragama dan juga prosedur pendirian rumah ibadat :

• Kebebasan beragama dalam peraturan perundang-undangan telah dijelaskan, khususnya dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 29 tentang agama disebutkan,

a) Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

b) Negara menjmin tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.19 • Dalam Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. :

01/Ber/Mdn-Mag/1969 Tentang Pelaksanaan Tugas Aparatur Pemerintah Dalam Menjamin Ketertiban dan Kelancaran Pelaksanaan Pengembangan dan Ibadat oleh Pemeluk-pemeluknya dijelaskan, Pasal 3 ayat 1 yang berbunyi : “Kepala Departemen Agama memberikan bimbingan, pengarahan dan pengawasan terhadap mereka yang memberikan penerangan/penyuluhan/ceramah agama/khotbah-khotbah di rumah-rumah

ibadat, yang sifatnya menuju kepada persatuan antara semua golongan masyarakat dan saling pengertian antara pemeluk-pemeluk agama yang berbeda”.20

19

Untuk lebih lengkap, lihat pada lembar lampiran, Peraturan perundang-undangan tentang Kebebasan beragama dan Hak Asasi Manusia, (lampiran).

20

Lihat, Dalam Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. : 01/Ber/Mdn-Mag/1969 Tentang Pelaksanaan Tugas Aparatur Pemerintah Dalam Menjamin Ketertiban dan Kelancaran Pelaksanaan Pengembangan dan Ibadat oleh Pemeluk-pemeluknya, (lampiran).


(36)

• Selanjutnya, kebijakan pemerintah yang terkait dengan prosedur pendirian rumah ibadat dijelaskan dalam Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. : 9 dan 8 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat, pasal 14 ayat, disebutkan:

Pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan khusus meliputi: a. Daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk pengguna rumah ibadat paling

sedikit 90 (sembilan puluh) orang yang disahkan oleh pejabat setempat sesuai dengan tingkat batas wilyah.

b. Dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 (enam puluh) orang ayng dissahkan oleh lurah/kepala desa.

c. Rekomendasi tertulis oleh kepala kantor departemen agama kabupaten/kota; dan,

d. Rekomendasi tertulis FKUB kabupaten/kota.21

• Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri dalam Negeri No: 1 Tahun 1979 Tentang Tata Cara Penyiaran Agama dan Bantuan Luar Negeri Kepada Lembaga Keagamaan di Indonesia, pasal 3 dijelaskan sbb:

”Pelaksanaan penyiaran agama dilakukan dengan semangat kerukunan, tenggang rasa, saling menghargai dan saling menghormati sesama umat

21

Lihat, dalam Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. : 9 dan 8 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat, (lampiran).


(37)

beragama serta dengan dilandasankan kepada penghormatan terhadap hak dan kemerdekaan seseorang untuk memeluk/menganut dan melakukan ibadat menurut agamanya.”22

22

Lihat, Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri dalam Negeri No: 1 Tahun 1979 Tentang Tata Cara Penyiaran Agama dan Bantuan Luar Negeri Kepada Lembaga Keagamaan di Indonesia, (lampiran).


(38)

BAB III

RENCANA PENDIRIAN GEREJA SANTA BERNADET

A. Latar Belakang Didirikannya Gereja Santa Bernadet

Paroki Santa Bernadet – Ciledug, pada mulanya merupakan bagian wilayah pelayanan Paroki Santa Maria, Kota Tangerang. Karena daya tamping Gereja Santa Maria di Kota Tangerang tidak mampu lagi ditambah, apalagi jarak yang terlalu jauh bagi umat Katolik di Ciledug dan sekitarnya maka, pada tanggal 11 Februari 1990 dibentuk wilayah paroki sendiri dengan badan hukumnya bernama Pengurus Gereja dan Papa Roma Katolik Paroki Santa Bernadet-Cailedug, dibawah naungan Keuskupan Agung Jakarta. Selama dua tahun sejak pembentukan paroki, kegiatan ibadat hari Minggu dan hari-hari raya dilaksanakan dengan berpindah-pindah, di tempat-tempat yang cukup untuk waktu itu:

1. Gedung Pertemuan Peruru di Kompleks Peruri, Sudimara Timur, Ciledug 2. Lapangan Sepak Bola Galapuri di Kompleks Peruri, Sudimara Timur, Ciledug 3. Gedung Tinggi Asrama Polri, Jl. K.H. Hasyim Ashari, Ciledug

4. Lokagenta di Kompleks Departemen Keuangan, Karang Tengah 5. Gedung Arsip di Kompleks Departemen Keuangan, Karang Tengah1

1

Dikutip dari Proposal Permohonan Rekomendasi, Panitia Pembangunan Gereja Paroki Santa Bernadet, 2010, h. 2


(39)

Tiadanya sarana ibadat umat Katolik di kecamatan-kecamatan lain di sekitar Ciledug, menjadikan umat Katolik di wilayah-wilayah itu juga menjadi pelayanan PGDP Paroki Santa Bernadet – Ciledug. Dengan demikian diperlukan sarana ibadat yang mampu menampung mereka.

Pada tahun 1992 PGDP Paroki Santa Bernadet – Ciledug memperoleh izin untuk menyelenggarakan ibadat di bangunan sementara Sekolah Sang Timur di Kelurahan Karang Tengah, Kecamatan Ciledug (sebelum pemekaran kecamatan). Setelah berjalan 12 tahun, pada bulan Oktober 2004 kegiatan ibadat diminta diberhentikan oleh kelompok massa tertentu.

Semenjak kegiatan beribadat dilakukan di bangunan sementara Sekolah Sang Timur dihentikan, maka kegiatan ibadat pada hari Minggu dilakukan secara tersebar dan berpindah-pindah di rumah-rumah dengan daya tamping sebatas rumah tinggal, di wilayah pemukiman yang kondusif. Sedangkan sebagian besar yang lain beribadat di berbagai di lokasi gereja Katolik di wilayah DKI Jakarta dan Kabupaten Tangerang.

