Teori Anomie. Teori ini adalah teori yang diajukan oleh Robert Merton merupakan

Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 menyangkut seluruh mekanisme yang lazimnya terjadi dalam setiap proses belajar pada umumnya. i. While criminal behaviour is an expression of general needs and values, it is not explained by those general needs and values since non – criminal behaviour is an expression of the same needs and values. Sementara perilaku kejahatan merupakan pernyataan kebutuhan dan nilai umum, akan tetapi hal tersebut tidak dijelaskan oleh kebutuhan dan nilai–nilai umum itu, sebab perilaku yang bukan kejahatan juga merupakan pernyataan dari kebutuhan–kebutuhan dan nilai–nilai yang sama . 21

2. Teori Anomie. Teori ini adalah teori yang diajukan oleh Robert Merton merupakan

teori yang berorientasi pada kelas “Merton is in terested exploring variations in crime and deviance by social class” demikian John Hagan istilah anomie sendiri sebetulnya berasal dari seorang pakar sosiologi Prancis, Ermie Durkheim yaitu suatu keadaan tanpa norma. Konsep anomie ini kemudian oleh Merton direformulasikan dalam rangka menjelaskan keterkaitan antara kelas–kelas sosial dengan kecenderungan pengadaptasiannya dalam sikap dan perilaku kelompok. Di dalam teorinya ia mencoba melihat keterkaitan antara tahap–tahap tertentu dari struktur sosial dengan perilaku delinkuen, ia melihat bahwa tahapan 21 Paulus Hadisuprato. Juvenile Delinquency. Citra Aditya Bakti. Bandung 1997. Hlm 17 – 32. Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 tertentu dari struktur sosial akan menumbuhkan suatu kondisi di mana pelanggaran terhadap norma–norma kemasyarakatan merupakan wujud reaksi “norma“. Merton berusaha menunjukkan bahwa berbagai struktur sosial yang mungkin terdapat di masyarakat dalam realitasnya telah mendorong orang–orang dengan kualitas tertentu cenderung berperilaku menyimpang ketimbang mematuhi norma–norma kemasyarakatan, dua unsur yang dianggap pantas untuk diperhatikan dalam mempelajari berbagai bentuk perilaku delinkuen adalah unsur–unsur dari struktur sosial dan kultural. Unsur kultural melahirkan apa yang disebut goals, dan unsur struktural melahirkan apa yang disebut means. Goals, diartikan sebagai tujuan–tujuan dan kepentingan–kepentingan yang sudah membudaya, meliputi kerangka aspirasi dasar manusia, seperti dorongan untuk hidup tujuan tersebut sedikit banyak merupakan kesatuan dan didasari oleh urutan nilai, dalam berbagai tingkat perasaan dan makna. Means adalah aturan–aturan dan cara–cara kontrol yang melembaga dan diterima sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang membudaya tersebut. Setiap kelompok masyarakat selalu mengkaitkan tujuan atau kepentingan tersebut dengan moral atau aturan–aturan kelembagaan dan cara–cara dalam mencapai tujuan. Meskipun dari sudut individu tertentu terdapat banyak cara yang dianggap efisien dalam memenuhi kebutuhannya, namun cara–cara ini tetap dibatasi oleh norma–norma yang sudah membudaya dan norma–norma yang sudah melembaga bekerja bersama–sama. Winika Indrasari : Peranan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Menurut Undang–Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Provinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 Penitikberatan pada tujuan–tujuan tertentu mungkin dapat mengurangi makna dan perhatian terhadap cara–cara yang sudah melembaga, sehingga kecenderungan timbulnya bentuk–bentuk ekstrim dimaksudkan di sini adalah: a. berkembangnya situasi ketidakseimbangan sebagai akibat penekanan atas nilai–nilai suatu tujuan tertentu secara relatif akan berpengaruh pada cara–cara untuk mencapai tujuan tersebut, khususnya apabila keterbatasan pilihan cara-cara tersebut hanya dipandang sebagai sesuatu yang bersifat teknis daripada sesuatu yang bersifat melembaga. b. Sebaliknya bentuk lain dapat timbul apabila aktivitas yang dilakukan kelompok sebetulnya secara hakiki hanya alatsaja, namun kemudian dipersepsi sebagai tujuan yang harus dicapai. Akibat yang timbul, tujuan yang hakiki dilupakan akan ketaatan pada tata cara perilaku yang ditetapkan dan bersifat kelembagaan itu menjadi hal yang dinomor satukan.

3. Teori Sub – Budaya Delinkuen.