Hukum Pernikahan Fasakh Menurut Para Ulama

27 perkawinan yang dilaksanakan itu belum terjadi persetubuhan, maka istri tersebut tidak wajib ber-iddah, orang melaksanakan perkawinan itu dipandang bersalah dan berdosa, dapat dikenakan tuntutan pidana, persetubuhan itu dipandang sebagai perzinahan dan dikenakan had, nasab anak yang dilahirkan tidak dapat dipertalikan kepada ayahnya, hanya dipertalikan kepada ibunya. 27 Problema nikah fasakh rusak menurut Wahbah Zuhaili dalam bukunya Fiqh Islam Wafadilatuhu bahwa nikah yang bisa dianggap rusak atau nikah fasakh sifatnya dapat dikategorikan beberapa kelompok yaitu kapan terjadinya perpisahan dikategorikan fasakh: 1. Menurut Imam Hanafi a. Menurut Imam Hanafi terjadinya nikah yang fasakh apabila istri kembali menjadi kafir setelah ia masuk Islam atau setelah suaminya mengIslamkannya. Menurut Imam Abu Hanifa dan Muhammad apabila suami yang kembali menjadi kafir maka jatuhnya talak sedangkan menurut Abi Yusuf jatuhnya fasakh. 28 b. Murtadnya suami atau istri sebagaimana yang telah dijelaskan diatas bahwa jika salah satu dari pasangan suami istri tersebut ada yang berpindah agama maka terputuslah akad pernikahan mereka, begitu juga jika salah satu dari pasangan tersebut berpindah keyakinan, misal : menyekutukan Allah, membandingkan Allah dengan makhluk ciptaan-Nya, dll. 29 27 Ibid, h. 42-43 28 Wahbah Zuhaili, Fiqh al-Islami Wa Adillatuhu Beirut: Dar al-fikr, t.th, h. 6866 29 Ibid, h. 6866 28 Dalam pernikahan fasakh ini para ulama berpendapat, pernikahannya sah pada saat akad nikah karena pengantin laki-laki mengaku sebagai muslim. Bahwa dia ternyata hanya berpura-pura itu lain soal. Namun begitu tahu bahwa suaminya balik lagi keagama asalnya, maka dia harus meminta cerai pada saat itu juga. Karena pernikahan seorang wanita dengan seorang laki-laki non-muslim adalah tidak sah atau batal dengan senidirinya. Nikahnya dihukumi sah sejak awal bila pada saat mengucapkan sahadat tidak ada sesuatu yang menafikkan sahadatnya yang bersifat ucapan atau perbuatan, namun setelah adanya pengakuan dari sang suami bahwa dia telah kembali keagamanya yang semula, maka nikahnya telah rusak fasakh, batal atau gugur dengan sendirinya. 30 Bila batal dari awal maka : a. Jika belum pernah di wathi maka wajib mengembalikan mahar b. Jika sudah pernah di wathi dan mahar yang sudah diterima sesuai dengan mahar mistilnya maka tidak wajib mengembalikan, namun bila lebih dari mahar mistil maka harus dikembalikan Tidak diperbolehkan bagi seorang wanita muslimah menikah dengan seorang laki-laki kafir sebelum masuk Islam. Akan tetapi jika si lelaki kafir itu masuk Islam maka dibolehkan bagi wanita muslimah menikahi dengannya setelah mendapatkan izin dari walinya. Namun demikian hendaklah si wanita muslimah betul-betul memastikan kesungguhan dan kejujuran lelaki tersebut untuk masuk Islam. Hal itu dikarenakan tidak jarang cara-cara seperti ini 30 Diakses pada tgl 11 februari 2014 dari http:ponpesaswaja.blogspot.com201311hukum-menikah-beda-agama.htmlmore 29 digunakan oleh orang-orang kafir untuk meracuni keturunan-keturunan kaum muslimin dengan aqidah-aqidah sesat mereka dan pada akhirnya tidak jarang rumah tangga mereka pecah ditengah jalan dikarenakan si lelaki kembali kepada kekufuran sementara si wanita tetap dengan keislamannya. Jadi wanita muslim dilarang atau diharamkan menikah dengan seorang laki-laki non- muslim apapun alasannya. Jika seorang muslimah memaksakan dirinya menikah dengan laki-laki non-muslim, maka akan dianggap telah berzina. 