Abdurrahman Wahid dan Palestina

Namun demikian, Gus Dur tetap optimis, kendati Knesset kerapkali di kuasai oleh golongan ultra-keras yang menghendaki pencaplokan wilayah Palestina, namun mereka yang berpikiran terbuka seperti Simon Peres dan Yitzhak Rabin, tentu tidaklah surut. Banyak dari anggota parlemen Israel yang menurut Gus Dur “berpikiran waras” yang tetap mengedepankan perjuangan menahan laju politik garis keras Israel dan menghadirkan kedaulatan bagi bangsa Palestina 7 . Bagaimanapun, yang tersaji di Indonesia, terkait hal ihwal tentang Israel, adalah negara penindas yang memasung kebebasan berbangsa dan bernegara warga Palestina. pada poin tersebut, tidak ada lagi perhatian mengenai golongan moderat maupun garis keras dalam tubuh parlemen Israel, semuanya sederajat dan sama saja. hal inilah yang menjadi „jalan terjal‟ bagi Gus Dur untuk mengejawantahkan ideanya.

B. Abdurrahman Wahid dan Palestina

Seperti yang telah disinggung sebelumnya, Gus Dur merupakan sosok yang gigih memperjuangkan kemerdekaan bangsa Arab Palestina dari perilaku despotik Israel. Kendati ia lebih mengedepankan sikap kerjasama dengan Israel, hal ini tidak menyurutkan niat Gus Dur untuk berkontribusi menghentikan kekisruhan di jatung Timur Tengah itu. Tindakan militeristik yang selama ini diusung oleh Palestina, demikian Gus Dur, merupakan “umpan balik” yang sia-sia dalam menghalau hegemoni Israel. Maka dari itu, sesegera mungkin haruslah dihentikan. Mereka yang 7 Abdurrahman Wahid, Palestina: dari Tragedi ke …, dalam Mustafa Ismail dkk Ed, Abdurrahman Wahid, Melawan Melalui Lelucon: Kumpulan Kolom Abdurrahman Wahid di Tempo Jakarta: Pusat Data dan Analisa TEMPO, 2000 h. 256. mempunyai ideologi kekerasan dalam memandang Israel, tentu akan menemui satu serangan balik yang dua bahkan tiga kali lebih hebat dari Israel. Bagaimanapun, reliatas dalam menilai Israel sebagai negara yang mempunyai satu otoritas militer tersohor di mata dunia, haruslah disadari betul. Melumpuhkan Palestina, tentu merupakan hal yang mudah bagi Israel. Namun demikian, tindakan pelarangan menggunakan jalur kekerasan, merupakan sesuatu yang sulit dilakukan. Hal ini terkait dengan mindset ideologi yang berbeda-beda antara berbagai organisasi yang berfusi dalam PLO. Merupakan sebuah keniscayaan, apabila ada sekelompok golongan yang tidak puas dengan pola penyelesaian PLO yang cenderung melunak dengan Israel. Ditambah lagi, sebagian besar perjanjian damai hanya berujung pada retorika tanpa ada sesuatu yang mengikat. Hal ini merupakan salah satu sebab yang melatarbelakangi hengkangnya organisasi, seperti HAMAS, yang lebih nyaman menggunakan jalur militer. Gus Dur begitu keras mengkritik pola perjuangan PLO era Yasser Arafat yang dinilainya terlalu ragu-ragu. Di samping itu, kegagalan Arafat meredam “gelora jihad” anggotanya yang berideologi gun first, menjadi pertanda, bahwa sesungguhnya nasib bangsa Israel semakin tidak menentu. Para milisi Palestina yang kerapkali mengadakan penyerangan terhadap orang Yahudi, disebut-sebut Gus Dur sebagai saham besar yang semakin memperkeruh road map perdamaian 8 . Cara-cara militeristik -seperti bom bunuh diri-jika terus dilanggengkan menjadi satu preseden buruk yang semakin membawa stigma negatif perjuangan Palestina yang dinilai kontra-produktif. Nah, inilah yang harus direposisi dan 8 Ab durrahman Wahid, “Arafat, Israel, dan Palestina,” Kompas, 7 April 2002. H. 28. digantikan dengan cara-cara kultural 9 , salah satunya dengan mengedepankan sisi diplomatis. Termasuk kedalam keberpalingan dari cara-cara kultural, adalah kelalaian sebagian kecil pemuda muslim untuk institusi lembaga dan budaya kultur Islam. Minimnya pemahaman tentang khazanah budaya dan peradaban Islam, dapat menyebabkan ketakutan bahwa institusi kelembagaan ke-Islaman akan putaran modernisasi, yang di blow up oleh peradaban Barat. Karena merasa tantangan modernisme dan baratisme sulit untuk dihadapi, maka mereka menggunakan berbagai macam cara termasuk kekerasan dalam “mempertahakan” agama yang mereka yakini. 