Palestina setelah perjanjian Oslo 1993 dan menjadi presidennya, dikenal sebagai pribadi yang moderat dan kooperatif terhadap pihak Israel maupun AS. Karena
kelenturan sifatnya, ia tidak segan berdamai dengan Israel. Sikapnya tersebut kerapkali mengundang kebencian diantara organisasi Palestina garis keras , baik
dari kalangan Islam seperti Hamas dan Jihad Islam maupun dari kalangan Kristen seperti Fraksi George Habbash dan Nayef Hawatmeh. Pada 1994,
bersama mendiang PM Yitzhak Rabin dan Shimon Peres ia dianugerahi gelar Nobel Perdamaian.
21
Meninggalnya Arafat, sempat menjadi kekhawatiran tersendiri bagi nasib bangsa Palestina kedepan. Pasca-
Arafat seakan menciptakan “gerak lambat” penyelesaian jalan terjal penegakkan “prasasti damai” anatar-kedua negara yang
bertikai, kepemimpinan Mahmoud Abbas, yang menggantikan posisi Arafat setelah memenangi pemilu 2005 agaknya belum mampu menciptakan perdamaian
yang hakiki antara Palestina dan Israel.
D. Hakikat Konflik Palestina
Konflik Palestina-Israel, sebenarnya tidak terjadi karena akibat-akibat sederhana. Banyak peristiwa maupun hal lain yang melatarbelakangi mengapa
kekisruhan di wilayah Timur Tengah ini terjadi. Bukan saja karena faktor politis kaum Zionis yang dengan serta merta ingin mendirikan negara Yahudi Raya,
terdapat beberapa aspek lain, terutama aspek pemahaman relijius dan mitos yang melatarbelakangi munculnya ketegangan dari kedua negara tersebut.
21
Biografi Yasser
Arafat, diakses
pada 29
Januari 2011
dari http:www.jewishvirtuallylibrari.org.
Faktor keagamaan, menjadi salah satu “senjata” bagi Israel untuk melancarkan klaimnya atas tanah Palestina. Hal ini terkait dengan eksistensi
Yahudi yang pernah hidup dan sempat membangun peradaban di tanah Kan‟an tersebut. Trias Kuncahyono, seorang wartawan senior KOMPAS, menulis dalam
bukunya Jerussalem: Kesucian, Konflik, dan Pengadilan Terakhir, yang menerangkan bahwa bangsa Yahudi, sebenarnya telah mempunyai jejak rekam
yang menyejarah di tanah yang kemudian hari disebut negara Palestina tersebut, terutama di kota Yerussalem.
Trias menambahkan bahwa orang Yahudi selalu memaknai Yerussalem dengan dua poin, agama dan politik. Hal ini terus dipertahankan hingga sekarang.
Bagi kaum Yahudi, Yerusalem merupakan pengejawantahan komprehensif pusat politik dan agama para pengamal tradisi Yudaisme. Hal yang selalu menjadi
pijakan, adalah elemen sejarah yang mereka amini tentang ingatan akan Yerussalem dan ingatan lain, yang bertindak sebagai “pilar penopang”
kepercayaan Yahudi seperti Istana Daud, pendiri kerajaan Israel dan Kenizah, yang pertama kali dibangun oleh Solomon Sulaiman, putra Daud. Dua latar
belakang itulah yang menjaga obor persatuan kaum Yahudi selama berabad-abad, termasuk ketika mereka mengalami fase diaspora.
Ketika masih berada pada fase berdiaspora. Bangsa Yahudi kerapkali menyertakan harapan untuk berjumpa dengan Yerussalem. Keinginan kuat
mereka berjumpa dengan Yerussalem. Dapat disepadankan dengan keinginan seorang Muslim yang bercita-cita menunaikan ibadah haji. Tembok Barat, yang
terletak di Temple Mount, merupakan salah satu tempat yang diyakini mustajab untuk berdoa. Di tembok tersebut, umat Yahudi yang kebetulan lewat atau tinggal
di sekitar tempat tersebut, berdoa tiga kali sehari, atau, jika berdoa di tempat lain, mereka harus mengarah ke Yerussalem.
