Yahudi. Hal ini sesuai visi negara Yahudi Herzl tentang tanah palestina berpenduduk mayoritas Yahudi yang disampaikan pada 1897, saat kongres
pertama Organisasi Zionis Dunia berlangsung. Kenyataan menunjukkan bahwa sampai menjelang pembentukkan negara Israel, penduduk Yahudi hanya
berjumlah kurang lebih separuh penduduk Arab. Rencana pemebentukan negara Yahudi bagi bangsa Yahudi tampak telah mengakibatkan penghancuran secara
sistematis penduduk Arab melalui pembantain dan pengusiran.
B. Peristiwa- Peristiwa Penting Seputar Konflik Palestina –Israel
Konflik Palestina-Israel
merupakan konflik
kemanusiaan yang
bekepanjangan. Sampai tulisan ini ditulis, belum ada tanda-tanda penyelesaian ataupun finalitas yang berkomitmen mengakhiri konflik tersebut. perundingan
perdamaian kerapkali diselenggarakan, namun selalu berakhir pada keadaan yang tidak lebih baik dari sebelumnya, bahkan tak jarang, mengalami dead lock.
Kesepakatan gencatan senjata hanyalah sementara. Tidak lama setelah itu, kembali terjadi aksi saling serang di antara keduanya. Perselisihan kedua negara
ini diperkeruh dengan hadirnya aktor-aktor internasioanal yang turut ambil bagian dalam perseteruan ini.
Berikut ini merupakan peristiwa-peristiwa bersejarah, yang menjadi key story kronologi konflik Palestina-Israel;
1. Konferensi Zionis Dunia 1897
Konferensi Zionis Dunia, yang diselenggarakan di Basel, Swiss, tahun 1897 bisa dikatakan sebagai sumbu dari meletupnya keinginan bagsa Yahudi
untuk mendirikan suatu negara Yahudi. Isi pokok dari pertemuan tersebut adalah pengejawantahan Pendirian akan suatu negara Yahudi yang berdaulat, dipadang
penting karena negara tersebut nantinya bukan hanya berfungsi sebagai tempat tinggal umat Yahudi, melainkan sebagai penegasan bahwa bangsa Yahudi
mempunyai martabat yang sama dengan bangsa lainnya di dunia. Selain itu, dengan membentuk satu negara tersebut, mempunyai fungsi
pokok sebagai tempat penampungan masyarakat Yahudi dunia, terutama Eropa, yang saat itu menderita, disebabkan oleh pemasungan hak-hak kenegaraan di
negara-negara Eropa. Hal ini menjadi sinyalemen bahwa bangsa Yahudi dapat lepas dari kawalan isu anti-semitisme. Pembunuhan besar-besaran di Jerman dan
Uni Soviet, seakan telah menjadi katalisator yang menunjukan era diaspora Yahudi haruslah diakhiri.
Di konferensi Ini, muncul satu nama yang dikenal sejarah sebagai bapak Zionis dunia, yakni Theodore Herzl. Sebagai pucuk pimpinan organisasi Zionis
dunia, ia menyeru kepada kaum Yahudi dunia untuk merapatkan barisan dan bersatu. Herzl dapat diumpamakan sebagai figur yang mampu mengkristalkan
perjuangan generasi intelektual Yahudi berikutnya, untuk serius menangani pendirian satu negara independen Yahudi.
2. Perang 1948
Dalam Konferensi Sufar pada tanggal 6 September 1947, Dewan Umum PBB mengambil suatu kebijakan solutif bagi konflik Palestina-Israel. Perhelatan
ini menghasilkan suatu keputusan bahwa wilayah Palestina, harus dibagi menjadi dua bagian, yag satu untuk bangsa Arab, yang lainnya dialokasikan bagi umat
Yahudi. Keputusan ini terangkum dalam resolusi PBB bo. 181. pembagian wilayah ini, didukung oleh AS dan Rusia, namun tidak bagi Palestina.
