Validasi kuesioner littlears berbahasa Indonesia pada anak usia 19-24 bulan di Jakarta

(1)

DI JAKARTA

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

OLEH :

M.FAUZAN MAULANA

NIM: 1110103000064

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

v

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan nikmat yang telah diberikan sehingga penulis dapat belajar hingga tepat pada waktunya penulis harus menuliskan laporan penelitian ini. Penulis menyadari, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak maka penelitian ini tidak akan pernah terselesaikan. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. DR (hc). dr. M.K Tadjudin, SpAnd, dr. M. Djauhari Widjajakusumah, DR. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes, Dra. Farida Hamid, MA selaku Dekan dan Pembantu Dekan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. dr. Witri Ardini, M.Gizi, SpGK selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menggali ilmu di PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. dr. Fikri Mirza Putranto, SpTHT-KL selaku pembimbing 1 yang telah memberikan masukan judul penelitian dan banyak mencurahkan waktu, pikiran dan tenaga untuk membimbing penulis dalam melakukan penelitian dan menyusun laporan penelitian ini.

4. dr. Erike A. Suwarsono, MPd selaku pembimbing 2 yang telah banyak mencurahkan waktu, pikiran dan tenaga untuk membimbing penulis dalam melakukan penelitian dan menyusun laporan penelitian ini.

5. dr. Alyya Shidqia, Sp.FK selaku Pembimbing Akademi yang telah banyak membantu dalam penyelesaian makalah ini.

6. drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D selaku penanggung jawab modul Riset yang selalu mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan penelitian disetiap pertemuan modul Riset.

7. dr. Mohamad Baharuddin, SpOG, MARS dan Ibu Kiki selaku direktur RS Budi Kemuliaan dan Perawat RS Budi Kemuliaan yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan wawancara kepada pasien di RS Budi Kemuliaan.


(6)

vi

8. Segenap responden penelitian ini yang telah bersedia diwawancarai mengenai perkembangan pendengaran pada putra-putrinya.

9. Kedua orang tua tercinta, Ayah DRS. H.Maulana Yusuf, MA dan Ibu Hj.Nurhayinawati,S.Ag Yang tidak kenal lelahnya selalu mensupport dan mendoakan putranya dalam studi di kampus kedokteran ini

10. Adik tersayang: Nurhasanah Maulana, M. Nu’man Maulana, M.Nur Maulana, dan M. Zein Maulana. Terimakasih atas doa dan dukungan yang telah diberikan.

11. Teman-teman satu kelompok penelitian: Hana Fadhilah, Ilham Ibrahim Marpid, Manda Pisilia, dan Hafidhu Nalendra. Terimakasih atas kerja sama yang luar biasa selama melakukan penelitian dan penyusunan laporan. Semoga kerja sama kita dapat berlanjut hingga batas waktu yang tidak ditentukan.

12. Erry Juhairiah, Fajri Nugraha, Ainun Naimah, Karlina Sari Sujana, Ummi Habibah, Fitriyah.Yang sudah mau meluangkan waktunya untuk membantu mencari responden.

13. Rekan Sejawat kontrakan Rumah Dokter Muslim (RDM) yang selalu mendukung dan membantu dalam penyelesaian makalah ini.

14. Teman-teman, kakak-kakak dan adik-adik di PSPD, BEM FKIK, BEMJ Pendidikan Dokter dan teman-teman lain yang penulis kenal namun tidak sempat tersebutkan.

Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik dari berbagai pihak sangat penulis harapkan. Demikian laporan penelitian ini penulis susun, semoga bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran di Indonesia. Amiin.

Wassalamu’alaikum Wr Wb.

Ciputat, 19 September 2014


(7)

vii

LittlEARS Berbahasa Indonesia pada Anak usia 19-24 bulan 2013.

Pendengaran merupakan salah satu proses pertumbuhan yang harus diperhatikan semua orang tua terhadap anaknya, gangguan pendengaran pada anak akan menyebabkan gangguan bicara, bahas, dan kognitif. Tujuan penelitian ini untuk melakukan validasi kuesioner LittlEARS yang diharapkan dapat menjadi alternatif deteksi dini pendengaran pada anak. Desain yang digunakan cross sectional dengan teknik pengambilan sampel secara consecutive sampling. Tempat pengambilan sampel di Jakarta selama Januari - Juli 2013. Pada penelitian ini didapatkan 26 sampel pada usia anak umur 19-24 bulan. Laki-laki 13 anak, perempuan 13 anak. Pada uji validitas menggunakan cronbach’s alpha sebesar 0,310 dapat disimpulakan bahwa kuesioner ini valid untuk digunakan pada anak usia 19-24 bulan di Jakarta.

Kata Kunci : Kuesioner LittlEARS

ABSTRACT

M. Fauzan Maulana. Medical Education Study Program. Validation the Indonesian Version of the LittlEARS Questionnaire in Children Age 19-24 Months at Jakarta.

Hearing is part of development process that important to monitor by all parents. Hearing loss in children will cause speech and language disabilities and cognitive impairment. The aim of this research is to evaluate the validity of the LittlEARS auditory questionnaire that become the alternative method for early detection of hearing loss in children. This research design is cross sectional while sampling method is consecutive sampling. This research takes place in Jakarta during January-July 2013. This research involves 26 respondents with children age 19-24 months, 13 boys and 13 girls . Test of validity using cronbach’s alpha. The result, alpha value is 0,310 This conclude that this questionnaire is valid for using in children age 19-24 months.


(8)

viii

DAFTAR SINGKATAN

APGAR :Appearance, Pulse, Grimace, Activity, Respiration ABR :Auditory Brainstem Response

BBLR : Bayi Berat Lahir Rendah CMV : Cytomegalovirus

EHDI : Early Hearing Detection Infant NICU : Neonatal Intensive Care Unit OAE : Otoacoustic Emissions WHO : World Health Organization


(9)

ix

LEMBAR PERSETUJUAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR SINGKATAN ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Pertanyaan Penelitian ... 2

1.3 Hipotesis ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 2

1.4 Manfaat Penelitian ... 2

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori ... 4

2.1.1 Embriologi Telinga ... 4

2.1.2 Anatomi Telinga ... 5

2.1.3 Tumbuh Kembang Anak ... 8

2.1.4 Gangguan Pendengaran di Indonesia ... 11

2.1.5 Early Hearing Detection Infant (EHDI) ... 12

2.1.6 Kuesioner LittlEARS ... 14

2.2 Kerangka Konsep ... 15

BAB 3. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 17

3.2 Waktu Penelitian ... 17

3.3 Tempat Penelitian ... 17

3.4 Populasi Penelitian ... 17

3.4.1 Populasi Terjangkau ... 17

3.4.2 Populasi Target ... 17

3.5 Sampel Penelitian dan cara Pemilihan Sampel ... 17

3.6 Besar Sampel ... 18


(10)

x

3.8 Kriteria Inklusi dan Eklusi ... 18

3.9 Analisis Statistik ... 19

3.10 Cara Kerja ... 19

3.11 Definisi Operasional ... 20

BAB 4. HASIL PENELITIAN 4.1 Hasil Deskriptif ... 21

4.1.1 Karakteristik Responden ... 21

4.2 Statistik Analitik ... 21

4.2.1 Sebaran Skor Pendengaran ... 21

4.3 Validitas dan Reliabilitas ... 22

BAB 5. DISKUSI HASIL 5.1 Karakteristik Responden ... 24

5.2 Validitas dan Reliabilitas ... 26

5.3 Keterbatasan Penelitian ... 30

BAB 6. SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan ... 31

6.2 Saran ... 31

DAFTAR PUSTAKA ... 32


(11)

xii

emosi, perilaku dan bicara ... 9

Tabel 2.2. Tahap perkembangan bicara ... 10

Tabel 2.3. Perkembangan bicara dan pendengaran normal... 11

Tabel 2.4. Perkiraan adanya gangguan pendengaran pada anak dan bayi ... 12

Tabel 3.1. Definisi Operasional Penelitian ... 20

Tabel 4.1. Karakteristik Responden ... 21

Tabel 4.2. Statistik Reliabilitas Cronbach’s alpha ... 22

Tabel 4.3. Nilai Validitas dengan pearson dan Corrected item-total correlation ... 23


(12)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Anatomi Telinga ... 5

Gambar 2.2. Anatomi Telinga Dalam ... 8

Gambar 2.3. Kerangka Konsep ... 15

Gambar 3.1. Diagram Alur Penelitian... 19


(13)

1 BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Telinga mempunyai peran yang besar dalam kehidupan sehari-hari kita, karena mendengar dapat menyerap 20% informasi, lebih besar dibandingkan dengan membaca yang hanya menyerap 10% informasi. Bagi ibu yang baru melahirkan mengetahui proses pendengaran pada masa bayi sangat penting, karena gangguan pendengaran dapat berakibat kepada proses bicara anak. Ada pula banyak faktor resiko yang dapat menyebabkan gangguan pendengaran pada bayi, diantaranya: faktor tingginya kadar bilirubin (jaundice), obat-obatan yang berbahaya pada pendengaran anak, APGAR score yang rendah, Meningitis, Bayi lahir prematur, dan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah). Penyakit virus ketika kehamilan, seperti Rubella atau Cytomegalovirus (CMV) dapat menyebabkan gangguan dengar. 1,2

Berdasarkan survei yang telah dilakukan Departemen THT FKUI pada tahun 2009 di 6 Rumah Sakit di Jakarta dan sekitarnya, angka kejadian gangguan pendengaran pada bayi baru lahir antara 1-2 bayi per 1000 kelahiran .3

Untuk mendeteksi awal gangguan pendengaran bayi, dianjurkan bagi orang tua untuk memeriksakan pendengaran bayinya sebelum dipulangkan ke rumah. Program skrining pendengaran ini direncanakan untuk mendeteksi pendengaran bayi sedini mungkin. The Joint Committee on Infant Hearing tahun 2007 merekomendasikan skrining pendengaran dilakukan sebelum usia 3 bulan dan intervensi telah diberikan sebelum usia 6 bulan.