31 Tidak ada seorang ulama pun yang membolehkan wanita muslimah menikah dengan seorang laki-laki non- muslim, bahkan „ijma ulama menyatakan bahwa haramnya wanita muslimah menikahi seorang laki-laki non-muslim baik dari kalangan musyrikin Budha, Shinto, Majusi, Hindu, Konghucu, penyembah kuburan dan lain-lain ataupun dari kalangan orang- orang murtad dan Ahlul Kitab Yahudi dan Nasrani. Hal berdasarkan firman Allah surah Al-Mumtahanah 60:10: َ يَأَٰٓي َ يِ لٱ م َءٓ َج َ ِ ْ ٓ َم َء تَٰ ِم ۡ ۡلٱ َف ٖ َٰ ِ َٰ م ه ِحَت ۡمٱ ّٱ ِ ِ َٰ يِ ِب مَل ۡعَأ ىَلِ ه عِج ۡ َت َََف ٖتَٰ ِم ۡ م ه ت ۡ ِلَع ۡ ِ َف ِ ف ۡلٱ ۡم ه َاَ ۡم ل ٞ لِح ه َا َ لِحَي َل ه تۡيَت َء ٓ َ ِ ه حِ َت َأ ۡم ۡيَلَع َ َ ج َاَ ْۚ َف َأ ٓ م م ه ت َءَ ِمَصِعِب ْ ِس ۡ ت َاَ ۚ هَ ج أ ِ ِف َ َ ۡلٱ ۡسَ َ ۡسَيۡلَ ۡم تَۡف َأ ٓ َم ْ ل َ ۡم ِل َٰ ْۚ َف َأ ٓ َم ْ ل م ۡ ح ِّٱ ۡحَي م َ ۡم َ ۡيَب ّٱ ٞميِ َح ٌميِلَع ت م 03:13 Artinya : Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji keimanan mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka benar-benar beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada suami-suami mereka orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. Dan berikanlah kepada suami suami mereka, mahar yang telah mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar 31 Diakses pada tgl 10 Februari 2014 dari http:www.eramuslim.comustadz-menjawabsaudara-baru.htm.Uvzw_s5qMz0 30 kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali perkawinan dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya di antara kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. QS. Al- Mumtahanah 60:10 Dalam ayat ini sangat jelas sekali Allah SWT menjelaskan bahwa wanita muslimah itu tidak halal bagi orang kafir. Dan diantara hikmah pengharaman ini adalah bahwa Islam itu tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi darinya. Dan sesungguhnya laki-laki itu memiliki hak qawamah pengendalian atas istrinya dan istri wajib mentaatinya di dalam perintah yang ma’ruf. Kemudian seorang suami yang kafir itu tidak mengakui akan agama wanita muslimah, bahkan dia itu mendustakan kitabnya, mengingkari rasulnya dan tidak mungkin rumah tangga bisa damai dan kehidupan bisa terus berlangsung bila disertai perbedaan yang sangat mendasar ini. Ada beberapa pendapat ulama yang berpendapat tentang masalah pernikahan ini yaitu : a. Ibnu Katsir Asy Syafi’iy rahimahullah berkata, “Janganlah menikahkan wanita-wanita muslimah dengan orang- orang musyrik.” b. Al Imam Al Qurthubiy rahimahullah berkata, “Janganlah menikahkan wanita muslimah dengan orang musyrik. Dan Umat ini telah berijma’ bahwa laki- laki musyrik itu tidak boleh menggauli wanita mu’minah, bagaimanapun bentuknya, karena perbuatan itu merupakan penghinaan terhadap Islam.” 