Menanggapi resolusi tersebut, warga Palestina merasa dianaktirikan oleh PBB. Bagaimanapun, secara legalitas disebutkan bahwa mereka adalah penghuni
“resmi” tanah Palestina. Untuk membendung pengaruh kaum Yahudi menguasai Palestina, warga muslim membentuk barikade-barikade tempur yang bertujuan
memukul mundur tentara-tentara Yahudi. Sekumpulan perwira ini, dipimpin oleh tokoh-tokoh agama lokal, seperti Abdul Qadir Al-Husaini, yang membentuk
Jihad Al-Muqaddas. Di samping itu, Liga Arab juga berhasil menghimpun para pejuang Arab yang berasal dari luar Palestina.
Ketika itu, bangsa Arab Palestina kurang mendapat perhatian dari para pemimpin dunia Arab. Keadaan ini, membuat bangsa ini berjuang sendiri hanya
dengan dibantu oleh para legiun perang Arab non-Palestina. Dilihat dari segi persenjataan, keadaannya jauh dari tingkatan modern. Mereka banyak
menggunakan senjata-senjata tua yang daya jangkaunya sangatlah pendek. Selain itu, keadaan para sukarelawan Arab merupakan keadaan menyedihkan lainnya.
Mereka tidak mempunyai koordinasi yang bagus, buta peta geografis, dan kecakapan kepemimpinan yang kurang memadai. Bahkan yang lebih parah,
mereka kerapkali kekurangan persenjataan, sehingga para pejuang Palestina harus rela berbagi senjata dengan mereka. Padahal, persenjataan Palestina jumlahnya
jauh dari kata cukup
5
. Keadaan ini berbanding terbalik dengan keadaan barikade tempur Zionis.
Secara kuantitas, mereka lebih besar dibanding pasukan Arab. Pasukan Yahudi
5
Ibid., h 68-72
berjumlah 70 ribu, sedangkan jumlah gabungan tentara Arab hanya 24 ribu. Selain itu, mereka juga didukung oleh tentara dan persenjataan modern Inggris. Hagana
Pasukan resmi Zionis juga dibantu oleh pasukan Irgun dan Geng Stern. Kedua kelompok militer tersebut, sebenarnya masih berasal dari tubuh Hagana, hanya
saja mereka mempunyai kebijakan militer sendiri, semisal Irgun yang begitu kritis terhadap kebijakan Inggris. Irgun memisahkan diri dari Hagana pada 1931.
Sedangkan Geng Stern sendiri, merupakan sempalan dari Irgun
6
. Peperangan ini berhasil dimenangkan oleh pasukan Zionis-Inggris.
Mereka berhasil merebut 78 tanah Palestina. Kemenangan Zionis, menyebabkan gejolak sosial yang besar bagi rakyat Palestina. Perang tersebut
berakibat terlantarnya 23 bangsa Palestina dari kampung halaman mereka ditelantarkan secara paksa sekitar 800 ribu dari jumlah semula 1.237.000 orang
ke negeri lain. Di tahun ini pula, pada sore hari tanggal 14 Mei 1948, Ben Gurion, yang
kelak menjadi presiden pertama Israel, mendeklarasikan berdirinya negara Yahudi “Israel”, sekaligus mencatatkan dirinya sebagai presiden pertama negara tersebut.
Menurut Sejarawan Afghanistan, Tamim Ansary, perang ini dikenang Israel sebagai perang kemerdekaan mereka, tetapi disebut oleh bangsa Arab sebagai
bencana.
7
Sekalipun peperangan 1948 dimenangkan oleh pasukan Zionis, pasukan Arab berhasil menciptakan semacam teror mental bagi perwira-perwira Zionis.
Minimal, mereka berhasil menunjukan taji bahwa sebenarnya kehadiran kaum
6
Ilan Pappe, Pembersihan Etnis Palestina Jakarta, PT Elex Media Komputindo,2009, h. 69-70.
7
Tamim Ansary, Dari Puncak Bagdad: Sejarah Dunia Versi Islam Jakarta, Zaman, 2010, h. 511.
Zionis adalah personifikasi dari umat yang menindas si empunya tanah. peperangan ini menjadi semacam sinyalemen awal keseriusan bangsa Palestina
mengusir para penjajah Zionis.