Adapun ibadat pada hari-hari Natal dan Paskah diselenggarakan di berbagai tempat yang memungkinkan pelaksanaannya seperti:

1. Gedung Olahraga, Tangerang

2. Gedung Serba Guna Palem Ganda Asri, Karang Tengah 3. Gedung Pertemuan Lemigas, Cipulir, Jakarta Selatan


(40)

4. Gedung Biru Universitas Budi Luhur, Pesanggrahan, Jakarta Selatan2

B. Prosedur Pendirian Gereja Santa Bernadet

Berdasarkan Akta Notaris Aloysius M. Jasin, SH, No. 83 Tanggal 29 Agustus 2008 mengenai perubahan anggaran dasar, nama badan hukum yang mengelola Paroki Santa Bernadet menjadi Pengurus Gereja dan Papa Roma Katolik Paroki Santa Bernadet, disingkat dan selanjutnya disebut PGDP Santa Bernadet, berkedudukan di Kota Tangerang, dengan wilayah pelayanan di tujuh kecamatan:

1. Kecamatan Cipondoh 2. Kecamatan Pinang

3. Kecamatan Karang Tengah 4. Kecamatan Ciledug

5. Kecamatan Larangan 6. Kecamatan Pondok Aren 7. Kecamatan Serpong Selatan

Kini umat Katolik di tujuh kecamatan tersebut di atas berjumlah 10.486 jiwa (per 28 Mei 2009). Peribadatan yang terselenggara dilayani oleh dua orang pastor, yaitu:

1. Pastor Kepala: Pastor Derikson Alverius Turnip, CICM.

2

Dikutip dari Proposal Permohonan Rekomendasi, Panitia Pembangunan Gereja Paroki Santa Bernadet, 2010, h. 3


(41)

2. Pastor Rekan : Pastor Juvensius Jemdi, CICM. Dalam hal diperlukan, dimintakan pastor dari Jakarta.

Saat ini domisili PGDP Paroki Santa Bernadet di Kompleks Barata, Jl. Barata Raya No. 32, Karang Tengah, Tangerang 15157. PGDP Paroki Santa Bernadet telah memiliki tanah bersertifikt Hak Milik seluas 6050 m2 berlokasi di RT 07/RW 04 Kelurahan Sudimara Pinang, Kecamatan Pinag dan bermaksud membangun tempat ibadat/gereja Katoli di tanah tersebut.3

Setelah terbit Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 9 Tahun 2006 / No. 8 Tahun 2006, yang antara lain mengatur tentang syarat pembangunan tempat ibadat, maka PGDP Paroki Santa Bernadet berusaha memenuhi ketentuan tersebut.

Dalam rangka memenuhi butir-butir ketentuan dalam peraturan bersama tersebut, PGDP Paroki PGDP Paroki Santa Bernadet telah menunjuk kami sebagai Panitia Pembangunan Gereja Paroki Santa Bernadet. Selama masa kerja periode pertama, kami telah melakukan sosialisai meliputi perkenalan, pendekatan, kegiatan kemasyarakatan lingkup RT/RW, bakti sosial, pemahaman dan penyampaian kehendak kepada para pihak, seperi:

1. Warga Sekitar

2. Ketua RT. 01 s.d RT. 07 di RW. 04

3

Dikutip dari Proposal Permohonan Rekomendasi, Panitia Pembangunan Gereja Paroki


(42)

3. Ketua RW. 04 dan Ketua RW. 03 4. Tokoh-tokoh Masyarakat

5. Ulama Setempat

6. Lurah Sudimara Pinang 7. Camat Sudimara Pinang 8. MUI Kecamatan Pinang 9. Walikota Tangerang 10.FKUB Kota Tangerang 11.Kandepag Kota Tangerang 12.Kanwil Kota Tangerang

Sesungguhnya, jauh sebelum panitia dibentuk, komunikasi atau sosialisasi telah dilakukan oleh umat Katolik setempata/sekitar lokasi, sebagai konsekuensi logis masyarakat. Saat ini kami telah mendapat dukungan sebagian anggota masyarakat /sekitar yang menyatakan tidak berkeberatan atas pembangunan gereja Katolik, sebanyak 186 orang.4

Jika di lihat dari Proposal Permohonan Rekomendasi Panitia Pembangunan Gereja Paroki Santa Bernadet tahun 2010, penulis berpendapat bahwa persyaratan yang dipenuhi oleh panitia pembanguna gereja Santa Bernadet dalam mendirikan rumah ibadah, sudah sesuai dengan kebijakan pemerintah tentang pendirian rumah

4Dikutip dari Proposal Permohonan Rekomendasi, Panitia Pembangunan Gereja Paroki Santa


(43)

ibadah. Hanya saja pihak pemerintah, dalam hal ini Kelurahan belum merekomendasi permohonan tersebut. Pihak kelurahan harus mengkaji ulang mengenai tanda bukti warga yang mendukung didirikannya Gereja Santa Bernadet melalui tanda tangan warga (muslim) yang mendukung pendirian rumah ibadat, hal ini untuk membuktikan apakah tanda tangan itu asli ataukah rekayasa. Dan agar tidak ada pihak yang menuduh atau mengklaim bahwa tanda tangan itu hasil rekayasa atau tidak. Akan tetapi berdasarkan pengamatan dan dan penelitian penulis, bahwa pihak panitia pembangunan Gereja telah melakukan pelanggaran peraturan pemerintah, yaitu telah memberikan uang kepada warga sebagai tanda untuk mendukung rencana pendirian Gereja.

C. Problem Mendirikan Gereja Santa Bernadet

Dalam pembahasan ini, penulis mendapatkan data-data yang bersumber dari hasil wawncara penulis dengan Ketua Pembangunan Gereja Paroki Santa Bernadet, yaitu dengan Antonius Turmijo.

Dalam hasil wawancara penulis, Antonius Turmijo selaku ketua pembangunan Gereja Santa Bernadet mengungkapkan bahwa sejauh pengalaman hidupnya sebagai orang yang beragama, bapak Antonius Turmijo selalu merenung, mengapa di diri manusia selalu tertanam konflik itu selalu ada?, bapak Antonius Turmijo pada waktu kecil sudah menjadi “korban” konflik agama, hanya berbeda agama, lalu menjadi ”musuh”. Beliau (Antonius Turmijo) perihatin, kenapa perasaan memusuhi itu tertanam terus. Dan jujur saja, di sini (Sudimara Pinang), kenapa anak


(44)

kecil sepertinya sudah tertanam bahwa “kita” (Muslim) harus jauh dengan orang yang berbeda agama, entah Kristen ataupun Katolik, dalam diri mereka (anak kecil muslim) terdapat sifat kebencian terhadap umat Kristen maupun Katolik.