Beberapa komisi Nasional yaitu The National Institutes of Health, The

American Academy of Otolaryngology, dan The America Academy of Pediatrics

merekomendasikan identifikasi gangguan pendengaran pada bayi sesegera mungkin pada 6 bulan pertama agar dapat diberikan terapi.4

Dua metode yang berbeda untuk mendeteksi pendengaran adalah Auditory

Brainstem Response (ABR) dan Otoacoustic Emissions (OAE). Namun

pemeriksaan dengan ABR dan OAE masih banyak memiki kekurangan, karena tidak semua rumah sakit memiliki alat untuk menggunakan pemeriksaan tersebut.


(14)

2

Dilihat dari sisi finansialnya, harga untuk melakukan pemeriksaan tersebut cukup mahal. Oleh karena itu di Indonesia masih sedikit rumah sakit atau orang tua yang melakukan skrining pendengaran pada anak dengan menggunakan alat tersebut. 2

Kuesioner LittlEARS merupakan suatu instrumen untuk menilai proses perkembangan pendengaran pada anak hingga usia 2 tahun, bertujuan sebagai alternatif untuk deteksi gangguan pendengaran. Disamping penggunaan kuesioner ini memerlukan biaya yang minimal, dapat dilakukan disemua kalangan, dan kuesioner ini mudah dimengerti. Kuesioner ini sudah diterjemahkan kedalam 21 bahasa dengan nilai validitas yang baik. Sedangkan untuk bahasa Indonesia sendiri belum ada yang menerjemahkan dan meneliti nilai validitas kuesioner ini. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk meneliti validitas kuesioner

littlEARS dalam bahasa Indonesia.

1.2 Pertanyaan Penelitian

Apakah kuesioner LittlEARS berbahasa Indonesia valid untuk digunakan pada anak usia 19-24 bulan di Jakarta?

1.3 Hipotesis

Kuesioner LittlEARS berbahasa Indonesia valid untuk digunakan pada anak usia 19-24 bulan di Jakarta

1.4 Tujuan Penelitan

Untuk mengetahui validitas kuesioner LittlEARS berbahasa Indonesia pada anak usia 19-24 bulan di Jakarta

1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi Penelti

 Menjadi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana dokter di FKIK Syarif Hidayatullah Jakarta

 Menjadi salah satu bentuk perwujudan peneliti dalam melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi

 Memberikan pengetahuan pada peneliti tentang validitas kuesioner LittlEARS berbahasa Indonesia pada bayi usia 19-24 bulan di Jakarta


(15)

1.5.2 Bagi FKIK UIN Syarif Hidayatullah

 Menambah referensi penelitian di FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta di bidang kedokteran

 Menjadi dasar untuk melakukan penelitian lanjutan dengan tema serupa di masa depan

1.5.3 Bagi dunia kedokteran

 Menjadi dasar untuk diaplikasikannya kuesioner LittlEARS di Indonesia untuk deteksi dini pendengaran pada bayi


(16)

4 BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. LANDASAN TEORI 2.1.1 EMBRIOLOGI TELINGA

Embriogenesis adalah proses pembentukan organ dari tahap embrio sampai menjadi organ yang dapat berfungsi. Pada orang dewasa, telinga membentuk suatu unit anatomis yang memiliki fungsi pendengaran dan keseimbangan. Namun pada mudigah, telinga terbentuk dari tiga bagian yang berbeda : (a) Telinga luar, Organ pengumpul suara; (b) Telinga tengah, suatu penghantar suara dari telinga luar kedalam; dan (c) Telinga dalam yang mengubah suara menjadi impuls saraf dan mendeteksi perubahan keseimbangan 5,6

Telinga dalam seluruhnya berasal dari plakoda otika. Liang telinga berasal dari celah brankial pertama ektoderm. Membran timpani mewakili membran penutup celah tersebut. Selama satu stadium perkembangannya, liang telinga akhirnya akan tertutup sama sekali oleh suatu sumbatan jaringan telinga tepi kemudian terbuka kembali, namun demikian kejadian ini mungkin merupakan suatu faktor penyebab dari beberapa kasus atresia. Pinna berasal dari pinggir-pinggir celah brankial pertama dari arkus brankialis pertama dan kedua. Aurikula dipersyarafi oleh cabang aurikulotemporalis dari saraf mandibularis serta saraf aurikularis mayor dan oksipitalis minor yang merupakan cabang pleksus servikalis 2

Rongga telinga tengah berasal dari celah brankial pertama endoderm. Rongga berisi udara ini meluas kedalam pleksus tubotimpanikus yang selanjutnya meluas disekitar tulang-tulang dan saraf dari telinga tengah dan meluas kurang lebih ke daerah mastoid. Osikula berasal dari rawan arkus brankialis. Plakoda otika ektoderm terletak pada permukaan lateral dari kepala embrio. Plakoda ini kemudian tenggelam dan membentuk suatu lengkukan otika dan akhirnya terkubur dibawah permukaan sebagai vesikel otika.2


(17)

2.1.2 ANATOMI TELINGA

Telinga terdiri dari tiga bagian : Telinga Luar, Tengah, dan Dalam. Bagian luar dan tengah telinga menyalurkan gelombang suara dari udara ke telinga dalam yang berisi cairan, dimana energi suara mengalami penguatan dalam proses ini. Telinga dalam berisi dua sistem sensorik berbeda: Koklea, yang mengandung reseptor untuk mengubah gelombang suara menjadi impuls saraf sehingga kita dapat mendengar; dan Aparatus Vestibularis, yang penting bagi sensasi keseimbangan. 7

Telinga luar atau pinna (aurikula = daun telinga) merupakan gabungan dari tulang rawan yang diliputi kulit. Liang telinga memiliki tulang rawan pada bagian lateral namun bertulang disebelah medial. Seringkali ada penyempitan liang telinga pada perbatasan tulang rawan ini. 2

Gambar 2.1 Anatomi Telinga 7 a. Membran Timpani

Membran timpani atau gendang telinga adalah suatu bangunan berbentuk kerucut dengan puncaknya, Umbo, mengarah ke medial. Membran timpani umumnya bulat. Membran timpani tersusun oleh suatu lapisan epidermis dibagian luar, lapisan fibrosa dibagian tengah dimana tungkai maleus dilekatkan, dan lapisan mukosa dibagian dalam. Lapisan fibrosa tidak terdapat diatas prosesus lateralis maleus dan ini menyebabkan bagian membran timpani yang disebut Membran Shrapnell menjadi lemas (flaksid). 7


(18)

6

b. Telinga Luar

Telinga luar mengumpulkan gelombang bunyi ke Meatus Auditorius Eksternus. Dari meatus, Kanalis auditorius eksternus berjalan kedalam menuju membran timpani (gendang telinga) 7,8

Telinga luar terdiri dari pinna (daun telinga), meatus auditorius eksternus (saluran telinga) dan membran timpani (gendang telinga). Pinna, lipatan menonjol tulang rawan berlapis kulit mengumpulkan gelombang suara dan menyalurkannya ke saluran telinga luar. Pintu masuk saluran telinga dijaga oleh rambut-rambut halus. Kulit yang melapisi saluran mengandung kelenjar keringat modifikasi yang menghasilkan serumen (kotoran kuping), suatu sekresi lengket yang menjebak pertikel-partikel kecil asing. Baik rambut-rambut halus maupun serumen membantu mencegah partikel di udara mencapai bagisan dalam saluran telinga, tempat partikel dapat menumpuk atau mencederai membran timpani dan gangguan pendengaran. Membran Timpani yang membentang merintangi pintu masuk ke telinga tengah, bergetar ketika terkena gelombang suara. Daerah-daerah bertekanan tinggi dan rendah yang berselang-seling dan ditimbulkan oleh gelombang suara menyebabkan gendang telinga yang sangat peka melekuk ke dalam dan keluar seiring dengan frekuensi gelombang suara. 8

c. Telinga Tengah

Telinga tengah adalah rongga berisi udara di dalam tulang temporalis yang terbuka melalui tuba auditorius ke nasofaring dan melalui nasofaring ke luar. Tuba biasanya tertutup, tetapi selama mengunyah, menelan, dan menguap saluran ini terbuka, sehingga tekanan udara dikedua sisi gendang telinga seimbang. 7

