h. The Ernst Young Model Barsky dan Marchant, 2000.
Sedangkan model penilaian intellectual capital yang berbasis moneter adalah Tan, et al., 2007:
a. The EVA and MVA model Bontis et al., 1999;
b. The Market-to-Book Value model beberapa penulis;
c. Tobin’s q method Luthy, 1998;
d. Pulic’s VAIC Model 1998, 2000;
e. Calculated intangible value Dzinkowski, 2000; dan
f. The Knowledge Capital Earning model Lev dan Feng, 2001.
2.2.3 Value Added Intellectual Coefficient VAIC
Metode value added intellectual capital coefficient VAIC dikembangkan oleh Pulic pada tahun 1997. VAIC merupakan instrumen untuk mengukur kinerja
intellectual capital perusahaan. Model ini dimulai dengan mengukur kemampuan perusahaan untuk menciptakan value added VA. Value added adalah indikator
paling objektif untuk menilai keberhasilan bisnis dan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam penciptaan nilai. VA dihitung sebagai selisih antara output dan
input Ulum, 2009: 86. Tan,
et al., 2007: 79 menyatakan bahwa outputs OUT
merepresentasikan revenue dan mencakup seluruh produk dan jasa yang dijual di pasar. Inputs IN mencakup seluruh beban yang digunakan dalam memperoleh
revenue. Hal penting dalam model ini adalah bahwa beban karyawan labor expenses tidak termasuk dalam input. Karena peran aktifnya dalam proses
Universitas Sumatera Utara
penciptaan nilai, intellectual potential yang direpresentasikan dengan labor expenses tidak dihitung sebagai biaya. Karena itu, aspek kunci dalam model Pulic
adalah memperlakukan tenaga kerja sebagai entitas penciptaan nilai value creating entity. Hasilnya adalah bahwa VA mengekspresikan the new wealth of a
period. VA dipengaruhi oleh efisiensi dari human capital dan structural capital.
Hubungan lainnya dari VA adalah capital employed CE, yang dalam hal ini dilabeli dengan VACA. VACA adalah indikator untuk nilai tambah yang
diciptakan oleh satu unit dari physical capital. Pulic mengasumsikan bahwa jika satu unit dari capital employed
menghasilkan return yang lebih besar daripada perusahaan yang lain, maka berarti perusahaan tersebut lebih baik dalam memanfaatkan capital employed-nya.
Dengan demikian, pemanfaatan capital employee yang lebih baik merupakan bagian dari intellectual capital perusahaan Ulum, 2009: 87.
Hubungan selanjutnya adalah value added VA dengan human capital HC. Value Added Human Capital VAHU menunjukkan berapa banyak nilai
tambah dapat dihasilkan dengan dana yang dikeluarkan untuk tenaga kerja. Hubungan antara value added dan human capital mengindikasikan kemampuan
dari human capital untuk menciptakan nilai di dalam perusahaan Tan, et al., 2007: 80.
Hubungan ketiga adalah structural capital value added STVA yang menunjukkan kontribusi structural capital SC dalam penciptaan nilai. Structural
capital value added STVA mengukur jumlah structural capital yang dibutuhkan
Universitas Sumatera Utara
untuk menghasilkan satu rupiah dari value added dan merupakan indikasi bagaimana keberhasilan structural capital dalam penciptaan nilai. Structural
capital bukan ukuran yang independen sebagaimana human capital, melainkan dependen terhadap value creation Pulic, 1999. Artinya, semakin besar kontribusi
human capital dalam value creation, maka akan semakin kecil kontribusi structural capital dalam hal tersebut. Lebih lanjut Pulic menyatakan bahwa
structural capital adalah value added dikurangi human capital, yang hal ini telah diverifikasi melalui penelitian empiris pada sektor industri tradisional Pulic, 2000
dalam Ulum, 2009: 88. Rasio terakhir adalah menghitung kemampuan intelektual perusahaan
dengan menjumlahkan koefisien-koefisien yang telah dihitung sebelumnya. Hasil penjumlahan tersebut diformulasikan dalam indikator baru yang unik, yaitu VAIC
Tan, et al., 2007: 80. Keunggulan metode Pulic adalah karena data yang dibutuhkan relatif
mudah diperoleh dari berbagai sumber dan jenis perusahaan. Data yang dibutuhkan untuk menghitung berbagai rasio tersebut adalah angka-angka
keuangan yang standar yang umumnya tersedia dari laporan keuangan perusahaan. Alternatif pengukuran intellectual capital lainnya terbatas hanya
menghasilkan indikator keuangan dan non-keuangan yang unik yang hanya untuk melengkapi profil suatu perusahaan yang lain. Konsekuensinya, kemampuan
untuk menerapkan pengukuran intellectual capital alternatif tersebut secara konsisten terhadap sampel yang besar dan terdiversifikasi menjadi terbatas Firer
dan Williams, 2003: 353.
Universitas Sumatera Utara
2.3 Corporate Governance
Dalam rangka pemulihan ekonomi pasca krisis finansial yang melanda Indonesia, pemerintah Indonesia dan International Monetary Fund IMF
memperkenalkan konsep corporate governance yang baik sebagai tata cara kelola perusahaan yang sehat Sutedi, 2012: 2. Price Waterhouse Coopers dalam Surya,
2008: 26 mengemukakan bahwa Corporate governance terkait dengan pengambilan keputusan yang
efektif. Dibangun melalui kultur organisasi, nilai-nilai, sistem, berbagai proses, kebijakan-kebijakan dan struktur organisasi, yang bertujuan untuk
mencapai bisnis yang menguntungkan, efisien, dan efektif dalam mengelola risiko dan bertanggung jawab dengan memerhatikan
kepentingan stakeholders.
Secara teoritis, praktik corporate governance dapat meningkatkan nilai perusahaan dengan mengurangi risiko yang mungkin dilakukan oleh dewan
direksi dengan keputusan-keputusan yang menguntungkan diri sendiri, dan umumnya corporate governance dapat meningkatkan kepercayaan investor.
Sebaliknya corporate governance yang buruk menurunkan tingkat kepercayaan para investor Tjager, 2003: 4.
Organization for Economic Cooperation and Development OECD mendefinisikan corporate governance sebagai: “The structure through which
shareholders, directors, managers set of the board objective of the company, the means of attaining those objectives and monitoring performance.” Dari definisi
OECD di atas, dapat disimpulkan bahwa corporate governance merupakan struktur yang olehnya para pemegang saham, komisaris dan manajer menyusun
tujuan-tujuan perusahaan dan sarana untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut dan mengawasi kinerja Tjager, 2003: 28.
Universitas Sumatera Utara