Selanjutnya Antonius Turmijo juga mengungkapkan dan berpendapat bahwa orang tua merekalah (anak kecil muslim) yang memberikan doktrin tentang hubungan menjauhi terhadap umat Kristen atau Katolik. Kenapa “yang katanya” secara doktrinial, manusia tidak harus saling membenci sesama manusia maupun agama, tapi malah tertanam terus perasaan saling membenci terhadap manusia atau antarumat beragama?5

Kemudian selain itu juga, diakui oleh Antonis Turmijo warga Sudimara Pinang mempunyai perasaan curiga yang sudah tertanam tentang persyaratan mendirikan rumah ibadat yang telah terpenuhi semua. Tanda tangan sebagai bukti tidak berkeberatan atau mendukung atas pendirian rumah ibadat Gereja Santa Bernadet, dianggap rekayasa oleh warga yang menolak didirikannya Gereja. Bahkan ada isyu yang berkembang pada masyarakat khususnya warga di Sudimara Pinang banwa setiap orang atau warga yang tanda tangan diberikan uang oleh Panitia Pembangunan Gereja agar warga mendukung pendirian gereja. Jika memang tanda tangan itu dianggap rekayasa, Antonius Turmijo selaku Panitia Pembangunan Gereja siap untuk bertanggung jawab dan membuktikan bahwa tanda tangan itu asli dan bukan rekayasa. Jadi, ada beberapa isyu yang sudah tersebar di Sudimara Pinang ,

5


(45)

yang pertama adalah masalah tanda tangan yang sudah dijelaskan , kedua adalah masalah Kristenisasi.

Dalam wawancara berikutnya, Antonius Turmijo mengungkapkan, Memang, umat Katolik mempunyai program kemasyarakatan, seperti bakti sosial yaitu pengobatan gratis kepada warga Sudimara Pinang, pendidikan dan lain sebagainya. Dan itu kemudian malah dianggap sebagi usaha Kristenisasi. Ketiga adalah masalah dana. Isyu yang berkembang pada warga Sudimara Pinang, dana untuk pendirian rumah ibadah Gereja Santa Bernadet adalah dari Amerika, itu tidak benar.6

Menurut Antonius Turmijo, bahwa pada dasarnya dalam hubungan antar agama, bersosialisasi jika tidak ada gangguan sama sekali seratus persen, tidaklah manusia dapat hidup bersama, berdampingan, lalu sesuatu itu bisa mengganggu atau tidak, sangat personal. Pada salah satu masalah, orang merasa terganggu dan tidak terganggu, itu sangat personal. Tetapi secara umum, mugkin ada yang secara sosial ada masalah yang bisa menganggu. Jadi batasannyna memang hak oarang lain. Selama masih hidup di dunia ini, proses sosial itu bukan hanya menyangkut masalah agama saja. Agama menyangkut proses psikolog sosial. Sejauh menyangkut hubungan antara Islam dan Kristen, mengapa hal-hal yang menurut Antonius Turmijo tidak mengganggu malah diangap megganggu.7

6

Antonius Tumidjo, Wawancara Pribadi, Sudimara Pinang, 3 November 2010 7


(46)

Selanjutnya dalam hasil wawancara penulis dengan Antonius Turmijo mengungkapkan, baru-baru ini beliau sempat kecewa terhadap aparat pemerintah Kelurahan Sudimara Pinang sampai saat ini Pemerintah belum merekomendasi surat permohonan Panitia Pembangunan Gereja Santa Bernadet. Pihak Pemerintah berpendapat, bahwa permasalahannya adalah mayoritas dan minoritas keagamaan di Tangerang, khususnya di Sudimara Pinang. Pihak Pemerintah meengatakan bahwa, warganya banyak yang menganut agama Islam dibandingkan dengan Katolik. Padahal sepengatahuan saya (Antonius Turmijo) tentang persyaratan mendirikan rumah ibadat, tidak tercantum atau tertulis mengenai mayoritas dan minoritas, itu tidak ada. Sampai sekarang saya masih bingung, tapi saya diajarkan oleh orang terdekat dan juga menurut ajaran kami (katolik) agar selalu sabar. Ketua RW Sudimara Pinang juga tidak akan menanda tangani rencana persetujuan pembanguan gereja, selain tidak setuju, Ketua RW juga khawatir akan digencet (diancam) oleh warga jika ia mendukung. Itulah yang menurut Antonius Turmijo, menjadi penghambat kebebasan dalam hal mendirikan rumah ibadat.8

8


(47)

BAB IV

REALITAS PROBLEM KEBEBASAN BERAGAMA

A. Respons Tokoh Islam terhadap Rencana Pendirian Gereja

Dalam pembahasan ini, penulis mendapatkan data-data yang bersumber dari hasil wawncara penulis dengan Ketua FOKUS (Forum Komunikasu Umat Isalam Sudimara Pinang), yaitu dengan Bapak H. Sidih.

Terbentuknya FOKUS (Forum Komunikasi Umat Islam Sudimara Pinang) dilatar belakangi oleh keresahan warga Sudimara Pinang dan juga kekhawatiran Tokoh Masyarakat Sudimara Pinang atas tindakan Panitia Pembangunan Gereja Santa Bernadet yang selalu berupaya mendirikan Gereja. Selain itu juga para Tokoh Masyarakat khawatir akan adanya Kristenisasi di Sudimara Pinang, terkait rencana pendirian rumah ibadah. Dalam proses rencana pendirian Gereja Santa Bernadet, dari mulai tahun 2001 sampai dengan saat ini tahun 2010 ada beberapa kejadian yang mengarah ke arah konflik antara umat Islam dan umat Katolik. Salah satu contohnya yaitu, umat Katolik pernah melakukan kebaktian di gedung kecil serbaguna yang berada di kompleks Tarakanita, yaitu kompleks umat Katolik yang berdekatan dengan rumah warga Sudimara Pinang.1

1

Wawancara Pribadi, Bapak Sidih, Sudimara Pinang, 28 November 2010

Warga merasa terganggu dengan kendaraan yang parkir dekat halaman rumah warga. Selain itu juga, umat Katolik telah melanggar perjanjian antara tokoh warga Sudimara Pinang dan Panitia Pembangunan Gereja,


(48)

bahwa umat Katolik tidak akan melakukan peribadatan di lokasi tersebut. Tapi pada akhirnya segera dilakukan sosialisasi dan musyawarah antar tokoh agama Sudimara Pinang dengan umat Katolik. Dan emosi warga dapat direda oleh para tokoh Sudimara Pinang.