3. Agresi 1956
Pada dekade 1950-an, para pejuang Palestina meningkatkan tensi teror mereka terhadap Israel. Mereka tidak bisa menerima begitu saja, klaim sepihak
dengan menjadikan tanah mereka sebagai bagian dari negara Israel. Secara sporadis, mereka menggunakan banyak variasi serangan yang merepotkan tentara
Israel. Boleh dikatakan, perang ini merupakan momentum awal kristalisasi kegeraman bangsa Arab internasional atas Israel. Hal ini ditunjukkan dengan ikut
sertanya Mesir, sebagai salah satu negara Arab terkemuka, membatu Palestina memerangi Israel.
Pada fase ini, bangsa Palestina seakan semakin terintegrasi ke dalam kesadaran nasional sebagai bangsa yang sedang dijajah. Mereka banyak
melancarkan operasi penerobosan tapal batas untuk menyelamatkan harta benda keluarga-keluarga yang terusir. Selain itu, mereka juga kerapkali melakukan
serangan pembalasan terhadap musuh. Di wilayah Gaza, Ikhwanul Muslimin cabang Palestina membentuk satuan milisi yag melakukan banyak operasi
rahasia, mereka bergabung dengan penduduk badui Naqab. Milisi ini, dilatih oleh seorang tokoh militer Ikhwanul Muslimin bernama Abdul Mun‟im Abdurrauf,
yang terkenal di kalangan Ikhwanul Muslimin sebagai ahli strategi militer. Operasi “Bus” di bulan Februari 1953, merupakan salah satu bukti betapa pasukan
aliansi Badui-Ikhwanul Muslimin tidak bisa dipandang sebelah mata. Dalam serangan ini, tercatat 13 tentara Israel menjadi korban.
Serangan pasukan Palestina di atas, ditanggapi Israel dengan balasan yang lebih kejam dan keras. Sebagai contoh, sebagaimana yang terjadi pada peristiwa
Qabiyyah berdarah tanggal 14-15 Oktober 1953 yang menyebabkan 67 orang syahid. Pada kesempatan lain, tepatnya tanggal 28 Februari 1955, kekuatan Zionis
melakukan pembantaian di Gaza. Sebanyak 33 orang luka-luka dan 39 meninggal dari pihak Palestina akibat serangan tersebut. kejadian ini, menjadi semacam opini
internasional berisi tuntutan perang terhadap Israel. Mesir menyambut tuntutan tersebut dengan mengirimkan sepasukan yang dipimpin oleh Mustafa Hafiz guna
membantu legiun Palestina. Kekuatan Mesir membuat milisi perang Palestina melonjak, dan berhasil memukul mundur pasukan Israel dalam beberapa
kesempatan. Menanggapi campur tangan Mesir, pada tanggal 29 Oktober 1956 Israel
meladeninya dengan membentuk “tentara segitiga pendobrak” Israel, Inggris, dan Perancis. Pasukan gabungan ini mempunyai beberapa tugas penting, yakni;
mematahkan serangan bangsa Palestina, membuka jalur pelayaran kapal di Laut Merah-baik dengan membuka terusan Suez maupun dengan membuka embargo
pelabuhan Elat-dengan menguasai keduanya. Keikutsertaan Inggris dan Perancis bukanlah tanpa sebab. Sejak lama,Inggris bercita-cita menguasai Terusan Suez.
Bagi Perancis, kehancuran Mesir adalah prioritas penuntasan dendam , karena negara ini mendukung revolusi di Al-Jazair, negara yang sebelumnya berada
dalam kekuasaan Perancis.
Pertempuran ini berakhir dengan kekalahan Mesir dan Palestina. beberapa wilayah yang penting, seperti Sinai dan Gaza, dapat dikuasai oleh pasukan
gabungan Israel tersebut. Inggris dan Perancis mengambil bagian dalam penggempuran bandara-bandara Mesir, serta berhasil menduduki pelabuhan-
pelabuhanya.