Telinga tengah memindahkan gerakan bergetar membran timpani ke cairan telinga dalam. Pemindahan ini dipermudah oleh adanya tiga tulang pendengaran atau osikulus (maleus, inkus, dan stapes) yang dapat bergerak dan membentang ditelinga tengah. Tulang pertama, maleus, melekat ke membran timpani ,dan tulang terakhir stapes, melekat ke jendela oval/ oval window, pintu masuk ke dalam koklea yang berisi cairan. Sewaktu membran timpani bergetar sebagai respon terhadap gelombang suara, rangkaian tulang-tulang tersebut ikut bergerak dengan frekuensi yang sama, memindahkan frekuensi getar ini dari membran


(19)

timpani ke jendela oval. Tekanan yang terjadi di jendela oval yang ditimbulkan oleh setiap getaran akan menimbulkan gerakan cairan telinga dalam mirip gelombang dengan frekuensi yang sama seperti gelombang suara asal, tapi harus membutuhkan getaran yang besar supaya dapat mengetarkan cairan.7

Sistem osikulus memperkuat tekanan yang ditimbulkan oleh gelombang suara diudara melalui dua mekanisme agar cairan dikoklea bergetar. Pertama, karena luas membran timpani jauh lebih besar dari pada luas jendea oval maka terjadi peningkatan tekanan ketika gaya yang bekerja pada membran timpani disalurkan oleh osikulus ke jendela oval. Kedua, efek tuas osikulus juga menimbulkan penguatan. Bersama-sama kedua mekanisme ini meningkatkan gaya yang bekeja pada jendela oval sebesar 20 kali. Penambahan tekanan ini sudah cukup untuk menggetarkan cairan di koklea.7

Beberapa otot halus ditelinga tengah berkontraksi secara reflex sebagai respon terhadap suara keras (lebih dari 70 dB), menyebabkan membran timpani mengencang dan membatasi gerakan rangkaian osikulus. 7

d. Telinga Dalam 7,8

Bagian koklea labirin adalah saluran melingkar pada manusia panjangnya 35 mm dan membentuk 2 ¾ kali putaran. Koklea yang seukuran kacang polong dan berbentuk mirip rumah siput ini adalah bagian telinga dalam yang

“mendengar” dan merupakan sistem tubulus yang bergulung yang terletak jauh di

dalam tulang temporal. koklea terdiri dari tiga tuba melingkar yang saling bersisian :

1) Skala Vestibuli ( kompartemen atas)

2) Skala Media ( Duktus Koklearis buntu, yang membentuk kompertamen tengah ) ,

3) Skala Timpani (kompartemen bawah)

Skala vestibuli dan skala media dipisahkan satu sama lain oleh Membran Reissner (disebut juga membran vestibular). Skala timpani dan skala media dipisahkan satu sama lain oleh Membran Basilar. Membran basilaris sangat penting karena mengandung Organ Corti, yaitu organ indra untuk pendengaran.7,8


(20)

8

Cairan yang berada didalam skala media disebut Endolimfe, skala vestibuli dan skala timpani cairan yang terkandung didalamnya adalah Perilimfe. Pada daerah luar ujung skala media tempat cairan skala vestibular dan skala timpani bertemu disebut Helikotrema.

Organ corti, terletak diatas membran basilaris diseluruh panjangnya, mengandung sel rambut yang merupakan reseptor suara. Sebanyak 16.000 sel rambut didalam masing-masing koklea tersusun menjadi empat baris sejajar di seluruh panjang membran basilaris, satu baris sel rambut dalam dan tiga baris sel rambut luar. Dari permukaan masing-masing sel rambut menonjol sekitar 100 rambut yang dikenal sebagai stereosilia, yaitu mikrovilus yang dibuat kaku oleh adanya aktin. Sterosilia ini berkontak dengan membran tektorium, suatu tonjolan mirip tenda yang menutupi organ corti diseluruh panjangnya 7

Gambar 2.2 Anatomi telinga dalam 7

2.1.3 Tumbuh Kembang Anak

Perkembangan anak sebenarnya merupakan kesatuan utuh yang bertujuan untuk mengantarkan anak menjadi manusia dewasa dengan fungsi optimal. Perkembangan anak dibagi dalam beberapa domain yaitu : motorik kasar, motorik halus, bicara dan bahasa, kognitif atau intelegensi, perilaku, sosial - personal, pendengaran dan pengelihatan.9


(21)

Tabel 2.1. Perkembangan Mental Gerakan - Gerakan Kasar & Halus, Emosi, Perilaku dan Bicara. 6

Usia Tumbuh Kembang

Dari lahir sampai 3 bulan  Belajar mengangkat kepala

 Belajar mengikuti objek dengan matanya  Melihat kemuka orang dengan tersenyum  Bereaksi terhadap suara/bunyi

 Mengenal ibunya dengan pengelihatan, penciuman, pendengaran dan kontak

 Menahan barang yang dipegangya

 Mengoceh spontan atau bereaksi dengan mengoceh

Dari 3 samapi 6 bulan  Mengangkat kepala 90 derajat dan mengangkat dada dengan menompang tangan

 Mulai belajar meraih benda-benda yang ada dari jangkauannya

 Menaruh benda-benda dalam mulutya  Berusaha memperluas lapang pandang

 Tertawa dan menjerit karena gembira bila diajak main  Mulai berusaha mencari benda-benda yang hilang Dari 6 sampai 9 bulan  Dapat duduk tanpa dibantu

 Dapat tengkurep dan berbalik sendiri

 Dapat merangkak meraih benda-benda atau mendekati seseorang

 Memindahkan benda dari satu tangan ke tangan yang lainnya

 Memegang benda kecil dengan ibu jari dan jari telunjuk  Bergembira dengan melempar benda-benda

 Mengeluarkan kata-kata yang tanpa arti

 Mengenal muka anggota-anggota keluarga dan takut kepada orang asing

 Mulai berpartisipasi dalam bermain tepuk tangan dan sembunyi- sembunyian

Dari 9 sampai 12 bulan  Dapat berdiri sendiri tanpa dibantu  Dapat berjalan tanpa dituntun  Menirukan suara

 Mengulangi bunyi yang didengarnya  Belajar menyatakan satu dan dua kata  Mengerti perintah sederhana atau larangan

 Memperlihatkan minat yang besar dalam mengeksplorasi sekitarnya, ingin menyentuh apa saja dan memasukkan benda-bend ke dalam mulutnya

 Berpartisipasi dalam permainan

Dari 12 sampai 18 bulan  Berjalan dan mengeksprolasi rumah dan sekelilig rumah  Menyusun 2 atau 3 kotak

 Dapat mengatakan 5-10 kata

 Memperlihatkan rasa cemburu dan rasa bersaing Dari 18 sampai 24 bulan  Naik turun tangga

 Menyusun 6 kotak

 Menunjuk mata dan hidungnya  Menyusun dua kata


(22)

10

 Belajar makan sendiri

 Menggambar garis di kertas atau di pasir

 Mulai belajar mengontrol buang air besar dan buang air kecil

 Menaru minat dengan apa yang dikerjakan oleh orang-orang yang lebih besar

 Memperlihatkan minat kepada anak lain dan bermain-main dengan mereka

Perkembangan auditorik pada manusia sangat erat hubungan dengan perkembangan otak. Neuron dibagian korteks mengalami proses pematangan dalam waktu 3 tahun pertama kehidupan, dan masa 12 bulan pertama kehidupan terjadi perkembangan otak yang sangat cepat. Perkembangan bicara erat kaitanya dengan tahap perkembangan mendengar, oleh karenanya dengan memahami tahap perkembangan bicara dapat diperkirakan adanya gangguan pendengaran. 9

Tabel 2.2. Tahap Perkembangan Bicara

Usia Kemampuan

Neonatus  Menangis (reflex vocalization)

 Mengeluarkan suara mendengkur seperti suara burung (cooing)

 Suara seperti berkumur (gurgles)

2-3 bulan  Tertawa dan mengoceh tanpa arti (babbling)

4-6 bulan  Mengeluarkan suara yang merupakan kombinasi hurup hidup

(vowel) dan hurup mati (konsonan)