Oleh karena itulah, pada awal tahun 2010 dengan pertimbangan di atas, Tokoh Islam, Tokoh Masyarakat dan Warga Sudimara Pinang membentuk FOKUS (Forum Komunikasi Umat Islam Sudimara Pianang). FOKUS (Forum Komunikasi Umat Islam Sudimara Pinang) bertujuan untuk melindungi warga dari aksi Kristenisasi, menghalangi warga jika terjadi konflik, menggalang aksi penolakan atas rencana pendirian Gereja Santa Bernadet, dan sebagainya.

Sebagai ketua FOKUS (Forum Komunikasi Umat Islam Sudimara Pinang) yang ditunjuk oleh warga dan tokoh Sudimara Pinang, H. Sidih mengungkapkan bahwa ia menolak rencana didiriknnya Gereja Santa Bernadet. Ada beberapa alasan yang menyebabkan warga dan pengurus FOKUS (Forum Komunikasi Umat Islam Sudimara Pinang) menolak,2

1. Sebagian besar warga Kelurahan Sudimara Pinang, memeluk agama Islam. Sangat tidak wajar ada pembangunan Gereja Katolik di tengah-tengah pemukiman umat Islam.

diantaranya:

2. Rencana pembangunan Gereja Katolik, jaraknya kurang lebih 100 m - 150 m, dari Masjid As-Shabirin, Mushalah Al-Azhar, dan Mushalah Al-Muhajirin.

2


(49)

3. Penduduk Kelurahan lain yang berbatasan dengan langsung dengan Kelurahan Sudimara Pinang di sebelah Selatan Kelurahan Paku Jaya, di sebelah Utara Kelurahan Pinang, di sebelah Barat Kelurahan Kunciran, dan di sebelah Timur Kelurahan Pedurenan, yang mayoritas penduduknya memeluk agama Islam.

4. Mengantisipasi misi Kristenisasi umat islam di lingkungan Kelurahan Sudimara Pinang dan sekitarnya.3

Selanjutnya, dalam hasil wawancar H. Sidih mengakui bahwa pernah di bujuk dan dijanjikan akan diberikan uang yang besar jika H. Sidih menandatangani atau mendukung rencana pembangunan Gereja Santa Bernadet. H. Sidih juga mengatakan bahwa ada sebagian warga Sudimara Pinang yang menandatangani izin mendirikan Gereja tersebut dan diberikan uang sebesar Rp. 500.000; per orang, menurut H. Sidih tindakan tersebut adalah salah dan menyalahi peraturan pemerintah.

Selama pihak Panitia Pembangunan Gereja Santa Bernadet terus melakukan upaya mendirikan Gereja tersebut, maka FOKUS (Forum Komunikasi Umat Islam Sudimara Pinang) dan sebagai warga Sudimara Pinang akan terus berupaya menolak izin pembangunan Gereja Katolik tersebut. Karena menurut H. Sidih, Panitia Pembangunan Gereja Santa Bernadet juga telah menyalahi atau melanggar perjanjian yang menyatakan bahwa Ketua Panitia Pembangunan Gereja Santa Bernadet yaitu

3

FOKUS (Forum Komunikasi Umat Islam Sudimara Pinang), Proposal Penolakan Gereja Santa Bernadet, h. 1


(50)

Antonius Turmijo tidak akan meneruskan rencana pembangunan Gereja Santa Bernadet tersebut, tapi malah dilanggar.4

Dalam pembahasan ini, dan untuk melengkapi data-data, penulis juga melakukan wawancara dengan Bapak Ustadz Sugeng selaku Tokoh Masyarakat dan diapandang sebagi Ustandz oleh warga Sudimara Pinang.

Terkait kebebasan beragam , sebagai warga Negara Indonesia, meyakini bahwa di dalam Undang-Undang terdapat enam agama yaitu Budha, Hindu, Kristen, Konghucu, Katolik dan termasuk Islam di dalamnya dan ada juga kepercayaan, jadi Ksebagai warga Negara Indonesia bebas memilih. Dan dalam Al-Qur’an dijelaskan,

lakum dinukum waliyadin, antara elu-elu ya gua-gua (bagimu agamamu dan bagiku agamaku). Jadi kebebasan beragama yah silahkan saja, tapi kan ada patokan

(batasan). Terkait rencana pendirian gereja Santa Bernadet, Ustadz Sugeng termasuk yang menolak. Karena ustadz Sugeng sebagai Tokoh Masyarakat dan dianggap Ustadz, jadi sikap Usatdz Sugeng menjadi panutan bagi masyarakat di Sudimara Pinang. Jika Ustadz Sugeng mendukung rencana pendirian gereja Santa Bernadet, apa nanti kata warga Sudimara Pinang?

Kalau di kampung Sudimara Pinang memang banyak yang memeluk agama Islam, dan seharusnya Panitia Pembangunan Gereja Santa Bernadet jangan membuat Gereja terlebih dahulu, karena belum saatnya. Karena ada persyaratan yang harus dipenuhi, sesuai dengan peraturan pemerintah.