Dalam setiap doa harian, mereka kerapkali ber-tawassul, menggunakan nama Yerussalem. Bahkan, diakhir setiap dua acara keagamaan utama Yahudi,
Passover Seder atau Paskah Yahudi dan Yom Kippur atau Hari Pertobatan, selalu diakhiri dengan pernyataan “tahun depan di Yerussalem” I‟shanah haba‟ah
birushalayim atau “tahun depan di Yerussalem yang telah dibangun kembali”
I‟shanah haba‟ah birushalayim hab‟nuyah. Ini berarti bahwa ibadah Paskah dan Yom Kippur hanya akan terasa pas apabila dilakukan di Yerussalem. Hal tersebut
menjadi landasan utama, mengapa Isarel begitu berambisi menguasai tanah Palestina
22
. Selain itu, tanah Palestina memiliki makna yang berarti meaningful bagi
Yahudi, dikarenakan di tempat itulah, mereka akan menyongsong datangnya Al- Masih atau Mesiah. Dr. Muhsin Muhammad Saleh berpendapat, gerakan Protestan
yang lahir pada abad 16, mempunyai hubungan religi yang kuat dengan bangsa Yahudi. Gerakan itu memandang bangsa Yahudi berdasarkan ajaran Taurat,
mengatakan bahwa mereka adalah penduduk Palestina yang berdiaspora di muka bumi. Sebagai pengetahuan, bangsa Yahudi telah mengalami diaspora selama 800
tahun. Gerakan ini juga berkeyakinan ketika Al-Masih datang dan bangsa Yahudi telah berkumpul di Palestina, Al-Masih akan menasranikan mereka semua.
Terkait dengan hubugan Islam dan Palestina, mengapa mereka begitu keras mempertahankan Palestina, tentu merupakan sebuah pembicaraan yang
menarik. Posisi Masjidil Aqsa, sebagai masjid yang disucikan setelah Masjid Al- Haram dan Masjid Nabawi, menjadi klaim terkuat bagi umat Islam. Dimensi
kesakralan Al-Aqsa, diperkuat dengan kepercayaan umat Muslim tentang
22
Trias Kuncahyono, Jerusalem; Kesucian, Konflik, dan Pengadilan Akhir Jakarta: Kompas 2009, h. 239.
peristiwa Mi‟raj Nabi SAW melalui batu karang yang terletak didalam The Dome of The Rock Khutbatu As-Sakhrakh.
Walaupun konflik ini berbalutkan kepentingan politis antara kedua belah pihak, namun tidak serta merta menafikan tendensi dimensi religius antar-
keduanya. Hillel Frisch dan Shmuel Sandler menuliskan, unsur keagamaan memainkan peran yang penting terhadap konflik kemanusiaan ini. Mereka
mencatat, dalam beberapa demonstrasi anti-Israel, warga Palestina seringkali menggaungkan seruan historis, seperti kata-kata
“haibar, haibar Ya Yahuud, jaish Muhammad
saya‟ud” Haibar, Haibar, wahai Yahudi, tentara-tentara Muhammad akan kembali
23
. Begitu pula dikalangan Zionis, ejekan maupun umpatan bagi Islam
seringkali disuarakan, seperti yang mereka kumandangkan ketika berhasil menduduki Yerussalem pada perang 1967. Mereka menganggap, kemenangan
tersebut sebagai pembalasan kaum Yahudi yang dikalahkan di Khaibar oleh pasukan Nabi Muhammad. Bahkan,dikesempatan tersebut, mereka mengatakan
bahwa agama Muhammad telah kalah dan saat itu lari tunggang-langgang.
24
Kekejaman yang dilakukan oleh kaum Zionis terhadap bangsa palestina, memang sudah diluar batas kemanusiaan. Apapun mereka lakukan, mulai dari
cara yang amat sederhana, seperti mengadakan pemeriksaan bagi setiap warga Palestina yang kebetulan melintasi pos tentara Yahudi, sampai yang paling tidak
masuk akal, se perti menggunakan “tameng hidup” anak-anak Palestina ketika
23
Hillel Frisch dan Shmuel Sandler. “Religion, State, and the International System in the Israeli-Palestinia
n Conflict”. Dalam International Political Science Review. Vol 25. No I Januari. 2004.h 78.