31 c. Ibnu Abdil Barr rahimahullah berkata, Ulama ijma’ bahwa muslimah tidak halal menjadi istri orang kafir. d. Syaikh Abu Bakar Al Jaza’iriy hafidhahullah berkata, “Tidak halal bagi muslimah menikah dengan orang kafir secara mutlaq, baik Ahlul Kitab ataupun bukan.” e. Syaikh Shalih Al Fauzan hafidhahullah berkata, “Laki-laki kafir tidak halal menikahi wanita muslimah,” berdasarkan firman-Nya Subhanahu wa Ta’ala : ْ حِ َت َاَ َاَ ۗۡم ۡتَ َ ۡعَأ ۡ َلَ َ ِ ۡشم م ۡيَخ ٌ َ ِم ۡ م َمَ َََ ۚ ِم ۡ ي ٰىتَح ِتَٰ ِ ۡش ۡلٱ َ ِ َٰٓلْ أ ۗۡم َ َ ۡعَأ ۡ َلَ ِ ۡشم م ۡيَخ ٌ ِم ۡ م ۡ َعَلَ ْۚ ِم ۡ ي ٰىتَح َ يِ ِ ۡش ۡلٱ ْ حِ ت َ ِ لٱ ىَلِ َ ع َۡي ۡم لَعَل ِس لِل ۦِهِتَٰي َء يَ يَ ۦِهِ ِۡ ِب ِ َ ِف ۡغَ ۡلٱَ ِ َ ۡلٱ ىَلِ ْ ٓ ع ۡ َي ّٱ َ َ َتَي ل 2 : 221 Artinya : Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik dengan wanita-wanita mukmin sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya perintah-perintah-Nya kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran. QS. Al-Baqarah 2:221. Menanggapi fenomena Pernikahan fasakh ini, Ketua Tim Forum Antisipasi Kegiatan Pemurtadan FAKTA Abu Deedat menyatakan bahwa kasus ini adalah salah satu bentuk Kristenisasi.“Ini adalah strategi nyata dari Kristenisasi lewat perkawinan. Modusnya sang lelaki pura-pura masuk Islam agar bisa menikahi muslimah,” 32 Menurutnya, wanita rentan menjadi korban, karena resiko mempertahankan keimanan dalam pernikahan beda agama bagi seorang muslimah adalah diceraikan. Ketika sudah menikah, pria Kristen yang pura-pura masuk Islam akan kembali ke ajaran Kristennya, sang muslimah akan dihadapkan pada dua pilihan berat, ikut pindah agama bersama suaminya atau diceraikan, “berat bagi muslimah yang lemah imannya jika harus menyandang status janda, apalagi kalau sudah mengandung. 32 Para penentang kawin beda agama selalu berprinsip bahwa kami punya hak untuk mempertahankan dan melindungi keimanan umat kami dari upaya permutadan yang dilakukan pihak lain. 33 Argumentasi yang sangat legitimate dari sisi HAM. 34 Bagi kelompok ini, melegalkan kawin beda agama dalam UU Perkawinan sama halnya dengan memberi peluang bagi kemurtadan kaumnya dan memberi peluang kepada pihak lain untuk menginjak-nginjak keimanan kaumnya. Di tengah modernitas zaman saat ini, penegakan HAM memang tidak harus berhenti, melainkan tetap dilanjutkan. Hanya saja, penegakan HAM harus tetap terbungkus HAM, bukan sebaliknya, misi politis berbungkus HAM atau misi teologis berbungkus HAM. Sebab, bagaimana pun juga, HAM adalah konsep yang sebenarnya netral. Ia akan ditarik ulur ke mana saja sesuai kemauan penariknya. Tidak mengherankan kalau kemudian banyak oknum 32 Diakses pada tgl 10 Februari 2014 dari http:www.bersamadakwah.com201401asmirandah-akui-foto-berdoa-di-gereja.html 33 M. Nur Yasin, Hukum Perkawinan Islam Sasak Malang: UIN Malang Press, 2008, h. 252. 34 Lihat, The Universal Declaration of Human Right, pasal 18 33 berlindung dibalik HAM demi tercapainya misi terselubung yang sudah terskenario secara matang dan sistematis. Membungkus tendensi politis dengan HAM berarti mereduksi makna luhur HAM, pelecehan dan pelanggaran HAM itu sendiri. 35 Perkawinan adalah salah satu upaya paling efektif dalam menjalankan Kristenisasi. Dalam banyak kasus, perkawinan bagi misionaris sangat gencar dilakukan dengan cara mendekati orang-orang Islam. Untuk mencapai tujuannya itu, tidak jarang melangsungkan perkawinan dengan cara Islam, tentu setelah mereka menyatakan masuk Islam. Namun, mereka akan kembali murtad ketika waktunya tepat. Pihaknya berlomba-lomba bagaimana bisa menikah dengan pria atau wanita muslim, apapun cara akan dilakukan asalkan tujuannya itu tercapai. 