 Suara yang berupa ocehan yang bermakna, seperti “pa..pa,da..da”

7-11 bulan  Dapat menggabugkan kata suku kata yang tidak mengandung

arti, terdengar seperti bahasa asing

 Usia 10 bulan mampu meniru suara sendiri  Memahami arti “tidak” , mengucapkan salam

 Mulai memberikan perhatian terhadap nyanyian atau musik

12-18 bulan  Mampu menggabungkan kata atau kalimat pendek

 Mulai mengucapkan kata pertama yang mempunyai arti  Usia 12-14 bulan mengerti instruksi sederhana, menunjukkan

bagian tubuh dan nama mainannya

 Usia 18 bulan mampu mengucapkan 6-10 kata

Pusat bicara pada anak dengan tangan kanan dan 2/3 anak dengan tangan kiri terletak pada hemisfer otak kiri. Maturasi sinaps perkembangan bicara reseptif di area wernicke terjadi pada usia 15-24 bulan. Seharusnya seorang anak diatas 2 tahun sudah dapat bicara dengan baik. Adanya gangguan perkembangan hemisfer otak kiri pada anak usia dibawah 2 tahun akan menyebabkan keterlambatan bicara. 9


(23)

Perkembangan bicara normal melalui beberapa tahapan yaitu cooing,

babbling, echolalia, jargon, kata dan kombinasi kata. Dan pembentukan kalimat

(tabel 2.3). Dengan mengetahui pola perkembangan bicara reseptif (bicara seseorang) dan ekspresif (mengucapkan kata-kata), diharapkan keterlambatan bicara dapat dideteksi dengan cepat.

Tabel 2.3 Perkembangan Bicara dan Pendengaran Normal. 9

Usia Pendengaran dan Pengertian Bicara

4 – 6 bulan  Mata bergerak ke arah suara

 Respon terhadap suara

 Perhatian terhadap mainan yang mengeluarkan bunyi

 Perhatian terhadap musik

 Babbling dengan berbagai huruf awal “b” “p” “m”  Suara kegembiraan

atau sedih

 suara saat sendiri atau bermain

7 bulan - 1 tahun  Mengerti permainan “cilukba”  Menoleh dan melihat kearah

suara

 Mendengar saat orang berbicara  Mengerti beberapa kata : sepatu,

gelas

 Respon terhadap permintaan sederhana “kesini” “mau lagi”

 Babbling dengan kata panjang dan pendek seperti “tata” “bibibi”

 Menggunakan kata

atau suara untuk mendapatkan

perhatian

 Mengucapkan 1-2 kata

1 - 2 tahun  Menunjuk anggota tubuh

 Mengikuti perintah dan permintaan yang mudah  Mendengar cerita sederhana,

lagu dan irama

 Menunjuk gambar sesuai dengan namanya

 Kata-kata bertambah tiap bulan

 Menggunakan 1-2

kata Tanya

 Mengucapkan 2 kata bersamaan

 Mengucapkan 10 kata saat usia 19 bulan

2-3 tahun  Mengerti perbedaan dengan arti

 Mengikuti 2 tahap perintah “ambil buku itu dan letakkan dimeja”

 Mempunyai kata untuk semua benda  Berbicara dengan 2-3

kata dalam kalimat

2.1.4 Gangguan Pendengaran di Indonesia

Di Indonesia sampai saat ini belum ada data, karena belum dilakukan program skrining pendengaran. Data menurut survei Kesehatan Indra Pendengaran di 7 provinsi tahun 1994-1996 didapatkan prevalensi gangguan pendengaran dan ketulian di Indonesia adalah 16,8% dan 0,4%. Menurut WHO tahun 2007, prevalensi gangguan pendengaran pada populasi penduduk Indonesia diperkirakan sebesar 4,2%, sehingga berdasarkan data tahun 2002 bila jumlah


(24)

12

penduduk Indonesia sebesar 221.900.00 maka 9.319.800 penduduk Indonesia diperkirakaan menderita gangguan pendengaran. 10

Terdapat tiga klasifikasi gangguan pendengaran, yaitu tuli konduktif, tuli sensorineural, dan tuli campuran. Sebagian besar kejadian gangguan pendengaran merupakan tuli sensorineural yaitu sebanyak 90%. Gangguan pendengaran dapat disebabkan karena faktor genetik dan faktor didapat, antara lain masalah perinatal seperti prematuritas, hipoksia berat, dan hiperbilirubinemia.

Gangguan pendengaran pada masa bayi akan menyebabkan gangguan bicara, berbahasa, kognitif, masalah sosial, dan emosional. Identifikasi gangguan pendengaran secara dini dan intervasi yang sesuai sebelum usia 6 bulan terbukti dalam mencegah segala konsekuensi tersebut. The Joint Committee on Infant

Hearing tahun 2007 merekomendasikan skrining pendengaran dilakukan sebelum

usia 3 bulan dan intervensi telah diberikan sebelum usia 6 bulan.9,11

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh orang tua terhadap kemungkinan adanya gangguan pendengaran pada bayi dan anak 9

Tabel. 2.4. Perkiraan Adanya Gangguan Pendengaran Pada Anak dan Bayi

Usia Kemampuan bicara

12 bulan Belum dapat mengoceh (babbling) atau meniru bunyi 18 bulan Tidak dapat menyebut satu kata yang mempunyai arti 24 bulan Perbendaharaan kata yang kurang dari 10 kata

30 bulan Belum dapat merangkai 2 kata

2.1.5 Early Hearing Detection Infant (EHDI) 1

Terdapat 2 metode berbeda dalam mendeteksi pendengaran secara dini pada anak

a. Otoacoustic Emissions (OAE)

b. Auditory Brainstem Response (ABR)

a. Otoacoustic Emissions (OAE)

Prinsip pengunaan OAE ini dengan memasang probe (sumbat) dari bahan pons berisi mikrofon mini ke dalam liang telinga untuk memberikan stimulus akustik dan untuk menerima emisi yang dihasilkan oleh koklea tersebut. Sistem kerja OAE yaitu, gerakan sel rambut luar koklea yang sangat kecil, memproduksi energi mekanik yang diubah menjadi energi akustik sebagai respon terhadap


(25)

getaran dari organ ditelinga tengah. Bila terdapat gangguan pada saat suara dihantarkan dari luar telinga seperti serumen/ debris, gangguan pada telinga tengah seperti otitis media, maka stimulus akustik yang sampai ke koklea akan terganggu dan akibatnya emisi yang dibangkitkan oleh koklea juga akan berkurang.

Sebelum melakukan pemeriksaan OAE perlu dilakukan timpanometri, dengan tujuan mengetahui keadaan kavum timpani, misalnya ada cairan ditelinga tengah, gangguan rangkaian tulang pendengaran, kekakuan membran timpani, dan membran timpani yang sangat lentur. Karena keadaan semua itu dapat mengahasilkan pemeriksaan OAE positif palsu.

Kelebihan dan kekurangan Tes Otoacoustic Emissions (OAE) :

 Tidak membutuhkan tenaga terlatih untuk menjalankan alat maupun mengiterpretasikan hasil

 Lebih cepat dan lebih nyaman

 Lebih murah

 Penilaian klinik telinga perifer/ jalur preneural

 Sensitivitas OAE sebesar 98-100% dan spesifitas 94% b. Auditory Brainstem Response (ABR)

Auditory Brainstem Response merupakan suatu pemeriksaan untuk menilai

fungsi nervus VIII dan jalur pendengaran di batang otak. Prinsip pemeriksaan ABR ini adalah menilai perubahan potensial listrik diotak setelah pemberian rangsangan sensoris berupa bunyi. Rangsangan bunyi yang diberikan melalui

head phone atau insert probe akan menempuh perjalanan melalui koklea

(gelombang I), nukleus koklearis (gelombang II), nukleus olivarius superior (gelombang III) lemnikulus lateralis (gelombang IV), kolikulus inferior (gelombang V) kemudian menuju korteks auditorius dilobus temporalis otak, yang penting dicatat adalah gelombang I,III,V.

Cara pemeriksaan ABR dengan merekam potensial listrik yang dikeluarkan sel koklea selama menempuh perjalanan melalui telinga dalam hingga nukleus tertentu di batang otak. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan elektroda permukaan yang dilekatkan pada kulit kepala atau dahi dan prosesus mastoid atau lobus telinga.


(26)

14

Kelebihan dan kekurangan Auditory Brainstem Response (ABR):

 ABR membutuhkan waktu yang lebih lama

 Membutuhkan tenaga terlatih dalam mengoprasikan alat maupun mengiterpretasi hasil

 ABR tidak dipengaruhi oleh debris diliang telinga luar dan tengah

 Bayi harus dalam keadaan tenang atau tidur.