4


(51)

Sebagai tokoh Islam dan juga tokoh masyarakat di Sudimara Pinang, Usatdz Sugeng telah melakukan musyawarah dengan berbagai ulama yang berada di Sudimara Pinang. Dari hasil musyawarah tersebut telah dibentuk FOKUS (Forum Komunikasi Umat Islam Sudimara Pinang) telah sepakat dan kompak akan terus menolak rencana pendirian gereja tersebut. Jadi menurut Ustadz Sugeng, selama warga Sudimara Pinang dan pengurus FOKUS masih menyikapi dengan menolak Gereja tersebut tidak akan berdiri.5

B. Respons Pemerintah terhadap Rencana Pendirian Gereja

Di Kelurahan sudimara Pinang memang ada rencana pembangunan Gereja Santa Bernadet, jika dlihat dari persyaratan yang dipenuhi, memang sudah lengkap, tetapi memang ada pihak-pihak atau warga di Sudmara Pinang yang yang menolak terhadap rencana pembangunan tempat ibadah (gereja), warga yang menolak lebih banyak dibandingkan oleh pihak-pihak yang mendukung. Bahkan, pada waktu panitia Pembangunan Gereja akan mengajukan proposal permohonan rekomendasi, warga Sudimara Pinang yang menolak didirikannya Gereja Santa Bernadet telah datang ke Kelurahan terebih dahulu membawa surat dan bukti penolakan terhadap izin pembangunan Gereja tersebut. Dan setelah dibandingkan ternyata warga yang menolak lebih banyak dibandingkan dengan warga yang mendukung.

5


(52)

Pada awalnya, sepuluh tahun yang lalu memang pihak Panitia Pembangunan Gereja Santa Bernadet membeli tanah dengan luas 6050 m2. Tanah akan digunakan untuk mendirikan sarana ibadah umat Katolik (gereja) yang berada di komleks Tarakanita di Kelurahan Sudimara Pinang, Kecamatan Pinang Kota Tangerang. Proses pembelian tanah dlakukan sesuai peraturan. Tapi sayangnya pada waktu itu , warga tidak mengetahui jika di atas tana itu akan dibangun Gereja. Tidak lama kemudian, maka warga mengetahui bahwa di atas tanah tersebut akan dibangun Gereja dan warga kemudian melakukan aksi penolakan kepada Pemerintah.6

Sebagai pihak Pemerintah, harus toleransi, hormat menghormati dengan agama yang lain. Begitupun masyarakat, terkait izin mendirikan tempat ibadah (Gereja Santa Bernadet ) yang berada di Kelurahan Sudimara Pinang, Kecamatan Pinang Kota Tangerang, warga Sudimara Pinang masih tinggi paham fanatisme terhadap agama yang di anutnya, jadi dengan faham fanatisme yang masih tinggi tersebut, sikap penolakan waraga terhadap rencana pembanguan Gereja akan terus dilakukan. Dan sebaliknya, dari pihak Gereja juga akan terus berusaha mendaptkan izin dari warga dan Pemerintah terkait pebangunan Gereja Santa Bernadet. 7

Pihak pemerintah, dalam hal ini Kelurahan Sudimara Pinang khawatir jika rencana pembangunan Gereja Santa Bernadet diizinkan, maka akan terjadi konflik yang besar anatar umat Bergama di Sudimara Pinang. Bahkan dari FKUB (Forum

6

Wawancara Pribadi, Ahamad Tribuana, Kantor Kelurahan Sudimara Pinang, 4 November 2010

7

Wawancara Pribadi, Ahamad Tribuana, Kantor Kelurahan Sudimara Pinang, 4 November 2010


(53)

Kerukunan Umat Beragama) Kota Tangerang, telah datang ke lokasi, telah musyawarah, mereka mengatakan bahwa, agar proposal permohonan Gereja Santa Benadet segera di rekomendasi. Tapi pihak Kelurahan tidak bisa semudah itu merekomendasi, karena khawatir terjadi konflik, kritikan, dari warga Sudimara Pinang yang mayoritas menolak rencana pendirian Gereja Santa Bernadet dan hal-hal yang tidak diinginkan. Karena memang warga yang menolak lebih banyak daripada warga yang mendukung. Pihak Kelurahan tidak ingin warga di Sudimara Pinang terjadi konflik, seperti yang telah terjadi di Karang Tengah Kota Tangerang terkait kasus Yayasan Sang Timur, kasus di Bekasi, Ambon dan masih banyak lagi.

Pihak Kelurahan menginginkan warga Sudimara Pinang dapat hidup damai, tenang, nyaman. Oleh karena itu, pihak kelurahan berada di tengah-tengah, yaitu tidak boleh melarang, menganjurkan, mendukung, menolak karena tergantung dari warga itu sendiri. Pihak Kelurahan lebih mementingkan masyarakat banyak, dibandingkan sekelompok orang, dengan tujuan yaitu agar tidak terjadi konflik.

Harapan Pemerintah, kepada Kapolsek, Kecamatan, Kelurahan, tidak boleh terprofokasi oleh oknum-oknum yang tidak bertangung jawab. Dan kepada Panitia Pembangunan Gereja Santa Bernadet, jangan terlalu memaksakan diri utnuk terus membangun rencana mendirikan Gereja Santa Bernadet , karena sebagai makhluk sosial juga harus memikirkan warga yang menolak dengan jumlah yang lebih banyak.8

8

Wawancara Pribadi, Ahamad Tribuana, Kantor Kelurahan Sudimara Pinang, 4 November 2010


(54)

C. RESPONS TOKOH GEREJA TERHADAP PENDIRIAN GEREJA

Dalam pembahasan ini, penulis mendapatkan data-data dari Ketua Panitia Pembangunan Gereja Santa Bernadet, yaitu Antonius Turmijo.

Dalam hasil penelitian penulis dengan Antonius Turmijo dan juga sebagai tokoh Katolik diakui oleh bahwa warga Sudimara Pinang mempunyai perasaan curiga yang telah tertanam tentang persyaratan mendirikan rumah ibadat yang telah terpenuhi semua. Tanda tangan, sebagai bukti tidak berkeberatan atau mendukung atas pendirian rumah ibadat Gereja Santa Bernadet, dianggap rekayasa oleh warga yang menolak didirikannya Gereja. Bahkan ada isyu yang berkembang pada masyarakat khususnya warga di Sudimara Pinang banwa setiap orang atau warga yang tanda tangan diberikan uang oleh Panitia Pembangunan Gereja agar warga mendukung pendirian Gereja. Jika memang tanda tangan itu dianggap rekayasa, Antonius Turmijo selaku Panitia Pembangunan Gereja siap untuk bertanggung jawab dan membuktikan bahwa tanda tangan itu asli dan bukan rekayasa. Jadi, ada beberapa isyu yang sudah tersebar di Sudimara Pinang , yang pertama adalah masalah tanda tangan yang sudah dijelaskan , kedua adalah masalah Kristeinsasi. Warga Sudimara Pinang khawatir tentang bantuan yang sudah kami berikan dan menjadi salah satu program Gereja, seperti pengobatan gratis, bantuan sosial, pendidikan di Sudimara Pinang ini adalah misi Kristenisasi.

