Tingkat Immobilisasi Efek Samping Immobilisasi

40 c. Kebudayaan Kebudayaan dapat mempengaruhi pola dan sikap dalam melakukan aktifitas, misalnya pasien setelah operasi dilarang bergerak karena kepercayaan kalau banyak bergerak nanti luka atau jahitan tidak jadi. d. Tingkat Energi Seseorang melakukan mobilisasi jelas membutuhkan energi atau tenaga. Orang yang sedang sakit akan berbeda mobilitasnya dibandingkan dengan orang dalam keadaan sehat. e. Usia dan Status Perkembangan Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasnya dibandingkan dengan seorang remaja dan juga pada lansia.

2.3. Tingkat Immobilisasi

Menurut Braden Bergstrom 1989, dalam skala Braden tingkat mobilisasi terbagi atas empat tingkatan yaitu: 1. Tidak terbatas: Melakukan perubahan posisi yang bermakna dan sering tanpa bantuan. 2. Agak terbatas: Sering melakukan perubahan kecil pada posisi tubuh dan ekstremitas secara mandiri tetapi memiliki derajat keterbatasan. 3. Sangat terbatas: kadang-kadang melakukan perubahan kecil pada posisi tubuh dan ekstremitas tapi tidak mampu melakukan perubahan yang sering. 4. Immobilisasi total: Tidak dapat melakukan perubahan posisi tubuh atau ekstremitas tanpa bantuan. Universitas Sumatera Utara 41

2.4. Efek Samping Immobilisasi

Potter Perry 2005, menyatakan ada pengaruh fisiologis yang ditimbulkan oleh keadaan immobilisasi yaitu apabila ada perubahan immobilisasi maka setiap sistem tubuh akan beresiko terjadi gangguan. Tingkat keparahan dari gangguan tersebut tergantung pada umur pasien, dan kondisi kesehatan secara keseluruhan, serta tingkat immobilisasi yang dialami. Ada tujuh perubahan yang terjadi yaitu: perubahan metabolik, perubahan sistem respiratori, perubahan sistem kardiovaskuler, perubahan sistem muskuloskletal, perubahan sistem integumen, perubahan eliminasi urine, dan perubahan psikososial. Menurut Asmadi 2008, ada beberapa masalah yang dapat ditimbulkan akibat immobiliosasi fisik ini antara lain: a. Sistem Integumen Immobilisasi yang lama dapat menyebabkan kerusakan integritas kulit, seperti abrasi dan luka dekubitus. Hal tersebut disebabkan oleh karena pada immobilisasi terjadi gesekan, tekanan, jaringan bergeser satu dengan yang lain, dan penurunan sirkulasi darah pada area yang tertekan, sehingga terjadi iskemia pada jaringan yang tertekan. Kondisi yang ada dapat diperburuk lagi dengan adanya infeksi, trauma, kegemukan, berkeringat, dan nutrisi yang buruk. b. Sistem Kardivaskuler Sistem kardiovaskuler juga dipengaruhi oleh immobilisasi. Ada tiga perubahan utama yaitu hipotensi, ortostatik, peningkatan beban kerja jantung, dan pembentukan thrombus. Universitas Sumatera Utara 42 c. Sistem Respirasi Immobilisasi menyebabkan terjadinya perubahan sistem pernafasan. Akibat immmobilitas, kadar hemoglobin menurun, ekspansi paru menurun, dan terjadinya lemah otot yang dapat menyebabkan proses metabolisme terganggu. Terjadinya penurunan kadar hemoglobin dapat menyebabkan penurunan aliran oksigen dari alveoli ke jaringan, sehingga mengakibatkan anemia. Penurunan ekspansi paru dapat terjadi karena tekanan yang meningkat oleh permukaan paru. Pasien immobilisasi beresiko tinggi mengalami kompikasi paru-paru. Komplikasi paru-paru yang paling umum adalah etelektasis dan pneumonia hipostatik. d. Sistem Perkemihan Immobilisasi menyebabkan perubahan pada eliminasi urine. Dalam kondisi normal urine mengalir dari pelvis renal masuk ke ureter lalu ke bladder yang disebabkan adanya gaya gravitasi. Namun pada posisi terlentang, ginjal dan ureter berada pada posisi yang sama sehingga urine tidak dapat melewati ureter dengan baik urine menjadi statis. Akibatnya urine banyak tersimpan dalam pelvis renal. Kondisi ini resiko tinggi terjadinya infeksi saluran kemih dan batu ginjal. e. Sistem Muskuloskletal Immobilisasi menyebabkan penurunan massa otot atropi otot sebagai akibat dari kecepatan metabolisme yang turun dan kurangnya aktifitas sehingga mengakibatkan berkurangnya kekuatan otot sampai akhirnya memburuknya koordinasi pergerakan. Immobilisasi juga dapat menyebabkan perubahan jaringan pada sistem muskuloskletal sehingga terjadi hiperkalsemia dan hiperkalsiuria Universitas Sumatera Utara 43 yang kemudian menyebabkan osteoporosis. Selain terjadi atropi otot, immobilisasi juga dapat menyebabkan pemendekan serat otot dan gangguan mobilisasi sendi. f. Sistem Neurosensoris Dampak terhadap sistem neurosensoris tampak nyata pada pasien immobilisasi yang dipasang gips akibat fraktur. Pemasangan gips pada ekstremitas dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan menimbulkan gangguan saraf pada bagian distal dari gips. Hal tersebut dapat menyebabkan pasien tidak dapat menggerakkan bagian anggota tubuh yang distal dari gips, mengeluh terjadi sensasi yang berlebihan atau berkurang dan timbul rasa nyeri yang hebat. g. Perubahan Perilaku Perubahan perilaku akibat immobilitas, antara lain timbulnya rasa bermusuhan, bingung, cemas, emosional tinggi, depresi, perubahan siklus tidur, menurunnya koping mekanisme dan menurunya perhatian serta kemampuan terhadap pemeliharaan kebersihan diri serta perubahan status emosional biasa terjadi bertahap. 3. Lama Hari Rawat 3.1. Pengertian Lama Hari Rawat