 Harganya Mahal

 Dapat mendeteksi adanya tuli konduktif dan tuli sensorineural

 Sensitivitas ABR dilaporkan sebesar 100% dan spesifitas 97-98%. 2.1.6 Kuesioner LittlEARS

Kuesioner LittlEARS merupakan kuesioner pendengaran yang didesain untuk menilai perkembangan pendengaran anak yang menggunakan koklea implant atau menggunakan alat bantu dengar. Kuesioner ini merupakan bagian

dari Evaluation of Auditory Responses to Speech (EARS) Family yang terdiri dari

3 kuesioner turunan yaitu LittlEARS (digunakan untuk anak usia dibawah 2 th); EARS ( untuk anak diusia lebih dari 2th); TeenEARS ( untuk remaja). 12

EARS family disusun oleh Medical Electronic (MED-EL) pada tahun 1995

dengan tujuan menyediakan tes untuk menilai persepsi pendengaran anak-anak disemua usia bagi audiologis, ahli terapi wicara dan bahasa, guru dengan murid tuna rungu dan profesi bidang rehabilitasi. Kuesioner littlEARS pada awalnya dibuat dalam bahasa jerman dan telah diterjemahkan kedalam berbagai macam bahasa. 12

Kuesioner LittlEARS terdiri dari 35 pertanyaan tipe “ya” atau “tidak”, yg di desain untuk menilai proses pendengaran pada anak usia 0-24 bulan. Setiap butir pertanyaan disertai contoh agar pertanyaan lebih akurat dan mudah dipahami oleh responden. Tiap responden menjawab "ya" jika responden mengamati perilaku anaknya paling sedikit 1 kali. Dan responden akan menjawab ""tidak" jika responden sama sekali tidak pernah mengamati atau ragu dengan jawabanya. Untuk menginterpretasikan hasil skor total dibandingkan dengan nilai kritikal minimum dan nilai yg diharapkan. Skor rata2 dari tiap bulan usia diperkirakan berdasarakan hasil yang didapatkan pada kelompok usia pada proses validasi. 13,14


(27)

2.2. Kerangka Konsep

Gambar 2.3. Kerangka konsep

Pendengaran pada anak merupakan suatu hal yang perlu diperhatikan oleh seluruh orang tua. Ketika seorang anak mengalami gangguan pendengaran pada masa bayi akan menyebabkan masalah pada tumbuh kembang anak tersebut, maka anak tersebut dapat mengalami gangguan bicara, berbahasa, kognitif, masalah sosial, dan emosional. Faktor resiko yang dapat menyebabkan bayi mengalami gangguan pendengaran bisa berasal dari beberapa aspek, misalnya dilihat dari aspek anaknya sendiri, dilihat dari usia anak tersebut dan apakah ada pola asuh yang kurang dari orang tuanya sendri, dan kita juga bisa melihat dari aspek orang tua, misalnya pekerjaan orang tua, tingkat pendidikan orang tua dan tingkat seberapa kepedulian orang tua terhadap tumbuh kembang sang anak.

Di Indonesia deteksi pendengaran secara dini untuk bayi dapat dilakukan dengan OAE atau ABR, akan tetapi pemeriksaan ini hanya dapat diperiksa bagi bayi yang memiliki faktor resiko atau bayi yang masuk NICU. Pemeriksaan atau deteksi pendengaran ini masih banyak memiliki kekurangan, misalnya terdapatnya


(28)

16

keterbatasan alat yang dimiliki karena tidak semua rumah sakit memiliki alat tersebut dan harga untuk melakukan pemeriksaan deteksi ini cukup mahal. Maka alhasil terjadinya peningkatan gangguan pendengaran anak yang tidak mendapatkan deteksi dari awal dan ini akan berpengaruh terhadap proses pendidikan anak yang mengalami gangguan pendengaran. Maka dari LittlEARS sebagai alternatif untuk mendeteksi gangguan pendengaran sejak dini dengan menggunakan kuesioner, diharapkan dengan menggunakan alternatif ini bisa menjadi pengganti pemeriksaan pendengaran yang lain dapat mengurangi angka gangguan pendengaran pada anak.


(29)

17 3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian uji validitas dengan desain cross

sectional untuk mengetahui validitas kuesioner LittlEARS berbahasa Indonesia

pada anak usia 19-24 bulan di Jakarta

3.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai Januari – Agustus 2013 3.3. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RS. Budi Kemuliaan dan Ciputat

3.4. Populasi Penelitian

3.4.1. Populasi Terjangkau

Populasi terjangkau penelitian ini adalah anak dengan usia 19-24 bulan dengan pendengaran yang normal

3.4.2. Populasi Target

Populasi target penelitian ini adalah anak dengan usia 19-24 bulan di Jakarta

3.5. Sampel Penelitian dan Cara Pemilihan Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah anak usia 19-24 bulan dengan metode pemilihan sampel yaitu consecutive sampling.

Sampel adalah Anak yang berusia 19-24 bulan.


(30)

18

3.6. Besar Sampel

3.6.1. Perhitungan Besar Sampel N = { � +�

, ��[ +� / −� ]} +

Keterangan :

Zα : derivat baku alfa Zβ : derivat baku beta

r : korelasi

N = { , + ,

, ��[ + , / − , ]} +

=7

3.6.2. Sampel yang diambil

Berdasarkan perhitungan rumus diatas, maka besar sampel minimal untuk melakukan validasi sebanyak 30 responden.

3.7. Variabel Penelitian 3.7.1. Variabel terikat

Usia Anak 19-24 bulan 3.7.2. Variabel bebas

Total Skor Kuesioner 3.8. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.8.1. Faktor Inklusi

- Anak usia 19-24 bulan

- Anak yang tidak memiliki faktor resiko ganguan pendengaran 3.8.2. Faktor Eksklusi

- Anak dengan gangguan dengar sejak lahir - Anak dengan riwayat kuning

- Anak dengan riwayat kejang - Infeksi saat hamil


(31)

3.9. Analisis Statistik 3.9.1. Uji Validasi

Pada penelitian kali ini uji validasi yang digunakan adalah dengan melihat cronbach’s alpha pada SPSS

3.10. Cara Kerja

3.10.1. Alur Penelitian

Gambar 3.1.Diagram Alur Penelitian 3.10.2. Alat dan Bahan

Menggunakan kuesioner LittlEARS berbahasa inggris yang telah diterjemahkan kedalam bahasa indonesia oleh translator tersertifikasi, setelah itu kuesioner berbahasa Indonesia di ujikan kebeberapa responden apakah ada kesulitan dalam bahasa kuesioner.

Kuesioner awal Bahasa Inggris

Diterjemahkan dari Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia oleh penerjemah

Diterjemahkan kembali dari Bahasa Indonesia ke Bahasa Inggris oleh penerjemah berbeda

Dibandingkan Kuesioner Bahasa Inggris asli dengan hasil terjemah Bahasa Inggris kedua

Ditelaah oleh pakar THT

Diuji coba pada responden

Perizinan Penelitian (Informed Consent)


(32)

20

3.11. Definisi Operasional

Tabel 3.1. Definisi Operasional Penelitian Variabel

yang diukur

Pengukur Alat Ukur Cara Pengukuran Skala

Pengukuran

Usia Anak Penelitian Wawancara

menggunakan kuesioner karakteristik responden Menghilangkan rentang waktu antara kelahiran anak sampai kuesioner diisi.Output berupa satuan waktu dalam bulan,pembulatan kebawah Numerik dalam satuan bulan Skor kuesioner LittlEARS

Peneliti Wawancara

menggunakan kuesioner perkembangan pendengaran anak LittlEARS Skor didapat dengan menghitung jumlah jawaban ya

Numerik dalam rentang 0-35 Jenis kelamin

Peneliti Wawancara

menggunakan kuesioner karakteristik responden Mengkelompokkan anak berdasarkan jenis kelaminnya Kategorik Durasi interaksi orangtua kepada anak

Peneliti Wawancara

menggunakan kuesioner karakteristik responden

Mengkelompokkan anak berdasarkan lamanya durasi orangtua diatas 8 jam dan dibwah 8 jam

Kategorik

Pendidikan terakhir orangtua

Peneliti Wawancara

menggunakan kuesioner karakteristik responden Mengkelompokkan orangtua berdasarkan pendidikan akhir Kategorik


(33)

21 4.1. Statistik Deskriptif

4.1.1 Karakteristik Responden

Pada penelitian ini didapatkan 30 responden dengan karakteristik yang terlampir dibawah ini. Akan tetapi hanya 26 responden yang dapat dilakukan uji statistik

Tabel 4.1 Karakteristik Responden

Karakteristik Persentase

(n=26)

Jenis Kelamin Anak

Laki-Laki 50% (13)

Perempuan 50% (13)

Pendidikan Terakhir Responden

SD-SMP 11% (3)

SMA 35% (9)

D3 19% (5)

S1-S2 35% (9)

Durasi Responden Berinteraksi dengan Anak dalam Sehari

≥8 jam 77% (20)

<8 jam 23% (6)

4.2. Statistik Analitik

4.2.1. Sebaran Skor Pendengaran

Untuk mengetahui suatu penelitian disebut distribusi normal atau tidak dapat menggunakan uji Kolmogorov-smirnov atau Shapiro-wilk. Uji

Kolmogorov-smirnov digunakan untuk sampel yang besar ( lebih dari 50) sedangkan uji


(34)

22

Gambar 4.1. Grafik sebaran skor kuesioner

Pada uji Shapiro-Wilk didapatkan bahwa nilai p= 0,173 (P>0,05) dapat disimpulkan bahwa distribusi skor pada penelitian ini normal.