Selaku Ketua Panitia Gereja, Antonius Turmijo merasa heran kepada sebagian warga Sudimara Pinang. Kami selaku uamt Katolik tidak pernah melakukan aksi


(55)

Kristenisasi, terbukti sampai saat ini tidak pernah dari warga Sudimara Pinang yang telah masuk Kristen atau Katolik.9

Antonius Turmijo berasumsi, bahwa aparat Pemerintah, dari mulai RT, RW, dan Kelurahan tidak ingin merekomendasi permohonan Kami (panitia pembanguan Gereja Santa Bernadet) dengan alasan telah diancam oleh sebagian warga Sudimara Pinang. Oleh karena itulah Kami panitia pembanunan Gereja Santa Bernadet) merasa kesulitan untuk mendapatkan izin dari aparat Pemerintah. Selain itu, Pemerintah dalam hal ini Kelurahanrahan, beralasan bahwa kasus ini adalah masalah warga Sudimara Pinang mayoritas memeluk agama Islam. Menuru Antonius Turmijo, masalah mayoritas adalah bukan alasan untuk tidak merekomendasi permohonan rencana pendirian Gereja Santa Bernadet, karena masalah mayoritas keagamaan tidak ada di peraturan pemerintah.

Sebagai warga Negara Indonesia yang taat hukum, Antonius Turmijo mengucapkan terimaksih kepada Pemerintah yang telah membuat Peraturan Pemerintah terkait persyaratan mendirikan rumah ibadat. Karena tidak semudah yang difikirkan, penuh perjuangan dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk membuat peraturan tersebut. Pada akhirnya, selaku Ketua Pembangunan Gereja Santa Bernadet yang berada di Kelurahan Sudimara Pinang, mengharapkan kepada warga Sudimara Pinang, Pemerintah segera merekomendasi permohonan rencana

9


(56)

pendirian Gereja Santa Bernadet. Karena tidak ada maksud apapun, selain untuk beribadat seperti umat-umat agama lain yang berada di Indonesia dan di dunia ini.10

Dari beberapa respon berbagai pihak yang terkait dengan problem rencana pendirian rumah ibadat Gereja Santa Bernadet di Kelurahan Sudimara Pinang, Kecamatan Pinang Kota Tangerang, kesimpulan sementara penulis adalah bahwa umat Katolik dalam hal ini Panitia Pembangunan Gereja Santa Bernadet akan terus memaksakan keinginannya yaitu mendirikan Gereja di lokasi Sudimara Pinang, walaupun telah banyak warga yang menolak, salah satu upaya Panitia Pembangunan Gereja Santa Bernadet untuk membangun Gereja Santasa Bernadet adalah salah, yaitu telah memberikan uang kepada sebagian warga Sudimara Pinang, dengan tujuan untuk mendukung rencana pendirian Gereja tersebut. Tindakan tersebut, penulis dapatkan dari hasil wawancara dengan berbagai pihak yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Warga Sudimara Pinang yang menolak rencana Pembangunan Gereja tersebut juga terus berupaya untuk melakukan aksi dan sikap penolakan terhadap rencana pembangunan Gereja di lokasi Sudimara Pinang. Tindakan ini dapat dibuktikan dengan diajukannya surat atau proposal penolakan yang diajukan oleh FOKUS (Forum Komunikasi Umat Islam Sudimara Pinang) kepada pihak Pemerintah.

10


(57)

A. Kesimpulan

Berdasrkan hasil uraian pada bab sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

Kebebasan memeluk agama baik itu Islam, Budha, Hindu, Kristen, Katolik, Konghucu, dan aliran kepercayaan yang berada di Sudimara Pinang Kecamatan Pinang Kota Tangerang menunjukkan tidak terjadi masalah dan bebas memeluk agama apapun. Hanya saja selama kegiatan-kagiatan yang dilakukan umat beragama tersebut tidak menggangu kenyamanan, ketentraman warga. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan hasil wawancara yang dilakukan oleh berbagai pihak yaitu Sekretaris Kelurahan, Ketua Pembangunan Gereja Santa Benadet, dan Tokoh Islam.

Hubungan keberagamaan antara Islam dan Katolik di Sudimara Pinang adalah semu, artinya jika terlihat dalam kehidupan bermasyarakat cukup baik , akan tetapi ada perasaan saling mencurigai dengan adanya isyu Kristenisasi yang sudah berkembang di masyarakat. Walaupun pernah terjadai indikasi-indikasi konflik, namun dapat segera selesai. Hal ini disebabkan karena hilangnya kepercayaan dan adanya sikap saling mencurigai antara umat Islam dan Katolik yang berada di Sudimara Pinang. Perbedaan pendapat yang didasarkan oleh pemahaman agama yang dianut juga menjadi salah satu penyebab kecurigaan.


(58)

Penolakan warga terhadap rencana pendirian gereja diawali setelah warga mengetahui bahwa tanah kosong yang dibeli oleh pihak Katolik akan dijadikan bangunan tempat ibadat (gereja santa bernadet). Pada awal proses pembelian tanah dengan luas tanah 6050 m2, pihak RW, dan Kelurahan tidak melakukan sosialisasi kepada warga terkait pendirian Gereja. Hal ini menyebabkan mayoritas warga Sudimara Pinang dan sekitarnya menolak, sehingga Ketua RW dan Kelurahan pada waktu itu dituntut dan diminta diberhentikan oleh warga. Hal ini pula yang menyebabkan permasalahan ini terus berlangsung.

Peran pemerintah (RW, Kelurahan) dalam mengambil kebijakan tampaknya agak sedikit timpang dan kurang tegas. Hal ini dikarenakan pemerintah merasa khawatir apabila rencana pendirian gereja tersebut diizinkan untuk dibangun akan mendapat ancaman dari warga yang menolak. Kebijakan seperti ini bila dibiarkan terus menerus maka akan merugikan piahak lain yang seharusnya memperoleh hak yang sama sebagai warga negara yang beragama.