24
Shaleh, Palestina;Sejarah, h. 87.
terlibat bentrok dengan milisi Palestina. dimata mereka, bangsa Palestina adalah kaum rendahan yang tak bernilai.
Tindakan-tindakan itulah, yang membangkitkan amarah bagi para aktivis- aktivis kemanusiaan. Tidak jarang mereka menganggap, perbuatan tersebut
merupakan perbuatan biadab yang tidak seharusnya dilakukan oleh negara yang menyebut dirinya sebagai mercusuar demokrasi di Timur Tengah. banyak dari
kalangan Yahudi sendiri yang mengutuk keras tindakan destruktif Israel. Tak jarang, mereka terlibat pertentangan terbuka dengan Zionis, dan berakhir dengan
tuduhan dibayar oleh Palestina. suara kebenaran yang mereka sampaikan, walaupun disampaikan oleh sesama Yahudi, agaknya dapat diibaratkan seperti
“angin lewat” yang tidak penting untuk ditanggapi oleh para pejabat negara Israel. Suatu kalangan akademisi Yahudi, yang menamakan diri sebagai “para
sejarawan baru”, menyerang klaim sejarah “tanah yang terjanjikan”, sebagaimana yang diimani oleh kalang
an Zionis, adalah sebuah “kebohongan suci” yang dijadikan sebagai pembenaran klaim tanah palestina. para anggotanya, yakni Ilan
pappe, Avi Shlaim, Tom Segev, Baruch Kimmerling, Simha Flappan, dan Joel Miqdal. Mereka mempertanyakan “kebohongan Suci” yang dijadikan kebijakan
negara Israel seperti: ras orang-orang Arab lebih rendah daripada Yahudi, Israel adalah sebuah negara kecil yang mencoba bertahan di suatu daerah yang
dikelilingi oleh banyak musuh, semua orang Palestina adalah teroris yang ingin menghancurkan Israel.
Ilan Pappe, salah satu anggota sejarawan baru, ketika ditanya dalam suatu forum tentang mengapa bangsa Israel tidak mengakui tindakan anarkis mereka
terhadap bangsa Israel, memeberikan jawaban yang mengejutkan:
“inilah buah dari sebuah proses panjang pengajaran paham yang dimulai dari taman kanak-kanak, yang melibatkan semua anak lelaki dan
perempuan Yahudi sepanjang kehidupan mereka. Anda tidak dapat menumbangkan sebuah sikap yang ditanamkan disana dengan sebuah
mesin indoktrinasi yang kuat, yang menciptakan sebuah persepsi rasis tentang orang lain, yang digambarkan sebagai primitif, hampir selalu
penuh kebencian-mereka dicekoki bahwa orang Palestina terlahir primitif, Islam, anti-semit, bukan bahwa ia adalah seseorang yang telah
dirampas t
anahnya”.
Tokoh sejarawan baru yang lain, Tom Segev, mengatakan bahwa sampai sekarang, negara Isarel tidak mempunyai sejarah yang resmi, yang diandalkan
hanyalah mitos belaka. Albert Einstein, fisikawan besar sepanjang zaman, juga tidak ketinggalan
dalam mengkritisi pendirian negara Israel. Pada tahun 1946, ketika menghadiri forum Anglo-American Comitte of Inquiri yang ketika itu sedang mempelajari
masalah Palestina, Eistein mengatakan dalam presentasinya akan penentangannya terhadap penciptaan negara Yahudi. Tokoh yang pada tahun 1950 menolak
permintaan menduduki jabatan presiden Israel ini, menyatakan pendapatnya perihal masalah Zionisme:
“saya lebih cenderung melihat kesepakatan yang masuk akal dengan pihak Arab berdasarkan hidup bersama dalam perdamaian
daripada penciptaan sebuah negara Yahudi. Terlepas dari pertimbangan praktis, pengetahuan saya akan sifat esensial agama
Yahudi menentang gagasan sebuah negara Yahudi dengan
pembatasan, tentara, dan kekuasaan betapapun sederhananya”. Erich Fromm, ilmuwan psikologi Freudian, juga kritis terhadap Zionisme.