4.3. Validitas dan Reliabilitas

Tabel 4.2. Statistik Reliabilitas Cronbach’s alpha

Cronbach’s alpha Jumlah Pertanyaan

0,310 35

Berdasarkan tabel diatas didapatkan hasil cronbach’s alpha sebesar 0,310, ini menunjukkan bahwa penelitian ini bersifat reliabel.

Untuk mengetahui kecermatan alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya kita dapat melakukan uji validitas. Ada beberapa metode yang digunakan dalam uji validitas seperti korelasi Pearson Product Moment atau melihat nilai


(35)

Tabel. 4.3. Nilai Validitas dengan Pearson dan Corrected item-total correlation Butir pertanyaan Corrected Item-Total Correlation Cronbach's Alpha if Item

Deleted

Pertanyaan butir 1 0 0

Pertanyaan butir 2 0 0

Pertanyaan butir 3 0 0

Pertanyaan butir 4 0 0

Pertanyaan butir 5 0,173 0,274

Pertanyaan butir 6 -0,153 0,334

Pertanyaan butir 7 0,153 0,282

Pertanyaan butir 8 -0,103 0,355

Pertanyaan butir 9 0,173 0,274

Pertanyaan butir 10 -0,280 0,368

Pertanyaan butir 11 0,042 0,307

Pertanyaan butir 12 0,032 0,315

Pertanyaan butir 13 0,030 0,311

Pertanyaan butir 14 0,244 0,279

Pertanyaan butir 15 0,417 0,194

Pertanyaan butir 16 0,042 0,307

Pertanyaan butir 17 0,042 0,307

Pertanyaan butir 18 0,153 0,282

Pertanyaan butir 19 -0,057 0,321

Pertanyaan butir 20 -0,096 0,345

Pertanyaan butir 21 0,288 0,242

Pertanyaan butir 22 0,216 0,267

Pertanyaan butir 23 0,409 0,206

Pertanyaan butir 24 -0,145 0,343

Pertanyaan butir 25 -0,346 0,379

Pertanyaan butir 26 0,032 0,315

Pertanyaan butir 27 0,173 0,274

Pertanyaan butir 28 0,287 0,223

Pertanyaan butir 29 -0,135 0,373

Pertanyaan butir 30 0,145 0,280

Pertanyaan butir 31 0,145 0,280

Pertanyaan butir 32 -0,153 0,334

Pertanyaan butir 33 0,153 0,282

Pertanyaan butir 34 -0,103 0,355

Pertanyaan butir 35 0,173 0,274

Nilai validitas tiap item kuesioner didasarkan bila r hitung lebih besar dari r tabel yaitu 0,404 . Berdasarkan tabel diatas, pertanyaan yang valid adalah pertanyaan nomer 15 dan 23


(36)

24 BAB 5 DISKUSI HASIL

5.1. Karakteristik Responden

Pada penelitian ini didapatkan 26 sampel anak, dengan karakteristik anak yang akan dibahas adalah umur anak, jenis kelamin, pendidikan terakhir orang tua, dan lamanya durasi orang tua menemani anak.

Pada penelitian ini mengambil variabel umur anak, karena perkembangan dan pertumbuhan seorang anak akan berbanding lurus dengan usia anak dan pada setiap umur akan memiliki respon pendengaran yang berbeda pula.

Terdapat empat aspek fungsional yang mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan anak yaitu : motorik kasar, motorik halus dan pengelihatan, berbicara/ bahasa dan pendengaran, sosial, emosi, dan perilaku. Keempat aspek tersebut memiliki keterkaitan satu dengan lainnya, dimana apabila terdapat kekurangan dari salah satu aspek tersebut maka akan mempengaruhi aspek yang lain.

Berdasarkan umur sampel yang didapat pada penelitian rata-rata umur anak adalah 20 bulan, dan total skor yang didapatkan pada anak usia ini sesuai dengan proses perkembangannya diusia 19-24 bulan.

Proses tumbuh kembang anak pada usia 19-24 bulan. Pada tahun pertama pertumbuhan fisik, pendewasaan, pencapaian kemampuan, dan reorganisasi psikologi terjadi dengan cepat. Selain itu terdapat perkembangan pada daerah motorik kasar, motorik halus dan perkembangan kognitif perkembangan fisik. Perkembangan motorik merupakan suatu kemajuan pada usia ini (19-24 bulan) dengan perkembangan dibidang keseimbangan dan kelincahan serta munculnya kemampuan untuk berlari dan menaiki tangga. Perkembangan bahasa pun berkembang secara dramatis pada periode ini. Pada usia ini anak mampu memberikan nama obyek bertepatan yang kedatangan pemikiran simbolistik, dan anak mungkin menunjuk suatu benda dengan jari telunjuk bukannya dengan semua jari, seolah-olah mencari perhatian terhadap obyek tersebut. Setelah menyadari bahwa kata-kata dapat berarti benda, perbendaharaan kata anak berkembang dari 10-15 kata-kata, dan pada usia 18 bulan dan menjadi 100 atau


(37)

lebih pada usia 2 tahun. Pada usia ini anak sudah mulai belajar makan sendiri, menaruh minat kepada apa yang dikerjakan oleh orang-orang yang lebih besar dan dia juga sudah mulai memperhatikan minat kepada anak lain dan bermain-main dengan mereka. 11

Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting dalam tumbuh kembang anak, karena dengan pendidikan yang baik, maka orang tua dapat menerima segala informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan anak yang baik dan bagaimana menjaga kesehatan. Selain itu orang tua dengan pendidikan yang baik dapat membantu proses validasi kuesioner ini.

Pada penelitian ini didapatkan pendidikan terakhir orang tua anak bervariasi dari bermacam-macam tingkat pendidikan dari SD sampai S2 dengan rincian sebagai berikut SD-SMP (3 responden), SMA (9 orang), D3 (5 orang), S1-S2 (9 orang). Sejauh peneletian ini tidak terdapat keluhan orang tua dalam pengisian kuesioner ini dikarenakan setiap butir-butir pertanyaan disertai oleh contoh maksud dari butir pertanyaan tersebut.

Pada penelitian ini, didapatkan responden yang bersedia mengisi kuesioner lebih banyak dari kalangan yang pendidikan akhirnya SMA dan S1-S2, hal ini dikarenakan tingkat pemahaman dan kesadaran orang tua dalam memperhatikan proses tumbuh kembang anak.

Tingkat pendidikan orang tua yang rendah merupakan resiko keterlambatan perkembangan anak. Hal ini disebabkan karena pengetahuan dan kemampuan dalam memberikan stimulus kurang dibandingkan ibu dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Tingkat pendidikan seorang ibu sangat mempengaruhi pola asuh terhadap anaknya, perilaku hidup sehat, pendidikannya dan sebagainya. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya di Thailand, anak yang diasuh oleh orang tua yang berpendidikan rendah memiliki resiko tiga kali mengalami keterlambatan perkembangan dibandingkan orangtua yang berpendidikan tinggi.16

Berdasarkan laporan penelitian Fakultas Pertanian IPB tahun 1994 bahwa faktor sumber daya dalam keluarga berupa pendidikan terbukti berpengaruh besar terhadap perbaikan keadaan gizi. Waktu interaksi ibu dan anak serta dukungan emosional ibu juga berpengaruh terhadap gizi anak. Anak dari kelompok keluarga


(38)

26

berpendidikan lebih tinggi memiliki skor IQ yang lebih tinggi pula. Hal ini menunjukan bahwa tingkat pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap IQ dari anaknya. 10

Berdasarkan Jenis kelamin, didapatkan pada penelitian kali ini sebanyak, laki-laki 13 anak dan perempuan 13 anak . Jenis kelamin didalam tumbuh kembang ini dapat dilihat dari umur anak, dimana anak perempuan pacu tumbuhnya lebih cepat dibandingkan dengan anak laki-laki, tetapi pertumbuhan anak perempuan akan lebih cepat berhenti. Jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan pada masa pertumbuhan balita dapat dibedakan berdasarkan umur.