Sampai dengan saat ini, pihak Katolik, dalam hal ini Panitia Pembangunan Gereja akan terus melakukan pendekatan, sosialaisai, pemahaman, kepada pihak yang bersangkutan agar rencananya dapat berhasil. Begitupun denngan warga yang menolak, akan terus menolak rencana pendirian di Sudimara Pinang gereja tersebut.


(59)

B. Saran dan Rekomendasi

1. Pemerintah dalam hal ini Departemen Agama, Walikota, FKUB, Kelurahan perlu malakukan upaya dan langkah-langkah yang serius, Agar perbedaan pendapatat terkait rencana pendirian Gereja Santa bernadet di Kelurahan Sudimara Pinang Kota Tangerang yang sudah berlansung selama kurang lebih sepuluh tahun tersebut dapat segera diselesaikan dan tidak terjadi konflik antar agama seperti yang telah terjadi di wilayah Indonesia. Dan pemerintah juga harus tegas untuk mengambil keputusan, jangan membiarkan masalah ini terus berlarut. Karena apabila tidak ada ketegasan, maka pastii akan terjadi keresahan yang berkepanjangan antar umat beragama yang berujung pada rasa mencurigai dan terjadi konflik.

2. Kebijakan Pemerintah tentang persyaratan pendirian rumah telah memberikan rasa keadilan khususnya bagi warga Sudimara Pinang termasuk umat Katolik. Tetapi implemntasi kebijakan tersebut tidak sesuai dengan fakta yang terjadi. Perlu adanya kesadaran kepada semua pihak, bahwa sebagai warga negara yang taat hukum harus menaati segala bentuk peraturan, apalagi mengenai hak beribadat.

3. Panitia Pembangunan Gereja jangan terlalu memaksakan kehendaknya untuk mendirikan rumah ibadat gereja di Sudimara Pinang, karena warga yang menolak lebih dominan dibanding yang mendukung. Hal ini dilakukan agar tidak terjadai konflik antar umat beragama. Pemahaman yang menganggap semua agama adalah salah dan harus dilawan dan hilangkan atau bahkan


(60)

dihancurkan adalah salah, maka faham seperti itu harus dihilangkan demi terciptanya kerukunan antar umat beragama.

4. Membangun budaya dialog antar umat beragama pada semua lapisan masyarakat. Dialog ini dharapakan mencairkan sikap fanatisme keagamaan yang berlebihan oleh komunitas pemeluknya.

5. Warga jangan mudah terprofokasi dan mudah menerima imbalan, hadiah, ajakan, yang pada akhirnya akan menimbulkan masalah atau problem kebebasan beragama.


(61)

56

Banawiratma. Gereja dan Masyarakat. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. 1985

Hasil Kajian Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan Departemen Agama : Tentang Keputusan Bersama Menteri Agama No. : 01/Ber/Mdn-Mag/1969

Hendropuspito. Sosiologi Agama. Cet. 2, Jakarta : B.P.K Gunung Mulia, 1984. Jazuli, Ahzami Samiun . Kehidupan dalam Pandangan Al-Qur’an, Cet.1. Jakarta:

Gema Insani Press, 2006.

Ma’arif, Ahmad Syafi'i . Agama dan Harmoni Kebangsaan dalam Perspektif Islam, Kristen-Katholik, Hindu, Budha, Konghucu. Yogyakarta: Pimpinan Pusat Nasyiatul `Aisyiah, 2000. Cet. Ke-1, hal. V-VIII

Mrownlee, Molcom , Tugas Manusia Dalam Dunia Milik Tuhan: Dasar Teologis bagi Pekerjaan Orang Kristen Dalam Masyarakat, Jakarta BPK Gunung Mulia, 2004

Rachman, Budy Munawar . Membela Kebebasan Beragama : Percakapan tentang Sekularisme, Liberalisme, dan Plurarilsme. Cet.1. Jakarta: Lembaga Study Agama dan Filsafat, 2010

Riyanto, Ahmad. Dialog Agama dalam Pandangan Gereja Katolik. Jogjakarta : Kansius, 1995


(62)

Sairin, Weinata , Visi Gereja Memasuki Milenium Baru: Bunga Rampai Pemikiran, Cet. 1, Jakarta: PT.BPK Gunung Mulia, 2002.

Sidih. Surat Penolakan Pembangunan Gereja. FOKUS (Forum Komunikasu Umat Islam Sudimara Pinang). 2010

Suryadinta, Leo. Penduduk Indonanesia: Etnis dan Agama dalam Era Perubahan Politik, Jakarta : LP3ES, 2005.

Syaefudin Simon, Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat, artikel diakses tanggal 15-08-2010 dari http://gpibkinasih.net63.net/index.php?p=2 12/ ,

Gereja, Tukang Becak, dan Pembelaan Kaum Awam

Tumanggor, Rusmin . Konflik dan Modal Kedamaian Sosial Dalam Konsepsi Masyarakat Di Tanah Air: Studi Penelusuran Idea di Kawasan Komunitas Krisis integrasi bangsa Dalam Merambah Kebijakan. Jakarta: Lemlit dan LPM UIN Syarif Hidayatullah dan Balatbangsos DEPSOS RI, 2004.

Turmijo, Antonius. Proposal Permohonan Rekomendasi. Panitia Pembangunan Gereja Paroki Santa Bernadet. 2010

Veeger, K.J. Realitas Sosial: Refleksi Filsafat Sosial Atas Hubungan Individu Masyarakat Dalam Sejarah Cakrawala Sosiologi. Jakarta: PT Gramedia pustaka Utama, 1993.


(63)

56


(64)

(65)

DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Pasal 28 UUD 1945…

(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya. Memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wliayah Negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.

(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikian dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.

(3) Setiap orang berhak atas kebbasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.

Pasal 73 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia…

Hak dan kebebasan yang diatur dalam undang-undang ini hanya dapat dibatasi oleh dan berdasarkan undand-undang, semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia sera kebebasan dasar orang lain. Kesusilaan, ketertiban umum, dan kepentingan bangsa.