36 Sesungguhnya bagi mereka yang terjebak dalam perangkap tersebut bukanlah kebahagiaan rumah tangga yang didapat justru meruntuhkan aqidah yang dianut selama ini. Kenyataannya banyak diantara wanita muslim menderita akibat perkawinan itu. Setelah ia memiliki satu, dua anak atau lebih, mereka harus memilih jalan terpahit dari dua pilihan, yaitu meninggalkan aqidahnya yang benar atau ditinggalkan suami dan anak-anaknya. Tidak hanya keadaan demikian yang harus diterima, ia juga menerima penyiksaan baik batin maupun pisik. Banyak kasus yang menimpa wanita muslimah dalam hal ini. 37 35 Ibid, h. 254 36 Bakhtiar, Nurman Agus, Murisal, Ranah Minang ditengah Cengkraman Kristenisasi Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2005, h. 46. 37 Ibid, h. 46-47 34 Cara lain yang dilakukan misionaris adalah melalui pemerkosaan, mengggauli dan akhirnya dinikahi. Cara ini biasanya terjadi secara beruntun. Awalnya pacari, kemudian gauli, kalau tidak mau diperkosa. Setelah kehermotannya direnggut, mereka akan melakukan cara-cara lebih tidak manusiawi lagi, yaitu dengan cara mengancam. Mereka akan menawarkan dua pilihan terpahit diantara yang pahit, akan dinikahi bilamana mau masuk kristen atau photo-photonya ketika diperkosa akan dipublikasikan pada orang lain. Tiada pilihan lain, apalagi iman yang masih belum kuat, keadaan tidak stabil itu mereka akan meninggalkan aqidahnya. 38 Menurut Abu Deedat, dalam masa-masa awal pernikahan itu, biasanya sang muslimah akan dicuci otaknya dengan doktrin yang menjelek-jelekkan Islam, terutama menggunakkan isu seperti poligami, Islam tidak penyayang, dan mengangkat citra buruk umat muslim lainnya. Abu Deedat juga berpesan agar masyarakat mewaspadai betul strategi kristenisasi lewat jalur pernikahan. Kasus seperti ini, menurutnya, sudah banyak terjadi. Abu Deedat berpesan kepada orang tua agar tidak terlalu mudah percaya jika ada pria non-muslim yang bersedia masuk Islam untuk menikahi putrinya. “mereka agresif menyebarkan Kristen, dan kepada kaum muslimah agar di jaga pergaulannya dengan lelaki non-muslim, sebab bisa jadi mereka punya motif mengkristenkan anda. 39 38 Ibid, h. 47 39 Diakses pada tgl 10 Februari 2014 dari http:www.bersamadakwah.com201401asmirandah-akui-foto-berdoa-di-gereja.html 35

BAB III RUKUN DAN SYARAT-SYARAT PERKAWINAN

MENURUT PARA ULAMA

A. Rukun-rukun Perkawinan

Rukun menurut para ulama Hanafiah adalah hal yang menentukan keberadaan sesuatu, dan menjadi bagian di dalam esensinya. Sedangkan syarat menurut mereka adalah hal yang menentukan keberadaan sesuatu, dan bukan merupakan bagian di dalam esensinya. Rukun menurut jumhur ulama adalah hal yang menyebabkan berdiri dan keberadaan sesuatu. Sesuatu tersebut tidak akan terwujud melainkan dengannya. Atau dengan kata lain merupakan hal yang harus ada. Dalam perkataan mereka yang masyur: rukun adalah hal yang hukum syar’i tidak mungkin ada melainkan dengannya. Atau hal yang menentukan esensi sesuatu, baik merupakan bagian darinya maupun bukan. Sedangkan syarat menurut mereka adalah hal yang menentukan keberadaan sesuatu dan bukan merupakan bagian darinya. 1 Namun perkawinan mempunyai arah, tugas dan tujuan, maka hendaklah dalam melakukannya dipenuhi dan terpenuhi rukun-rukun dan syarat-syarat yang mengikat, memelihara dan menjaga baik kelangsungannya maupun kelestariannya dan kewajiban untuk hidup sejati. Perkawinan memang dimulai dengan akad nikah, tetapi itu adalah 1 Wahbah Az-zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Cet. Ke 1 Jakarta : Gema Insani, 2011, h. 45. 