8
4. Perang 1967
Perang 1967, tepatnya terjadi pada 5 Juni 1967, merupakan babak lanjutan dari puncak ketegangan di Timur Tengah sebelumnya. tidak saja melibatkan
warga Palestina sebagai gerilyawan, tetapi konflik ini juga diramaikan dengan keterlibatan dua negara besar, Mesir dan Syria, yang memposisikan diri sebagai
lawan dari tentara Israel. Mesir yang sebelumnya mengalami kekalahan, berharap dapat membalaskan dendamnya, bukan saja mengalahkan, tetapi juga menguasai
daerah Israel. Dengan ikut sertanya Syria, negara besar di tataran Arab selain Mesir, menjadikan perang ini menempati skala yang lebih besar, ketimbang
perang sebelumnya. Perang ini menjadi semacam “pembuktian kedua” bahwa sesungguhnya
Israel merupakan negara yang tak mudah ditaklukan. Isarel yang didukung oleh peralatan tempur super canggih di masanya, ditambah dengan jumlah tentara yang
mempunyai semangat tinggi dalam berperang, mampu memukul mundur serta memporak-porandakan pertahanan pasukan gabungan dua negara tersebut.
Pada pertempuran tersebut, mereka menyerang Bandar udara Mesir dan Syria dan membombardir pangkalan militer udara terbesar milik kedua negara
tersebut lewat serangan darat secara sporadik. Untuk kali kedua ini, Israel benar-
8
Shaleh, Palestina; Sejarah, h. 81-82
benar tidak mengendurkan serangannya. Jika pada peperangan sebelumnya ia mampu menjatuhkan satu negara, kali ini dua negara mampu dibenamkan oleh
Israel, dalam beberapa kasus termasuk pula Jordania. Kemenangan ini, mempunyai arti yang sangat positif bagi Israel. Tidak
saja sebagai bukti munculnya “singa baru” di Timur Tengah, tetapi juga berkesempatan memperluas pengaruh, dengan menduduki daerah-daerah penting.
Israel berhasil mencaplok dataran tinggi Golan, yang sebelumnya masuk dalam teritorial Syria. Semenanjung Sinai, Gaza, dan Yerussalem, pun mampu direbut
Israel dari Mesir dan Jordania. Namun, yang cukup menakjubkan, peperangan ini dimenangkan oleh Israel hanya dalam waktu 6 hari, sungguh merupakan rekor
tersendiri dalam sejarah peperangan sepanjang sejarah manusia. 5.
Perang 1973 Perang 1973, dapat dikatakan sebagai perang pembalasan negara-negara
Arab jilid II. Secara umum, negara-negara Arab hampir saja dapat memenangkan pertempuran ini, jika saja Amerika Serikat AS tidak melakukan intervensi lebih
dalam dengan membantu melobi Anwar Sadat, Presiden Mesir yang menggantikan Nasser, untuk mengendurkan serangannya.
Dalam perang ini, sebenarnya, Israel masih saja mendapatkan suplai dari negara sekutunya, AS, dalam bentuk pengadaan pesawat-pesawat tempur, tank,
dan alat-alat berat laiannya. Namun, dengan semangat pembalasan, disertai dengan persiapan yang matang tentara gabungan Arab mampu memukul mundur
kesatuan tempur Israel. Syria sedikit demi sedikit merangsek masuk untuk menguasai kembali daerah Golan, sedangkan pasukan Mesir, berhasil menduduki
sebagian daerah Sinai.
Menyadari dirinya semakin tersudutkan, pihak Tel Aviv mengontak Henry Kissiinger, Menteri Luar Negeri AS, guna mendiskusikan masalah tersebut
kepada Presiden AS Richard Nixon. Hasil pembicaraan tersebut menyimpulkan bahwa AS siap mengirim armada tempurnya dalam jumlah besar, guna membantu
tentara Israel. Menyadari hal tersebut, Mesir berhasil meyakinkan pemerintah Moskow
untuk membantunya. Atas dasar memperkuat jalinan kerjasama dengan sekutu Arabnya, Uni Soviet dan Jerman Timur menyiapkan sepasukan tempur guna
menambah daya gedor menghadapi aliansi Israel-AS. Pihak Moskow menambah jajaran kekuatan tempur laut dengan menambah 12 kapal tempur dan mulai
bergerak ke Iskadariyah. Menyadari akan timbulnya bentrokan dengan skala yang lebih besar, pihak
Washington mengadakan pembicaraan-pembicaraan yang lebih solutif kepada pihak Moskow dan Sadat. Hasil dari pembicaraan ini, adalah mereka setuju untuk
mengakhiri ketegangan tersebut dengan menyepakati gencatan senjata dengan batas waktu yang tidak ditentukan
9
. Jika saja, tidak ada campur tangan asing, perang ini dapat dimenangkan oleh tentara gabungan Arab.