Lamanya durasi berinteraksi sama anak sangat penting karena akan berpengaruh terhadap sejauh mana orang tua mengetahui perkembangan anaknya, dan hal ini juga nantinya akan berpengaruh terhadap proses pengisian kuesioner

littlEARS, oleh karena itu dalam pengisian kuesioner ini dibutuhkan orang yang

selalu berinteraksi bersama sang anak.

Pada penelitian ini didapatkan durasi interaksi orang tua dengan anaknya sebanyak 20 orang tua yang menemani anaknya diatas 8 jam dan 6 orang tua yang menemani anaknya dibawah 8 jam.

Interaksi timbal balik antara anak dan orang tua, akan menimbulkan keakraban dalam keluarga. Anak akan terbuka terhadap orang tuanya, sehingga komunikasi bisa dua arah dan segala permasalahan dapat dipecahkan bersama karena adanya keterdekatan dan kepercayaan antara orang tua dan anak. Adapula interaksi tidak ditentukan oleh seberapa lama orang tua terhadap anak, tetapi lebih ditentukan oleh kualitas dari interaksi tersebut yaitu pemahaman terhadap kebutuhan masing-masing dan upaya optimal untuk memenuhi kebutuhan tersebut yang dilandasi oleh rasa saling menyayangi. 17

5.2 Validitas dan Reliabilitas

Uji validasi dilakukan untuk mengetahui apakah suatu instrumen alat ukur telah menjalankan fungsi ukurnya. Menurut Sekaran (2003) validitas menunjukan ketepatan dan kecermatan alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu instrumen disebut valid bila instumen tersebut melakukan apa yang seharusnya dilakukan dan mengukur apa yang seharunya diukur.18


(39)

Dalam melakukan uji validitas suatu kuesioner dilakukan dengan 2 cara. Yang pertama dengan melakukan validitas keseluruhan kuesioner dengan cara melihat nilai reliabilitas dan yang kedua dengan cara melakukan validasi perbutir kuesioner dengan menggunakan metode korelasi product moment pearson atau melihat corrected item total correlation.18

Berdasarkan tabel 4.3 didapatkan bahwa butir pertanyaan 1,2,3,4 memiliki nilai r hitung 0, hal ini dikarenakan saat pengisian kuesioner semua responden menjawab dengan jawaban yang sama “ya” atau “tidak”. Seperti pada butir pertanyaan 1-4 semua responden menjawab “ya”, dikarenakan pada kuesioner

littlEARS ini disusun berdasarkan pola tumbuh kembang anak dari 0-24 bulan.

Oleh karena itu, berdasarkan teori anak normal pada usia 19-24 bulan, yang dimana anak sudah dapat menunjuk anggota tubuh, anak sudah mulai mengikuti perintah dan permintaan yang mudah, mendengarkan cerita sederhana, lagu dan irama, dan menunjuk gambar sesuai dengan namanya. Dan perkembangan bicara pun berkembang pada usia ini, anak akan mampu mengucapkan 2 sampai 10 kata pada usia 10-15 bulan. Kemampuan ini akan bertambah 1 kata tiap minggu, sehingga pada usia 18 sampai 20 bulan anak mampu mengucapkan 20 kata tunggal atau 2 kata sekaligus. 11

Untuk melakukan validitas perbutir item pertanyaan, dapat dilihat dari nilai Corrected Item Total Correlation. Butir pertanyaan akan dikatakan valid apabila nilai r hitung lebih besar dengan r tabel, dengan nilai r tabel sebesar 0,404 Dari hasil output didapatkan pada tabel 4.3 bahwasanya butir item yang dikatakan valid hanya 2, pertanyaan butir 15 (0,417) dan butir 23 (0,409). Untuk beberapa butir pertanyaan yang tidak valid yang memiliki nilai r tabel kurang dari 0,404 maka disarankan untuk diganti bahasanya supaya dapat lebih dimengerti oleh responden agar memudahkan dalam pengisian, atau selama pengisian kuesioner didampingi oleh orang yang paham dengan pertanyaannya baik dari dokter atau pemberi kuesioner.

Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui tingkat kestabilan suatu alat ukur. Pada uji reliabilitas berikatan dengan masalah adanya kepercayaan terhadap instrumen. Suatu instrumen memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi (konsisten) jika hasil dari penguji instrumen tersebut menunjukan hasil yang tetap atau sama.


(40)

28

Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui tingkat kestabilan suatu alat ukur/ instrumen. Hasil pengukuran dapat dipercaya apabila digunakan beberapa kali pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri subjek tidak berubah.18

Hasil nilai reliabilitas dapat dilihat dari nilai cronbach’s alpha. Pada penelitian ini didapatkan nilai cronbach’s alpha sebesar 0,310. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pada penelitian ini reliabel, akan tetapi dengan nilai reliabilitas yang rendah. Pada penelitian ini didapatkan nilai reliabilitas yang rendah, hal ini disebabkan karena sampel yang diambil tidak homogen atau sampel yang diambil dari 2 tempat yang berbeda yang satu dari RS.Budi Kemuliaan dan satu lagi dari Posyandu. Sehingga, dengan sampel yang tidak homogen ini bisa berkaitan dengan latar belakang pendidikan responden yang mengisi kuesioner ini karena responden yang memiliki pendidikan yang tinggi dapat mempengaruhi terhadap nilai reliabilitas. Selain itu, tidak adanya variasi yang signifikan dalam proses tumbuh kembang anak pada usia 18-24 tahun ini juga bisa menjadi penyebab rendahnya nilai reliabilitas pada penelitian ini.

Berdasarkan hasil penelitian ini, kuesioner ini hanya dapat digunakan pada satu penelitian tunggal (pada usia 19-24 bulan) sehingga kuesioner ini tidak bisa dijadikan alat pre-screening kedepannya.

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan validasi kuesioner littlEARS berbahasa Indonesia. Adapun sumber kuesioner awal adalah berbahasa Inggris. Metode yang digunakan dengan metode “back-translation” yang dimana proses penerjemahan kuesioner awal menjadi kuesioner berbahasa Indonesia melalui 3 tahap yaitu, Pertama, menerjemahkan kuesioner awal menjadi kuesioner berbahasa Indonesia oleh penerjemah. Kedua, menerjemahkan ulang dari bahasa Indonesia ke bahasa inggris. Ketiga, perbandingan antara kuesioner bahasa inggris awal dengan hasil dari terjemahan tahap kedua. Apabila terdapat perbedaan makna atau maksud maka perlu diberkan informasi tambahan dan diulangi langka kedua dan ketiga sampai tidak ditemukan perbedaan yang signifikan 14


(41)

Kuesioner littlEARS telah diterjemahkan kedalam 21 bahasa, diantaranya bahasa Hibrani (Israel), Arab, Polandia, dan lain-lain. Di negara Arab, Penelitian ini juga telah dilakukan oleh, Dor M. Geal, dkk dengan cara melakukan validasi kuesioner littlEARS kepada anak yang memiliki pendengaran normal dan untuk melihat progress pendengaran pada kelompok anak yang menggunakan koklea implant. Responden yang mereka dapatkan sebanyak 70 orang tua dari Hebrew (Israel/Yahudi) dan 97 orang tua dari Arab dengan rentang usia anak 1-24 bulan, sedangkan orang tua yang berbahasa arab didapatkan dari 4 daerah yang berbeda yang memiliki logat bahasa yang berbeda. Responden yang diminta dari teman atau orang yang berkunjung ke sekolah perawat/ tempat penitipan anak. Disamping itu mereka telah melakukan evaluasi untuk menilai keakuratan pada kuesioner littlEARS ini, skor kuesioner littlEARS ini pun telah dibandingkan dengan Category of Auditory performance (CAP) dan Speech Intelligibility Rating (SIR) dan keduanya digunakan secara rutin di klinik, selain itu telah dibandingkan dengan data audiometri yang tersedia. Ini menunjukan bahwa hasil kuesioner ini valid, karena terdapat korelasi yang tinggi antara skor kuesioner dengan hasil dari tes audiologi. Berdasarkan hasil study yang mereka dapatkan bahwa didapatkan kurva transit kuesioner berbahasa Hebrew dan Arab itu sama dan sesuai dengan kuesioner yang telah diterjemahkan dengan bahasa yang lain. Pada kelompok anak yang menggunakan koklea implant pola perkembangannya sedikit berbeda dengan anak pendengaran yang normal, yang dimana pada awalnya terdapat peningkatan perkembangan dan selanjutnya meningkat secara perlahan. Oleh karena itu kuesioner littlEARS pada kedua bahasa tersebut telah digunakan untuk memantau perkembangan pada anak yang menggunakan koklea implant, serta dapat juga digunakan untuk menentukan terapi dan rehabilitasi yang seharusnya diberikan.13