36 semata tugas yang harus dilakukan. Memang, dasar perkawinan sempurna secara resmi dengan akad itu, tetapi itu hanya kunci rumah tangga perkawinan dan pergaulan yang sah dan halal. Maka akad nikah ini sebagai kunci resmi untuk memasuki rumah perkawinan calon istri dan suami. Sekalipun ini dilaksanakan dengan ucapan yang dinamakan ijab dan Kabul dari dua pihak yang bersangkutan, namun ucapan itu besar artinya, sebab kata itu mengikat, sama dengan dikatakan “manusia itu diikat dari lidahnya” dan lidah itu adalah manusia itu sendiri. Lidah tidak bertulang, tetapi memegang tulang persoalan dan penting didalam hidup beragama dan dunia, shalatpun dikatakan: Ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan kata “ALLAHU AKBAR” dan diakhiri dengan “ASSALAMU’ALAIKUM”. Selain dari dua kata ini shalat itupun mengandung ucapan-ucapan lain yang penuh kesucian dan mengikat manusia dengan shalat. 2 Seperti halnya semua jenis akad lainnya, akad nikah membutuhkan kerelaan dari kedua belah pihak, kehadiran beberapa saksi, dan persetujuan seorang wali sang mempelai. Nikah juga mengandung unsur lain yang memiliki keterkaitan semisal mahar, nafkah, dan tempat tinggal. Selain itu, akad nikah memiliki bermacam-macam syarat, hukum, dan etika yang harus dipenuhi sehingga akad tersebut terlaksana dengan sah dan carayang 2 Fuad Mohd. Fachruddin, Kawin Mut’ah Dalam Pandangan Islam Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, h. 27 37 ditempuh menjadi aman. Keseluruhan unsur dalam akad nikah ini disyariatkan karena akad nikah adalah persoalan yang besar dan urusan yang amat penting. Di dalamnya terdapat cakupan tuntutan menjaga kehormatan, kemuliaan, harta, dan nama baik dua keluarga. 3 Para ulama bersepakat bahwa ijab dan qabul adalah rukun. Karena dengan keduanya salah satu dari kedua mempelai mengikat diri dengan yang lain, sedangkan keridhaan adalah syarat. Rukun pernikahan menurut para ulama Hanafiah hanya ijab dan qabul saja. Sedangkan menurut jumhur ulama ada empat, yaitu shigat ijab dan qabul, istri, suami, dan wali. Suami dan wali adalah dua orang yang mengucapkan akad. Sedangkan hal yang dijadikan akad adalah al- istimtaa’ bersenang-senang yang merupakan tujuan kedua mempelai dalam melangsungkan pernikahan. Sedangkan mahar bukan merupakan sesuatu yang sangat menentukan dalam akad. Mahar hanyalah merupakan syarat dalam akad nikah. Dengan demikian, saksi dan mahar dijadikan rukun menurut istilah yang beredar di kalangan sebagian ahli fiqh. 4 Menurut para ulama Hanafiah, ijab adalah perkataan yang pertama kali keluar dari salah satu kedua pihak yang berakad, baik dari pihak suami maupun istri. Sedangkan qabul menurut mereka adalah perkataan yang kedua dari salah satu pihak yang berakad. Adapun ijab menurut jumhur ulama adalah perkataan yang keluar dari wali istri atau orang yang 3 Syahrul Anam, Kado Untuk Sang Tunangan Risalah Nikah Untuk Remaja Cet. Ke 1, M2KD: Majelis Musyawarah Kutubuddiniyah PP. Mambaul Ulum Bata-bata, 2010, h. 45 4 Wahbah Az-zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Cet. Ke 1 Jakarta : Gema Insani, 2011, h. 45.