Teori Sub – Budaya Delinkuen.

Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 Penitikberatan pada tujuan–tujuan tertentu mungkin dapat mengurangi makna dan perhatian terhadap cara–cara yang sudah melembaga, sehingga kecenderungan timbulnya bentuk–bentuk ekstrim dimaksudkan di sini adalah: a. berkembangnya situasi ketidakseimbangan sebagai akibat penekanan atas nilai–nilai suatu tujuan tertentu secara relatif akan berpengaruh pada cara–cara untuk mencapai tujuan tersebut, khususnya apabila keterbatasan pilihan cara-cara tersebut hanya dipandang sebagai sesuatu yang bersifat teknis daripada sesuatu yang bersifat melembaga. b. Sebaliknya bentuk lain dapat timbul apabila aktivitas yang dilakukan kelompok sebetulnya secara hakiki hanya alatsaja, namun kemudian dipersepsi sebagai tujuan yang harus dicapai. Akibat yang timbul, tujuan yang hakiki dilupakan akan ketaatan pada tata cara perilaku yang ditetapkan dan bersifat kelembagaan itu menjadi hal yang dinomor satukan.

3. Teori Sub – Budaya Delinkuen.

Teori delinkuen terbagi atas 2 yaitu: a. Albert K . Cohen: Delinquent Boys maksud dari Albert dari teori ini ingin menjelaskan terjadinya peningkatan perilaku delinkuen di daerah kumuh slum, fokus perhatiannya di kalangan usia muda, kelas bawah merupakan cerminan ketidakpuasan mereka terhadap norma–norma dan nilai–nilai kelompok kelas menengah yang mendominasi kultur Amerika. Karena kondisi sosial yang ada dipandang sebagai kendala upaya mereka untuk mencapai kehidupan sesuai dengan trend yang ada, sehingga mendorong Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 kelompok usia muda kelas bawah mengalami konflik budaya, yang oleh Cohen disebut “status frustration“ akibat yang timbul dari situasi itu adalah keterlibatan mereka anak–anak kelas bawah dalam geng–geng dan berperilaku menyimpangyang sifatnya ”nonutilitarian, nonmalicious and nonnega tivistics“. Menurut cohen, berkembangnya sub–budaya delinkuen ini merupakan fungsi dari kondisi kehidupan kekeluargaan dan sosial anak–anak yang diambil hingga saat menjelang kedewasaannya di lingkungan kumuh. b. Cloward and Ohlin: Delinquency and Opportunity. Teori ini melihat bahwa penyimpangan di wilayah perkotaan merupakan fungsi dari perbedaan kesempatan yang dimiliki oleh anak–anak untuk mencapai, baik tujuan yang legal maupun yang ilegal. Manakala kesempatan untuk memperoleh yang legal terblokir, maka tindak kriminal pun mungkin terjadi dan manakala toh tindak kriminal tidak terjadi, maka kecenderungan keterlibatan pada penyalahgunaan narkozat atau kekerasan pun bisa terjadi. Sub–budaya yang mungkin terjadi oleh Cloward dan Ohlin dikelompokkan menjadi tiga bentuk yaitu: a. Criminal Subculture, bentuk–bentuk perilaku geng yang ditujukan untuk kepentingan pemenuhan uang atau harta benda. b. Conflict Subculture, bentuk geng yang berusaha untuk mencari status dengan menggunakan kekerasan. c. Retreatist Subculture, bentuk geng dengan ciri–ciri penarikan diri dari tujuan dan peranan konvensional dan kemudian mencari pelarian dengan menyalah gunakan obat narkotika atau sejenisnya. Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009

4. Teori Netralitas.