kalilebih besar mengalami stunted dibandingkan anak yang mengonsumsi zat gizi protein kategori baik.
Berdasarkan intake zat gizi iodium proporsi anak stunted 62,5 terdapat pada anak dengan intake iodium dibawah 100
μg per hari kurang. Hasil uji chi square menunjukkan bahwa terdapat hubungan konsumsi zat iodium dengan TBABS dengan
nilai signifikansinya 0,008, dan odds ratio sebesar 4,444, artinya anak yang mengkonsumsi iodium yang kurang 100
μg per 4,444 kali lebih besar mengalami stunted dibandingkan anak yang mengkonsumsi iodium kategori baik.
4.5. Pengaruh antara beberapa variabel terhadap TBABS
Analisis multivariat dalam penelitian ini menggunakan uji regresi logistik ganda yaitu salah satu pendekatan model matematis untuk menganalisis hubungan
beberapa variabel independen dengan variabel dependen katagorik yang bersifat dikotom atau binary. Variabel yang dimasukkan dalam model prediksi regresi
logistik ganda adalah variabel yang mempunyai nilai sig.0,25 pada analisis bivariatnya dengan menggunakan metode stepwise Hastono, 2001. Berdasarkan
analisis bivariat diketahui variabel yang mempunyai nilai sig0,25 adalah 1 variabel pendidikan ibu, 2 pekerjaan ibu, 3 pekerjaan ayah, 4 intake zat gizi protein 5
intake zat gizi energy, dan 6 intake iodium, seperti pada Tabel 4.12.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.13 Hasil Analisis Multivariat Kandidat Model Regresi Logistik Ganda
Variabel Nilai B
Nilai Sig Nilai OR
Exp B
Pendidikan Ibu 0,677
0,347 1,969
Pekerjaan Ibu 0,527
0,434 1,694
Pekerjaan Ayah 1,704
0,025 5,494
Konsumsi Protein 1,574
0,034 4,825
Konsumsi Energi 0,485
0,541 1,624
Konsumsi Iodium 2,491
0,015 6,796
Konstanta -5,122
Berdasarkan Tabel 4.13 di atas, maka variabel yang dimasukkan dalam uji regresi logistik selanjutnya adalah variabel pekerjaan ayah, komsumsi protein dan
konsumsi iodium, seperti pada Tabel 4.14
Tabel 4.14 Hasil Analisis Regresi Logistik Ganda
Variabel Nilai B
Nilai Sig Nilai OR
Exp B
Konsumsi Zat Gizi Protein 1,655
0,007 5,235
Konsumsi Zat Gizi Iodium 1,948
0,005 7,016
Konstanta -2,443
Berdasarkan table 4.14 diatas dapat disimpulkan bahwadari ke enam variable yang diduga berhubungan dengan stunted pada TBABS di Kecamatan Parbuluan
ternyata hanya 2 variabel yang secara signifikan berhubungan dengan TBABS anak dengan konsumsi zat gizi iodium kurang berpeluang mengalami stunted sebesar
7,016 kali dibandingkan dengan anak yang zat gizi iodiumnya baik setelah dikontrol variable konsumsi zat gizi protein. Demikian juga variable konsumsi zat gizi
mempunyai hubungan yang signifikan dengan TBABS anak yang konsumsi zat gizi proteinnya kurang berpeluang mengalami stunted sebesar 5,235 kali dibandingkan
Universitas Sumatera Utara
anak yang konsumsi zat gizi proteinnya baik setelah dikontrol variable konsumsi zat gizi iodium.
Berdasarkan tabel 4.14. diatas, diketahui variable yang mempunyai hubungan signifikan dengan TBABS adalah variable konsumsi zat gizi protein dengan nilai
p=0,007 ; OR= 5,235 dan zat gizi iodium nilai p=0,005 ; OR= 7,016 sehingga dapat dibuat model regresi logistik ganda, yaitu :
235 ,
5 016
, 7
443 ,
2 1
1
1
protein iodium
p p
n +
+ −
= ⎟⎟⎠
⎞ ⎜⎜⎝
⎛ −
=
γ
Sedangkan nilai probabilitas anak menderita stunted padaTBABS, adalah sebagai berikut :
[ ]
235 ,
5 016
, 7
443 ,
2
1 1
protein iodium
e p
+ +
− −
+ =
Dapat diambil kesimpulandari kedua variable tersebut yang paling dominan dalam mempengaruhi stunted pada TBABS adalah variable konsumsi zat gizi
iodium.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
BAB 5 PEMBAHASAN
5.4.
Hubungan Sosial Ekonomi dengan Tinggi Badan Anak Baru Masuk Sekolah TBABS
a. Hubungan Pendidikan Ibu dan Ayah dengan TBABS
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi anak dengan TBABS kategori stunted 64,7 terdapat pada ibu dengan pendidikan kategori rendah dan 55,6 pada
ayah dengan pendidikan tinggi. Hasil uji chi square menunjukkan terdapat hubungan signifikan pendidikan
ibu dengan TBABS dengan nilai signifikansi sebesar 0,011 p0,05, dan nilai odds ratio sebesar 3,870, artinya kemungkinan anak dengan TBABS stunted 3,870 kali
berasal dari orang tua dengan pendidikan rendah dibandingkan anak dari orang tua dengan pendidikan tinggi. Pendidikan ayah tidak mempunyai hubungan signifikan
dengan TBABS p0,05 Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Norliani 2005 bahwa tingkat
pendidikan orang tua yang rendah tamat SLTP akan mempunyai risiko 2.1 kali lebih besar anak usia sekolah akan mengalami stunted dibanding orang tua dengan
pendidikan tinggi. Sejalan dengan penelitian Sularyo 1987 bahwa tingkat pendidikan orang tua
berperan terhadap pengasuhan, pertumbuhan dan perkembangan anak, termasuk dalam tumbuh kembang anak.
Universitas Sumatera Utara