Sedangkan untuk menilai validitas dan reliabilitas kuesioner, dilakukan dengan uji croanbach’s alpha. Nilai croanbach’s alpha lebih dari 0,70
menunjukan validitas yang baik.
41
Berdasarkan uji croanbach’s alpha pada kuesioner ini, didapat nilai alpha sebesar 0,943. Ini berarti validitas dan reliabilitas
kuesioner ini baik karena nilai alpha diatas 0,700. Pada kumpulan data ini terdapat beberapa skor yang menyimpang cukup jauh dari skor normalnya berdasarkan
umur anak yang dihitung menggunakan persamaan 4.1. Skor yang menyimpang ini, sudah dilakukan wawancara ulang dengan hasil yang tidak jauh berbeda
dengan wawancara pertama. Responden dengan penyimpangan yang cukup jauh di atas nilai normal ini sebagian besar menjawab ya pada butir pertanyaan yang
mengukur kemampuan reseptif, bukan ekspresif. Hal ini terjadi karena terdapat variasi yang besar dari individu dalam kecepatan perkembangan dan cara
belajarnya.
42
5.4. Analisis Korelasi Bivariat
5.4.1. Korelasi umur dengan skor Korelasi umur anak dengan skor pada populasi sampel didapatkan
hubungan positif dengan kekuatan sebesar 0,893 p=0,000. Ini berarti, setiap peningkatan umur terjadi peningkatan skor. Hal ini diduga karena pada responden
penelitian ini tidak mengalami gangguan pendengaran. Hal ini karena angka kejadian gangguan pendengaran pada kelompok masing-masing faktor risiko
adalah kecil 10 sehingga sampel pada penelitian ini tidak menjangkau angka kejadian yang kecil tersebut.
5.4.2. Korelasi jumlah faktor risiko dengan deviasi skor Uji korelasi jumlah faktor risiko dengan deviasi digunakan untuk
mengetahui bagaimana kekuatan hubungan jumlah faktor risiko dengan penurunan skor dari skor normal. Skor normal dihitung menggunakan persamaan
4.1 yang didapatkan dari penelitian awal kuesioner ini di Jerman. Uji korelasi yang digunakan adalah uji Spearman-rho karena jumlah faktor risiko adalah
variabel yang bersifat ordinal. Berdasarkan uji spearman, korelasi antara jumlah faktor risiko dengan skor tidak bermakna. P0,05. Korelasi ini tidak bermakna
karena sampel dalam penelitian ini kemungkinan tidak mengalami gangguan pendengaran. Hal ini diduga karena, angka kejadian gangguan pendengaran pada
masing-masing faktor risiko adalah kecil 10 sehingga sampel pada penelitian ini tidak menjangkau sebagian kecil tersebut.
5.5. Kuesioner LittlEARS untuk Pre-Skrining Gangguan Pendengaran
Skrining untuk gangguan pendengaran hanya menunjukan adatidak adanya respons terhadap rangsangan dengan intensitas tertentu pada pendengaran
seseorang neonatus dan tidak mengukur beratnya gangguan pendengaran ataupun membedakan tuli konduktif atau sensorineural. Syarat skirining pendengaran
neonatus diantaranya adalah mudah dan cepat dikerjakan, tidak invasif, tidak mahal, dapat mengidentifikasi semua bayi dengan gangguan pendengaran
bilateral, nilai false positif ≤ 3, false negatif 0 dan angka refer rujuk untuk
uji audiologik formal setelah skrining tidak boleh melebihi 4.
24
Pada penelitian ini, tidak didapatkan nilai false positif dan false negatif karena tidak dilakukan uji diagnostik pada penelitian ini. Sehingga, kuesioner
perkembangan pendengaran anak LittlEARS tidak dapat digunakan untuk skrining gangguan pendengaran. Namun, kuesioner littlears dapat digunakan untuk
mengukur perkembangan pendengaran dan bicara pada anak. Sehingga apabila skor kuesioner seseorang anak barada dibawah nilai normal berdasarkan umurnya,
anak tersebut dapat dicurigai mengalami gangguan pendengaran dan harus diperiksa lebih lanjut. Dengan kata lain, kuesioner littlears berbahasa Indonesia
dapat digunakan untuk skrining awal pre-skrining gangguan pendengaran pada anak usia 0-24 bulan.
5.6. Keterbatasan Penelitian