6. Pseudo-Perdamaian Palestina-Israel
Konflik Palestina-Israel merupakan isu klasik yang sampai detik ini masih saja berlangsung. Perdamaian-perdamaian yang terlaksana, mulai dari Camp
David 1978 ke Oslo 1995, masih saja berada dalam wilayah retorika. Kedua negara tersebut terkesan tidak serius dalam upaya mengakhiri ketegangan skala
9
Richard Rosecrance, Kebangkitan Negara Dagang Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama, 1991, h. 3-6
global itu. AS yang kerapkali menjadi sponsor, pun tak sanggup untuk mengakhiri perselisihan itu.
Simha Flapan menilai,
“…kesepakatan perdamaian tidak selalu menyentuh beberapa elemen- elemen khusus yang sejatinya wajib dicari solusinya. Seringkali, kesimpulan-
kesimpulan pertemuan perdamaian kedua negara tersebut, jauh dari dinamisasi menuju persaudaraan kedua belah pihak. yang terjadi, malah tindakan-tindakan
brutal Israel yang semakin menebarkan kesengsaraan pada penduduk Palestina. perdamaian adalah omong kosong, tanpa adanya resolusi yang tidak saja serius,
namun mengikat dan wajib untuk dilaksanakan….”
Menurutnya,
“…jalan yang paling memungkinkan guna menggapai perdamaian, adalah dengan bernegosiasi dengan PLO. PLO Palestine
Liberation Orgaization adalah sebuah wadah resmi, yang dibentuk oleh Mesir dan negara-negara Arab pada 1964
10
, yang mempunyai misi memperjuangkan kebebasan utuh bangsa Palestina. PLO yang merupakan induk dari organisasi-
organisasi liberasi Palestina adalah corong suara rakyat Palestina. semakin eksis negosiasi dengan PLO , semakin terbuka kesempatan menghadirkan
perdamaian antar- kedua belah pihak….”
Selain menciptakan dialog intensif dengan PLO, menurut Simha, “…hal lain yang harus diperhatikan, adalah upaya untuk merekonstruksi kebijakan
internal pemerintahan Israel. Keadaan Knesset Parlemen Israel yang didominasi oleh segolongan pejabat yang menghendaki pencaplokan menyeluruh wilayah
Palestina- bahkan dalam jangka yang lebih lama, berambisi mencaplok Jordania dan Syria guna membentuk negara Israel raya- haruslah segera diakhiri. Parlemen
Israel, haruslah diduduki oleh orang-orang yang pro-perdamaian. Jika sudah demikian, maka kemungkinan untuk mengamandemen kebijakan-kebijakan
despotik dapat diredusir dan dihilangkan diganti dengan good policy yang mengarah pada penciptaan iklim filantropis dan kekeluargaan bagi kedua entitas
tersebut.
11
10
Reza Sihbudi, Menyandera Timur Tengah Bandung: MIzan, 2007, h. 461.
11
Simha Flapan, “Zionism and The Arab Question”, dalam Syafiq Mughni, ed, An Anthology of Contemporary Middle Eastern History Montreal, Indonesia-Canada Islamic Higher
Education Project. h 302.
Henry Cattan dalam tulisannya yang berjudul The Palestinian Problem: A Palestinian Point of View, menambahkan bahwa perdamaian haruslah dijaga
dengan keadilan. Perdamaian yang telah tercipta, jika tidak diimbangi dengan penegakkan keadilan yang merata, adalah omong kosong. Namun, keadilan juga
perlu membutuhkan recognition atas pemenuhan hak-hak bangsa Palestina, terutama pengakuan eksistensi tinggal atau menempati di tanah yang sejak lama
telah menjadi tempat berpijaknya. Ini merupakan esensi daripada problem Palestina yang tidak saja menyebabkan kegelisahan di tataran regional, bak bola
salju, kegelisahan ini menjadi mengkristal menjadi common problem yang hingga sekarang belum terselesaikan.
12
C. Tokoh-Tokoh yang Terlibat dalam Konflik Palestina-Israel