Pasal 70 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia…

Dalam menjalankan hak dan kewajiban, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan oleh Undang-Undang dengan maksud untuk menjamin


(66)

Undang-undang Dasar 1945 pasal 29

a) Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

b) Negara menjmin tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Ketetapan Majelis Permusyawarata Rakyat (MPR) No. II / MPR / 1978

a) Kebebasan Beragama

Dengan rumusan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, tidak berarti bahwa Negara memaksa suatu kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sebab agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa itu berdasarkan keyakinan, hingga tidak dapat dipaksakan dan memang agama da kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa itu sendiri tidak memaksa setiap manusia untuk memeluk dan menganutnya.

Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduktnuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Kebebasan beragama adalah merupakan salah satu hak yang paling asasi di antara hak-hak asasi manusia, karena kebebasan beragama itu langsung bersumber kepada martabat mausia sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Hak kebebasan beragama bukan pemberian Negara atau buka pemberian golongan.


(1)

5. Apakah tanda tangan tersebut rekayasa?

Jawab: Pihak Kelurahan belum mengkaji lebih jauh mengenai hal itu.

6. Apakah dari pihak panitia gereja sudah melakukan sosialisasi kepada tokoh Islam? Jawab : Ia, pihak panitia pembangunan gereja sudah melakukan sosialisasi kepada

pihak kelurahan, terkait rencana pendirian rumah ibadah gereja. 7. Apa harapan bapak kepada semua pihak yang terkait?

Jawab : Harapan kami, kepada Kapolsek, Kecamatan, Kelurahan, tidak boleh terprofokasi oleh oknum-oknum yang tidak bertangung jawab. Dan dari Panitia Pembangunan Gereja Santa Bernadet, jangan terlalu memaksakan diri utnuk terus membangunnya, karena kita juga haarus memikirkan waraga yang menolak lebih banyak.


(2)

Lampiran VI

Tentang Respon Ketua FOKUS (Forum Kominikasi Umat Islam Sudimara Pinang) terhadap pendirian Gereja Santa Bernadet

Interview : Sidih

Jabatan : Ketua FOKUS (Forum Kominikasi Umat Islam Sudimara Pinang)

Tempat : Rumah Bapak Sidih (Sudimara Pinang)

1. Bagaimana respon bapak tentang rencana Pendirian Gereja Santa Bernadet? Jawab: Saya selaku warga Sudimara Pinang dan Ketua FOKUS (Forum

Komunikasi Umat Islam Sudimara Pinang) menolak atas didirikannya rencana Gereja tersebut.

2. Apa upaya bapak yang dilakukan untuk menolak rencana pembangunan Gereja tersebut?

Jawab: kami beserta pengurus telah mengajukan surat penolakan dan tanda tangan warga Sudimara Pinang yang menolak. Kami sudahajukan sampai kepada tingkat DPRD.

3. Apa alasan bapak menolak rencana pembangunan Gereja tersebut?

Jawab: Karena Warga di Sudimara Pinang mayoritas memeluk agama Islam. Dan masih banyak lagi alasan kami menolaknya. Salah satunya juga, pihak Panitian Pembangunan Gereja Santa Bernadet telah melanggar


(3)

perjanjian, bahwa umatnya tidak akan melakukan kebaktian di lokasi tersebut, tapi perjanjian tersebut dilanggar.

4. Apakah bapak mengetahui persyaratan pendirian rumah ibadah di Indonesia. Jawab: Ya, saya cukup mengetahuinya.

5. Apakah menurut bapak kebijakan Pemerintah tentang persyaratan mendirikan rumah ibadah sudah adil bagi umat beragama?

Jawab: Kalau masalah adil, hanya Tuhan yang punya rsaa adil. Peraturan tersebut sudah adil menurut pemerintah saja.

6. Apa harapan bapak kepada Panitia Pembangunan Gereja Santa Bernadet? Jawab: Saya berharap agar umat Katolik atau Panitia Pembangunan Gereja

Santa Bernadet, jangan melanjutkan rencana mendirikan rumah ibadat tersebut, karena mayoritas warga Sudimara Pinang sudah menolak.


(4)

SURAT KETERANGAN WAWANCARA

Yang bertanda tangan di bawah ini Ketua FOKUS (Forum Komunikasi Umat Islam Sudimara Pinang), dengan ini menerangkan bahwa :

Nama : Pajri Akromani

Nim : 106032101072

Fakultas : Ushuluddin

Jurusan : Perbandingan Agama

Telah mengadakan wawancara dengan :

Nama : Sidih

Usia : 54 Tahun

Alamat : Kelurahan Sudimara Pinang, Kecamatan Pinang, Kota Tangerang

Demikianlah surat ini dibuat sebagai bukti bahwa benar yang tersebut di atas telah mengadakan wawancara.

Tangerang, 28 November 2010

Interviewee Interviewer


(5)

SURAT KETERANGAN WAWANCARA

Yang bertanda tangan di bawah ini adalah Tokoh Agama Sudimara Pinang, dengan ini menerangkan bahwa :

Nama : Pajri Akromani

Nim : 106032101072

Fakultas : Ushuluddin dan Filsafat

Jurusan : Perbandingan Agama

Telah mengadakan wawancara dengan :

Nama : Ustadz. Sugeng

Alamat : Kelurahan Sudimara Pinang, Kecamatan Pinang, Kota

Tangerang

Demikianlah surat ini dibuat sebagai bukti bahwa benar yang tersebut di atas telah mengadakan wawancara.

Tangerang, 4 November 2010

Interviewee Interviewer

Ustadz Sugeng Pajri Akroma ni


(6)

SURAT KETERANGAN WAWANCARA

Yang bertanda tangan di bawah ini adalah Ketua Pantia Pembangunan (PPG) Gereja Paroki Santa Bernadet. dengan ini menerangkan bahwa :

Nama : Pajri Akromani

Nim : 106032101072

Fakultas : Ushuluddin dan Filsafat

Jurusan : Perbandingan Agama

Telah mengadakan wawancara dengan :

Nama : Antonius Turmdjio (Tokoh Katolik)

Alamat : Komplek Tarakanita, Kelurahan Sudimara Pinang, Kecamatan

Pinang, Kota Tangerang

Demikianlah surat ini dibuat sebagai bukti bahwa benar yang tersebut di atas telah mengadakan wawancara.

Tangerang, 3 November 2010

Interviewee Interviewer