Di negara Cina, Penelitian serupa dilakukan oleh Wang L, dkk, yang bertujuan untuk mengadaptasi kuesioner littlEARS kedalam bahasa Mandarin. Metode yang mereka gunakan dengan metode “back-translation”. sedangkan responden yang digunakan 157 orang tua yang berbahasa mandarin yang anaknya dengan pendengaran normal dengan usia sampai dengan 24 bulan. Hasil yang didapatkan yaitu nilai Cronbach alpha sebesar 0,945, menunjukan bahwa alat


(42)

30

ukur ini bersifat reliabel, sehingga kuesioner ini dapat dijadikan alat ukur untuk menilai perkembangan bahasa anak-anak mandarin pada usia 1-24 bulan .19

Di Negara Turkey, penelitian serupa dilakukan oleh Kosaner J, Sonuguler S, Olgun L, dan Amann E yang bertujuan untuk melakukan assessment penggunaan kuesioner LittlEARS untuk membantu audiologi dalam memantau proses perkembangan anak di Turkey yang menggunakan koklea implant. 20 5.3 Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan,antara lain : 1. Desain penelitian

Pada penelitian ini saya menggunakan desain cross sectional, yang dimana desain ini kita tidak dapat mengetahui perkembangan anak secara spesifik 2. Asal populasi responden

Penelitian ini mengambil sampel di RS.Budi kemuliaan dan sekitar ciputat, tetapi dengan minimnya kemauan orang tua untuk mengisi kuesioner, maka saya mendapatkan minimnya responden yang bersedia untuk mengisi kuesioner, jadi saya mengambil sampel didaerah sekitar Ciputat dan posyandu - posyandu


(43)

31 BAB 6

SIMPULAN DAN SARAN 6.1. Simpulan

Kuesioner littlEARS berbahasa Indonesia valid pada butir pertanyaan 15 dan 23.

6.2. Saran

Disarankan untuk peneliti selanjutnya :

1. Melakukan uji validitas pada sampel homogen dan sampel lebih banyak. 2. Melakukan uji sensitivitas / stabilitas untuk kepentingan diagnostik bagi


(44)

32

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi, EA., Iskandar, N., Bashiruddin, J., Restuti, RD. Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan kepala dan Leher. Edisi 6.

Jakarta: FKUI. 2007

2. Boeis, LR., Adams, GL., Higler, PA. BOEIS Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC.1997

3. Bashiruddin, J. Newborn Hearing Screening in Six Hospital in Jakarta an

Surroundings. Majalah kedokteran Indonesia. Volume 59, Nomor 2,

Februari 2009

4. Joint Committee on Infant Hearing: Official Journal of The American Academy of Pediatric. Year 2007 Position Statement: Principles and

Guideline for Early Hearing Detection and Intervention Programs.

Pediatric 2007; 120-898. Diunduh dari

http://pediatrics.aappublication.org/content/120/4/898.full.html pada tanggal 13 Januari 2013

5. Sadler, TW. Langman Embriologi Kedokteran. Edisi 10. Jakarta: EGC. 2009

6. Kosim, MS. Buku Ajar Neonatologi. Edisi pertama. Jakarta: IDAI. 2010 7. Sherwood, L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 6. Jakarta:

EGC. 2012

8. Guyton, AC., Hall, JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC. 2008

9. Tjandrajani, Anna. A Journey to Child Neurodevelopment: Application in

Daily Practice. Jakarta: IDAI. 2010

10.Wahyuni, TF. Skripsi: Pengaruh Faktor Biologis dan Faktor Keluarga Terhadap Tumbuh Kembang Bayi dan Balita di Desa Rantau Panjang

Kecamatan Karang Baru Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2003. Medan:

Universitas Sumatera Utara. 2003

11.Behrman, W., Kliegman, R., Arvin, A. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. Volume 3. Jakarta: EGC. 2000

12.Pediatric Assessment Children. Medical Electronic. Diunduh dari


(45)

13.Geal-Dor, M., Jbrah, R., Meilijson, S., Adelman, C., Levi, H. The Hebrew and The Arabic Version of The Littlears Auditory Quetionnaire for The Assessment of Auditory Development: Result in Normal Hearing Childern

and Children With Cochlear Implant. International Journal of Pediatric

Otorhinology 75. 2011: 1327-1332. Diunduh dari http://elsevier.com/locate/ijporl pada tanggal 13 Januari 2013

14.Obrycka, A., Garcia, J-L. P., Pankowska, A., Lorens, A., Skarzynski, H. Production and Evaluation of a Polish Version of The LittlEars Questionnaire for The Assessment of Auditory Development in Infant. International Journal of Pediatric Otorhinology 73. 2009: 1035-1042.

Diunduh dari http://elsevier.com/locate/ijporl pada tanggal 13 Januari 2013

15.Dahlan, Sopiyudin. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika. 2009

16.Isaranurug, S., Nanthamongkolchai, S., Kaewsiri, D. Factors Influencing

Development of Children Aged One to Under Six Years Old. Journal of

the Medical Association Thailand. 2005

17.Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC. 1995 18.Azwar R. Reabilitas dan Validitas. Edisi 4. Yogyakarta. 2012

19.Wang L., Sun X., Liang W., Chen J. Validation of the Mandarin version of

The LittlEARS Auditory Questionnaire. International Journal of Pediatric


(46)

(47)

(48)

(49)

(50)

(51)

(52)

(53)

(54)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : M. Fauzan Maulana Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 02 Februari 1993

Alamat : Jl. Tanjung Barat Selatan (Gg.100) Rt.02 Rw.02 No.14 Lenteng Agung Jakarta Selatan

No. Hp : 0856 9431 2640

Email : fauzanmaulana93@yahoo.co.id

Riwayat Pendidikan :

1. TK Pritiwi, Jambi ( 1996 – 1998 )

2. SD At-Taufieq, Jakarta ( 1998 – 2004 )

3. SMP Daar El-Qolam, Tangerang ( 2004 – 2007 ) 4. SMA Daar El-Qolam, Tangerang ( 2007 – 2010 )


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : M. Fauzan Maulana Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 02 Februari 1993

Alamat : Jl. Tanjung Barat Selatan (Gg.100) Rt.02 Rw.02 No.14 Lenteng Agung Jakarta Selatan

No. Hp : 0856 9431 2640

Email : fauzanmaulana93@yahoo.co.id

Riwayat Pendidikan :

1. TK Pritiwi, Jambi ( 1996 – 1998 ) 2. SD At-Taufieq, Jakarta ( 1998 – 2004 ) 3. SMP Daar El-Qolam, Tangerang ( 2004 – 2007 ) 4. SMA Daar El-Qolam, Tangerang ( 2007 – 2010 ) 5. PSPD FKIK UIN Jakarta ( 2010 – Sekarang )


Dokumen yang terkait

Perbedaan maturasi plak pada anak usia 37-71 bulan dengan Severe Early Childhood Caries (S-ECC) dan Non-SECC di Kecamatan Medan Selayang

3 104 65

Hubungan Karakteristik Saliva Pada Anak Usia 37-71 Bulan Dengan Severe Early Childhood Caries (S-ECC) Dan NON S-ECC Di Kecamatan Medan Baru

2 56 77

Hubungan Karakteristik Saliva Pada Anak Usia 37-71 Bulan Dengan Severe Early Childhood Caries (S-ECC) dan Non S-ECC di Kecamatan Medan Selayang

2 56 76

Pola Temperamen Bayi Usia 4 - 8 bulan Sebelum dan Selama Menjalani Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Medan Tahun 2012

0 30 68

Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak Usia 36-59 Bulan Pada Keluarga Peserta Dan Bukan Peserta Bina Keluarga Balita (BKB) Di Desa Tulaan Kecamatan Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2009

0 38 110

Validasi Kuesioner Littlears Berbahasa Indonesia Pada Bayi Usia 0-6 Bulan di Jakarta

1 12 66

Validasi Kuesioner LittlEARS Berbahasa Indonesia Pada Pertumbuhan dan Perkembangan Pendengaran Anak Usia 0-24 Bulan dengan Faktor Risiko Gangguan Pendengaran

0 21 78

Validasi kuesioner Littlears berbahasa Indonesia untuk menilai tumbuh kembang pendengaran pada anak usia 7-12 bulan di Jakarta Tahun 2013

0 6 66

KAJIAN ONOMATOPE PADA LAGU ANAK USIA DINI BERBAHASA INDONESIA DI PLAYGROUP/KINDERGARTEN ANAK BINTANG Kajian Onomatope Pada Lagu Anak Usia Dini Berbahasa Indonesia Di Playgroup/Kindergarten Anak Bintang Purwodadi-Grobogan.

0 1 15

KUESIONER HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN DIARE PADA ANAK USIA 12-24 BULAN DI PUSKESMAS TERJUN KECAMATAN MEDAN MARELAN TAHUN 2014

0 0 20