10 Untuk itu, penghayatan akan ajaran keagamaan yang lebih mendalam kaitannya dengan realitas kebhinekaan haruslah diperhatikan. Agaknya, Gus Dur terisnspirasi dengan jalan pemikiran Mahatma Gandhi, yang menjadi idolanya, dalam memandang penyelesaian konflik tersebut. Gandhi merupakan seorang negarawan yang giat mengkampanyekan gerakan Ahimsa anti-kekerasan. Bagi Gandhi, menghadapi setiap problem, hendaklah menegasikan unsur- unsur kekerasan. Ketika India dijajah oleh Inggris, Gandhi menggunakan cara tersebut, yakni dengan berlaku kooperatif tehadap pemerintah India. Hal tersebut, sangat kentara dalam jalan politik Gus Dur, yakni dengan menggandeng Israel dalam prosesi rekonsiliasi etalase sosial kedua negara yang mengalami kerusakan. Menjadi suatu tantangan bagi pemimpin PLO dalam meyakinkan para anggotanya untuk lebih mengedepakan jalur dialog. Hal ini mengingat 9 Abdurrahman Wahid, Palestina: dari tragedi ke …. h. 254. 10 Abdurrahman Wahid, Adakah Perdamaian di Irak ? dalam Islamku, Islam Anda, Islam Kita Jakarta: The Wahid Institute, 2006, h. 380. kepemimpinan PLO sebelumnya yang hingga kini, belum bisa menghadirkan peta pengamanan dan kemaslahatan bagi warga Palestina secara signifikan. Dalam menggalang perdamaian Timur Tengah, diperlukan perhatian dan kerjasama dunia internasional. Selain menggalakkan konsolidasi negara-negara adidaya, penting bagi negara-negara Arab yang mempunyai kans ekonomi-politik relatif baik dan maju guna berpartisipasi membawa pemenuhan kepentingan Palestina 11 . modal kekayaan-utamanya minyak- dapat menjadi semacam “daya tawar” yang dapat mempengaruhi kebijakan para negara adidaya terkait dengan pembangunan negara Palestina yang berdaulat. Selain kontribusi dari para negara Arab, perjuangan perdamaian akan semakin berdampak luas jika dibarengi dengan upaya rekonstruksi dasar-dasar ekonomi- politik Palestina. hal ini dapat berupa bantuan keuangan menggunakan jalan kredit murah berjangka panjang. Dengan cara ini, diharapkan dapat memacu laju perekonomian dan perindustrian yang tentu didampingi dengan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih di masa depan 12 . Seperti telah diketahui, beberapa negara besar dunia, seperti AS, menggantungkan pasokan minyaknya, dari Timur Tengah. Kekayaan alam yang umumnya dimiliki oleh sebagian besar negara di Timur Tengah tersebut, dapat dijadikan semacam alat gertak untuk negara-negara besar guna memperjuangkan kelengkapan perdamaian Palestina-Israel. Kelengkapan tersebut bukan hanya berisikan sekedar sponsor atau dukungan retorika disertai harapan semata. Tetapi juga pengupayaan rekonstruksi sendi-sendi pembangunan Palestina. 11 Abdurrahman Wahid , Palestina: Dari Tragedi ke…, h. 255. 12 Abdurrahman Wahid, “Perdamaian Belum Terwujud di Timur Tengah”, dalam Islamku, Islam Anda, Islam Kita Jakarta: The Wahid Institute, 2006, h. 362. Selain itu, Gus Dur juga berharap ada revolusi sistemik dalam tubuh PLO. Organisasi tersebut, yang berdiri dengan mengusung independensi politik masyarakat Palestina, dituntut mampu memberikan “efek kejut” yang akomodatif dalam mengusahakan perdamaian internasional, utamanya Palestina-Israel. PLO era Yasser Arafat, dinilai Gus Dur tidak begitu dirasakan oleh kalangan akar rumput. Walapun, Arafat menggunakan cara-cara diplomatis, seperti yang dipaparkan sebelumnya, mereka terkesan setengah-setengah dalam berjuang melalui jalan tersebut, seperti saat Arafat menolak penandatanganan sebuah naskah perdamaian di hadapan Yitzhak Rabin saat itu menjabat PM Israel dan Presiden Mesir, Hosni Mubarak 13 . Hal lain, yang menjadi kritik Gus Dur atas Yasser Arafat, adalah karena faktor organisasi Fattah, pimpinan Yasser Arafat, yang mendominasi pengambilan kebijakan pengambilan hukum di tubuh PLO. Kelompok Arafat tersebut, demikian Gus Dur, kurang memiliki pengalaman pahit yang diperlukan untuk referensi strategi perjuangan yang harus dilakukan. Karena keragu-raguan itulah, muncul beberapa golongan Palestina yang tidak puas, lebih memilih jalur teroristik. Skisma ideologi yang tajam dalam tubuh PLO, jika tidak segera dianggulangi, akan menambah terjalnya “kampung kedamaian” yang sejatinya diidam-idamkan oleh rakyat Palestina. Oleh sebab itu, penyatuan visi perjuangan dalam PLO sendiri mutlak dibutuhkan. Kemunculan organisasi berideologi jihadis, laiknya HAMAS, tidak bisa dipungkiri, adalah akibat kegagalan PLO dalam membina kader maupun aggota-anggotanya. Ini merupakan pekerjaan menguras tenaga, yang harus menjadi agenda utama para pengurus PLO kedepan. 13 Abdurrahman Wahid, ” Palestina, Setelah Arafat Wafat,” Kompas, edisi Rabu, 8 Desember 2004, h. 4.

C. Jalan Non-Konfrontatif Sebagai Solusi