4 Perkembangan Merespons Suara Tumbuh Kembang Pendengaran dan Wicara

2. 4 Perkembangan Merespons Suara

2.4.1 Respon Terhadap Suara pada Nenonatus Pada minggu pertama kehidupan, bayi merespon suara keras dengan refleks terkejut. Respon ini berupa reflex aural palpebra, perubahan denyut jantung dan pola pernafasan, sentakan kepala ke belakang, menangis, gerakan tubuh berupa refleks morro. Respon-respon tersebut tidak terjadi bila dipaparkan dengan suara yang tenang dan intensitas suara yang rendah. Rangsangan suara yang dapat menimbulkan refleks ini pada neonatus sampai umur 2 minggu adalah nada murni dengan rentang frekuensi 500-4000 Hz dan intensitas 85-95 dB. Pengamatan respon ini bersifat subjektif karena dipengaruhi psikofisiologikal anak. Sehingga, ambang pendengaran pada neonatus tidak dapat diukur secara akurat jika menggunakan teknik perilaku. 3,15,16 2.4.2 Respon Terhadap Suara pada Bayi Berusia Kurang dari 4 Bulan Saat usia ini, bayi mulai memperhatikan suara dengan diam dan mendengarkan. Pada usia 4 bulan, bayi merespon suara orang tuanya dengan diam dan tersenyum bahkan apabila sumber suara tidak terlihat. Respon ini terutama dijumpai pada suara keras. Respon ini tidak tetap pada suara yang lebih tenang. Respon ini dapat digunakan untuk memperkirakan ambang dengar pada bayi usia kurang dari 4 bulan. 3,15 2.4.3 Respon Terhadap Suara pada Bayi Berusia 4-6 Bulan Saat usia ini, bayi mulai secara nyata dan konsisten menggerakkan kepala ke sumber suara. Respon ini tidak hanya lebih nyata, tetapi juga terjadi peningkatan kepekaan karena terjadi pada intensitas suara rendah. Perkiraan ambang suara pada bayi usia ini memungkinkan untuk dapat dilakukan dengan teknik perilaku. Perubahan respon terhadap lokalisasi suara yang lebih tepat dapat terlihat pada bayi yang lebih tua. 3,15 Pengarahan kepala oleh bayi ke arah sumber rangsangan suara terkadang terlambat dan memerlukan pemberian rangsangan suara dengan durasi yang lebih lama tanpa meningkatkan intensitas suara. Anak pada usia ini mungkin belajar untuk melokalisasi suara pada arah sumber suara pertama, tetapi kemudian hanya mengarahkan pada arah suara pertama tersebut dimanapun sumber suara berikutnya datang. 3,15 2.4.4 Respon Terhadap Suara pada Bayi Berusia 7-9 Bulan Saat usia ini, anak dapat menentukan lokasi sumber suara berintensitas rendah secara tepat pada bidang horizontal. Sebagian besar anak masih belum mampu untuk menentukan lokasi sumber suara pada bidang vertikal. Anak akan bergerak ke arah orang tuanya yang berada diluat kamar dan mencari sumber suara yang menarik perhatiannya. Anak juga mulai berceloteh nyaring dan meniru suara-suara dengan lebih jelas. 3,15 2.4.5 Respon Terhadap Suara pada Bayi Berusia 10-12 bulan Saat usia ini, anak dapat menentukan lokasi suara dengan intensitas rendah pada berbagai tempat bila ia tidak terlalu sibuk dengan kegiatan lain. Kemampuan mengucapkan kata-kata berkembang untuk kata-kata tunggal seperti namanya, kata tidak, dan objek yang sudah dikenal baik olehnya. Perkembangan vokalisasi anak sampai usia 12 bulan berupa mencoba berkata-kata dan mengulang beberapa kata. 3,15 2.4.6 Respon Terhadap Suara pada Bayi Berusia 13-24 Bulan Saat usia ini, anak mampu melokalisasi secara cepat dan mulai dapat mengantisipasi serta mengamati sumber suara selama uji tingkah laku dilakukan. Saat usia ini juga terjadi perkembangan pemahaman kata-kata. Pada beberapa anak usia 18 bulan mulai dapat mengenali beberapa bagian tubuh. Saat usia 2 tahun, anak dapat memungut mainannya ketika terjatuh. Perbendaharaan kata pada anak berkembang setelah usia 24 bulan. Anak mulai menggabungkan dua kata secara bersamaan saat berusia 18-21 bulan. 3,15 2.4.7 Respon Terhadap Suara pada Anak Berusia Lebih dari 2 Tahun Saat usia ini anak biasanya akan bereaksi terhadap rangsangan suara yang pertama diberikan dan akan mengabaikan suara yang diberikan berikutnya. Saat usia ini, play audiometry dengan ruangan yang luas dapat dicoba untuk dulakukan. Pada beberapa anak sudah dapat dilakukan pemeriksaan audiometri nada murni pada usia 3 tahun. 3,15

2.5 Kejadian Gangguan Pendengaran pada Anak di Indonesia