Dia mengatakan: klaim Yahudi terhadap tanah Israel tidak dapat menjadi klaim politik yang realistis. Jika semua bangsa tiba-tiba mengklaim wilayah di mana
nenek moyang mereka hidup dua ribu tahun yang lalu, dunia ini akan menjadi kacau
25
. Selain beberapa tokoh diatas, terdapat satu nama pengkritik Zionisme yang
sayang untuk dilewatkan, ia adalah Noam Chomsky. Tokoh yang mempunyai nama lengkap Avram Noam Chomsky, adalah seorang professor linguistik di
Massachusetts Institute of Technology MIT. Selain ahli linguis, ia dikenal sebagai pribadi yang menguasai kajian perpolitikan internasional, khususnya
mengenai kebijakan luar negeri AS. Konflik Timur Tengah, merupakan salah satu bidang yang mendapat perhatian serius dari Chomsky.
Dalam aksi akademisnya, khususnya tulisannya yang mengkritik keras pemerintah AS, ia sering mendapat teguran keras dari koleganya di MIT.
Chomsky dicap anti-Semit; menjadi musuh bebuyutan para pembela Israel. Baginya, seorang ilmuwan mempunyai tanggung jawab untuk menggunakan
metode ilmiah untuk menelanjangi kebijakan-kebijakan AS yang pro-Israel. Karena seringnya melontarkan kritik pedas ke pemerintah gedung putih, Richard
Nixon, mantan Presiden AS, ketika ia berkuasa, memasukan namanya sebagai daftar musuh. Dialah satu-satunya kritikus AS yang dicatat dalam daftar tersebut.
selain itu, ia kerap diserang langsung oleh pejabat tinggi negaranya. Karena banyak dari karyanya yang kontra terhadap pemerintah, banyak
dari tulisannya dibredel oleh para musuh ideologisnya. Karyanya jarang diresensi, meskipun bobot ilmianya tidak bisa diragukan lagi. Tulisan Chomsky, yang lebih
penting, selain Syntatic Structures, antara lain Aspects of The Theory of Syntax 1965, American Power and the New Mandarins 1967, Peace in The Middle
25
Haris Priyatna, Kebiadaban Zionisme Israel: kesaksian Orang-Orang Yahudi Bandung, Mizan, 2009, h 71-89.
East 1947, Lectures on Government and Binding 1981, The Fateful Triangle: The United States, Israel, and the Palestinians 1983, Deterring Democracy
1991, The Minimalist Program 1995, Hegemony or Survival 2003, dan Imperial Ambititions 2005. Buku-buku politiknya bernada keras dan berani,
sehingga banyak yang menjadi buku laris
26
. Seakan tidak mau kalah, kalangan agamawan Yahudi pun, banyak yang
berseberangan dengan kebijakan Zionis. Moshe Aryeh Friedman lahir di Brooklyn, New York, AS dari Wina, Austria adalah seorang rabbi dan aktivis
politik Yahudi Ortodoks anti-Zionis yang dikenal sebagai pendiri berbagai gerakan anti-Zionis. Namanya mulai mencuat dalam International to Review the
Global Vision of the Holocaust yang diselenggarakan pada 2006 di Teheran, Iran. Friedman sangat tidak setuju dengan pendirian negara Yahudi. Negara
Yahudi, yang sekarang ini berdiri, haruslah segera dibubarkan dan bagi warga yang menempatinya, harus kembali ke tempat dimana mereka berasal.
Menurutnya, keyakinan agama Yahudi mewajibkan kami untuk mengamankan kemerdekaan seluruh warga Palestina dan Jerusalem yang suci dari para penyerbu
Zionis yang agresif. Rezim Zionis telah melakukan kejahatan diseluruh dunia dengan kebohongan Holokausnya, menampilkan para Zionis seolah-olah sebagai
korban penderitaan dan penganiayaan.
27
26
Ibid.., h. 188-190.
27
Ibid., h. 182-183
58
BAB III BIOGRAFI INTELEKTUAL ABDURRAHMAN WAHID